BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Isu terorisme menjadi sebuah isu yang menggemparkan keamanan dunia internasional sejak tragedi runtuhnya gedung WTC (World Trade Centre) yang terjadi pada tanggal 11 September 2001. Runtuhnya gedung World Trade Centre di New York akibat serangan teroris, kini dilihat banyak pihak sebagai defining moment yang mengakhiri era perang dingin. 1 Hal ini menunjukkan bahwa dunia internasional tidak lagi fokus dalam memperhatikan perang ideologi yaitu pertentangan antara Barat dan Timur (Liberalisme dan Komunisme) yang telah terjadi sejak berakhirnya Perang Dunia II tahun 1945, akan tetapi saat ini dunia internasional mulai fokus untuk melakukan perang terhadap terorisme yang mana tindakan terorisme ini dianggap sebagai salah satu pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM). Aksi teror merupakan sebuah kata yang berarti upaya menciptakan ketakutan, kengerian atau kekejaman oleh seseorang, kelompok atau golongan. 2 Aksi teror yang dilakukan merupakan tindakan-tindakan yang mengancam keselamatan jiwa orang lain sehingga mengakibatkan timbulnya rasa takut dan 1
Rizal Sukma, Keamanan Internasional Pasca 11 September: Terorisme, Hegemoni AS dan Implikasi Regional, makalah ini disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII Tema: Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, diselenggarakan oleh Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakimandan Hak Asasi Manusia RI, Denpasar 14-18 Juli 2003. 2 Mardenis, Pemberantasan Terorisme:Politik Internasional dan Politik Hukum Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011, hal 119.
14 Universitas Sumatera Utara
rasa tidak aman. Berbagai aksi teror yang telah terjadi menyebabkan isu terorisme merupakan salah satu ancaman bagi dunia internasional, dilakukan oleh orang, kelompok atau golongan tertentu. Salah satunya adalah aksi serangan teroris yang terjadi dalam tragedi WTC pada tanggal 11 September 2001, tentu saja aksi serangan teroris ini telah melecehkan nilai-nilai kemanusiaan, martabat bangsa, dan norma-norma agama. Adanya tindakan teror ini sama halnya dengan hancurnya cita-cita manusia untuk hidup berdampingan secara damai dengan bangsa-bangsa lain. Aksi serangan teroris juga semakin meningkat di negara-negara eropa, asia, dan afrika sejak tragedi runtuhnya gedung WTC. Peningkatan aksi teror yang telah terjadi di berbagai negara telah banyak memberikan dampak negatif
bagi
perkembangan dan pembangunan sebuah negara. Sehingga dapat dikatakan bahwa aksi terorisme ini ikut ambil bagian dalam kehidupan berbangsa yang menunjukkan gambaran dari berbagai jenis kejahatan, khususnya kejahatan kekerasan, kejahatan terorganisasi, dan kejahatan yang tergolong luar biasa (extraordinary crime). Amerika Serikat yang tampil sebagai negara adidaya satu-satunya (Unipolar, khususnya bidang militer/keamanan internasional), akhirnya mengakui juga bahwa sekalipun Amerika Serikat sebagai negara super power, akan tetapi mereka tidak mampu menghadapi serangan teroris tersebut sendirian. Ini dapat dilihat pada sistem keamanan Amerika yang tidak mampu mendeteksi dini rencana aksi teror yang dilakukan oleh jaringan teroris Al-Qaeda terhadap gedung
15 Universitas Sumatera Utara
WTC dan Pentagon. Aksi teror dilakukan dengan cara membajak dua pesawat sipil dan menabrakkan pesawat tersebut ke gedung WTC, tragedi serangan teroris yang terjadi pada saat itu membunuh 3000 orang korban jiwa. 3 Sejak serangan ke WTC dan Pentagon terjadi maka isu terorisme global mengemuka dan menjadi perhatian aktor-aktor politik dunia baik negara maupun non-negara. Amerika Serikat yang merupakan korban dari aksi terorisme ini memandang bahwa bahaya ancaman bukan saja berasal dari negara tertentu, tetapi juga dari kekuatan non negara (non state actor) terutama dari kaum teroris. 4 Jaringan teroris yang merupakan salah satu kekuatan aktor bukan negara (non state actor) kini dianggap semakin meluas dan melewati batas-batas negara, bahkan melintasi antar benua sehingga benar-benar bersifat global. Presiden Bush secara eksplisit mengundang warga Amerika serta dunia internasional secara umum untuk bersama-sama melancarkan “War againts Terrorism” sebagai bagian integral dari perjuangan untuk menegakkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi yang menjadi komitmen bersama menuju tata dunia baru pasca-Perang Dingin. 5 Ada kutipan yang diungkapkan Koffi Annan yaitu “...everytime we stand up for human rights and fundamental freedoms, we stand up against terrorism. Everytime we act to resolve political disputes, we act against terrorism. Everytime we make the rule of law stronger, we make terrorists weaker”. 6 3 Frans Fikki Djalong, Reorientalising Islam: Terrorism and Discourse on Evil, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Vol 14, Nomor 2, November 2010, hal 252 4 Mardenis, Op. Cit, hal 5. 5 Gabriel Lele, Terorisme dan Demokrasi: Masalah Global, Solusi Lokal, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol 9, No. 1, Juli 2005. 6 Anak Agung Abimanyu Perwita, Reformasi Sektor Keamanan Demi Demokrasi Penanganan Terorisme di Indonesia, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol 9, No. 1, Juli 2005, hal 45-46.
16 Universitas Sumatera Utara
Ungkapan yang disampaikan oleh Kofi Annan menunjukkan bahwa permasalahan
terorisme
merupakan
sebuah
permasalahan
yang
bersifat
transnasional yang menjadikan setiap negara yang ada di dunia akan merasa terancam dengan adanya jaringan teroris ini, sehingga globalisasi teror serta ketakutan yang mengikutinya memaksa berbagai negara untuk memperkuat keamanan nasional negara masing-masing. Terorisme sebagai salah satu jenis dari Activities of Transnational/ Criminal Organizations merupakan kejahatan yang ditakuti karena ancaman dan akibat yang ditimbulkan cukup luas. Ancaman tersebut meliputi ancaman terhadap kedaulatan negara, masyarakat, individu, stabilitas nasional, nilai-nilai demokratis dan lembaga-lembaga publik, ekonomi nasional, lembaga keuangan, demokratisasi, privatisasi, dan juga pembangunan. Akibat dampak yang ditimbulkan oleh aksi serangan terorisme ini, maka terorisme bukan lagi dianggap sebagai bentuk kejahatan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia (crimes against peace and security of mankind). 7 Akibat dipicu oleh serangan teroris terhadap Amerika Serikat dan juga aksi serangan teroris lainnya yang terjadi di berbagai wilayah belahan dunia termasuk yang terjadi di Indonesia, mengakibatkan respon terhadap terorisme ini hadir dalam bentuk pembaharuan terhadap kebijakan keamanan (security policy) masing-masing negara. Serangan-serangan yang dilakukan teroris dianggap 7
Mulyana W Kusumah, Terorisme dalam Perspektif Politik dan Hukum. Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, Vol 2, No. III, Desember 2002, hal 22.
