BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang M asalah Permasalahan kesejahteraan sosial khususnya kemiskinan di Indonesia merupakan permasalahan yang sangat substantif karena menyangkut kehidupan dan penghidupan Berdasarkan
yang
layak
bagi
manusia
yang
berdampak
sangat
kompleks .
data Badan Pusat Statistik dalam berita resmi statistik nomor
06/01Th.X VII, tanggal 2 Januari 2014 menyampaikan
bahwa jumlah penduduk
miskin pada September 2013 sebanyak 28,55 Juta Orang dengan persentase nasional sebanyak 11,47 % (lihat tabel.1) bila dibandingkan dengan dengan penduduk pada bulan M aret 2013 yang sebanyak 28,07 Juta orang atau mengalami peningkatan sebesar 0,48 juta orang atau sekitar 11,37 %. D itambah lagi dengan adanya jumlah kemiskinan yang sedikit mengalami penurunan pa da tahun 2014 sebesar 10,96 % lalu kemudian pada tahun 2015 ini mengalami peningkatan kembali sebagai dampak dari gejolak politik dan ekonomi yang selalu mengalami kegoncangan sebesar 28,59 juta orang atau sekitar 11,22 %.
Hal tersebut menandai bagaimana kenaikan angka
terhadap kemiskinan masih tetap menghantui kondisi Indonesia yang dipengaruhi berbagai faktor seperti kondisi sosial, ekonomi dan politik serta menjadikan kemiskinan menjadi salah satu agenda terpenting dalam setiap era pergantian kepemimpinan nasional. Disatu sisi yang lain menegaskan bahwa kemiskinan menjadi salah satu komoditi yang selalu direproduksi melalui berbagai macam pak et kebijakan yang di keluarkan negara guna menanggulanginya. Kemiskinan merupakan kondisi saat seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Konteks
kemiskinan lebih dikaitkan secara substantif dengan kebutuhan dasar yang ditandai dengan rendahnya kualitas penduduk, pendidikan, kesehatan dan pemenuhan gizi. Kemiskinan menjadikan beban bagi kelompok yang mengalami kelambanan sosial seperti halnya bagi perempuan dan anak-anak yang bisa saja berakibat pada terancamnya m asa depan baik bagi bangsa dan negara. Kementerian Sosial pun mendefinisikan
bahwa
kemiskinan
adalah
ketidakmampuan
individu
dalam
memenuhi kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak. Grafik.1 Perkembangan Kemiskinan Di Indonesia tahun 2004 - 2013
Keluarga miskin
mempunyai daya beli yang rendah, ju ga tidak mampu
memberikan pendidikan dan pemeliharaan kesehatan yang layak bagi anaknya. Dalam kehidupannya seringkali nilai-nilai pendidikan sangat dikesampingkan dan lebih mengedepankan pemenuhan kebutuhan ekonomi sehingga tak heran jika banyak anak-anak yang seharusnya mengenyam pendidikan di bangku sekolah dengan terpaksa membanting tulang membantu orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dalam konteks lain ketidakmampuan untuk membayar pendidikan dan sarana tranportasi penunjang dan himpitan ekonom i
biaya
menjadikan
banyak sekali anak-anak yang tidak dapat melanjutkan pendidikan kesekolah menengah pertama atau seting katnya. Banyak keluarga miskin yang justru putus sekolah atau tidak dapat melanjutkan sekolahnya. Disisi lain rendahnya a ksesibilitas dan pemeliharaan keseha tan pun menjadi salah satu indikator terhadap masih rendahnya derajat kesehatan keluarga miskin yang diperparah dengan layanan kesehatan yang seringkali tidak dapat diakses sehingga menyebabkan rendahnya kualitas kesehatan terutama bagi masyarakat miskin tersebut. Kedua hal tersebut yakni pendidikan dan kesehatan rupanya menjadi instrument yang sangat penting dalam
mengentaskan dari perangkap kemiskinan dan memutus mata
rantai
kemiskinan tersebut. Pendidikan dan kesehatan adalah suatu bentuk investasi Negara guna menanamkan dan meningkatkan kualitas generasi penerus. M enurut Tumanggor dalam Togiaratua Nainggolan (2010) Pembangunan ha rus memperkuat fungsi keluarga sebagai lembaga masyarakat demi menjadi keluarga berketahana n sosial misalnya melalui program perlindungan sosial terhadap kelompok rentan dan penyandang
masalah
sosial
sebab
keluarga
merupakan
penyangga
sentra
kesejahteraan sosial. M enurut The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), perlindungan sosial merujuk pada “kebijakan dan tindakan yang memperkuat kapasitas kaum miskin dan warga yang rentan agar terlepas dari kemiskinan dan dapat menyikapi resiko maupun peristiwa yang terjadi tiba -tiba yang menghantam kehidupan mereka. Perlindungan sosial dimaksud meliputi bantuan sosial, jaminan sosial dan standar upah pekerja (OEC D,2009). Bantuan tunai secara umum dipandang sebagai salah satu instrument bagi bantuan sosial ( social assistance) Pembangunan kesejahteraan sosial adalah usaha terencan a dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosia l, serta memperkuat
institusi–institusi social.
Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia secara meyeluruh yang tercakup didalamnya adalah: 1. Peningkatan standard hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok masyakarat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan. 2. Peningkatan keberdayaan melalui penerapan sistem dan kelembagaan sosial, ekonomi dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat kemanusiaan. 3. Penyempurnaan kebebasan melalui perluasan aksesibilitas dan pilihan kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standard kemanusiaan. Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial adalah seluruh masyarakat dari berbagai elemen dan strata sosial dengan prioritas utama pelayanan sosial pada kelompok atau segmen masyarakat yang mengalami ketidakberuntungan khususnya yang mengalami proses alienasi sosial sebagai dampak dari persoalan sosial seperti kemiskinan. Dengan demikian masyarakat yang memiliki tingkat kerantanan terhadap kondisi kemiskinan merupakan kelom pok masyarakat y ang menjadi prioritas terutama dalam permasalahan ketimpangan terhadap kondisi pendidikan dan kesehatan yang rendah. Kondisi atau derajat kesehatan yang rendah merupakan sebuah potret buram keadaan dari sebuah kondisi kemiskinan, belum lagi pada ranah pendidikan rendah yang justru semakin menjadikan kondisi kritis kemiskinan.
persoalan
Kondisi kesehatan dan rendahnya pendidikan yang menjadikan hal
tersebut semakin memperburuk situasi kemiskinan yang lebih akut sehingga kelompok yang termasuk dalam keadaan tersebut sangat membutuhkan bentuk perlindungan sosial.
Perlindungan sosial (social security) dalam arti luas dapat dimaknai sebagai sebuah bentuk inisiatif baik yang bertujuan untuk menyediakan transfer pendapatan atau konsumsi bagi orang miskin, melindungi kelom pok rentan terhadap resiko – resiko sosial kehidupan, meningkatkan status atau derajat dan hak sosial masyarakat yang teralienasi dan terjebak dalam kondisi kritis dalam bingkai kesejahteraan. Direktorat
Jenderal
Bantuan
dan
Jaminan
Sosial,
Keme nterian
Sosial
RI
mendefinisikan bahwa perlindungan sosial dapat diartikan sebagai seperangkat kebijakan dan program kesejahteraan sosial yang dirancang kemiskinan dan kerentanan
untuk mengurangi
melalui perluasan pasar kerja
yang efisien,
pengurangan resiko kehidupan yang senantiasa mengancam manusia serta penguatan kapasitas masyarakat dalam melindungi dirinya dari berbagai bahaya dan gangguan yang dapat menyebabkan terganggunya atau hilangnya pendapatan . Bentuk perlindungan sosial sebagai upaya dala m mengentaskan kemiskinan dan mengurangi tingkat kemiskinan diharapkan dapat mengurai benang kusut persoalan kemiskinan yang terjadi. Perlindungan sosial yang diimplementasikan diharapkan dapat meningkatkan derajat kehidupan dan kualitas hidup baik secara sosial dan ekonomi. Dari sisi kontekstualisasi kehidupan diharapkan persoalan yang paling urgen adalah dalam aspek pendidikan dan kesehatan. Kedua hal tersebut memiliki arti penting melalui implementasi perlindungan sosial guna memutus mata rantai kemiskinan kronis masyarakat yang teralienasi secara sosial dan ekonomi. Perlindungan sosial
sebagai manifest kebijakan sosial
yang digunakan untuk
membentengi diri bagi individu, keluarga dan kom unitas agar sedapat mungkin mampu mengelola dan mereduksi resiko/kerentanan sosial yang menghinggapinya untuk dapat terhindar dari perangkap kemiskinan yang lebih dalam. Kiranya aspek pendidikan dan kesehatan merupakan instrumen yang efektif dalam menciptakan
desain produk kebijakan perlindungan sosial bagi masyarakat te rutama akses terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan serta manjadikan jaminan kehidupan yang lebih layak. Aspek pendidikan dan kesehatan merupakan substansi dasar dari perlindungan sosial. Bantuan perlindungan sosial terbagi kedalam dua jenis yaitu Bantuan Tunai Bersyarat (Conditional Cash Tranfers atau dikenal dengan CCT) dan Bantuan Tak Bersyarat. Bantuan Tunai Bersyarat adalah bagian dari program pengembangan generasi baru yang berusaha membantu peningkatan akumulasi modal manusia pada orang muda sebagai cara untuk memutuskan siklus kemiskinan antar generasi. CCT ini memberikan wujud uang kepada keluarga – keluarga miskin dengan persyaratan investasi modal manusia seperti menyekolahkan atau membawa anak ke pusat kesehatan secara regular. Skema Bantuan Tunai Bersyarat ini memberikan uang tunai secara langsung kepada rumah tangga miskin sebagai tanggapan terhadap pemenuhan kondisi spesifik individu/rumah tangga misalnya kehadiran anak -anak untuk bersekolah dan/atau
pemeriksaan
kesehatan
serta
keikutsertaan
dalam
imunisasi
atau
semacamnya. Skema tersebut memberikan insentif bagi rumah tangga agar menyesuaikan perilakunya dengan tujuan sosial yang diterapkan secara nasional. Dengan artikulasi lain dapat dikatakan bahwa bantuan tersebut digunakan untuk : a. M emperkuat perilaku khusus terhadap eksternalitas positif yang aman semisal mendorong konsumsi atas barang/ses uatu yang baik misalnya bagi sektor pendidikan dan kesehatan; b. Target adalah kelompok – kelompok rentan mendapatkan keperluan
yang tidak mampu
yang baik karena efek negatif dari pendapatan
yang disebabkan oleh kebangkrutan
dan atau keterkejutan dari luar;
Skema tersebut diatas lebih diarahkan pada upaya mendorong bagi anak -
anak untuk bersekolah, kehadiran untuk memeriksakan kesehatannya dan memperkuat partisipasi dalam program imunisasi
Oleh karena itu maka setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar
yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju
terwujudnya Indonesia yang sejahtera. Pemerintah mengembangkan sistem jaminan sosial yang bertujuan memberikan jaminan sosial bagi seluruh warga Negara untuk memelihara taraf kehidupan dan kesejahteraan sosial. Jaminan sosial ( social security) merupakan salah satu jenis kebijakan sosial untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan dalam masyarakat. Bentuk jaminan sosial diwujudkan dalam bentuk bantuan tunai. Dalam pandangan implementasi Program Keluarga Harapan adalah salah satu bentuk dari bantuan sosial yang merupakan bagian dari perlindungan sosial. Program Keluarga Harapan atau yang dikenal dengan istilah PKH merupakan wujud bantuan sosial bersyarat yaitu bentuk dari perlindungan sosial dalam peningkatan derajat kesehatan dan askes terhadap pelayanan sosial dasar terutama pendidikan. Hal ini berarti bentuk yang diberikan oleh PKH adalah dalam bentuk tunjangan pendapatan atau disebut juga dengan Benefit in Cash. Program
Keluarga Harapan (PKH) adalah derivasi dari implementasi
kebijakan penanggulangan kemiskinan dalam konteks perlindungan sosial yang telah digulirkan oleh pemerintah sejak tahun 2007 hingga kini. PKH merupakan bentuk pelaksanaan jaminan sosial di beberapa Negara di wilayah Amerika Selatan yang lebih dikenal dengan Conditional Cash Transfer (CCT) yang telah berhasil mengentaskan kemiskinan di wilayah tersebut. P KH bukanlah bantuan tunai sebagai lanjutan program pemerintah seperti halnya Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan sebagai upaya untuk membantu keluarga terhadap kenaikan Bahan Bakar M inyak (BBM ). Secara umum bahwa PKH dilakukan guna melindungi kere ntanan
terhadap ibu hamil dan anak-anak yang bersekolah sehingga dapat mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan. Kemiskinan
atau dengan kata lain rendahnya kehidupan Keluarga Sangat
M iskin (KSM ) mengakibatkan mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuh an minimal kesehatan dan pendidikan. Pemeliharaan kesehatan pada ibu hamil pada KSM seringkali tidak memadai sehingga mengakibatkan lemahnya kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan nantinya. Perlu ada mekanisme bentuk perlindungan sosial yang dapat menjamin terhadap akses kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Bentuk manifestasi kesehatan terhadap ibu dan anak ak an berpengaruh terhadap kondisi dimasa depan sehingga akan menjadi modal guna mengentaskan kemiskinan. Disisi lain bidang pendidikan seba gai kebutuhan yang memang mutlak harus diperlukan bagi anak –anak yang merupakan kewajiban Negara guna mengentaskan pendidikan dasar 12 tahun bagi anak-anak sehingga dapat menjamin pendidikan yang berkeadilan bagi seluruh warga Negara dan memberikan persepsi bahwa pendidikan adalah modal guna mengentaskan kemiskinan dengan memutus mata rantai melalui bidang pendidikan. Hingga saat ini upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia telah melaksanakan berbagai program kebijakan sosial. Program tersebut antara la in: Program
Inpres
Desa
Tertinggal,
Program
jaminan
sosial,
Program
Kredit
Pemberdayaan Teknologi Tepat Guna dalam Rangka Pengentasan Kemiskinan, Program
Pengembangan
Kecamatan,
Program
Penanggulangan
Kemiskinan
Perkotaan (P2KP, Program M anakan Tambahan Anak Sekolah (PM T-AS), Program Operasi Pasar Khusus (OPK -Beras), Program Beasiswa dan Dana Operasional Pendidikan Dasar dan M enengah atau Bantuan O parasional Sekolah, Program
Asuransi
Kesehatan
untuk
Keluarga
M iskin
(Askeskin),
Program
Asuransi
Kesejahteraan Sosial (Askesos) dan Program Keluarga Harapan. Dari paparan tersebut diatas setidaknya dapat diketahui bahwa telah banyak program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan di Indonesia, namun dalam realitasnya
setelah dilakukan evaluasi oleh Bappenas pad a tahun 2004 bersama
beberapa lembaga independen dapat disimpulkan bahwa program penge ntasan kemiskinan tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan -permasalahan yang ada sehingga perlu disempurnakan. Salah satu penyebab kurang efektifnya program pengentasan kemiskinan adalah karena secara umum program tersebut dilakukan secara sektoral, parsial dan kurang melibatkan berbagai pihak terkait. Oleh karena itu ada perubahan didalam pengelolaan terhadap proses kerja kelembagaan yang menangani dari program pengentasan kemiskinan. Program Keluarga Harapan atau yang dikenal dengan PKH merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan sistem perlindungan social dan mengubah system penyelenggaraan kelembagaan di Indonesia. Sasaran PKH adalah Keluarga Sangat M iskin (KSM ) yang sesuai dengan kriteria PKH yaitu memiliki ibu hamil, ibu menyusui, memiliki anak balita dan usia sekolah setingkat SD -SM P. Program Keluarga Harapan ini dijalan sebagai amanah pelaksanaan dari UU No.40 Tahun 2004 tentang jaminan sosial na sional, UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan sosial, Inpres No 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tindak Percepatan Pencapaian Sasaran Program Pro-Rakyat dan Perpres No 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. PKH menjadikan sebuah progra m jaminan sosial yang unik dimana disatu sisi PKH merupakan bantuan sosial yang dimaksudkan demi mempertahankan kehidupan dalam konteks kebutuhan dasar terutama dalam hal pendidikan dan kesehatan, namun disisi lain PKH juga bernuansa pemberdayaan
yakni menguatkan rumah tangga miskin agar melalui
promosi
kesehatan
dan
mampu keluar dari kemiskinannya
mendorong
anak
untuk
bersekolah.
