BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Prosedur perawatan gigi terkadang dapat menyebabkan luka pada mukosa mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa mulut adalah luka terbuka yang sering ditemukan di dalam rongga mulut. Kehadiran ulkus traumatikus pada mukosa mulut terkadang sangat mengganggu pada saat proses pengunyahan, bicara, dan bahkan menggangu kegiatan membersihkan rongga mulut, karena menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti rasa sakit dan rasa terbakar pada penderita ulkus traumatikus mukosa mulut. Ulkus yang terbentuk di mukosa mulut merupakan gambaran lesi oral yang sangat umum dijumpai pada kebanyakan orang di berbagai usia maupun jenis kelamin. Ulkus atau ulser adalah suatu kerusakan lapisan epitel yang berbatas jelas dan membentuk cekungan. Ulkus traumatikus tersebut dapat berupa ulkus yang berbentuk simetris atau asimetris, ukurannya tergantung dari trauma yang menjadi penyebab, dan biasanya nyeri (Scully, 2008). Ulkus traumatikus memiliki karakter adanya kerusakan pada mukosa dengan batas tepi eritema dan di tengahnya berwarna putih kekuningan, serta menimbulkan rasa nyeri. Pada umumnya, lesi ini disebabkan oleh trauma mekanis dan hubungan antara penyebabnya diketahui. Ulkus traumatikus biasanya sering ditemukan pada mukosa bukal dan labial (Regezi dkk, 2008; Gandolfo dkk., 2006). Prevalensi terjadinya ulkus pada rongga mulut 25 % dari populasi di dunia. Salah satu penyebab ulkus yang paling sering yaitu trauma. Prevalensi
1
2
ulkus traumatikus cukup tinggi dibandingkan lesi-lesi mulut lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Castellanos pada tahun 2003 di Meksiko terhadap 1000 orang menunjukkan prevalensi ulkus traumatikus sebesar 40,24% (Castellanos dkk., 2008). Cebecci, dkk. (2009) dalam penelitiannya di Turki mendapati prevalensi ulkus traumatik mencapai 30,47%. Ulkus traumatikus dapat terjadi akibat rangsangan mekanik, seperti kontak dengan makanan yang tajam, tergigit selama mengunyah, trauma saat menyikat gigi, dan saat berbicara. Ulkus traumatik tergolong lesi reaktif dengan gambaran klinis berupa ulkus tunggal pada mukosa yang dapat disebabkan oleh adanya trauma fisik atau mekanik, perubahan suhu, kimia dan radiasi yang mengakibatkan kerusakan jaringan (Regezi dkk., 2008). Pengobatan penderita ulkus traumatikus pada mukosa mulut bersifat simptomatis yang bertujuan mengurangi inflamasi, menekan rasa sakit di daerah lesi dan mempercepat penyembuhan (Cawson dan Odel, 2002). Mukosa mulut terbentuk dari lapisan tipis keratinosit dan di dasarnya terdapat jaringan penghubung yang kaya akan pembuluh darah. Luka pada mukosa mulut menunjukkan penutupan yang lebih cepat dengan lebih sedikit pembentukan jaringan parut dibandingkan dengan luka daerah lain. Mukosa mulut memiliki sifat yang khas di mana luka terbuka pada mukosa mulut menutup dengan cepat dan sering kali tanpa bantuan suturing (Puspitawati, 2003). Adanya perlukaan pada jaringan selalu diikuti proses perbaikan atau penyembuhan luka. Perlukaan terhadap jaringan umumnya diikuti oleh reaksi lokal yang akut dan sebagian besar mempunyai karateristik pada rangkaian
3