17 Universitas Sumatera Utara
sebagai serangan terhadap kemerdekaan dan peradaban, pembaharuan terhadap kebijakan keamanan (security policy) merupakan sebagai bagian dari meluasnya dan mendalamnya konsep keamanan di seluruh dunia. Sejak runtuhnya WTC dan Pentagon, Amerika Serikat memfokuskan diri untuk memerangi gerakan islam radikal dan teroris, mereka meyakini bahwa AlQaeda membentuk basis pergerakannya di Asia Tenggara, beberapa negara yang dijadikan sel-sel pelatihan yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand. 8 Banyaknya aktivitas terorisme yang merupakan mitra dari jaringan teroris AlQaeda yang telah menyerang Amerika Serikat, maka Asia Tenggara sempat ditunjuk sebagai ‘front kedua’ oleh Amerika Serikat dalam Perang Global dalam Melawan Teror setelah Afghanistan dan Timur Tengah, sebuah label yang dilekatkan oleh Amerika Serikat melihat keberadaan jaringan-jaringan teroris AlQaeda yang aktif di wilayah Asia Tenggara. 9 Negara-negara di kawasan Asia Tenggara sendiri mengakui bahwa ancaman dari terorisme ini merupakan hal yang serius bagai keamanan kawasan di Asia Tenggara. Asia Tenggara dianggap sebagai satu kawasan yang berpotensi menyimpan radikalisme dan terorisme. Salah satu yang menyebabkan pandangan tersebut adalah keberadaan jaringan kelompok radikal, Al-Qaeda yang telah memperkuat jaringan regionalnya di kawasan Asia Tenggara. Jaringan radikal ini memiliki tujuan dan ideologi transnasional dan anti baratnya, adapun tujuannya
8 Bruce Vaughn, Emma Chanlett-Avery, Ben Dolven, Mark E. Manyin, Michael F. Martin, Larry A. Niksch, 2009. Terrorism In Southeast Asia, Congressional Research Service, hal 5. 9 John Gershman, South East Asia: A Second Front?, Foreign Affairs, Vol. 81, No. 4(Jul-Aug), 2002, hal 60.
18 Universitas Sumatera Utara
adalah untuk mendirikan kekhalifahan atau negara Islam di kawasan Asia Tenggara, meliputi wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, dan Filipina. Implikasi yang lebih jauh lagi yang dirasakan Asia Tenggara adalah ketika PBB resmi menyatakan bahwa kelompok “Jamaah Islamiah” digolongkan sebagai Organisasi Teroris Internasional. Keputusan PBB tersebut mempengaruhi Asia Tenggara, di mana selama ini Amerika Serikat selalu menekankan bahwa Jamaah Islamiah merupakan perpanjangan tangan jaringan teroris Al-Qaeda. Menurut Rohan Guraratna lebih banyak kelompok ekstrimis yang dipandang lebih mendekati gerakan terorisme, diantaranya: MILF (Moro Islamic Liberation Front), Abu Sayyaf Goup (ASG) di Filipina, Laskar Jundullah di Indonesia, Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM) di Malaysia, Jemmah Salafiyah (JS) di Thailand, Arakan Rohingya Nationalist Organization (ARNO) dan Rohingya Solidarity Organization (RSO) di Myanmar dan Bangladesh dan Jemaah Islamiyah di Australia. 10 Semua gerakan ekstremis tersebut aktif dan menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai daerah operasinya untuk melakukan aksi-aksi terornya. Di wilayah Filipina kelompok yang dianggap radikal adalah Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan kelompok Abu Sayyaf, kedua kelompok ini bertujuan untuk mendirikan negara Islam independen terutama di propinsipropinsi dengan mayoritas penduduknya menganut agama Islam yaitu di daerah Mindanao Selatan. Dalam konteks politik Al Qaeda dianggap telah memberikan 10
Rohan Gunaratna, Terrorism in Southeast Asia : Threat and Response, Center for Eurasian policy occasional research paper series II, No,1 Hudson Institute, 2006, hal 1-2.
19 Universitas Sumatera Utara
dukungan ideologis, finansial dan operasional terhadap jaringan kelompok radikal di wilayah Asia Tenggara, seperti Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan Abu Sayyaf Group (ASG) di Filipina, Jemaah Salafiyah (JS) di Thailand dan Laskar Jundullah di Indonesia, Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM) di Malaysia, Arakan Rohingya Nationalist Organization (ARNO) dan Rohingya Solidarity Organisation (RSO) di Myanmar dan Bangladesh. Semua kelompok radikal yang berada di kawasan Asia Tenggara tersebut merupakan mitra yang berada di bawah pengawasan dan dukungan kelompok teroris jaringan Al Qaeda yang berada di Afghanistan. Bantuan finansial, dan operasional serta tujuan ideologis yang sama menunjukkan serangan teroris yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal ini tidak dibatasi oleh batas-batas negara. Al Qaeda kemudian menyerukan pembentukan World Islamic Front for Jihad against the Jews and The Crusaders pada bulan februari 1998, dan menjadikan front perlawanan ini sebagai jalur koordinasi utama bagi kelompokkelompok perlawanan Islam di seluruh dunia. 11 Kelompok radikal di Asia Tenggara mengadaptasi taktik dan ideologi Al Qaeda, sehingga dengan banyaknya kelompok radikal dan militant yang memiliki ideologi dan tujuan yang sama maka kawasan Asia Tenggara merupakan kawasan yang penuh dengan kelompok radikal yang aktif untuk melakukan operasi teror untuk melawan kekuatan barat di kawasan Asia Tenggara. Adapun aksi teror dari aktivitas kelompok radikal dan militant yang berada di kawasan Asia Tenggara
11
Ibid., hal 2.
20 Universitas Sumatera Utara
adalah kasus Bom Bali, dan Bom kedubes Australia di Indonesia, Rencana pengeboman bandara Changi di Singapura, konflik kekerasan di Filipina Selatan dan berbagai aksi teror yang berada di negara-negara lain yang berada di kawasan Asia Tenggara lainnya. ASEAN sebagai institusi regional yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama antara negara-negara yang berada kawasan di Asia Tenggara melihat bahwa aksi teror yang telah terjadi di kawasan Asia Tenggara merupakan hal yang harus disikapi dengan serius. Oleh karena hal tersebut maka negara-negara di kawasan Asia Tenggara segera memperhatikan kebijakan keamanannya baik dalam bentuk kerja sama keamanan kawasan melalui ASEAN Political Security Community yang telah disepakati bersama oleh sesama anggota ASEAN. Masing-masing negara anggota ASEAN memandang bahwa terorisme merupakan salah satu ancaman yang dapat mengganggu kestabilan kawasan dan mengganggu dalam mewujudkan visi ASEAN Community 2015. Hal ini dapat dilihat dari tindakan yang diambil ASEAN untuk ikut mendukung sikap Amerika Serikat yang mendeklarasikan perang terhadap Terorisme Global, yakni dengan melakukan Deklarasi Tindakan Bersama Untuk Kontra-Terorisme yang dibuat setelah KTT ASEAN di Brunei, November 2001. Sebagian negara anggota ASEAN pada awalnya melihat peristiwa terorisme yang terjadi pada 11 Sepetember 2001 sebagai masalah Amerika bukan masalah Asia. Aksi terorisme pada peristiwa Bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 dan dilanjutkan dengan aksi teror Bom JW Marriot pada tahun 2003,
21 Universitas Sumatera Utara
membuat negara-negara di Asia memiliki pandangan yang sama dalam melihat terorisme sebagai masalah keamanan dalam negeri yang sangat serius. 12 Kejahatan terorisme yang merupakan kejahatan transnasional, yang artinya bahwa aksi yang dilakukan terorisme ini sudah tidak dibatasi oleh negara, melainkan aksi ini sudah bersifat antar negara yang memberikan dampak negatif tidak hanya bagi keamanan suatu negara melainkan keamanan daerah kawasan juga ikut terkena dampak dari aksi-aksi terorisme ini. Sehinggga dalam penanggulangannya diperlukan kerja sama yang baik diantara negara-negara kawasan dalam menyikapi isu terorisme yang mengganggu stabilitas kawasan. Pada KTT ke-12 ASEAN yang berlangsung di Cebu, Filipina masingmasing negara anggota ASEAN semakin kuat untuk mewujudkan ASEAN Vision 2020 yang kemudian dipercepat menjadi ASEAN Community 2015 dengan menandatangani “Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015”, yaitu ingin menciptakan kawasan Asia Tenggara yang memiliki keamanan, stabilitas, dan perdamaian khususnya sesama negara anggota ASEAN dan umumnya perdamaian di dunia. 13 Dalam hal ini terorisme menjadi musuh bersama negara-negara anggota ASEAN dalam mencapai cita-cita bersama tersebut yaitu mewujudkan keamanan kawasan di Asia Tenggara. Untuk menanggulangi masalah terorisme selama ini PBB telah mengeluarkan banyak konvensi sebagai panduan bagi negara-negara untuk
12
Victor Silaen, AS, Indonesia, dan Koalisi Global: Memerangi Jaringan Teroris Internasional, Jurnal kriminologi Indonesia Vol 4, No. I September 2005, hal 39. 13 Dian Triansyah Djani, et.al., ASEAN Selayang Pandang, Jakarta: Direktoral Jenderal Kerja sama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2008, hal 3.