Operasionalisasinya adalah dana yang diberikan kepada KSM diambil melalui Kantor Pos agar dimaksudkan dapat mengakses fasilita s pendidikan dan kesehatan yaitu anak-anak harus bersekolah hingga sekolah menengah pertama, anak balita harus mendapatkan imunisasi dan ibu hamil harus memeriksakan kandungan secara rutin. PKH memang salah satu dari program pemerintah untuk meningkatkan kualitas kualitas manusia Indonesia
dengan mengkampanyekan pembangunan
manusia Indonesia untuk meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat melalui program pemberian subsidi bersyarat namun program ini dipandang
sebagai
penggerak perubahan pola pikir sesuai dengan kondisi persyaratan yang diinginkan yaitu memberikan kesempatan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi Keluarga Sangat M iskin. Tujuan U tamanya adalah mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia teruta ma pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut selaras dengan upaya
untuk
mempercepat target Millenium Development Goals (M DGs) tahun 2015 yaitu dalam hal pengentasan kemiskinan, memperoleh pendidikan dasar seluruh dunia, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, pengurangan angka kematian anak anak, meningkatkan kesehatan ibu, pemberantasan penyakit malaria, HIV/AIDS dan lainnya, memastikan keberlangsungan lingkungan hidup dan membangun kemitraan global untuk pembangunan (Venny 2010). Oleh karena itu dalam konteks pelaksanaan PKH ini, maka ada beberapa hal yang menjadi penegas tentang relevansi program tersebut dengan pencapaian tujuan M DGs terseb ut antara lain lebih menitikberatkan pada : 1) pengurangan penduduk miskin ekstrim dan kelapa ran, 2) pencapaian
pendidikan dasar, 3) kesetaraan gender, 4) pengurangan angka kematian bayi dan balita dan 5) pengurangan kematian ibu melahirkan. Berdasarkan dari berita koran sindo pada tanggal 29 November 2013 dimana Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) m enemukan beberapa permasalahan
dalam
pelaksanaan PKH pada tahun sebelumnya di beberapa daerah sasaran impelemntasi PKH. Beberapa permasalahan tersebut antara lain komitmen pemerintah daerah dalam mendukung PKH masih kurang, proses validasi tidak sesuai de ngan ketentuan sehingga hasil validasi tidak akurat, proses verifikasi atas komitmen peserta PKH terhadap kesehatan dan pendidikan masih rendah atau belum optimal. Selain itu pula masalah lainnya adalah tidak adanya keseragaman kebijakan yang ditetapkan sehingga pembayaran bantuan menjadi kurang efektif, monitoring rutin, berkala dan evaluasi belum dilaksanakan sesuai dengan pedoman umum PKH. D isamping itu pula permasalahan PKH juga melingkupi mengenai kepesertaan penerima PKH yang masih belum akurat mengenai indikator penerima PKH sehingga seringkali timbul kecemburuan antar warga terutama yang seharusnya menerima namun justru tidak menerima program tersebut. Program Keluarga Harapan dilaksanakan pemerintah di Indonesia pada bulan maret tahun 2007 dengan mengujicobakan di 7 Provinsi yaitu DKI Jakarta, Sumatera Barat, Gorontalo, NTT, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Jawa Barat yang meliputi 387.928 Rumah Tangga Sangat M iskin (RTSM ). Istilah RTSM merupakan sasaran garap yang diarahkan pada pelaksanaan PKH hingga tahun 2011. Setelah itu sasaran garap lebih menitikberatkan dengan istilah KSM (Keluarga Sangat M iskin) yaitu orang tua (ayah dan ibu) dan anak. Perubahan ini dilakukan den gan pertimbangan bahwa keluarga adalah salah satu unit yang relevan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam memutus mata rantai kemiskinan.
Program ini akan
terus berjalan hingga tahun 2015 sesuai dengan target M DGs yang telah ditetapkan. Pelaksanan PKH di 7 (tujuh) provinsi tersebut didasarkan pada situasi dan kondisi kemiskinan, gizi buruk, angka putus sekolah dan kesiapan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Pada Tahun 2008 berikutnya dijalan program tersebut pada provinsi lain diantaranya adalah Sumatera Utara,
Aceh, Banten, DI
Yogyakarta, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 2009 dikembangkan di 12 Provinsi yang lainnya dengan 726.376 RTSM . Pada tahun 2010 Program ini dikembangkan di 7 Provinsi baru yaitu Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Bali, dan Sulawesi Tengah serta Sulawesi Selatan dengan jumlah RTSM menjadi 816.376.
