BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Perhatian pada kemiskinan merupakan hal yang sangat penting, karena masalah kemiskinan, terutama yang terjadi pada negara berkembang sangatlah kompleks dan bersifat multidimensional, dimana berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal di belahan dunia, khususnya Indonesia yang merupakan negara berkembang. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan, dan keterpurukan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan sosial ekonomi sehinggga tertinggal jauh dari masyarakat lain yang mempunyai potensi lebih tinggi. Kemiskinan akan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaaan pembangunan nasional. Masalah kemiskinan terutama pasca krisis ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat sebagai akibat dari pengurangan jam kerja dan peningkatan jumlah penganggguran. Penurunan pendapatan masyarakat tersebut ternyata membawa dampak ganda terhadap pergeseran pola kehidupan keluarga seperti pergeseran pekerjaan dari sektor formal ke sektor informal, penurunan porsi pengeluaran untuk kebutuhan pangan, kesehatan dan pendidikan, serta peningkatan keresahan sosial baik di tingkat keluarga maupun masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sunyoto (2004:128) menyatakan bahwa pada tingkat masyarakat, kemiskinan terutama ditujukkan oleh tidak terintegrasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat secara efekif. Mereka seringkali memperoleh perlakuan sebagai objek yang perlu digarap daripada sebagai subjek yang perlu diberi peluang untuk berkembang. Sen dalam Ismawan (2003:102) menyatakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesbilitas. Akibat keterbatasan dan ketiadaan akses maka manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa yang terpaksa saat ini dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat. Menurut Chamber dalam Soetomo (2006:285) menyatakan bahwa kondisi kemiskinan yang dialami suatu masyarakat seringkali telah berkembang dan bertalitemali dengan berbagai faktor lain yang membentuk jaringan kemiskinan yang dalam proses berikutnya dapat memperteguh kondisi kemiskinan itu sendiri. Faktor-faktor yang diidentifikasi mebentuk jaringan atau perangkap kemiskinan tersebut adalah: kelemahan fisik, isolasi, kerentanan, dan ketidakberdayaan. Faktor kelemahan fisik dapat disebabkan karena kondisi kesehatan dan faktor gizi buruk, sehinggga dapat mengakibatkan produktivitas kerja yang rendah. Faktor isolasi terkait dengan lingkup jaringan ineteraksi sosial yang terbatas, serta akses terhadap informasi, peluang ekonomi dan fasilitas pelayanan yang terbatas pula. Faktor kerentanan terkait dengan tingkat kemampuan yang rendah dalam menghadapi kebutuhan dan persoalan mendadak. Faktor ketidakberdayaan terkait dengan akses dalam pengambilan
Universitas Sumatera Utara
keputusan, akses terhadap penguasaan sumber daya dan posisi tawar (bargaining position). Kemiskinan pada dasarnya bukan hanya permasalahan ekonomi tetapi lebih bersifat multidimensional dengan akar permasalahan terletak pada sistem ekonomi dan politik bangsa. Dimana kebijakan yang ditetapkan pemerintah terkadang malah membuat hidup masyarakat makin terasa sulit dari segi ekonomi khususnya, sehingga mereka tidak memiliki akses yang memadai dalam kehidupan sehari-hari. Yang sering terjadi ketika kelompok masyarakat hidup dalam bayang-bayang kemiskinan, mereka menjadi termarginalkan, terpinggirkan, bahkan terabaikan. Belum lagi ketika meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri sejalan naiknya harga minyak dunia, yang berlanjut pada krisis pangan dan gejolak ekonomi global telah memberi andil terhadap tingginya angka penduduk miskin di Indonesia. Tingginya angka penduduk miskin akan menyebabkan terjadinya penurunan sumber daya manusia dan menjadikan semakin lemahnya daya saing bangsa. Kemiskinan pada dasarnya juga sangat terkait dengan tingkat pendidikan, kesehatan, dan nutrisi. Kemiskinan telah membuat jutaan anak tidak bisa mengenyam pendidikan, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan investasi, dan masalah lain yang menjurus ke arah tindakan kekerasan dan kejahatan. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang tidak mudah diatasi, namun dengan pendekatan yang tepat kemiskinan akan lebih mudah ditangani. Pembangunan selama ini yang lebih ditujukan pada sisi supply atau pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan belum memberikan dampak yang efektif terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia, khususnya masyarakat miskin.