22 Universitas Sumatera Utara
membentuk konsep keamanan nasional masing-masing negara anggota PBB, adapun beberapa konvensi internasional yang mengatur terorisme antara lain: •
Acts committed on-board air craft (Tokyo 1963);
•
Unlawful seizure of aircraft (The Hague 1970);
•
Acts against the safety of civil aviation (Montreal 1971);
•
Crime against internationally protected persons (New York 1973);
•
Taking of hostages (New York 1979);
•
Nuclear materials (Vienna 1980);
•
Acts against the safety of fixed platforms on the continental shelf (Rome 1988);
•
Maritime navigation (Rome 1988);
•
Plastic explosives identification (Montreal 1991);
•
Terrorist bombings (New York 1997);
•
Terrorist Financing (New York 1999);
•
Nuclear terrorism (New York 2005). 14 Konvensi-konvensi internasional yang disebut di atas merupakan sebagai
landasan bagi negara-negara untuk membentuk kebijakan keamanan nasional masing-masing negara untuk melawan terorisme yang menggangu keamanan dan kedamaian di suatu negara, ataupun untuk membentuk kebijakan bagi keamanan kawasan (regional). Selain konvensi internasional tersebut juga terdapat 4 (empat) resolusi Dewan Keamanan PBB, yaitu: Resolusi DK PBB Nomor 1333 Tahun 2000 tanggal 19 Desember 2000 yang ditujukan secara khusus untuk pencegahan suplai 14
Ronald Crelinsten, Counterterrorism, Cambridge: Polity Press, 2009, hal 55.
23 Universitas Sumatera Utara
senjata atau kapal terbang atau kelengkapan militer ke daerah Afghanistan dan seruan kepada seluruh negara anggota PBB untuk membekukan aset-aset Osama bin Laden; Resolusi DK PBB Nomor 1368 Tahun 2000 tanggal 12 September 2001 tentang pernyataan simpati PBB terhadap korban tragedi 11 September 2001, dan seruan kepada seluruh negara anggota PBB untuk melakukan langkahlangkah untuk merespon serangan teroris tersebut; Resolusi DK PBB Nomor 1373 Tahun 2001; dan Resolusi DK PBB Nomor 1438 tanggal 15 Oktober 2002 yang menyatakan belasungkawa dan simpati PBB kepada pemerintah dan rakyat Indonesia, terhadap korban dan keluarganya dan menegaskan kembali langkahlangkah untuk memberantas terorisme serta menyerukan kepada seluruh bangsabangsa untuk bekerja sama membantu Indonesia dalam menemukan dan membawa pelakunya ke pengadilan. 15 Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap serangan teroris, hal ini dapat dilihat dari frekuensi serangan teroris sejak tahun 2000 semakin meningkat yaitu serangan bom yang terjadi di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dan kemudian pada tahun 2002 diikuti dengan terjadinya peristiwa Bom Bali I. Peristiwa dan upaya peledakan bom di Indonesia masih terjadi, Bali kembali menjadi target sasaran ledakan Bom pada tahun 2005 (Bom Bali II). Kemudian peristiwa Bom Kuningan, Bom Marriot tahun 2003, Bom JW Marriot dan Ritz Carlton pada tahun 2009. 16 Pelaku dari serangan tersebut merupakan jaringan
15
Mardenis, Op. Cit., hal 82-83. http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2012/10/121010_lapsusterorism1.shtml tanggal 3 Maret 2014. 16
diakses
pada
24 Universitas Sumatera Utara
teroris yang sama yaitu Jemaah Islamiyah (JI) yang bermitra dengan jaringan AlQaeda dan juga jaringan teroris yang aktif di kawasan Asia Tenggara. Serangan-serangan yang dilakukan oleh jaringan terorisme yang aktif di Asia Tenggara tentu saja mengganggu stabilitas keamanan setiap negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, juga mengganggu dalam menjaga dan mencapai visi serta kepentingan nasional masing-masing negara anggota ASEAN. Tindakan terorisme tersebut menimbulkan dampak negatif yaitu merusak perdamaian, dan bahaya yang ditimbulkan akibat aksi terorisme tidak pandang bulu sehingga manusia yang tidak bersalah juga menjadi korban, seperti halnya bom bunuh diri yang mengakibatkan tewasnya orang-orang yang tidak besalah, kerusakan infrastruktur, mengganggu stabilitas kawasan dan negara, serta mengganggu pembangunan ekonomi. Imbas dari aksi terorisme ini berdampak terhadap kerja sama kawasan Asia Tenggara (ASEAN) yang ingin mewujudkan visi ASEAN Community 2015, adanya masalah terorisme mengakibatkan keamanan kawasan Asia Tenggara terganggu. Tentu saja hal ini menjadi faktor penghambat dalam mencapai visi ASEAN tersebut. Dalam piagam ASEAN yang menjadi salah satu tujuan dan prinsip ASEAN adalah memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta lebih memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan. 17 Melihat dari isi piagam ASEAN tersebut maka merupakan kewajiban bagi masing-masing negara anggota ASEAN untuk 17
ASEAN Selayang Pandang, Direktorat Jenderal Kerja sama ASEAN, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2008, hal 7.
