BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro dkk.
(2007) mencatat 1.598 spesies burung yang dapat
ditemukan di wilayah Indonesia. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara nomor empat terkaya di dunia akan jumlah spesies burungnya. Dari jumlah tersebut, 372 (23,28%) spesies di antaranya adalah spesies burung endemik dan 149 (9,32%) spesies adalah burung migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan peringkat Indonesia sebagai urutan pertama dari segi endemisitas dan jumlah jenis sebaran-terbatas. Hilangnya habitat, fragmentasi
habitat dan kerusakan habitat
merupakan faktor utama penyebab kepunahan berbagai jenis binatang dan hewan di muka bumi (Sala dkk., 2000). Laju hilangnya hutan semakin meningkat hampir di semua kawasan
tropika, kecuali di Amerika Latin
(Waltert, 2004). Perubahan komposisi dan konfigurasi landscape yang ekstrim, yang semula hutan menjadi daerah pemukiman merupakan ancaman utama terhadap biodiversitas di level regional dan global (Clergeau dkk., 2006).
1
2
Fakta di atas mendorong upaya untuk senantiasa menjaga kelestarian maupun keberadaan keanekaragaman jenis burung. Burung juga memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat dan fungsi burung secara garis besar dapat digolongkan dalam nilai budaya, estetik, ekologis, ilmu pengetahuan dan ekonomis (Yuda 1995).
Alikodra (2002) dan Ontario
dkk. (1990) menambahkan bahwa
burung memiliki peranan penting dari segi penelitian, pendidikan, dan untuk kepentingan rekreasi dan pariwisata. Pilihan yang paling baik untuk menjamin keanekaragaman hayati yang setinggi mungkin adalah dengan penetapan kawasan konservasi yang seluas mungkin. Namun demikian, tindakan itu tidak mungkin dilakukan di Pulau Jawa atau di negara-negara Asia Tenggara yang memiliki jumlah penduduk yang besar dengan lahan yang diperuntukkan untuk kawasan konservasi relatif sempit (Tilson dkk., 2001). Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) merupakan kawasan konservasi sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang perubahan fungsi kelompok hutan lindung pada kelompok hutan Gunung Ciremai seluas ±15.500 hektar yang terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Propinsi
Jawa Barat menjadi Taman Nasional. Pada awalnya TNGC
merupakan hutan lindung, sampai pada tahun 1978 dialihfungsikan menjadi hutan produksi yang dikelola Perhutani dan pada tahun 2003 sebagian kelompok hutan produksi dialihfungsikan kembali menjadi hutan lindung.
3
Kondisi ini menjadikan habitat di kawasan TNGC menjadi bervariasi, antara lain terbentuknya kawasan hutan pinus, hutan alam, semak dan lahan bekas pertanian. Resort Cigugur merupakan salah satu resort yang berada di kawasan TNGC. Resort ini merupakan resort baru yang merupakan pecahan dari Resort Darma. Resort Cigugur ini juga memiliki habitat yang bervariasi. Terdapat tipe habitat Hutan Alam, Hutan Pinus, Lahan Bekas Pertanian, dan Semak. Variasi tersebut tentunya dibentuk dari karakter habitat (biotik dan abiotik) yang berbeda pulas. Tiap-tiap jenis burung memiliki respon yang berbeda-beda terhadap manipulasi lingkungan yang dilakukan oleh manusia (Sekercioglu, 2002). Struktur dan komposisi vegetasi sangat berpengaruh terhadap komunitas burung (Rottenberry, 1980, MacArthur & MacArthur, 1961; Willson dkk., 1974).
Sangatlah
penting
mengetahui
seberapa
besar
perbedaan
keanekaragaman jenis burung yang ada di beberapa tipe habitat tersebut. Burung sebagai indikator lingkungan, sedikit banyak dapat menggambarkan tingkat keberhasilan perubahan kondisi lingkungan TNGC yang diarahkan pada kondisi habitat yang sealami mungkin. Taman Nasional sebagai benteng bagi kelestarian jenis-jenis burung termasuk jenis-jenis terancam punah dan jenis
dengan
sebaran-terbatas,
keanekaragaman jenis yang tinggi.