Universitas Sumatera Utara
Rendahnya tingkat pendidikan sebuah rumah tangga miskin menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikan anak-anaknya. Keluarga ini pun tidak mampu menjaga kesehatan ibu mengandung sehingga mengakibatkan tingginya resiko kematian ibu saat melahirkan, dan buruknya kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan. Anak-anak keluarga miskin juga banyak yang putus sekolah atau bahkan sama sekali tidak mengenyam bangku sekolah karena harus bekerja membantu mencari nafkah. Tidak adanya intervensi kebijakan untuk perbaikan pendidikan, kesehatan dan nutrisi keluarga miskin akan mengakibatkan kualitas generasi penerus keluarga miskin selalu rendah dan akhirnya senantiasa terjerat pada lingkaran setan kemiskinan. (http://www.pkh.depsos.go.id) Upaya penanggulangan kemiskinan harus senantiasa didasarkan pada penentuan garis kemiskinan yang tepat dan pada pemahaman yang jelas mengenai sebab-sebab timbulnya persoalan tersebut. Setiap upaya penanggulangan kemiskinan kemiskinan yang mengabaikan kedua hal tersebut tidak hanya cenderung tidak efektif, tetapi pada tempatnya dicurigai sebagai retorika belaka (Baswir,1999:18). Menyikapi fenomena tersebut, pemerintah Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kebutuhan untuk membangun Program Jaringan Pengaman sosial untuk menutupi penurunan daya beli mayoritas penduduk miskin dan membantu secara langsung masyarakat yang membutuhkan. Misalnya saja program pendidikan perlindungan sosial adalah untuk memelihara jasa pelayanan kepada keluarga miskin dengan pembebasan terhadap pembayaran uang sekolah. Dalam sektor kesehatan, program jaringan pengaman sosial mencakup empat aktivitas utama, yaitu: memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin, memberikan bantuan pelayanan kehamilan, kelahiran, dan pengasuhan anak. Juga memberikan makanan
Universitas Sumatera Utara
tambahan bagi bayi
serta bagi anak sekolah dari keluarga miskin (Sutyastie&
Prijono,2002:31). Dalam
Bappenas
(2001:4-35),
permasalahan
kemiskinan
tersebut
memerlukan penanganan secara sungguh-sungguh untuk menghindari kemungkinan merosotnya mutu generasi (lost generation) di masa mendatang. Dalam upaya mengatasi masalah kemiskinan akibat krisis telah dilaksanakan program jaringan pengaman sosial (JPS) yang dirancang khusus untuk membantu masyarakat miskin. Dalam upaya mengurangi kemiskinan perlu dilakukan pendekatan kemanusiaan yang menekankan pemenuhan kebutuhan dasar, pendekatan kesejahteraan melalui peningkatan dan pengembangan usaha ekonomi produktif, serta penyediaan jaminan sosial dan perlindungan. Pengentasan kemiskinan perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu yang melibatkan semua pihak baik pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, maupun masyarakat miskin sendiri agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Dalam buku Pedoman Umum PKH 2008 menyebutkan bahwa tingkat kemiskinan suatu rumah tangga secara umum terkait dengan tingkat pendidikan dan kesehatan. Rendahnya penghasilan keluarga sangat miskin menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan, untuk tingkat minimal sekalipun. Pemeliharaan kesehatan ibu sedang mengandung pada keluarga sangat miskin sering tidak memadai sehingga menyebabkan buruknya kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan atau bahkan kematian bayi. Angka kematian bayi pada kelompok penduduk berpendapatan terendah pada tahun 2003 adalah 61 persen.
Universitas Sumatera Utara
Angka kematian ibu di Indonesia juga tinggi, yaitu sekitar 310 wanita per 100 ribu kelahiran hidup, atau tertinggi di Asia Tenggara. Tingginya angka kematian ibu ini disebabkan oleh tidak adanya kehadiran tenaga medis pada kelahiran, fasilitas kesehatan yang tidak tersedia pada saat dibtuhkan tindakan, atau masih banyaknya rumah tangga miskin yang lebih memilih tenaga kesehatan tradisional daripada tenaga medis lainnya. Rendahnya kondisi kesehatan keluarga sangat miskin berdampak pada tidak optimalnya proses tumbuh kembang anak, terutama pada usia 0-5 tahun. Pada tahun 2003, angka kematian balita pada kelompok penduduk berpendapatan terendah adalah 77 persen per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2002-2005, terdapat kecenderungan bertambahnya kasus gizi kurang yang meningkat dari 24,5 persen pada tahun 2000 menjadi 29 persen pada tahun 2005. Gizi kurang berdampak buruk pada produktivitas dan daya tahan tubuh seseorang sehingga menyebabkan terperangkap dalam siklus kesehatan yang buruk. Seringnya tidak masuk sekolah karena sakit dapat menyebabkan anak putus sekolah atau setidaknya kurang berprestasi di sekolah. Ada juga sebagian dari anak-anak keluarga sangat miskin sama sekali tidak pernah mengenyam bangku sekolah karena harus membantu mencari nafkah. Meskipun angka partisipasi sekolah dasar tinggi, namun masih banyak anak keluarga miskin yang putus sekolah atau tidak melanjutkan ke SMP/MTs. Masih banyaknya keluarga miskin yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan disebabkan oleh akar permasalahan yang terjadi baik pada sisi demand maupun sisi pelayanan (supply). Pada sisi demand, alasan terbesar untuk tidak melanjutkan sekolah ialah karena tidak adanya biaya, bekerja untuk