25 Universitas Sumatera Utara
menciptakan dan mewujudkan nilai-nilai perdamaian tersebut di kawasan Asia Tenggara. Ancaman keamanan yang dilakukan oleh jaringan terorisme inilah, yang menjadi alasan pentingnya kerja sama di kawasan Asia Tenggara untuk memberantas terorisme yang merupakan musuh bersama dari setiap negara-negara anggota ASEAN bahkan oleh dunia internasional. ASEAN merupakan salah satu bentuk kerja sama kawasan di Asia Tenggara yang memiliki cita-cita untuk menjadi sebuah “komunitas keamanan”, dan terorisme merupakan salah satu penghambat dalam mencapai cita-cita tersebut. Sehingga salah satu langkah yang diambil ASEAN sendiri untuk menanggulangi isu keamanan ini adalah dengan menyepakati adanya sebuah konvensi ASEAN yang fokus dalam memberantas terorisme di kawasan ASEAN, yaitu ASEAN Convention on Counter Terrorism. Indonesia sendiri merupakan salah satu pencetus utama untuk terbentuknya pilar utama dalam ASEAN yaitu ASEAN Security Community (Masyarakat Keamanan ASEAN) tentu saja melalui kerja sama ini akan membantu setiap negara anggota ASEAN untuk mencapai kepentingan nasionalnya masing-masing. 1.2 Perumusan Masalah Terorisme yang merupakan non-state actor dalam dunia internasional telah berkembang menjadi ancaman bagi keamanan negara-negara di dunia internasional sejak tragedi WTC di Amerika Serikat. Perkembangan teroris tersebut juga merupakan dampak dari globalisasi yang berkembang saat ini, sehingga perkembangan teroris tidak hanya berada dalam satu wilayah negara
26 Universitas Sumatera Utara
tetapi juga berkembang di daerah lain, sehingga hal ini lah yang menjadikan terorisme merupakan kejahatan transnasional. Amerika Serikat yang merupakan garda terdepan dalam melakukan perang terhadap terorisme menghimbau dunia internasional untuk bekerja sama dalam melakukan perang terhadap terorisme ini. Sejak tahun 2002 Indonesia telah mengalami berbagai macam bentuk serangan teroris, dan serangan teroris yang paling besar yang pernah terjadi adalah peristiwa Bom Bali I. Kemudian diikuti dengan serangan Bom JW Marriot, dan Bom Kuningan, pada tahun 2009 serangan teroris juga terjadi di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton. Akibat serangan-serangan teroris ini tentu saja telah mengganggu stabilitas keamanan di Indonesia, dan mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akibat serangan teroris tersebut Australia yang warga negaranya paling banyak melakukan kunjungan wisata ke Bali, menjadikan Indonesia sebagai daerah yang berbahaya untuk dikunjungi(travel warning), tindakan tersebut merupakan respon dari Pemerintahan Australia karena mayoritas korban tragedi Bom Bali I adalah warga negara Australia. Hal ini tentu saja mengganggu pertumbuhan ekonomi dalam sektor pariwisata bagi Indonesia juga menghambat negara lain untuk melakukan investasi di Indonesia. Stabilitas kawasan dan keamanan nasional merupakan faktor penting bagi sebuah negara dalam mencapai kepentingan nasionalnya. Kawasan Asia Tenggara yang dianggap sebagai front kedua dalam pemberantasan terorisme menjadi sebuah ancaman yang sangat serius dalam menjaga stabilitas tersebut. Serangan terorisme yang telah terjadi tidak hanya merugikan dalam sektor ekonomi tetapi
27 Universitas Sumatera Utara
juga akan mengganggu Indonesia untuk mewujudkan cita-cita nasional (tujuan nasional) Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. 18 Serangan teroris yang terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara merupakan isu yang harus diselesaikan secara bersama oleh negara-negara anggota kawasan tersebut. Sehingga pada KTT ASEAN ke-12 yang berlangsung di Cebu, Filipina 13 Januari Tahun 2007. Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya menyepakati sebuah konvensi tentang pemberantasan terorisme. Konvensi tersebut adalah ASEAN Convention on Counter Terrorism (Konvensi ASEAN tentang pemberantasan Terorisme) atau disebut juga dengan ACCT, merupakan kerja sama antar negaranegara anggota ASEAN untuk memberantas Terorisme. Saat ini konvensi tersebut telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia menjadi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012. Ratifikasi Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme ini menginginkan adanya kerja sama keamanan dalam penanganan terorisme di ASEAN, kerja sama keamanan tersebut diperlukan untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas yang dinamis di kawasan, dan tetap mengedepankan kepentingan nasional Indonesia yang akan turut menyokong terwujudnya ASEAN Community 2015, sesuai dengan tiga pilar yang menopang ASEAN, yaitu Komunitas Politik Keamanan, Komunitas Ekonomi dan Komunitas Sosial Budaya. Dalam perumusan ACCT ini
18
Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), Kewiraan Untuk Mahasiswa, Jakarta: PT Gramedia, 1980, hal
4.
28 Universitas Sumatera Utara
Indonesia merupakan Lead Sheppherd/Leads a part di bidang pemberantasan terorisme yang telah mempelopori perumusan ACCT. 19 Sehingga judul penelitian dalam skripsi ini adalah “Kepentingan Indonesia dalam Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention On Counter Terrorism)”. 1.3
Pertanyaan Penelitian dan Pembatasan Masalah
1.3.1
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas tentu saja dalam konvensi ASEAN
tersebut ada kepentingan nasional Indonesia yang ingin dicapai. Sehingga pertanyaan penelitian dalam masalah ini adalah “Bagaimana Kepentingan Nasional Indonesia dalam Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention On Counter Terrorism)?”. 1.3.2
Pembatasan Masalah Sebagai upaya untuk membuat masalah penelitian dalam penelitian ini
lebih sistemastis, maka perlu adanya batasan-batasan masalah agar masalah dalam penelitian yang akan diteliti menjadi jelas, terarah, serta konsisten. Pembatasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi perihal apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan terbatas pada kerja sama yang dilakukan oleh Indonesia dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya dalam
19
Dian Triansyah Djani, et.al. Op. Cit., hal 20.
29 Universitas Sumatera Utara
memberantas terorisme di kawasan Asia Tenggara berdasarkan ASEAN Convention on Counter Terrorism. 2. Penelitian yang akan dilakukan fokus terhadap kepentingan nasional Indonesia dalam usaha pemberantasan terorisme melalui Konvensi ASEAN tentang pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention on Counter Terrorism). 1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1
Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan kerja sama Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN untuk memberantas terorisme, melalui Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention On Counter Terrorism). 2. Untuk mengetahui kepentingan nasional Indonesia dalam upaya pemberantasan terorisme di Indonesia melalui Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention on Counter Terrorism).
1.4.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara akademis penelitian ini hendak memperkaya referensi ilmu pengetahuan dan karya ilmiah di bidang ilmu politik, khususnya dalam
30 Universitas Sumatera Utara
kajian seputar Politik Luar Negeri yaitu kerja sama keamanan kawasan. 2. Secara praktis penelitian ini mendeskripsikan pentingnya kerja sama keamanan kawasan ASEAN untuk mencapai visi ASEAN Community 2015 dan juga tercapainya kepentingan nasional Indonesia melalui Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme. 1.5 Kerangka Teori Untuk melakukan sebuah penelitian maka dibutuhkan kerangka teori yang dijadikan sebagai acuan dalam menganalisa fenomena yang terjadi dalam penelitian yang dilakukan. dan pisau analisa bagi peneliti dalam menjawab masalah penelitian. Teori digunakan sebagai awal menjawab pertanyaan penelitian, bahwa sesungguhnya pandangan deduktif menuntun penelitian dengan terlebih dahulu menggunakan teori sebagai alat ukuran, dan bahkan instrumen untuk membangun hipotesis secara tidak langsung menggunakan teori sebagai alat analisis dalam melihat masalah penelitian. 20 1.5.1
Teori Hubungan Internasional Berbagai isu yang berkembang dalam dunia Internasional merupakan hal
yang dapat mempengaruhi keadaan negara-negara di dunia, dan Hubungan Internasional yang akan menjelaskan apa yang terjadi di dunia internasional dan pengaruh-pengaruh yang diakibatkan, bisa berakibat baik dan juga bisa berakibat
20
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hal 26.