diharapkan
mampu
mendukung
4
Pola spasial organisme merupakan aspek yang penting untuk diketahui sebab termasuk karakter penting dalam ekologi komunitas. Informasi mengenai kepadatan populasi dirasa belum cukup untuk memberi gambaran yang lengkap mengenai keadaan suatu populasi yang terdapat dalam suatu habitat. Dua populasi mungkin saja memiliki kepadatan yang sama, tetapi mempunyai perbedaan yang nyata dalam pola sebaran spasialnya. Pengetahuan mengenai penyebaran sangat penting untuk mengetahui tingkat pengelompokan dari individu yang dapat memberikan dampak terhadap populasi dari rata-rata per unit area (Soegianto, 1994) dan menjelaskan faktor-faktor yang bertanggung jawab (berperan) dalam suatu kasus. Alasan lain untuk mengetahui pola-pola tersebut ialah dapat membantu dalam mengambil keputusan tentang metode apa yang akan digunakan untuk mengestimasi kepadatan atau kelimpahan suatu populasi (Krebs, 1989). Beberapa penelitian mengenai keanekaragaman jenis burung di Taman Nasional Gunung Ciremai sudah dilakukan. Dari 11 Resort yang ada, telah dilakukan penelitian di daerah Pajambon pada tahun 2007, di blok Arban pada tahun 2006 dan di Resort Darma, Jalaksana serta Mandirancan pada tahun 2010. Namun data keanekaragaman jenis burung secara khusus di kawasan Resort Cigugur masih sedikit. Mengingat data keanekaragaman jenis ini merupakan hal yang paling pokok dalam deskripsi avifauna (satwa burung) suatu lokasi, dan juga mengingat diberlakukannya pengelolaan kawasan berbasis resort, sehingga dirasa perlu dilakukan penelitian mengenai
5
keanekaragaman jenis burung dan distribusinya pada tingkat resort untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam pengelolaan kawasan TNGC.
B. Permasalahan Burung merupakan kekayaan hayati yang perlu dijaga dan dilestarikan mengingat pentingnya keberadaan dan peranan burung bagi manusia. Resort Cigugur TNGC merupakan resort yang baru dibentuk. Beberapa penelitian keanekaragaman telah dilakukan di beberapa blok dan kawasan TNGC. Kebutuhan akan data keanekaragaman jenis burung yang meliputi jumlah jenis, kekayaan jenis dan kelimpahan jenis serta distribusi jenis burung secara khusus di kawasan
Resort Cigugur masih sedikit, sehingga data dasar
mengenai keanekaragaman dan distribusi jenis burung dianggap perlu diketahui
sebagai
dasar pertimbangan dalam
pengelolaan kawasan.
Keanekaragaman jenis merupakan hal yang paling pokok dalam deskripsi avifauna (satwa burung) suatu lokasi. Tiap-tiap jenis memiliki respon yang berbeda-beda terhadap manipulasi lingkungan yang dilakukan oleh manusia. Dari hal di atas timbul beberapa pertanyaan, yaitu bagaimana karakteristik habitat
penyusun
kawasan
Resort
Cigugur
TNGC?
Bagaimana
keanekaragaman dan distribusi jenis burung yang ada di Resort Cigugur TNGC? Bagaimana nilai kesamaan keanekaragaman jenis burung pada berbagai tipe habitat di Resort Cigugur TNGC? Dan bagaimana nilai konservasi pada berbagai tipe habitat di Resort Cigugur TNGC berdasarkan jenis burung yang ditemukan?
6
C. Tujuan Penelitian 1.
Mendeskripsikan karakter habitat pada berbagai tipe habitat di Resort Cigugur Taman Nasional Gunung Ciremai.
2.
Mengetahui keanekaragaman dan distribusi jenis burung di
Resort
Cigugur Taman Nasional Gunung Ciremai. 3.
Mengetahui kesamaan jenis burung pada berbagai tipe habitat di Resort Cigugur Taman Nasional Gunung Ciremai.
4.
Mengetahui nilai konservasi kawasan berdasarkan jenis burung pada berbagai tipe habitat di Resort Cigugur Taman Nasional Gunung Ciremai
D. Manfaat Penelitian 1.
Memberikan data dan informasi keanekaragaman jenis burung serta habitatnya kepada pengelola dalam membantu menentukan langkah kebijakan pengelolaan kawasan terutama dalam bidang pengelolaan keanekaragaman hayati burung.
2.
Menghasilkan data mengenai distribusi jenis burung dalam bentuk peta, yang diharapkan dapat memberikan gambaran persebaran burung di kawasan TNGC khususnya di kawasan Resort Cigugur.