Universitas Sumatera Utara
mencari nafkah, dan alasan lainnya. Demikian halnya untuk kesehatan, keluarga miskin tidak mampu membiayai pemeliharaan atau perawatan kesehatan bagi angggota keluarganya akibat rendahnya tingkat pendapatan. Sementara itu, pada sisi supply yang menyebabkan rendahnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan antara lain adalah belum tersedianya pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh rumah tangga miskin. Biaya pelayanan yang tidak terjangkau oleh rumah tangga miskin serta jarak antara tempat tinggal dan lokasi pelayanan yang relatif jauh merupakan tantangan utama bagi penyedia pelayanan pendidikan dan kesehatan. Dengan memperhatikan kondisi yang seperti di atas, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan program yang merupakan penegembangan system perlindungan sosial yang dapat meringankan dan membantu rumah tangga sangat miskin dalam hal mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan Pendidikan Dasar dengan harapan program ini akan dapat mengurangi kemiskinan di Negara kita. Dengan demikian, dalam kerangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengembangan sistem jaminan sosial, pemerintah meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan utama pembangunan yaitu masih besarnya jumlah penduduk miskin serta rendahnya kualitas SDM. PKH adalah asistensi sosial kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memenuhi kualifikasi tertentu (RTM kronis, rentan terhadap goncangan) dengan memberlakukan persyaratan tertentu yang dapat mengubah prilaku individu maupun masyarakat. PKH sebagai perlindungan sosial merupakan upaya dalam mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak memiliki kekuatan, sehingga diperlukan penguatan atau pemberdayaan agar warga tersebut
Universitas Sumatera Utara
memiliki daya untuk keluar dari lingkaran kemiskinannya.(www.sinarmediaws.com/index.php). Program Keluarga Harapan ini mulai diberlakukan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 yang meliputi tiga Kabupaten/Kota yakni Medan, Nias dan Tapanuli Tengah sebagai daerah percontohan dengan total 33 kecamatan. Sumatera Utara dijadikan salah satu daerah sasaran Program Keluarga Harapan mengingat kondisi kemiskinan di daerah ini masih cukup tinggi, dimana menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut per Juni 2009 terdapat sekitar 11,5 % atau setara 1,5 juta jiwa dari total 13,248 juta jiwa penduduk dalam garis kemiskinan. Kondisi kemiskinan ini menyebabkan banyak keluarga miskin yang tidak dapat mengakses pendidikan dan kesehatan secara layak. Dan khusus untuk Kota Medan, ada 11 Kecamatan yang telah memberlakukan Program Keluarga Harapan ini. Salah satunya adalah Kecamatan Medan Baru. Di kecamatan ini masih terdapat tingkat kemiskinan yang relatif tinggi. Fenomena yang tampak di kecamatan Medan Baru ada begitu banyak anak usia sekolah dasar tidak dapat bersekolah dan juga Balita yang mengalami gizi buruk karena ketidaan biaya dan akses untuk memperoleh layanan pendidikan dan kesehatan yang baik dan memadai. Dengan adanya kucuran bantuan Program Keluarga Harapan ini diharapkan sedikit banyak dapat mengurangi beban rumah tangga sangat miskin yang menjadi penerima PKH di Kecamatan Baru dalam mengakses pelayanan dasar tersebut. Dan berdasarkan dari paparan di atas, penulis merasa tertarik untuk melihat implementasi PKH secara langsung di lapangan yang meliputi proses tahapan, permasalahan hingga hasil dan manfaat yang dapat dirasakan masyarakat miskin
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Oleh karena itu penulis mengangkatnya dalam sebuah penelitian yang berjudul “Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Medan Baru”.
I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Medan Baru”
I.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Dengan demikian, pada dasarnya tujuan penelitian memberikan informasi mengenai apa yang akan diperoleh setelah selesai melakukan penelitian (Hasan,2002:44). Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menggambarkan proses implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) yang dilaksanakan di Kecamatan Medan Baru. 2. Untuk
mendeskripsikan
hambatan-hambatan
yang
terjadi
dalam
proses
implementasi Program Keluarga Harapan tersebut.
I.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Secara subyektif. Sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologis penulis dalam menyusun berbagai kajian literature untuk menjadikan suatu wacana baru dalam memperkaya khazanah kepustakaan pendidikan. b. Secara praktis. Dalam hal ini memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua kalangan terutama bagi mereka yang secara serius mengamati jalannya implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) serta dapat dijadikan sebagai kontribusi terhadap pemecahan permasalahan yang terkait dengan program tersebut. c. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak bagi kepustakaan departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik untuk mengeksplorasi kembali kajian tentang program Keluarga Harapan ini.