Selanjutnya pada tahun 2011
dikembangkan di 5 Provinsi yaitu Riau, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Tengah dan M aluku Utara dengan 299.624 RTSM sehingga total menjadi 1.116.000 RTS M . Pada Tahun 2012 implementasi
PKH tersebut dikembangkan di 8 Provinsi yaitu
Papua, Papua Barat, M aluku, Jambi, Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara dengan KSM baru sebanyak 400.000 sehingga junlah keseluruhan menembus angka 1.516.000 RTSM /KSM . Implementasi PKH terutama di wilayah DI Y ogyakarta telah dilaksanakan pada tahun kedua sejak program ini di launching yaitu pada tahun 2008. H ingga saat ini yaitu tahun 2013 berdasarkan data dari Direktorat Jaminan Sosial Ditjen Linjamsos Kementerian Sosial RI jumlah penerima PKH di DI Yogyakarta sebanyak 28.954 KSM dengan bantuan total senilai 12,126 M iliar. Berikut disajikan data tentang alokasi implementasi PKH di DI Yogyakarta pada tahun 2013. Tabel 1 Implementasi PKH di DI Yogyakarta Tahun 2013 No
Wilayah
Jumlah KSM
Realisasi Anggaran
1
Kota Yogyakarta
1.719 KSM
839 Juta
2
Kabupaten Bantul
13.670 KSM
7.380 Juta
3
Kabupaten Gunung Kidul
7.541 KSM
2.143 Juta
4
Kabupaten Sleman
3.406 KSM
1.004 Juta
5
Kabupaten Kulon Progo
2.618 KSM
760 Juta
28.954 KSM
12.126 Juta
Jumlah Sum ber : pkh.kem sos.go.id
Pada tabel 1 tersebut dapat dimaknai bahwa daerah penerima PKH yang paling banyak adalah Kabupaten Bantul dengan jumlah KSM sebanyak 13.670 dengan alokasi sebanyak 7,380 M iliar untuk distribusi jaminan sosial bagi anak dan ibu hamil. Dikabupaten Bantul sendiri berdasarkan data dari Dinas Sosial Kabupaten Bantul terutama pada pertengahan Tahun 2013 ditermin I telah dilaksanakan realisasi pemberian dana PKH ke 17 Kecamatan di Kabupaten Bantul yang diterima oleh sebanyak 3.158 KSM . Hal tersebut telah dapat menjadi alasan bahwa potret kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Bantul merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya di DI Yogyakarta sehingga dengan sasaran KSM yang ada akan berkorelasi pula dengan alokasi anggaran PKH. Berdasarkan penjelasan di atas Kabupaten Bantul secara riil memiliki jumlah KSM sebagai penerima bantuan PKH hingga saat ini dengan alokasi yang paling besar diantara daerah lain di DI Yogyakarta. Dari sisi kemiskinan pula hal ini relevan dengan keadaan dan jumlah kemiskinan yang ada didaerah tersebut. Oleh karena itu pemilihan wilayah Kabupaten Bantul sebagai wilayah yang menjadi fokus penelitian dapat dijadikan sebagai kegiatan penelitian tentang implementasi kelembagaan dan evaluasi dampak pelaksanaan PKH di Kabupaten Bantul dan merepresentasikan mengenai implementasi kebijakan perlindungan sosial melalui PKH. Fokus terhadap implementasi PKH di Kabupaten Bantul perlu diupayakan melalui penelitian mengenai pelaksanaan atau implementasi program tersebut, dan
dengan melihat faktor pendukung dan penghambat serta memiliki dampak yang signifikan terhadap penerima manfaat program tersebut. M engingat PKH merupakan program kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah yang lintas sektoral maka perlunya melihat secara lebih lanjut implementasi program tersebut yang telah dijalankan selama ini di Kabupaten Bantul. Ulasan yang akan di potret adalah sejauhmana implementasi kelembagaan PKH selama ini yang telah dijalankan memberi dampak bagi penerima manfaat dan tentunya akan terlihat faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan program serta dampak impementasinya. Rasionalisasi yang ditekankan sehingga memilih Kabupaten Bantul sebagai lokasi penelitian adalah bahwa asumsi yang dibangun ketika melihat jum lah penerima yang sedemikian besarnya diantara wilayah daerah di DIY adalah bagaimana optimalisasi pelayanan kelembagaan yang diselenggarakan oleh UPPKH yaitu sebuah unit pengelola PKH ini mampu m emberikan layanan social yang optimal sehingga seluruh anggota peserta PKH dapat terlayani dengan baik dari program