31 Universitas Sumatera Utara
fatal. Hal ini mengesahkan perlunya studi hubungan internasional karena asumsi dari studi ini adalah bahwa potensi bahaya dapat dikurangi dan kemungkinan untuk menciptakan perdamaian bisa ditingkatkan, asalkan umat manusia mau melakukan sesuatu demi tujuan itu. 21 Hubungan internasional dibentuk oleh hubungan antar negara yang saling memiliki nilai-nilai berharga yang ingin diraih demi kehidupan warga negaranya, paling sedikit ada lima nilai dasar sosial yang diharapkan untuk dijaga oleh negara: keamanan, kebebasan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan. 22 Negara dipandang sebagai sistem yang mengatur kehidupan manusia, yaitu bagi kehidupan warga negaranya, tanpa negara kehidupan manusia menjadi dibatasi, tidak menyenangkan, terpencil, miskin serta tidak berperikemanusiaan. Melalui pendekatan hubungan internasional kita dapat memahami bagaimana sebuah fenomena yang terjadi dalam dunia internasional ditanggapi oleh negara, baik untuk
dicari
penyebab
masalah,
menyelidiki
masalah,
dan
bagaimana
menyelesaikan masalah atau isu dunia internasional yang sedang berkembang yang menjadi ancaman bagi negara. Hubungan Internasional (HI) Kontemporer selain mengkaji hubungan politik, juga mencakup sekelompok kajian lainnya seperti tentang interdependensi perekonomian,
kesenjangan
Utara-Selatan,
keterbelakangan,
perusahaan
transnasional, hak-hak asasi manusia, organisasi-organisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional, lingkungan hidup, gender dan lain sebagainya. 21
Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta: LP3ES, 1990, hal 31. Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal 3. 22
32 Universitas Sumatera Utara
Hubungan Internasional mengkaji hal-hal atau aspek-aspek tersebut dari segi keterhubungan global, yang non-domestik, yang melintasi batas wilayah masingmasing entitas negara.
Pola interaksi hubungan internasional tidak dapat
dipisahkan dengan segala bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat internasional, baik oleh pelaku negara-negara (state actors) maupun oleh pelaku-pelaku bukan negara (non-state actors). Pola hubungan atau interaksi ini dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan (Conflict). 23 Isu terorisme telah berkembang di Abad-21 ini, telah mengancam keamanan dunia internasional, dalam studi Hubungan Internasional terorisme telah digolongkan sebagai salah satu aktor yang mempengaruhi dunia internasional. Terorisme adalah non-state actor baru dalam Hubungan Internasional, yaitu aktor bukan negara yang mempengaruhi situasi dan keadaan pola hubungan internasional. Terminologi terorisme yang berkembang saat ini telah melakukan tindakan kekerasan (use of violence) dengan melibatkan jaringan yang luas yang melintasi batas-batas negara, sehingga terorisme merupakan salah satu kejahatan transnasional yang dapat menyerang negara-negara mana saja yang telah dijadikan target operasi terorisme tersebut. Dalam hal ini terorisme telah muncul sebagai aktor baru yang menjadi perhatian dunia internasional, sehingga dengan ancaman keamanan yang berasal dari terorisme merupakan sebuah isu yang harus diselesaikan bersama. 23
T. May Rudy, Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-masalah Global, Bandung: PT Refika Aditama, 2003, hal 1-2.
33 Universitas Sumatera Utara
Hubungan Internasional berperan untuk membentuk kesadaran bersama bahwa terorisme bukan ancaman hanya untuk satu negara, tetapi ancaman bagi setiap negara di dunia internasional. Melalui kesadaran terhadap ancaman tersebutlah akan tercipta kerja sama antar negara, salah satunya adalah Indonesia yang meningkatkan kerja sama keamanannya dengan negara-negara ASEAN untuk memberantas terorisme yang ada di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. Untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan yang merupakan nilai-nilai dasar yang harus ditegakkan sebuah negara, maka negara-negara memiliki kepentingan bersama dalam membangun dan memelihara ketertiban internasional sehingga dengan menjaga dan menegakkan nilai tersebut maka masing-masing negara dapat hidup berdampingan dan berinteraksi atas dasar stabilitas. Untuk mencapai tujuan itu negara-negara diharapkan menegakkan hukum internasional: untuk menjaga komitmen perjanjian, dan mematuhi aturan, konvensi, dan kebiasaan tatanan hukum internasional. Ancaman terorisme terhadap dunia internasional membuat negara-negara merapatkan barisan untuk membenahi kebijakan keamanan dalam memberantas terorisme. Seperti halnya negara-negara ASEAN yang telah sepakat untuk membuat Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme merupakan langkah untuk menegakkan nilai-nilai dasar ketertiban dan keadilan yang dapat diberikan negara kepada warganya sehingga tercipta kestabilan di negara maupun kestabilan keamanan daerah kawasan.
34 Universitas Sumatera Utara
1.5.2
Politik Luar Negeri Menurut Coulumbis dan Wolfe, politik luar negeri merupakan sintesis dari
tujuan atau kepentingan nasional dengan power dan kapabilitas, politik luar negeri dalam pelaksanaannya dilakukan oleh aparat pemerintah, Oleh karena itu pemerintah mempunyai pengaruh terhadap politik luar negeri. Disamping aparat pemerintah, kekuatan sosial politik yang lebih dikenal dengan pressure groups ikut berpengaruh dalam politik luar negeri. 24 Politik Luar Negeri merupakan salah satu isu yang banyak memperoleh kajian dan sorotan. Meski banyak defenisi yang ditawarkan, dalam bukunya Understanding International Relations, Chris Brown memberikan pemahaman secara sederhana mengenai Politik Luar Negeri. Menurut Brown politik luar negeri
dapat
dipahami
sebagai
cara
untuk
mengartikulasikan
dan
memperjuangkan kepentingan nasional terhadap dunia luar. Dari defenisi ini tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa politik luar negeri sangat erat kaitannya dengan kepentingan nasional suatu negara. 25 Kepentingan nasional merupakan keseluruhan nilai yang hendak diperjuangkan atau dipertahankan dalam forum internasional. Secara umum, bisa dikatakan bahwa politik luar negeri merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah suatu negara, atau komunitas politik lainnya dalam hubungan dengan negara dan aktor bukan negara di dunia
24
R. Suprapto, Hubungan Internasional, Sistem Interaksi, dan Perilaku, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997, hal 187-188. 25 Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami, Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal 14.
35 Universitas Sumatera Utara
internasional. 26 Melalui pengertian di atas maka politik luar negeri merupakan tindakan yang diambil pemerintah dalam dunia internasional baik dalam bentuk hubungan diplomatik, perjanjian internasional, membentuk kerja sama kawasan, membuat aliansi, dan mencanangkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Fokus utama kajian politik luar negeri adalah untuk memperhatikan intensi (maksud), pernyataan dan tindakan aktor yang diarahkan pada dunia eksternal dan respon dari aktor-aktor lain terhadap intensi, pernyataan dan tindakan ini. 27 Politik luar negeri suatu negara cenderung untuk memperhatikan kepentingan nasionalnya dan memperjuangkannya dalam dunia internasional, maka negara tersebut harus menetapkan apa kepentingan nasionalnya. Sehingga dengan menetapkan kepentingan nasional, maka para aktor-aktor pemerintah dapat melakukan hubungan diplomatik, melakukan perjanjian, dan kerja sama dengan negara lain dengan menjadikan kepentingan nasional sebagai acuan. Kasus terorisme yang terjadi di kawasan Asia Tenggara merupakan sebuah ancaman bagi tercapainya kepentingan nasional masing-masing negara anggota ASEAN. Hal ini dapat dilihat dari tindakan politik luar negeri yang diambil oleh masing-masing negara anggota ASEAN untuk menyepakati adanya kerja sama keamanan untuk memberantas terorisme, yaitu melalui Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme. Jadi politik luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh isu-isu yang menjadi ancaman dan mengganggu kepentingan nasional suatu 26 Abubakar Eby Hara, Pengantar Analisis Politik Luar Negeri: Dari Realisme sampai Kontruktivisme, Bandung: Penerbit Nuansa, 2011, hal 13. 27 Ibid., hal 14.