I.5 Kerangka Teori Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and error) landasan teoritis (Sugiyono, 2006:55). Menurut Hoy dan Miskel (dalam Sugiyono, 2006:55) teori adalah seperangkat konsep, asumsi, dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam organisasi. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti harus menyusun suatu kerangka teori sebagai
Universitas Sumatera Utara
landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya.
1.5.1 Kebijakan Publik Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan 2003(1988) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa Kebijakan Publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Menurut H. Hugh Heglo dalam Abidin (2004:21) kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan tujuan tertentu. Sedangkan Anderson dalam Abidin (2004:21) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Sedangkan menurut Woll dalmTangkilisan (2003:2) kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat. b. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut
pemerintah
untuk
melakukan
pengaturan,
penganggaran,
pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat. c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Konsep kebijkan publik ternyata juga dimaknai dan dirumuskan secara beragam.hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian besar defenisi yang dikemukakan dipengaruhi oleh masalah-masalah tertentu yang ingin dilihat. Pandangan pertama, ialah pendapat para ahli yang mengidentikkan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Beranggapan bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya disebut sebagai kebijakan publik. R.S Parker dalam Wahab (2008:51), menyatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu tujuan tertentu, atau serangkaian asas tertentu, atau tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya dengan suatu subjek atau sebagai respon terhadap keadaan yang kritis. Sedangkan Thomas R. dye merumuskan kebijakan publik sebagai semua pilihan atau tindakan yang dilakukan pemerintah. Dalam hal ini Dye beranggapan bahwa kebijakan publik itu menyangkut pilihan-pilihan apapun yang dilakukan oleh pemerintah, baik untuk melakukan sesuatu ataupun untuk tidak berbuat sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
Pandangan yang kedua, ialah pendapat para ahli yang memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan (policy implementation). Mereka melihat kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran tertentu dan mempunyai dampak dan akibat-akibat yang diramalkan (predictable), atau dapat diantisipasikan sebelumnya. Seperti apa yang dikemukakan Nakamura dan Smal Wood dalam Wahab (2008:52), bahwa kebijakan publik adalah serentetan instruksi/ perintah dari para pembuat kebijakan yang ditujukan kepada para pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Namun pada hakekatnya, bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi sehingga defenisi kebijakan yang hanya menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai. Seperti yang dikemukakan oleh James Anderson dalam Tangkilisan (2003:2) bahwa kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. Konsep kebijakan publik ini kemudian mempunyai beberapa implikasi, yakni: a. Kebijakan publik selalu selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan. b. Kebijakan publik itu berisi tindakan-tindakan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
c. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan. d. kebijakan pemerintah tersebut didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Dalam memecahkan sebuah permasalahan yang dihadapi kebijakan publik, Dunn dalam (Tangkilisan 2003:6) mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu: 1.
Agenda Setting (agenda kebijakan)
Tahap penetapan agenda kebijakan ini adalah penentuan masalah publik yang akan dipecahkan, dengan memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah. Dalam hal ini isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat, seperti: memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat, dan tersedianya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah publik tersebut. 2.
Policy Formulation (formulasi kebijakan)
Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik. Dalam menentukan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba terbatas. Pada tahap ini diidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui prsedur forecasting untuk memecahkan masalah yang di dalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih.
Universitas Sumatera Utara
3.
Policy Adoption (adopsi kebijakan)
Merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan yang akan dilakukan. Terdapat di dalamnya beberapa hal yaitu identifikasi alternative kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang dinginkan dan juga mengidentifikasi alternative-alternatif dengan menggunakan criteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternative kebijakan lebih besar daripada efek negative yang akan terjadi. 4.
Policy Implementation (implementasi kebijakan)
Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor (birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya (teknologi dan manajemen). Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program. 5.
Policy Assesment (evaluasi kebijakan)
Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai dengan ukuran-ukuran (kriteria-kriteria) yang telah ditentukan. Evaluasi kebijakan dapat dilakukan oleh lembaga independen maupun pihak birokrasi pemerintah sendiri (sebagai eksekutif) untuk mengetahui apakah program yang dibuat oleh pemerintah telah mencapai tujuannya atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
Apabila ternyata tujuan program tidak tercapai atau memiliki kelemahan, maka perlu diketahui apa penyebabnya sehinggga kesalahan yang sama tidak terulang di masa yang akan datang.