jaminan perlindungan yang diterima selama ini. Perlu jumlah energy yang cukup besar terutama bagi UPPKH untuk mengatur segala bentuk pelayan an social bagi KSM sebagai penerima manfaat dengan alur birokrasi dan penataan manajemen organisasi yang baik maka perlu kiranya peneliti melihat sejauhmana penyelenggaraan PKH yang dilakukan UPPKH sebagai unit pengelola mampu melaksanakan tugas, fungsi dan tanggunggjawabnya dalam mengimplementasikan PK H bagi keluarga miskin di Kabupaten Bantul. Penerjemahan yang di landasi bahwa didalam laporan BPK terkait dengan pelaksanaan PK H lebih menekankan bagaimana pengelolaan manajemen organisasi dan pelayanan mampu dilakukan oleh UPPKH. Persoalan ketidakakuratan penerima, kesalahan proses validasi dan verifikasi, masih rendahnya keterlibatan atau komitmen
beberapa daerah dalam membangun sinergi PKH yang berkelanjutan, selain itu pula keterlambatan
pencairan bantuan pun menjadi salah satu permasalahan didalam
pengelolaan organisasi UPPKH di level daerah. Oleh karena itulah permasalahan tata kelola fungsi UPPKH perlu di jabarkan dan di teliti sejauhmana pengelolaan PKH tersebut dilevel daerah sehingga mampu menerjemahkan tugas, fungsi dan tanggunggjawabnya
sebagai penyelenggara
program pelayanan social. Penyelenggaraan tatakelola pelayanan masyarakat miskin sangat dibutuhkan manakala proses penyelenggaraan dalam pelayanan bersifat massal terutama bagi masyarakat miskin yang sangat membutuhkan bantuan tersebut. Pengelolaan manajemen organisasi akan berdampak dari keberhasilan program itu sendiri karena dengan pengelolaan yang tepat maka keberhasilan akan dapat tercapai. UPPKH sebagai unit kelembagaan dalam pengelolaan P KH sebagai saluran yang secara hierarki bertanggungjawab kepada unit yang ada di atasnya. System vertikalisasi UPPKH dilakukan secara berjenjang tergantung dari kewenangannya dan tugas pokoknya masing-masing. Otoritas UPPKH di lingkup daerah tingkat II ini bertugas untuk mengloah seluruh data informasi peserta atas komitmennya dan besaran bantuan yang diberikan. Hal ini karena sangat dinamisnya data dan updating data yang dilakukan jajaran UPPK H di level kabupaten. Dengan demikian kiranya lebih tepat jika melihat keberhasilan program maka perlu untuk melihat sejauhmana konteks implementasi kelembagaan daerah dalam menyelenggarakan PKH bagi keluarga miskin sebagai penerima manfaat. UPPKH berdiri sebagai organisasi pemerintah yang menyediakan pelayanan perlindungan social bagi ibu hamil, balita dan anak usia sekolah. B. Rumusan M asalah
Berdasarkan pada penjelasan latarbelakang dan pemilihan pada fokus permasalahan tersebut diatas maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah implementasi pelaksanaan kelembagaan UPPKH dalam kebijakan perlindungan sosial bagi keluarga miskin? 2. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat pada pelaksanaan PKH ? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah tersebut diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. M endeskripsikan atau menggambarkan pelaksanan Program Keluarga Harapan dalam upaya mereduksi kemiskinan pada Keluarga Sangat M iskin. 2. M engetahui kinerja kelembagaan UPPK H dalam implementasi PKH 3. M engetahui
uraian
tugas,
fungsi
dan
tanggungjawab
UPPK H
dalam
melaksanakan program 4. M engidentifikasi faktor – factor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi keberhasilan PKH dalam meningkatkan komitmen dan kepatuhan KSM . D. M anfaat Penelitian 1. M anfaat Akademik Adapun manfaat akademik penelitian ini diharapkan dapat memberikan : a. M emberikan salah satu referensi
dalam pengembangan implementasi bentuk
perlindungan sosial dalam skema bantuan tunai bersyarat melalui PKH dalam mekanisme yang lebih tepat sasaran dan efektif. b. M emberikan khazanah pengembangan wawasan kelimuan pembangunan social dan kesejahteraan
secara teoritik pengentasan kemiskinan dalam
kebijakan perlindungan sosial.
