BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan sebagai suatu situasi atau kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. Menurut Ravallion (2001) dalam Arsyad (2010: 299), kemiskinan adalah kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, dan bila sakit tidak mempunyai dana untuk berobat. Orang miskin umumnya tidak dapat membaca karena tidak mampu bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut menghadapi masa depan, dan kehilangan anak karena sakit. Kemiskinan merupakan ketidakberdayaan, terpinggirkan, dan tidak memiliki rasa bebas. Fernandez (2001) dalam Arsyad (2010: 300), menyatakan bahwa, ciri-ciri masyarakat miskin ditinjau dari berbagai aspek, antara lain: aspek politik, di mana masyarakat miskin tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka. Aspek sosial, yaitu tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada. Aspek ekonomi, yaitu rendahnya kualitas SDM, termasuk kesehatan,
pendidikan,
keterampilan
yang
berdampak
pada
rendahnya
penghasilan, dan rendahnya kepemilikan atas aset fisik, termasuk aset lingkungan hidup seperti air bersih dan penerangan. Aspek budaya atau nilai, yaitu
1
terperangkap dalam budaya rendahnya kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek, dan mudah menyerah. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi kemiskinan ini adalah tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan (kualitas sumber daya manusia), akses terhadap barang dan jasa, lokasi geografis, gender, dan kondisi lingkungan. Dari dimensi pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan. Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan terjadinya kemiskinan. Dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan teknologi, dan kurangnya keterampilan dilihat sebagai alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah yang tidak hanya dihadapi oleh Indonesia atau negara yang sedang berkembang, tetapi oleh semua negara di dunia. Bahkan Amerika Serikat (AS), yang tergolong negara maju dan salah satu negara kaya di dunia, masih mempunyai jutaan orang yang tergolong miskin. Oleh karena itu, para pemimpin negara di dunia berjanji bekerjasama untuk mencapai target dalam pembangunan dan mengurangi kemiskinan dengan membentuk Millenium Development Goals on development and Eradication of poverty in 2015 yang dideklarasikan pada tahun 2000 dan dilanjutkan dengan SDGs (Sustainable Development Goals). Komitmen global tersebut mengamanatkan semua negara anggota PBB agar berusaha lebih keras untuk meningkatkan pendapatan yang selama ini tidak layak, memberantas kelaparan, ketimpangan gender, kerusakan lingkungan, hambatan untuk mendapatkan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
2
air bersih. Indonesia sendiri, untuk memenuhi target angka kemiskinan menjadi 5—6 persen pada tahun 2019, mengambil kebijakan untuk mendorong percepatan penanggulangan kemiskinan dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah pendekatan kelembagaan dengan membentuk Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, Indonesia telah berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin dari 24,2 persen pada tahun 1998 menjadi 11,47 persen dari jumlah populasinya pada tahun 2013. Penurunan tingkat kemiskinan ini tidak terlepas dari program/kegiatan penanggulangan kemiskinan yang telah diupayakan pemerintah, seperti: Raskin (beras miskin), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bertujuan memperluas akses permodalan bagi koperasi, UKM, dan masyarakat yang kurang mampu, serta program pro rakyat seperti program rumah sangat murah, program air bersih, listrik murah dan hemat, serta peningkatan kehidupan nelayan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 memang mengalami penurunan tetapi sangat lambat (dari 31.023.400 jiwa pada tahun 2010 menjadi 28.553.930 jiwa pada tahun 2013). Pada tahun 2010 penduduk miskin menurun sebesar 0,82 persen dari tahun 2009, tahun 2011 menurun sebesar 0,84 persen dan pada tahun 2012 menurun sebesar 0,83 persen serta tahun 2013 menurun sebesar 0,19 persen. Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 2010—2013 ditunjukkan oleh Tabel 1.1.