1.5.2 Implementasi Kebijakan 1.5.2.1 Pengertian Implementasi Kamus
Webster
dalam
Wahab
(1997:64), pengertian
implementasi
dirumuskan secara pendek bahwa “to implement” (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to” (menyajikan sarana untuk melaksanakan sesuatu; menimbulkan dampak/ berakibat sesuatu). Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itu implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik. Bahkan Udoji dalam Wahab (1997:65) menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Menurut Nakamura dan Smallwood dalam Tangkilisan (2003:17), hal-hal yang berhubungan
dengan
implementasi
kebijakan
adalah
keberhasilan
dalam
mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkannya ke dalam keputusan yang bersifat khusus. Sedangkan Pressman dan Wildavsky (1984), menyatakan implementasi adalah sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan saranasarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk
Universitas Sumatera Utara
menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Jones dalam Tangkilisan (2003:18), implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatankegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam proses implementasi, yaitu : a. penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program ke dalam
pengaturan yng dapat diterima dan dapat dijalankan,
b. organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan, c. penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya. Proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku darisemua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnyaberpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif (Tangkilisan, 2003:19). Kemudian dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan publik ini dikenal dengan beberapa model, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1.
Model Gogin Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin, maka perlu
diidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi yakni: (1) Bentuk dan isi kebijakan, termasuk di dalamnya kemampuan kebijakan untuk mensrukturkan proses implementasi, (2) Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan (3) Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antar warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya. 2.
Model Grindle Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan dan
hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari: (1) kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi, (2) jenis atau type manfaat yang dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diharapkan, (4) letak pengambilan keputusan, (5) pelaksanaan program, dan (6) sumber daya yang dilibatkan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari: kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga penguasa, dan kepatuhan serta daya tanggap. 3.
Model Meter dan Horn Model implementasi kebijakan oleh Meter dan Horn dipengaruhi oleh enam
faktor, yaitu: (1) standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh; (2) sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi; (3) komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai; (4)
Universitas Sumatera Utara
karakteristik pelaksanaan, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program; (5) kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan, dan (6) sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan. 4. Model Deskriptif William N. Dunn dalam Tangkilisan (2003:18) mengemukakan bahwa model kebijakan dapat diperbandingkan dan dipertimbangkan menurut sejumlah banyak asumsi, yang paling penting diantaranya adalah: (1) perbedaan menurut tujuan; (2) bentuk penyajian; dan (3) fungsi metodologis model. Dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah: (1) Model deskriptif; dan (2) Model normatif. Tujuan model deskriptif adalah menjelaskan dan atau meramalkan sebab dan akibat pilihan-pilihan kebijakan. Model kebijakan ini digunakan untuk memonitor hasil tindakan kebijakan misalnya penyampaian laporan tahunan tentang keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan di lapangan.
1.5.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut George C. Edward III dalam Subarsono (2005:90) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi, dan disposisi. a.
Komunikasi Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa
mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengeti dengan cermat. Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan. Transmisi artinya sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Kejelasan; jika kebijakan sebagaimana yang dinginkan, maka petunjuk pelaksana tidak hanya harus diterima oleh para implementor, tetapi juga komunikasi kebijakan harus jelas. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan akan mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal. Konsistensi, artinya bahwa jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. b.
Sumber Daya Sumber daya adalah faktor paling penting dalam implementasi kebijakan agar
efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya financial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. c.
Disposisi (kecenderungan atau tingkah laku) Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor
seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implemetor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
Universitas Sumatera Utara
d.
Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standar operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak. Selain itu struktur organisasi yang terlalu penjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Dan pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Sedangkan menurut Van Meter dan van Horn dalam Subarsono (2005:99) menyatakan bahwa ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi yakni: 1.
Standar dan Sasaran Kebijakan Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standard an sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. 2.
Sumber Daya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia. 3.
Komunikasi antar Organisasi dan Penguatan Aktivitas Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi
lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
Universitas Sumatera Utara
4.
Karakteristik agen pelaksana Agar pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program. 5.
Kondisi sosial, ekonomi dan politik Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan. 6.
Disposisi implementor Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni (a) respon implementor
terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
1.5.3 Program Keluarga Harapan (PKH) 1.5.3.1 Pengertian Program Keluarga Harapan Program keluarga harapan adalah merupakan suatu program penanggulangan kemiskinan yang memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM). Sebagai imbalannya RTSM diwajibkan memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Program keluarga Harapan (PKH Program Keluarga Harapan (PKH) diluncurkan Presiden SBY di Gorontalo Juli 2007. Pada tahap awal dilaksanakan di tujuh provinsi melibatkan 500.000 kepada rumah tangga yang sangat miskin (RTSM). Tujuh provinsi adalah: Gorontalo, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Tahun 2007 merupakan tahap awal pengembangan program atau tahap uji coba. Tujuan uji coba adalah untuk menguji berbagai instrumen yang diperiukan dalam pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode penentuan sasaran, verifikasi persyaratan, mekanisme pembayaran, dan pengaduan masyarakat. Apabila tahap uji coba ini berhasil, maka PKH akan dilaksanakan setidaknya sampai dengan tahun 2015. Hal ini sejalan dengan komitmen pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), mengingat sebagian indikatornya juga diupayakan melalui PKH. Selama periode tersebut, target peserta secara bertahap akan ditingkatkan hingga mencakup seluruh RSTM dengan anak usia pendidikan dasar dan ibu hamil/nifas. Pada tahun 2008, ditambah lagi menjadi 13 provinsi. Enam tambahan itu adalah: Nanggroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan. PKH sudah dilaksanakan di 72 kabupaten di 13 provinsi, dengan penerima 700 ribu RTSM pada tahun 2008. Anggarannya berasal dari APBN dimana kedudukan PKH merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di Pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu akan segera dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK agar terjadi koordinasi dan sinergi yang baik.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3.2 Tujuan Program Keluarga Harapan Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas : (1) Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM; (2) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM; (3) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM; (4) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM.