perubahan vaskular. Penyembuhan luka dapat mengalami reaksi kemerahan, panas, atau rasa sakit sebagai proses yang alami. Apabila luka yang bersifat lokal pada pasien tidak dilakukan upaya penyembuhan, maka luka akan menjadi suatu permasalahan serta dapat menimbulkan rasa tidak nyaman (Leong dan Phillips, 2012). Penyembuhan luka adalah suatu proses pergantian jaringan yang rusak atau mati oleh jaringan baru yang sehat oleh tubuh melalui regenerasi. Tahap awal proses penyembuhan dari perlukaan akan melibatkan jaringan yang rusak, selanjutnya jaringan ikat yang sehat akan terlihat dalam setiap tahapan dari proses penyembuhan. Pada setiap proses penyembuhan luka ditemukan tiga bahan utama yaitu: (1) bahan dasar jaringan, yang mengandung mukopolisakarida asam, (2) pembuluh-pembuluh kapiler baru hasil proliferasi endotel,pembuluh-pembuluh kapiler yang rusak pada waktu terjadinya luka, dan (3) fibroblas yang berperan menghasilkan serabut kolagen (Pusponegoro, 2005). Observasi klinis dan studi percobaan pada hewan mengindikasikan bahwa perluasan jaringan granulasi dan pembentukan jaringan parut pada mukosa mulut secara umum adalah kecil, dan penyembuhan luka mukosa mulut menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan jenis luka yang sama pada kulit. Luka pada mukosa mulut memiliki urutan proses penyembuhan yang sama dengan proses penyembuhan luka pada kulit yaitu hemostasis, inflamasi, pembentukan jaringan granulasi dan remodeling matriks jaringan penghubung (Puspitawati, 2003).
4
Suplai darah yang cukup dibutuhkan dalam penyembuhan luka untuk meningkatkan aktivitas seluler selama penyembuhan karena lokasi metabolisme yang aktif butuh oksigen dan substrat untuk ketersediaan energinya. Sistem vaskuler dapat membentuk kapiler baru (angiogenesis) dalam pemulihan jaringan yang cidera untuk menjamin jaringan yang beregenerasi mendapat cukup oksigen. Para klinisi telah menggunakan berbagai strategi untuk memerangi infeksi luka, termasuk pemberian antibiotik topikal maupun sistemik, dan berbagai agen antiseptik seperti hipoklorit dan hidrogen peroksida telah digunakan pada luka untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri (Moreau, 2003). Agen antimikroba yang umum digunakan adalah povidone iodine, kompleks iodine, komponen bakterisida, dengan polivinil (povidone), polimer sintetik. Bentuk komersial yang paling umum adalah solusi 10% dalam air menghasilkan 1% iodine yang tersedia Keputusan mengenai pilihan pengobatan luka melibatkan dua pertimbangan dasar: (1) apakah pengobatan tersebut aman, dan (2) seberapa efektif pengobatan tersebut. Keamanan pengobatan perawatan luka dapat dilihat dari, apakah pengobatan tersebut memperlambat kemajuan tahap penyembuhan luka ( inflamasi, proliferasi / reepitelialisasi, dan remodeling). Khasiat pengobatan perawatan luka (misalnya, Povidone Iodine) dapat dinilai secara in vitro oleh kemampuannya untuk membunuh mikroorganisme dan in vivo dengan menurunnya tingkat atau keparahan infeksi luka. Diperlukan evaluasi lebih lanjut mengenai pilihan larutan Povidone Iodine untuk pengobatan luka, terutama luka kronis yang paling sering ditemui dalam praktek (Burks, 2008).