3
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2010—2013 Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)
Persentase Penduduk Miskin (%)
2010
31.023.400
13,33
2011
30.018.930
12,49
2012
28.594.600
11,66
2013 28.553.930 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2014
11,47
Penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 juga mengalami penurunan sebesar 1,12 persen. Menurut data BPS, penduduk miskin Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 sebanyak 1.490.900 orang atau 11,31 persen dari jumlah populasinya. Pada tahun 2013, sebanyak 1.416.400 orang atau 10,39 persen dari jumlah populasinya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010—2013 Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)
Persentase Penduduk Miskin (%)
2010
1.490.900
11,31
2011
1.436.400
10,83
2012
1.400.400
10,41
2013 1.416.400 10,39 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2011—2014
Persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2010 sampai dengan 2013 masih lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase tingkat kemiskinan nasional. Persentase penurunan tingkat kemiskinan Provinsi Sumatera Utara selama periode tersebut sebesar 1,12 persen. Pencapaian penurunan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pencapaian penurunan tingkat kemiskinan secara nasional yaitu sebesar 2,68 persen. Gambar 1.1 menunjukkan perbandingan perkembangan penduduk miskin di Indonesia dan Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2010—2013.
4
16 14 12 10
Indonesia
8 Provinsi Sumatera Utara
6 4 2 0 2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2014 Gambar 1.1 Persentase Penduduk Miskin Indonesia dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009—2013
Dengan melihat data, di mana sampai pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.416.400 orang atau 10,39 persen dari jumlah populasinya, berarti dari 9 orang penduduk yang ada di Provinsi Sumatera Utara terdapat 1 orang yang miskin. Hal ini menggambarkan bahwa masalah kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara belum terselesaikan. Oleh karena itu, mengingat tujuan utama dari pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan mempedomani target penurunan tingkat kemiskinan Indonesia pada RPJMN 2015-2019, yaitu mencapai 5,0—6,0 persen, maka masalah kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara masih tetap perlu dan relevan untuk diperhatikan serta ditangani secara serius. Kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penyebab tingkat kemiskinan pada masyarakat. Kualitas sumber daya ini biasanya diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu dengan melihat tinggi rendahnya pendapatan masyarakat (dihitung dari sisi pengeluaran riil masyarakat yang telah
5
disesuaikan), pendidikan (tingkat melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan kesehatan (tingkat harapan hidup). Rendahnya produktifitas penduduk tersebut dapat menciptakan rendahnya perolehan pendapatan penduduk. Dalam suatu daerah, jika pertumbuhan pendapatan masyarakatnya rendah, maka tidak jarang akan menyebabkan tingginya penduduk miskin daerah tersebut. Besarnya tingkat pengangguran merupakan cerminan kurang berhasilnya pembangunan disuatu negara. Peningkatan kesempatan kerja (pengurangan pengangguran) dengan tingkat upah yang memadai merupakan unsur yang paling esensial dalam setiap strategi pembangunan yang menitikberatkan kepada penghapusan kemiskinan (Arsyad, 2010: 360). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah
menyebabkan
pemerintahan daerah
di
adanya
perubahan
mendasar
dalam
sistem
Indonesia. Perubahan mendasar dalam
sistem
pemerintahan daerah ini bisa tercermin dengan berlakunya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Salah satu upaya untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia, adalah
dengan
menetapkan
otonomi
daerah
dan
desentralisasi
fiskal.