1.5.3.3 Sasaran Penerima Program Keluarga Harapan Sasaran atau Penerima bantuan PKH adalah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan adalah lbu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada lbu maka: nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Jadi, pada kartu kepesertaan PKH pun akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga. Untuk itu, orang yang harus dan berhak mengambil pembayaran adalah orang yang namanya tercantum di Kartu PKH. Calon Penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan, mereka akan: (1) Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta
Universitas Sumatera Utara
anak usia 16-18 tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar; (2) Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi anak; dan (3) Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi lbu Hamil Dalam pengertian PKH jelas disebutkan bahwa komponen yang menjadi fokus utama adalah bidang kesehatan dan pendidikan. Tujuan utama PKH Kesehatan adalah meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia, khususnya bagi kelompok masyarakat sangat miskin, melalui pemberian insentif untuk melakukan kunjungan kesehatan yang bersifat preventif (pencegahan, dan bukan pengobatan). Meliputi misalnya anak usia 0-11 bulan harus mendapat imunisasi lengkap dan ditimbamng berat badannya secara rutin setiap bulan, anak usia 6-11 bulan harus mendapatkan Vitamin A sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun. Sedangkan bagi ibu hamil harus melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan sebanyak empat kali dan ketika melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan beberapa ketentuan lainnya. Komponen pendidikan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar wajib 9 tahun serta upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga yang sangat miskin. Anak penerima PKH Pendidikan yang berusia 7-18 tahun dan belum menyelesaikan program pendidikan dasar 9 tahun harus mendaftarkan diri di sekolah formal atau non formal serta hadir sekurangkurangnya 85% waktu tatap muka dalam sebulan. Setiap anak peserta PKH berhak menerima bantuan selain PKH, baik itu program nasional maupun lokal. Bantuan PKH bukanlah pengganti program-program
Universitas Sumatera Utara
lainnya karenanya tidak cukup membantu pengeluaran lainnya seperti seragam, buku dan sebagainya. PKH merupakan bantuan agar orang tua dapat mengirim anak-anak ke sekolah.
1.5.3.4 Besar Bantuan PKH Besaran bantuan tunai untuk peserta PKH bervariasi tergantung jumlah anggota keluarga yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan maupun pendidikan. Besaran bantuan ini di kemudian hari bisa berubah sesuai dengan kondisi keluarga saat itu atau bila peserta tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan. Skenario Bantuan
Bantuan per RTSM per tahun
Bantuan tetap
Rp. 200.000
Bantuan bagi RTSM yang memiliki: a. Anak usia di bawah 6 tahun
Rp. 800.000
b. Ibu hamil/menyusui
Rp. 800.000
c. Anak usia SD/MI
Rp. 400.000
d. Anak usia SMP/MTs
Rp. 800.000
Rata-rata bantuan per RTSM
Rp. 1.390.000
Bantuan minimum per RTSM
Rp. 600.000
Bantuan maksimum per RTSM
Rp. 2.200.000
Catatan: Bantuan terkait kesehatan berlaku bagi RTSM dengan anak di bawah 6 tahun dan/atau ibu hamil/nifas. Besar bantuan ini tidak dihitung berdasarkan jumlah anak.
Universitas Sumatera Utara
Besar bantuan adalah 16% rata-rata pendapatan RTSM per tahun. Batas minimum dan maksimum adalah antara 15-25% pendapatan rata-rata RTSM per tahun.
1.5.3.5 Pengorganisasian PKH dilaksanakan oleh UPPKH Pusat, UPPKH Kabupaten/Kota dan Pendamping PKH. Masing-masing pelaksana memegang peran penting dalam menjamin keberhasilan PKH. Mereka adalah: 1.
UPPKH Pusat (Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Pusat)-
merupakan badan yang merancang dan mengelola persiapan dan pelaksanaan program. UPPKH Pusat juga melakukan pengawasan perkembangan yang terjadi di tingkat daerah serta menyediakan bantuan yang dibutuhkan. 2.