5
Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks yang melibatkan banyak peristiwa fisiologis. Sel-sel imunologi ditarik untuk melawan infeksi dan membuang jaringan yang rusak. Pasokan darah di daerah penyembuhan dibentuk kembali melalui angiogenesis. Regenerasi jaringan melalui proliferasi sel dan fibroplasia selanjutnya menggantikan jaringan yang rusak atau hancur. Daerah luka berkurang melalui kontraksi luka. Penutupan luka dicapai melalui migrasi sel epitel. Akhirnya, remodeling jaringan parut muncul untuk memperbaiki penampilan dan fungsi. Sebuah pengobatan yang aman harus mendorong proses penyembuhan atau setidaknya tidak merusak proses ini (Dealey, 2005). Larutan Povidone Iodine merupakan pengobatan yang relatif aman untuk luka akut kecil, tidak ada yang bukti yang cukup untuk menunjukkan efektivitas dalam mengobati luka kronis. Povidone Iodine digunakan dalam perawatan luka namun dapat menyebabkan dermatitis kontak pada kulit, mempunyai efek toksikogenik terhadap fibroblas dan leukosit serta menghambat migrasi netrofil dan menurunkan sel monosit (Niedner, 2010). Pengobatan alternatif yang lebih baik untuk penyembuhan luka mungkin tersedia, banyak zat seperti ekstrak jaringan, vitamin dan mineral serta sejumlah produk tanaman telah dilaporkan memiliki efek penyembuhan. Agen penyembuh luka yang berasal dari tanaman obat (herbal) diketahui mampu melawan infeksi dan mempercepat kesembuhan luka (Ferdinandez dkk., 2013). Perkembangan ilmu kedokteran di Indonesia dewasa ini menunjukkan kemajuan yang sangat pesat dengan dilakukannya berbagai macam penelitian tentang bahan-bahan obat yang bahan dasarnya dari alam, serta pemakaian dan
6
pendayagunaan obat tradisional. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer di kalangan masyarakat. Obat herbal dipilih masyarakat karena dinilai lebih mudah diperoleh, harganya yang cukup terjangkau serta minim efek samping jika dibandingkan dengan obat-obatan kimia. Kemajuan teknologi yang semakin canggih dapat mengolah obat tradisional lebih praktis, ekonomis, mudah didapat serta mempunyai efektivitas yang cukup baik dalam mengobati luka Perkembangan ilmu kedokteran di Indonesia dewasa ini menunjukkan kemajuan yang sangat pesat dengan dilakukannya berbagai macam penelitian tentang bahan-bahan obat yang bahan dasarnya dari alam, serta pemakaian dan pendayagunaan obat tradisional. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer di kalangan masyarakat. Obat herbal dipilih masyarakat karena dinilai lebih mudah diperoleh, harganya yang cukup terjangkau serta minim efek samping jika dibandingkan dengan obat-obatan kimia. (Santoso, 2008). Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia dengan jumlah lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies di antaranya diketahui sebagai bahan obat. Salah satu jenis tanaman obat tradisional yang kini digunakan oleh masyarakat luas digunakan dan dibudidayakan menjadi salah satu komoditas pertanian adalah tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill.). Adas sebagai tanaman obat digunakan sebagai bahan jamu dan obat saat ini. Di Indonesia, Adas telah dibudidayakan sebagai tanaman bumbu atau tanaman obat. Tumbuhan ini dapat hidup dari dataran rendah sampai ketinggian 1.800 m di atas
7
permukaan laut, namun akan tumbuh lebih baik pada dataran tinggi. Asalnya dari Eropa Selatan dan Asia, dan karena manfaatnya, tumbuhan ini banyak pula ditanam di Indonesia, India, Argentina, Eropa, dan Jepang (Maheswari, 2002). Buah adas di pasaran berbentuk buah kering yang berwarna coklat kehitaman dan bermanfaat sebagai obat batuk, mulas, sariawan, pelega tenggorokan. Fungsi buah Adas sebagai tanaman obat berkaitan erat dengan kandungan kimiawinya yang terdiri atas minyak atsiri, flavonoid, saponin, glikosidastilben funikulosida I, II, III, IV, stigmasterin, minyak lemak, protein, asam-asam organik, pentosan, pectin, trigonelin, kolin, dan iodine (Sudarsono dkk., 2002 ). Kemampuan ekstrak buah adas konsentrasi 100% dalam menurunkan tingkat radang pada mukosa mulut tikus wistar telah dibuktikan pada penelitian Andajani dan Mahardika (Andajani dan Maharddika, 2003). Selain