36 Universitas Sumatera Utara
negara, sehingga tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam melakukan politik luar negeri terhadap dunia internasional dapat berubah-ubah sesuai dengan kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh negara tersebut. Politik luar negeri yang cenderung berubah-ubah menunjukkan bahwa politik luar negeri suatu negara adalah dinamis, ada beberapa faktor determinan atau indicator yang dapat dipakai untuk memahami perilaku politik luar negeri yang dinamis. Dalam hal ini, William D. Coplin mengidentifikasi ada empat determinan politik luar negeri. 28 Pertama,
adalah
konteks
internasional.
Artinya,
situasi
politik
internasional yang sedang terjadi pada waktu tertentu dapat mempengaruhi bagaimana negara itu akan berperilaku. Dalam kaitan ini, Coplin lebih lanjut menyatakan bahwa ada tiga elemen penting dalam membahas dampak konteks internasionalterhadap politik luar negeri suatu negara, yaitu geografis, ekonomis, dan politis. Faktor kedua yang menjadi determinan dalam politik luar negeri adalah perilaku para pengambil keputusan. Dalam hal ini mencakup pihak eksekutif, kementerian,dan lembaga negaradi suatu pemerintahan. Perilaku pemerintah yang dipengaruhi oleh persepsi, pengalaman, pengetahuan, dan kepentingan individuindividu dalam pemerintahannya menjadi faktor penting dalam penentuan kebijakan luar negeri.
28
Ganewati Wuryandari, et al., Op. Cit, 2008, hal 17-1.
37 Universitas Sumatera Utara
Determinan ketiga adalah kondisi ekonomi dan militer. Kemampuan ekonomi dan militer suatu negara dapat mempengaruhi negara tersebut dalam interaksinya dengan negara lain. Keempat, determinan terakhir
yang
mempengaruhi politik luar negeri adalah politik dalam negeri. Melalui perspektif ini yang ingin dilihat adalah sistem pemerintahan atau birokrasi yang dibangun dalam suatu pemerintahan serta pengaruhnya terhadap perpolitikan nasional. Situasi politik yang terjadi dalam negeri akan memberikan pengaruh dalam perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri. 1.5.3
Kepentingan Nasional Kepentingan nasional diakui sebagai kunci dalam politik luar negeri.
Sepanjang mengenai kepentingan nasional, orang bisa berorientasi kepada ideologi atau sistem nilai sebagai pedoman perilaku. Artinya keputusan dan tindakan politik luar negeri yang dilakukan oleh aktor-aktor politik
dapat
berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ideologis atau atas pertimbanganpertimbangan kepentingan. Kepentingan Nasional (National Interest) adalah tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara atau sehubungan dengan hal yang dicita-citakan. Dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap dan sama di antara semua negara/bangsa adalah keamanan (mencakup kelangsungan hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta kesejahteraan. Kedua hal pokok ini, yaitu keamanan (security) dari kesejahteraan (prosperity), pasti terdapat serta
38 Universitas Sumatera Utara
merupakan dasar dalam merumuskan atau menetapkan kepentingan nasional bagi setiap negara. 29 Dalam bukunya The National Interest (1970), Joseph Frankel membagi konsep kepentingan nasional pada tingkatan aspirasional dalam tujuh sifat, yaitu kepentingan nasional itu berjangka panjang, berakar dalam sejarah dan ideologi, sumber kritik oposisi terhadap pemerintah, memberikan kesadaran akan tujuan atau
harapan
terhadap
kebijaksanaan,
tidak
perlu
diartikulasikan
dan
dikoordinasikan secara penuh serta bisa saling bertentangan, tidak memerlukan studi kelayakan dan lebih ditentukan oleh kehendak politik daripada oleh kemampuan nyata. 30 Hakikat kepentingan nasional menurut Frankel, sebagai keseluruhan nilai yang ditegakkan oleh suatu bangsa. Lebih lanjut Frankel mengatakan bahwa kepentingan nasional dapat melukiskan aspirasi negara, dan kepentingan nasional dapat dipakai secara operasional yang dapat dilihat dalam aplikasinya pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang aktual serta rencana-rencana yang dituju. 31 Jadi dapat diartikan bahwa setiap kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh aparat pemerintah maupun rancangan yang dituju berorientasi kepada kepentingan nasional. Paul Seabury mendefenisikan konsep kepentingan nasional secara normatif dan deskriptif. Secara normatif,konsep kepentingan nasional berkaitan
29
T. May Rudy, Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, Bandung: PT Refika Aditama, 2002, hal 116. 30 Ganewati Wuryandari, et al., Op. Cit., 2008, hal 16. 31 R. Soeprapto, Op.Cit., hal 144.
39 Universitas Sumatera Utara
dengan kumpulan cita-cita suatu bangsa yang berusaha dicapainya melalui hubungan dengan negara lain, sedangkan secara deskriptif, kepentingan nasional dianggap sebagai tujuan yang harus dicapai suatu bangsa secara tetap melalui kepemimpinan pemerintah. Donald E. Nuechterlin sedikitnya menyebutkan empat jenis kepentingan nasional: 1.
Kepentingan pertahanan, diantaranya menyangkut kepentingan untuk melindungi warga negaranya serta wilayah dan sistem politiknya dari ancaman negara lain;
2.
Kepentingan ekonomi, yakni kepentingan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian negara melalui hubungan ekonomi negara lain;
3.
Kepentingan tata internasional, yaitu kepentingan untuk mewujudkan atau mempertahankan
sistem
politik
dan
ekonomi
internasional
yang
menguntungkan bagi negaranya; 4.
Kepentingan ideologi, yaitu kepentingan untuk mempertahankan dan melindungi ideologi negaranya dari ancaman ideologi negara lain. 32 Kepentingan nasional Indonesia dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Isu terorisme yang berkembang di dunia internasional, dan juga berbagai serangan yang telah dilakukan oleh Jaringan 32
Umar Suryadi Bakry, Pengantar Hubungan Internasional, Jakarta: Jayabaya University Press, 1999, hal. 61-62.