UPPKH Kab/Kota (Unit Pelaksana Program Keluaraga Harapan Kab/Kota)
- melaksanakan program dan memastikan bahwa alur informasi yang diterima dari kecamatan ke pusat dapat berjalan dengan baik dan lancar. UPPKH Kab/Kota juga berperan dalam mengelola dan mengawasi kinerja pendamping serta memberi bantuan jika diperlukan. 3.
Pendamping - merupakan pihak kunci yang menjembatani penerima manfaat
dengan pihakpihak lain yang terlibat di tingkat kecamatan maupun dengan program di tingkat kabupaten/kota. Tugas Pendamping termasuk didalamnya melakukan sosialisasi, pengawasan dan mendampingi para penerima manfaat dalam memenuhi komitmennya. Jumlah pendamping disesuaikan dengan jumlah peserta PKH yang terdaftar di setiap kecamatan. Sebagai acuan, setiap pendamping mendampingi kurang lebih 375 RTSM peserta PKH. Selanjutnya tiap-tiap 3-4 pendamping akan dikelola oleh satu koordinator pendamping. Pendamping menghabiskan sebagian
Universitas Sumatera Utara
besar waktunya dengan melakukan kegiatan di lapangan, yaitu mengadakan pertemuan dengan Ketua Kelompok, berkunjung dan berdiskusi dengan petugas pemberi pelayanan kesehatan, pendidikan, pemuka daerah maupun dengan peserta itu sendiri. Dalam pelaksanaan PKH terdapat Tim Koordinasi yang membantu kelancaran program di tingkat provinsi dan PT Pos yang bertugas menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan dan seterusnya serta menyampaikan bantuan ke tangan penerima manfaat langsung. Selain tim ini, juga terdapat lembaga lain di luar struktur yang berperan penting dalam pelaksanaan kegiatan PKH, yaitu lembaga pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan di tiap kecamatan dimana PKH dilaksanakan.
1.5.3.6 Mekanisme Pelaksanaan PKH 1. Pemilihan dan Penetapan Peserta PKH Target penerima bantuan PKH adalah rumah tangga sangat miskin (RTSM) dengan ketentuan yang telah diatur dalam pedoman pelaksanaan PKH. Rumah tangga yang berpotensi dipilih sebagai peserta PKH adalah rumah tangga dengan kategori sangat miskin, dan terdapat anggota keluarga yang terdiri dari: ibu hamil, ibu nifas, dan atau anak-anak yang berusia dibawah atau lebih dari 15 tahun namun belum menyelesaikan pendidikan dasar. Verifikasi status kemiskinan rumah tangga dilakuakan melalui survey terhadap calon peserta. Verifikasi dilakukan oleh BPS dengan data dasar penerima diambil dari data Subsidi langsung Tunai (SLT) kategori sangat miskin. Informasi yang diperoleh dari survey di atas akan digunakan untuk mengurutkan RTSM
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan tingkat kemiskinannya yang lebih pantas menerima bantuan PKH tersebut. Setelah RTSM tersebut terpilih maka seluruh data peserta PKH akan ditetapkan dan menjadi data dasar utama UPPKH dan merupakan daftar resmi peserta PKH. 2.Pertemuan Awal Tahap awal pelaksanaan PKh dimulai dengan pengiriman pemberitahuan terpilihnya RTSM sebagai peserta PKH, yang disertai format perbaikan data RTSM, pernyatan persetujuan memenuhi ketentuan PKH, dan undangan untuk memenuhi pertemuan awal oleh PT.POS. pertemuan awal dikordinasikan oleh UPPKH Kecamatan dengan mengundang petugas puskesmas dan sekolah di kecamatan tersebut. Tujuan pertemuan awal adalah menginformasikan dan menjelaskan tujuan, ketentuan, mekanisme, sangsi, serta hak dan kewajiban peserta PKH. 3. Pembayaran Bantuan tunai hanya akan diberikan kepada RTSM yang telah terpilih sebagai peserta PKH dan mengikuti ketentuan yang diatur dalam program. Bukti kepesertaannya adalah kepemilikan kartu PKH yang tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak. Kartu PKH dikirim ke setiap peserta oleh pendamping sebelum pembayaran pertama dilakukan. Pembayaran bantuan dilakukan oleh PT.POS setiap empat bulan (kwartal) pada tanggal yang ditentukan oleh masing-masing desa/kelurahan. 4. Pembentukan Kelompok Ibu Penerima Bantuan Setelah pembayaran pertama dilakukan, UPPKH kecamatan menfasilitasi pertemuan kelompok ibu peserta PKH. Setiap 15-20 RTSM disarankan memiliki ketua kelompok yang berfungsi sebagai kontak bagi UPPKH untuk setiap kegiatan
Universitas Sumatera Utara