itu, penelitian Setyaningsih (2006) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah adas dengan konsentrasi 50% pada perlukaan gingiva tikus Spraque dawley mampu meningkatkan jumlah fibroblast. Dilaporkan juga oleh Mandala (2006) bahwa ekstrak buah adas mampu menginduksi reepitelialisasi pada luka gingiva sehingga mempercepat penyembuhan luka gingiva. Berdasarkan penelitian Anton (2007), ekstrak adas diketahui dapat menurunkan sel leukosit PMN dan meningkatkan kepadatan angiogenesis pada proses penyembuhan luka gingival labial tikus Sprague dawley. Suatu penelitian di tahun 2004 menunjukan bahwa buah Adas mengandung komponen anti-inflamasi, analgesik, dan antioksidan yang
8
membantu proses penyembuhan, seperti flavonoid, saponin dan asam askorbat (Gulfraz dkk., 2005). Penelitian pendahuluan oleh penulis yang telah dilakukan pada bulan Februari 2015, membuktikan pemberian ekstrak etanol buah adas dengan kosentrasi 50 % pada ulkus traumatikus mukosa mulut tikus yang terpapar H2O2 dapat meningkatkan angiogenesis dan reepitelialisasi. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan pada pengamatan mikroskopis didapatkan jumlah pembuluh darah baru yang lebih banyak dan lebar celah epitel yang lebih kecil pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol pada hari ke tujuh (Pertiwi, 2015). Sampai saat ini sudah dilaporkan berbagai khasiat adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap berbagai penyakit dan berperan dalam penyembuhan luka. Sehubungan dengan hasil penelitian di atas, perlu diteliti lebih dalam tentang perbedaan pengaruh dari pemberian ekstrak etanol buah adas (Foeniculum vulgare Mill.) konsentrasi 50% dan Povidone Iodine secara topikal dalam meningkatkan angiogenesis dan reepitelialisasi pada penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut tikus putih jantan. Agar didapatkan obat yang lebih efektif, efisien dan lebih murah, sehingga buah adas diharapkan memiliki nilai ekonomis dan dapat bermanfaat bagi masyarakat.
9
1.2 Rumusan Masalah : Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah pemberian topikal ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% lebih meningkatkan angiogenesis daripada Povidone Iodine untuk penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut tikus putih jantan ? 2. Apakah pemberian topikal ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% lebih meningkatkan
reepitelialisasi
daripada
Povidone
Iodine
untuk
penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut putih jantan? 1.3 Tujuan Penelitian : 1.3.1 Tujuan Umum : Untuk membuktikan pemberian topikal ekstrak etanol buah adas meningkatkan jumlah angiogenesis dan reepitelialisasi daripada Povidone Iodine untuk penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut tikus putih jantan. 1.3.2 Tujuan Khusus : 1. Untuk membuktikan
pemberian topikal ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% lebih meningkatkan jumlah angiogenesis daripada Povidone Iodine untuk penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut tikus putih jantan. 2. Untuk membuktikan pemberian topikal ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% lebih meningkatkan reepitelialisasi
daripada
Povidone Iodine untuk penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut tikus putih jantan.
10
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan peneliti khususnya. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.4.1 Manfaat teoritis : 1.4.1.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang kesehatan tentang potensi buah adas sebagai obat tradisional untuk penyembuhan ulkus traumatikus pada mukosa mulut. 1.4.1.2 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan masukan bagi peneliti lain bahwa buah adas dapat meningkatkan angiogenesis dan reepitelialisasi pada penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut, sehingga dapat dijadikan dasar acuan penelitian lebih lanjut. 1.4.2 Manfaat Praktis : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam membantu penyembuhan ulkus traumatikus dan ulkus lainnya pada mukosa mulut, dengan mempergunakan obat tradisional yang murah dan mudah didapat di lingkungan sekitar kita.