40 Universitas Sumatera Utara
Teroris di Indonesia, seperti Bom Bali I dan II, pengeboman di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton, dan serangan-serangan teroris lainnya telah mengancam kepentingan nasional Indonesia, yaitu kepentingan nasional Indonesia untuk melindungi keamanan Indonesia dan untuk menjaga ketertiban dunia. Serangan yang dilakukan oleh jaringan teroris telah menciptakan ketakutan kepada seluruh masyarakat Indonesia, dan menjadi penghambat bagi Indonesia untuk mencapai tujuan nasionalnya, aksi teror yang terjadi memakan korban jiwa yang tidak bersalah, menyebabkan timbulnya rasa takut dan tidak aman, serangan teroris yang terjadi juga menimbulkan pengaruh yang tidak menguntungkan pada kehidupan sosial, ekonomi, dan politik Indonesia, hubungan Indonesia dengan dunia internasional. Juga menghambat pertumbuhan ekonomi negara. Salah satu dampak yang terjadi akibat serangan teroris ini adalah travel warning yang ditujukan kepada Indonesia oleh negara Australia pasca terjadinya Bom Bali I tahun 2002 lalu, merupakan salah satu hambatan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, larangan yang diberikan pemerintah Australia kepada warga negaranya untuk melakukan perjalanan wisata ke Indonesia berimbas kepada menurunnya devisa negara melalui sektor pariwisata. Maka untuk menjaga kepentingan nasional inilah Indonesia harus merumuskan kembali kebijakan keamanannya agar kepentingan nasional yang telah ditetapkan dapat terwujud. Salah satu langkah yang telah diambil Indonesia adalah melalui kerja sama kawasan yaitu kerja sama negara-negara anggota
41 Universitas Sumatera Utara
ASEAN dalam memberantas terorisme, karena terorisme telah dianggap sebagai musuh bersama ASEAN. Terorisme telah menjadi ancaman tidak hanya bagi keamanan nasional satu negara tetapi ancaman keamanan bagi kawasan Asia Tenggara. 1.5.4
Komunitas Keamanan Karl W. Deutsch mendefenisikan komunitas keamanan sebagai kelompok
negara yang telah terintegrasi sedemikian rupa sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan damai antar negara di dalamnya telah terjalin dengan mapan dan dalam waktu yang cukup lama. 33 Komunitas keamanan memiliki sifat bahwa interaksi damai yang terjalin diantara negara yang bergabung dalam sebuah komunitas keamanan telah terjalin cukup lama, dengan demikian komunitas keamanan lebih cenderung untuk mengendalikan konflik yang ada ataupun timbul dalam komunitas tanpa menghilangkan perbedaan yang ada diantara negara-negara anggota komunitas. Bentuk komunitas keamanan yang sesuai dengan defenisi di atas sama dengan konsep pembentukan ASEAN Security Community (Masyarakat Keamanan ASEAN). Dalam pembentukan ASEAN Security Community juga menginginkan adanya keinginan untuk membentuk adanya rasa kekitaan (we feeling) sehingga dengan timbulnya rasa we feeling ini akan membentuk ASEAN bukan lagi sebagai organisasi internasional melainkan sebgai komunitas regional
33
M. Rajendran, ASEAN Foreign Relations The Shift to Collective Action, Kuala Lumpur: Arena Buku sdn.bhd, 1985, hal 5.
42 Universitas Sumatera Utara
yang telah mengalami integrasi. Hal inilah yang ingin dibangun oleh setiap negara anggota ASEAN sehingga untuk mencapai integrasi tersebut maka ASEAN Vision 2020 dipercepat menjadi tahun 2015. Mengikuti defenisi yang diperkenalkan oleh Karl Deutsch pada pertengahan tahun 1950-an, suatu komunitas keamanan diartikan sebagai kelompok rakyat yang terintegrasi pada satu titik di mana terdapat jaminan nyata bahwa para anggota komunitas tersebut tidak akan berperang satu sama lain secara fisik, melainkan akan menyelesaikan perselisihan di antara mereka dengan cara lain. Deutsch mengobservasi ada dua bentuk komunitas keamanan, yaitu Amalgamated Security Community dan Pluralistic Security Community (PSC). 34 Amalgamated Security Community ada ketika terjadi penggabungan dua atau lebih unit-unit yang tadinya independen ke dalam satu unit yang lebih besar, dengan satu tipe pemerintahan bersama setelah terjadinya amalgamasi, misalnya Amerika Serikat. Pluralistic Security Community (PSC) sebagai alternatif yang tetap mempertahankan interdependensi hukum dari pemerintahan-pemerintahan yang terpisah. Negara-negara dalam PSC ini memiliki kesesuaian nilai-nilai inti yang didorong dari institusi-institusi bersama, dan tanggung jawab bersama untuk membangun identitas bersama dan loyalitas serta rasa “kekitaan” dan terintegrasi pada satu titik di mana komunitas tersebut memiliki dependable expectations of peaceful change. 35
34 CPF Luhulima, et al., Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal 73. 35 Ibid., hal 74.
43 Universitas Sumatera Utara
Konsep ASC (ASEAN Security Community) sebagai salah satu tonggak Komunitas
ASEAN
berupaya
memuat
prinsip-prinsip
yang
tidak
saja
dimaksudkan untuk membangun budaya hubungan damai tetapi juga untuk menciptakan di antara negara-negara ASEAN situasi yang damai dan stabil di dalam negeri masing-masing. Sehingga dengan terbentuknya rasa kekitaan (we feeling) yang akan mendorong terbentuknya integrasi regional akan menjadikan komunitas keamanan sebagai bentuk kerja sama yang saling membantu dalam menghadapi isu-isu keamanan baik yang berasal dari dalam negeri sesama anggota ASEAN maupun isu yang datang dari luar, seperti misalnya isu terorisme yang dihadapi kawasan Asia Tenggara menjadikan adanya kerja sama di antara negara-negara anggota ASEAN untuk memberantas terorisme melalui ASEAN Convention on Counter Terrorism. 1.5.6
Terorisme Sejarah tentang terorisme berkembang sejak berabad lampau, ditandai
dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan, dan ancaman yang memiliki tujuan untuk mencapai hal yang diinginkan. Perkembangan aksi terorisme bermula dari bentuk fanatisme aliran kepercayaan atau ideologi yang dianut, kemudian berubah menjadi pembunuhan baik secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang otoriter. Pengertian terorisme untuk pertama kali dibahas dalam European Convention on the Supression of Terrorism (ECST) di Eropa tahun 1977 terjadi perluasan paradigm dari Crime against State menjadi Crimes against Humanity. Crimes against Humanity meliputi tindak
44 Universitas Sumatera Utara
pidana untuk menciptakan suatu keadaan yang mengakibatkan individu, golongan, dan masyarakat umum ada dalam suasasan yang teror. 36 Secara etimologi, perkataan “teror” berasal dari bahasa Latin “terrere” yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dalam perkataan “to fright”, yang dalam bahasa Indonesia berarti “menakutkan” atau “mengerikan”. 37 Rumusan terorisme secara terminologis, sampai saat ini masih menjadi perdebatan meskipun sudah ada ahli yang merumuskan dan dirumuskan di dalam peraturan perundangundangan. Kamus Webster’s New School and Office Dictionary oleh Noah Webster, A Fawcett Crest Book, menyebutkan bahwa teror sebagai kata benda berarti: Extreme afaer, ketakutan yang amat sangat One who excite extreme afaer, atau seorang yang gelisah dalam ketakutan yang amat sangat. The ability to cause such afaer, kemampuan menimbulkan ketakutan. 38 Sehingga dapat disimpulkan bahwa Terorisme merupakan sebuah tindakan seseorang ataupun kelompok orang yang menggunakan kekerasan, ancaman dan sejenisnya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan/ akhir tujuan. Dengan rasa ketakutan yang disebarkan melalui aksi-aksi kejahatan terhadap kemanusiaan seperti, terjadinya pembunuhan dan penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa maka kelompok tersebut dapat mencapai tujuannya. Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror (rasa takut/kengerian) terhadap sekelompok masyarakat.
36
Abdul Wahid, Sunardi, Muhammad Imam Sidik, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, Hak Asasi Manusia, dan Hukum, Bandung: PT. Refika Aditama, 2004, hal 23. 37 Mardenis, Op. Cit., hal 85. 38 Ibid., hal 85.
45 Universitas Sumatera Utara
Walaupun telah banyak defenisi terorisme yang dikemukakan oleh para ahli kontra terorisme dan defenisi arti kata terorisme berdasarkan etimologis kata, serta pemahaman aksi teror dilihat berdasarkan sejarahnya akan tetapi defenisi terorisme belum ada yang dapat diterima secara universal. Istilah terorisme merupakan sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sangat sensitif karena terorisme menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penyengsaraan terhadap orang-orang yang tidak berdosa. Tidak ada negara yang ingin dituduh mendukung terorisme atau menjadi tempat perlindungan bagi kelompok terorisme. Amerika Serikat sebagai negara yang pertama kali mendeklarasikan “war on terrorism´ (perang melawan terorisme), dapat dilihat tidak konsisten dalam menyampaikan istilah teroris. Ketidakkonsistenan Amerika Serikat dalam menggunakan istilah terorisme dapat dilihat bahwa perang melawan terorisme oleh Amerika Serikat sesungguhnya merupakan perang untuk melawan pihakpihak yang mengancam kepentingan mereka.