seperti antara lain sosialisasi, pelatihan, penyuluhan, penyelesaian masalah dan sebagainya selama program berlangsung. 5.Verifikasi Komitmen Verifikasi komitmen pada prinsipnya dilakukan terhadap pendaftaran (enrollment) dan kehadiran (attendance) baik di sekolah untuk komponen pendidikan maupun puskesmas dan jaringannya untuk komponen kesehatan. Kepada pihak pelaksana pelayanan pendidikan, baik sekolah/madrasah/penyelenggara Paket A/Paket B sangat diharapkan peran aktifnya untuk menarik kembali anak-anak RTSM, khususnya yang belum menyelesaikan pendidikan dasar namun telah meninggalkan bangku sekolah atau bekerja, untuk kembali sekolah. Verifikasi dilaksanakan setiap 3 bulan, hasil verifikasi menjadi dasar pembayaran bantuan yang diterimakan peserta PKH. Verifikasi untuk pembayaran tahap awal awal dilakukan dengan menerbitkan daftar siswa yang terdaftar di sekolah dan anak usia 0-6 tahun, ibu hamil dan ibu nifas yang terdaftar di puskesmas yang terdekat dengan tempat tinggal peserta PKH. Selanjutnya adalah verifikasi terhadap kehadiran yang dilakukan oleh pihak penyedia layanan, yaitu sekolah dan puskesmas beserta jaringannya. 6. Penangguhan dan Pembatalan Penangguhan dan pembatalan peserta PKH melalui tahapan sebagai berikut: a. Penangguhan Sementara, berlaku apabila: - peserta PKH tidak memenuhi komitmen yang telah ditentukan untuk 1 kali siklus pembayaran (4 bulan berturut-turut); - peserta PKH tidak mengambil pembayaran untuk 1 kali siklus pembayaran (4 bulan berturut-turut).
Universitas Sumatera Utara
Apabila rumah tangga yang bersangkutan ingin menjadi peserta kembali, mereka harus mendaftar kembali ke UPPKH kecamatan atau melalui perwakilan ketua kelompok ibu yang sudah terbentuk. Selanjutnya, petugas UPPKH kab/Kota dan Kecamatan akan mengunjungi rumah keluarga tersebut untuk menilai kelayakannya. Dasar penilaian kelayakan menggunakan indikator yang digunakan pada saat pemilihan peserta PKH. b. Pembatalan, ini dapat terjadi apabila: -
RTSM terbukti tidak layak sebagai peserta PKH, melalui antara lain pengaduan
yang telah dibuktikan dan pengecekan berkala (spot check), - Dalam 2 kali siklus pembayaran berturut-turut (8 bulan) RTSM tidak memenuhi komitmen dan melakukan klaim terhadap bantuan. RTSM yang telah dibatalkan kepesertaannya tidak dapat diajukan kembali sebagai penerima bantuan.
I.6 Defenisi Konsep Konsep
merupakan istilah atau defenisi yang dipergunakan untuk
menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:37). Agar memperoleh batasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep sebaga berikut: 1.
Implementasi Kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu
(atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusankeputusan kebijakan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
2.
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah sebuah program jaminan sosial
berupa bantuan tunai bersyarat dari pemerintah. Dimana program tersebut memiliki ketentuan serta hak dan kewajiban bagi penerima bantuan program tersebut. Program Keluarga Harapan sebagai upaya pemerintah untuk membantu rumah tangga sangat miskin dalam memperoleh akses pelayanan dasar yaitu pendidikan dan kesehatan. Dan dengan demikian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan. 3.
Implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan tindakan yang
dilakukan oleh Pemerintah ataupun swasta dalam melaksanakan Program Keluarga Harapan, yaitu sebuah program jaminan sosial bersyarat untuk membantu rumah tangga sangat miskin memperoleh akses pelayanan dasar yaitu pendidikan dan kesehatan.
I.7 Defenisi Operasional Yang menjadi operasionalisasi dalam penelitian ini adalah dengan memasukkan sejumlah indikator maupun faktor yang mempengaruhi implementasi Program Keluarga Harapan (PKH) tersebut, yaitu: (1) Standar dan Sasaran Kebijakan, yaitu kesesuaian data penerima dan jumlah besaran bantuan yang diterima oleh peserta PKH serta manfaat yang diperoleh. (2) Sumber Daya manusia yaitu kemampuan para pengelola dan pelaksana Program Keluarga Harapan (PKH) untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. (3) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas yaitu meliputi koordinasi internal (pelaksana/ pengelola PKH pusat maupun daerah), dan sosialisasi eksternal (RTSM penerima PKH).
Universitas Sumatera Utara
(4) Karakteristik agen pelaksana yaitu meliputi struktur organisasi, pembagian tugas dan wewenang serta ketepatan atau kesesuaian pelaksanaan Program Keluarga Harapan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan. (5) Komitmen penerima PKH dalam melaksanakan syarat dan kewajiban mereka yang ditentukan dalam program tersebut.
Universitas Sumatera Utara