skema
c. M asukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya mengenai dinamika pelaksanaan PKH sebagai bentuk kebijakan perlindungan sosial dalam penanggulangan kemiskinan. 2 M anfaat Praktis Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini dapat diharapkan memberikan: a. Bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan mengenai dampak terhadap aksesibilitas KSM terhadap penyempurnaan PKH. b. M emberikan masukan dalam meningkatkan mutu
dan orientasi pelayanan bagi
pelaksana PKH c. M asukan bagi penelitian
selanjutnya
yang mengambil diskursus
tentang
implementasi bantuan sosial melalui bantuan tunai bersyarat sebagai bentuk perlindungan sosial bagi keluarga sangat miskin. E. Kajian Teoritik 1. Review Referensi Terdahulu Dalam kajian terhadap beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai implementasi Program Keluarga Harapan antara lain : a. Dedy Rolando Limbong (2010) mahasiswa ilmu administrasi Negara fakultas ilmu social dan ilmu politik universitas sumatera utara dalam penelitiaanya tentang “Implementasi
Program Keluarga Harapan (PKH )Bdi kecamatan
M edan baru Kota M edan” menyimpulkan bahwa secara umum proses implementasi PKH sudah cuku p baik. Hal ini dapat dilihat dari tahapan dan proses telah dilalu i dengan baik dan berjalan lancar dengan beberapa kekurangan yang terjadi seperti distribusi bantuan yang sedikit terlambat, pemanfaatan faslitas sekolah dan puskesmas yang masih rendah namu n secara umum implementasi PKH telah dilaksanakan cukup baik. Penelitian yang
dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan hanya menjelaskan tentang pelaksanaan program tersebut. b. Penelitian yang dilakukan oleh Habibullah (2011) yang dilakukan di kabupaten karawang dengan judul “Peran pendamping pada Program Keluarga Harapan”
yang diterbitkan oleh Jurnal Sosiokonsepsia Puslitbang
Kessos Kementerian Sosial memberikan kesimpulan bahwa peran pendamping sangat memberikan peran guna pelaksanaan PK H se rta memberikan jaminan bagi penerima manfaat untuk selalu mengakses layanan pendidikan dan kesehatan. Selain itu perlu adanya
pemberian capacity building bagi para
pendamping dan peningkatan kesejahteraan melalui perbaikan honor yang diberikan. Penelitian dilakukan secara deskriptif. c. Secara
kelembagaan yaitu Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan
M asyarakat
(2009) melakukan penelitian “ Deteksi Dini Dam pak PKH
terhadap Kesehatan dan Pendidikan” Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian evaluative dengan pendekatan kuantitatif yang desain secara acak sebuah proses ujicoba sebelum dan sesudah intervensi pada rumat tangga sangat miskin dengan perlakuan dan control. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKH memiliki dampak positif. Hasil estimasi menunj ukkan rata-rata dampak PKH pada sejumlah indicator kesehatan naik sebesar 3% poin, pemantauan tumbuh kembang anak sebebsar 5% poin dan kegiatan imunisasi anak naik 0,3 %. Untuk indicator pendidikan untuk keberhasilan kehadiran anak bersekolah naik menjadi 0,2% poin. PKH telah berhasil meningkatkan pengeluaran rumah tangga perkapita perbulan untuk komponen pendidikan Rp.2,786 dan untuk kesehatan Rp.4.271
Dari beberapa penelitian yang telah digambarkan dapat diidentifikasi bahwa penelitian
yang dilakukan m erupakan penelitian deskriptif
tentang
pelaksanaan PK H dan yang lain melihat pelaksanaan PKH dari sisi pendamping dan yang terakhir meskipun merupakan studi evaluasi dengan pendekatan kuantitaif. Oleh karena itu secara umum penelitian yang telah dilakukan telah memberikan sedikit gambaran mengenai implementasi PKH telah cukup baik dan memberikan gambaran terkait dampak terhadap sasaran PKH dan pendamping PKH. Didalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini relative lebih komprehensif karena disamping untuk melihat gambaran pelaksanaan PKH dan faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan maka penelitian akan melihat efektifitas. program. Dengan memanfaatkan data penelitian dengan observasi, wawancara, dokumentasi atau literatur yang relevan. Data yang telah didapat akan dianalisis dengan deskriptif kualitatif dan interpretatif. 2. Landasan Teori Keberhasilan Program Keluarga Harapan menjadi sebuah bentuk produk kebijakan social
telah di bentuk guna memberikan perlindungan social bagi
masyarakat kelas miskin. Keberhasilan implementasi PKH ditentukan melalui keterlibatan policy maker untuk mempengaruhi bentuk pelayanan yang ideal dan tepat
sasaran.
Salah
satu
teori
yang
mendasari
tentang
kompleksitas
impelementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya actor atau unit organisasi yang terlibat secara bersama-sama dan saling berinteraksi. Landasan teori yang coba dikemukakan didalam desain/ proposal penelitian menurut M erilee S. Grindle (1980) dalam AG. Subarsono 2006 bahwa keberhasilan suatu program di dalam implementasinyan di pengaruhi oleh dua variable besar yaitu isi kebijakan
(content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation) seperti terlihat pada alur kebijakan yang diperkenalkan dalam teori M erile S Grindle berikut ini :
Bagan.1 Alur Implementasi Kebijakan
Tujuan Kebijakan
Implementasi Kebijakan dipangaruhi oleh:
Hasil Kebijakan:
a. Isi Kebijakan 1. Kepentingan kelompok sasaran 2. Tipe manfaat 3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksanaan program 6. Seumber daya yang dilibatkan
Tujuan yang dicapai
Program Aksi dan proyek individu didesain dan didanai
a. Dampak pada masyarakat, individu dan kelompok b. Perubahan dan penerimaan masyarakat
b. LIngkungan Im plementasi 1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi actor yang terlibat 2. Karakteristik lembaga dan penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap
Program yang dilaksanakan sesuai rencana
Mengukur Keberhasilan
Sumber : Grindle, M erilee S. 1980:11
Didalam alur terhadap sebuah implementasi kebijakan terkait dengan isi kebijakan mencakup : 1. Sejauhmana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan yaitu kelompok sasaran dari keluarga miskin yang mendapatkan bantuan program kebijakan; 2. Jenis manfaat yang diterima oleh target groups misalkan bantuan yang diterima terhadap penerima manfaat dari PKH adalah bantuan tunai yang digunakan untuk mengakses fasilitas kesehatan dan pendidikan; 3. Sejauhmana perubahan yang diinginkan dari kebijakan. Seringkali suatu program yang bertujuan untuk
mengubah sikap dan pe rilaku kelompok
sasaran relatif lebih sulit di implementasikan daripada program ya ng sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan beras
untuk keluarga sejatera
(rastra). 4. Apakah letak sebuah program sudah tepat maksudnya ketika implementasi PKH yang memliki program untuk peningkatan kesehatan dan pendidikan bagi ibu hamil dan anak u sia sekolah telah sesuai dengan peruntukannya. 5. Apakah sebuah program didukung olah sumber daya yang memadai dimana dalam konteks implementasi PKH ini sumber daya yang dimaksud adalah pelaksana unit baik ditingkat kabupaten maupun tingkat kecamatan telah dibekali kemampuan teori dan praktik yang memadai guna keberhasilan program. Sedangkan
variable lingkungan kebijakan mencakup
beberapa item terkait
dengan implementasi dari suatu program antara lain: 1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dim iliki oleh actor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; 2. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa 3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelom pok sasaran
sebagai penerima
manfaat program.