Hal ini dapat dilihat melalui
Undang-undang Anti Terorisme Amerika Serikat, terorisme berkaitan dengan penggunaan kekuatan (force) dalam mencapai tujuan politik dalam politik internasional. Menurut undang-undang tersebut, ada dua kelompok yang termasuk kategori teroris: 1. Bangsa atau kelompok yang menggunakan kekuatan. 2. Bangsa-bangsa
yang
membuat
keputusan
berdasarkan
ideologi
dan
berdasarkan ideologi itu mereka menggunakan kekuatan. 39
39
Ibid., hal 87.
46 Universitas Sumatera Utara
Apabila pengertian terorisme tersebut digunakan secara konsisten, dapat kiat lihat bahwa Amerika Serikat lah yang merupakan salah satu negara yang menggunakan aksi teror. Karena Amerika Serikat cenderung menggunakan kekerasan apabila kepentingannya terancam. Amerika Serikat juga telah melakukan invasi ke negara yang berdaulat tanpa persetujuan dewan keamanan PBB. 40 Seperti yang terjadi di Irak, Amerika Serikat menginvasi Irak, karena Irak dianggap sebagai negara teroris yang telah memiliki senjata pemusnah massal, akan tetapi senjata pemusnah massal tersebut tidak ditemukan. Berdasarkan uraian yang diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dan klasifikasi terorisme masih sangat bias dengan kepentingan. Sehingga untuk membuat suatu pengertian terorisme yang universal masih sulit untuk dibuat. Aksi terorisme merupakan aksi yang tidak tunduk pada tata cara peperangan seperti pelaksanaan atau aksi teror yang dilakukan selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak sering kali merupakan warga sipil. Hal ini merupakan bentuk kekerasan yang dilakukan para teroris, pelakunya sering mempublikasikan dan mengatakan pertanggungjawaban terhadap aksi serangan yang telah dilakukan, di dalam publikasi pertanggung jawaban aksi yang telah dilakukan pemimpin jaringan teroris juga menyampaikan ancaman kepada negara dengan melakukan publikasi tersebut maka ketakutan yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang ingin dicapai pelaku teroris. Dengan menarik perhatian masyarakat luas maka teroris memanfaatkan media massa untuk menyuarakan
40
Abdul Wahid, Sunardi, Muhammad Imam Sidik, Op. Cit., hal 23.
47 Universitas Sumatera Utara
pesan perjuangannya, hal tersebut merupakan metode yang sering digunakan teroris. Indonesia yang telah mengalami banyak serangan teroris, dan telah dianggap sebagai sarang dari gembong teroris yang beroperasi di Asia Tenggara, menyatakan bahwa terorisme telah menjadi tantangan dan ancaman pada tingkat global dan regional yang telah mengganggu upaya pemerintah untuk melakukan pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mengatasi ancaman tersebut dalam kerja sama keamanan kawasan ASEAN yang disepakati dalam ASEAN Convention on Counter Terrorism, dalam konvensi tersebut Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya menolak pengaitan terorisme dengan bangsa, etnis, dan budaya, serta agama tertentu. Untuk memberantas terorisme dalam kerja sama keamanan kawasan tersebut Indonesia lebih memilih untuk menggunakan pendekatan soft approach yaitu
melalui program
deradikalisasi dan rehabilitasi. 1.6
Metode Penelitian
1.6.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini merupakan jenis metode
penelitian deskriptif, yaitu peneltian deskriptif menyajikan suatu gambaran yang terperinci tentang satu situasi khusus, setting sosial, atau hubungan. 41 Penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan obyek
41
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT Refika Aditama, 2009, hal 27.
48 Universitas Sumatera Utara
atau fenomena yang diteliti. 42 Tipe penelitian deskriptif digunakan jika ada pengetahuan atau informasi tentang gejala sosial yang akan diselidiki atau dipermasalahkan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari survey literature, laporan hasil penelitian, atau dari hasil studi eksplorasi. 1.6.2
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini melakukan beberapa teknik pengumpulan data. Dalam
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian ini maka dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Teknik penelaahan terhadap dokumen tertulis atau disebut juga dengan riset kepustakaan (library research).Dalam riset pustaka penelusuran pustaka lebih dari pada sekedar melayani fungsi-fungsi untuk menyiapkan kerangka penelitian, tetapi sekaligus memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian. 43 2. Metode dokumenter adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial, melalui dokumen dapat ditemukan sejumlah besar fakta dan data sosial tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. 44 3. Metode Penelusuran Data Online, merupakan metode penelusuran data online yaitu tata cara melakukan penelusuran data melalui media online seperti Internet dan media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas 42
Matias Siagian, Metode Penelitian Sosial: Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Kesehatan, Medan: Grasindo Monoratama, 2011, hal 52. 43 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004, hal 1 44 Burhan Bungin, Op. Cit., hal 121.
49 Universitas Sumatera Utara
online, sehingga memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan datainformasi online yang berupa data maupun informasi teori. 45 1.6.3
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif
deskriptif. Penelitian analisis data kualitatif deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang sedang berlaku. Penelitian kualitatif tidak berusaha untuk menguji hipotesis, dan penelitian ini bersifat alamiah (natural setting), artinya peneliti tidak berusaha memanipulasi situs (setting) penelitian ataupun melakukan intervensi terhadap aktivitas subjek penelitian dengan memberikan perlakuan tertentu, namun peneliti berusaha untuk memahami fenomena yang dirasakan subjek sebagaimana adanya. 46 Data yang akan ditemukan dari bukubuku, surat kabar, dokumen-dokumen maupun situs media daring (online) akan ditampilkan dalam bentuk uraian lalu dianalisis kemudian dieksplorasi secara mendalam, dan ditarik kesimpulan untuk menjelaskan masalah yang diteliti.
45
Ibid., hal 124. Muhammad Idrus, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002, hal 24-25.
46
50 Universitas Sumatera Utara
1.7
Sistematika Penulisan Untuk melihat gambaran yang jelas dan lebih terperinci, penelitian ini
disusun dalam sebuah sistematika agar penelitian dapat terlihat lebih logis dan efisien. Maka penelitian ini akan disusun dengan pembabakan sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan Pada BAB I ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: Perkembangan Terorisme di Asia Tenggara dan Terbentuknya Konvensi ASEAN Tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention On Counter Terrorism) Pada BAB II ini akan diuraikan tentang perkembangan terorisme di kawasan Asia Tenggara yang pada akhirnya melatar belakangi proses pembentukan Konvensi Asean tentang Pemberantasan Terorisme (ASEAN Convention On Counter Terrorism), serta tujuan yang ingin dicapai melalui kerja sama kemanan kawasan dalam Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme. BAB III : Kepentingan Nasional Indonesia dalam Konvensi Asean Tentang Pemberantasan
Terorisme
(Asean
Convention
On
Counter
Terrorism) Pada BAB III ini akan diuraikan tentang kepentingan nasional Indonesia dalam Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme, dan hal-hal
51 Universitas Sumatera Utara
penting yang diperoleh Indonesia melalui kerja sama kawasan dalam memberantas terorisme. BAB IV : Penutup Pada BAB IV ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab sebelumnya, serta berisikan tentang saran-saran yang berguna dan mendukung bagi penyusunan hasil penelitian.
52 Universitas Sumatera Utara