Desentralisasi fiskal dapat mempengaruhi jumlah penduduk miskin melalui komposisi anggaran atau belanja daerah. Belanja langsung merupakan bagian dari belanja daerah yang dapat memberikan dampak pada kesejahteraan masyarakat dan pengurangan kemiskinan melalui pelaksanaan berbagai program dan kegiatan yang dianggarkan. Besarnya nilai Indeks Pembangunan Manusia, tingkat
6
pengangguran terbuka dan belanja pemerintah Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Perkembangan IPM, Tingkat Pengangguran dan Belanja Pemerintah (Realisasi Belanja Langsung) Provinsi Sumatera Tahun 2010—2013 Tingkat Realisasi Belanja Pengangguran (%) Langsung (000 Rp.) 2010 74,19 7,43 6.639.986.745 2011 74,65 6,37 9.289.155.157 2012 75,13 6,28 10.904.171.611 2013 75,55 6,45 13.302.511.499 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2014 Tahun
IPM
Penulis mengambil penelitian mengenai pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), belanja pemerintah, dan pengangguran pada tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan kontribusi sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan dalam menanggulangi masalah kemiskinan khususnya di Provinsi Sumatera Utara. IPM biasanya digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya manusia dengan melihat tinggi rendahnya pendapatan masyarakat, pendidikan (tingkat melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan kesehatan (tingkat harapan hidup). Belanja pemerintah (belanja langsung), adalah salah satu belanja pemerintah yang dianggarkan setiap tahunnya terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
1.2 Keaslian Penelitian Penelitian
tentang
pengaruh
Indeks
Pembangunan
Manusia
(IPM),
pengangguran dan belanja pemerintah terhadap tingkat kemiskinan telah banyak dilakukan. Sebagai pembanding, maka akan diuraikan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
7
Tabel 1.4 Hasil Penelitian yang Terkait dengan Kemiskinan No 1.
Peneliti, Tahun Faulk et al., 2014
Lokasi
Variabel
Indiana
IPM, Inventarisasi asset masyarakat Belanja pemerintah untuk sektor ekonomi, infrastruktur, pendidikan dan kesehatan Tingkat pengangguran, Tingkat pertumbuhan, kontribusi sektor pertanian, industri dan jasa terhadap PDB, Pertumbuhan penduduk dan Tingkat inflasi
2.
Sinurat, 2013
Nusa Tenggara Timur, 2008— 2011
3.
Aiyedogbon dan Ohwofasa, 2012
Nigeria, 1987— 2011
4.
Susiati, 2012
DIY, 2004— 2010
5.
Asghar et al. 2012
Pakistan, 1972— 2008
6.
Jonaidi, 2012
Indonesia, 1998— 2009
Hasil Penelitian IPM lebih berkontribusi terhadap tingkat kemiskinan daripada asset masyarakat. Belanja pemerintah daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Pengangguran, kontribusi sektor pertanian, jasa terhadap PDB dan pertumbuhan penduduk berpengaruh secara positif dan signifikan kecuali sektor pertanian yang tidak signifikan terhadap kemiskinan. Kontribusi sektor industri dan inflasi berpengaruh negatif dan signifikan kecuali inflasi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB Per Kapita, Belanja Publik dan Persentase Rumah tangga yang menggunakan air bersih Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan, Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, Defisit anggaran, Pengeluaran pemerintah untuk ekonomi dan pelayanan masyarakat serta Pengeluaran pemerintah untuk tata tertib hukum
IPM, PDRB per kapita, belanja publik dan akses terhadap air bersih berkontribusi secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi, Investasi, Harapan hidup, Melek huruf dan Lama pendidikan
Pertumbuhan ekonomi, investasi, harapan hidup, melek huruf dan lama pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia.
Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan, pendidikan dan ketertiban hukum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Pengeluaran pemerintah untuk ekonomi dan pelayanan masyarakat serta defisit anggaran tidak memberikan kontribusi terhadap penurunan tingkat kemiskinan.
8
7.
Olga dan Vijayakumar , 2012
Sri Lanka
8.
Awan et al., 2011
9.
Kumalasari, 2011
Pakistan, 1998— 1997 & 2001— 2002 Jawa Tengah, 2005— 2009
10.
Rodriguez, 2009
Mexico
Tabel 1.4 lanjutan Pekerjaan di sektor industri, Pendidikan, Akses pasar, Infrastruktur, Pekerjaan di sektor pertanian
Tingkat pendidikan, Pengalaman dan gender
Pertumbuhan ekonomi, Rata-rata lama sekolah, Pengeluaran perkapita, Angka melek huruf, Angka harapan hidup dan Jumlah penduduk Pengeluaran publik untuk program sosial dan program ekonomi yang berdaya saing.
Pekerjaan di sektor industri, pendidikan, akses terhadap pasar dan infrastruktur berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan sementara pekerjaan di sektor pertanian berpengaruh negatif tapi tidak signifikan. Tingkat pendidikan dan pengalaman berkontribusi secara negatif terhadap kemiskinan. Angka harapan hidup, pengeluaran perkapita dan jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.
Pengeluaran publik untuk program sosial tidak mengurangi tingkat kemiskinan dalam jangka panjang tetapi pengeluaran untuk program ekonomi yang berdaya saing akan menurunkan tingkat kemiskinan dalam jangka waktu yang panjang.
Sumber: berbagai sumber, diolah
Dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan. Penelitian ini mempunyai persamaan pada alat analisis yang digunakan yaitu analisis regresi data panel, sedangkan perbedaannya adalah periode penelitian serta variabel yang digunakan.
1.3 Rumusan Masalah Kemiskinan merupakan salah satu tolok ukur kondisi sosial ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di suatu daerah. Banyak sekali masalah-masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat
9
meningkatnya kemiskinan. Kondisi jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan adanya kecenderungan semakin menurun tetapi relatif lambat. Mengingat tujuan utama dari pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, maka kemiskinan ini masih tetap perlu diperhatikan secara serius. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (yang diukur dengan IPM), menyebabkan rendahnya produktivitas kerja yang akan mengakibatkan rendahnya pendapatan yang akan diterima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, sehingga akumulasi modal rendah dan berdampak pada terbatasnya lapangan pekerjaan yang akan menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran. Jumlah pengangguran semakin meningkat menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk miskin. Belanja yang tercermin dalam APBD harus sesuai dengan kebutuhan pemerintahan untuk pelayanan publik agar belanja tersebut dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat dan sesuai dengan tujuan organisasi pemerintahan dalam proses pelayanan publik yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
1.4 Pertanyaan Penelitian Dari perumusan masalah di atas, maka muncul pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada pada tahun 2010—2013? 2. Bagaimana pengaruh jumlah pengangguran terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada pada tahun 2010—2013?
10
3. Bagaimana pengaruh belanja pemerintah (belanja langsung) terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu tahun 2010—2013?
1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010— 2013. 2. Menganalisis
pengaruh
pengangguran
terhadap
tingkat
kemiskinan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010—2013. 3. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010—2013.
1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut. 1. Tersedia data dan informasi tentang bagaimana Indeks Pembangunan Manusia (IPM), belanja pemerintah dan pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010— 2013. 2. Sebagai
masukan
bagi
para
pembuat
kebijakan
dalam
mengambil
keputusan/kebijakan serta dapat menjadi acuan dalam menentukan langkah-
11
langkah yang dianggap efektif dan efisien dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. 3. Sebagai bahan bacaan, referensi bagi penelitian yang lebih lanjut bagi mahasiswa ataupun pihak lain yang memiliki minat pada penelitian tentang kemiskinan di Provinsi sumatera Utara.
1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari 4 bab. Bab I Pendahuluan, memuat dan menguraikan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori/Kajian Pustaka, berisikan uraian tentang teori yang menjadi acuan dalam penelitian, kajian terhadap penelitian terdahulu, hipotesis penelitian dan model penelitian/kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian memaparkan desain penelitian, metode pengumpulan data, metode penyampelan, defenisi operasional tiap variabel yang diteliti, instrumen, dan metode analisis data yang dipakai penulis dalam penelitian. Bab IV Analisis, berisi tentang uraian deskripsi data yang diperoleh dalam penelitian, menyajikan pengujian akurasi instrumen, serta uji hipotesis dan pembahasan dari analisis data penelitian yang diperoleh. Bab V Simpulan dan Saran, memuat simpulan penelitian sesuai dengan rumusan dan pertanyaan penelitian, memaparkan implikasi atau rekomendasi, keterbatasan penelitian yang telah dilakukan, dan saran bagi peneliti berikutnya untuk topik penelitian yang sejenis.
12