F. Tinjauan Pustaka 1.
Kemiskinan Kemiskinan
dimaknai
sebagai
ketidaksamaan
kesempatan
untuk
mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: (a) modal produktif atau asset berupa tanah, perumahan, alat produksi dan kesehatan; (b) sumber keuangan (pekerjaan, kredit); (c) organisasi sos ial dan politik yang dapat
digunakan
untuk
mencapai
kepentinganbersama
(koperasi,
partai
politik,
organisasi sosial; (d) jaringan so sial untuk memperoleh pekerjaan, barang dan jasa; (e) pengetahuan dan keterampilan dan (f) informasi yan g berguna untuk kemajuan
hidup.
Kemiskinan
sebagaimana
didasarkan
pada
Program
Pembangunan Nasional adalah masalah pembangunan diberbagai bidang yang ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Dalam konsep kesejahteraan sosial kemiskinan merupakan masalah sosial
yang
disandang oleh seseorang atau sekelompok warga masyarakat yang menyebabkan mereka mengalami keterbatasan tingkat kesejahteraa n sosialnya. Heru Nugroho menambahkan, bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensional yang tidak saja melibatka n faktor ekonomi akan tetapi juga politik dan budaya. Secara umum dapat disarikan mengenai kemiskinan adalah suatu kondisi yang menghambat seseorang, kelompok maupun masyarakat dalam
pemenuhan
kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar lainnya sehingga tingkat k esejahteraan dan kualitas hidupnya rendah. Kemiskinan menurut ProPeNas dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty) atau kemiskinan struk tural (structural poverty)
yang terjadi terus-menerus
dan kemiskinan sementara
(transcient poverty) yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara akibat dari perubahan siklus ekonimi dari kondisi krisis atau pun karena bencana alam. Chambers dalam
Korin Bastaman
menyatakan bahwa
pada
dasarnya
kemiskinan disebabkan oleh (5) lima ketidakberuntungan pada kelompok keluarga miskin yaitu; (a) keterbatasan kepemilikan asset (poor); (b) kondisi fisik yang lemah; (c) keterisolasian; (d) kerentanan; dan (e) ketidakberdayaan. Atas dasar kelima hal tersebut, maka Chambers menyatakan bahwa fenomena kemiskinan
setidaknya dilihat
dalam perspektif yang lebih komprehensif dengan suatu
pendekatan yang dapat merujuk pada pemahaman tentang kemiskinan terpadu. M asyarakat miskin biasanya memiliki karakteristik tertentu, baik berkenaan dengan kondisi fisik tertentu yang dapat dilihat dalam budaya dan sikap hidup. Beberapa karakteristik kemiskinan dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Lemah dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, pendidikan dan kesehatan serta kemampuan berusaha; b. M empunyai akses yang terbatas pada kegiatan sosial ekonomi sehingga menumbuhkan perilaku miskin yang ditandai oleh perilaku diskriminatif, perasaan takut, curiga, apatis dan fatalistic; c. Keterbatasan dalam kegiatan politik. M ereka biasanya rentan dan r elative mudah digunakan sebagai alat politik oleh golongan tertentu, meskipun tidak selalu demikian. Selanjutnya, yang dimaksud dengan fakir miskin menurut Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial
adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai mata
pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok secara layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai mata pencaharian pokok tetapi tidak mencukupi. Untuk menentukan seseorang masuk kedalam kategori miskin dapat dilihat dari indicator kemiskin an yang merupakan indeks pengeluaran makanan dan non makanan yang digunakan sebagai standar garis kemiskinan. Garis kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik
merupakan
sejumlah uang yang diperlukan oleh setiap individu untuk memenuhi kebutuhan makan dan setara dengan 2100 kalori per orang per hari dan kebutuhan makanan
yang
terdiri
dari
perumahan,
pakaian
kesehatan,
non
pendidikan,
transportasi dan aneka barang/jasa yang lain. Individu dengan pengeluaran yang
lebih rendah dari penjelasan diatas atau denga n kata lain lebih rendah dari garis kemiskinan yang disebut sebagai penduduk miskin yang terdiri dari penduduk tidak fakir dan penduduk fakir miskin. 2.
Bantuan Tunai Bersyarat Bentuk intervensi melalui mekanisme Bantuan Tunai Bersyarat ( Conditional Cash Transfer/CCT) sebagai instrumen untuk memutus mata rantai kemiskinan merupakan bantual sosial yang bersifat inovatif dan semakin populer. Pendekatan ini memberikan uang kepada keluarga miskin yang diberikan berdasarkan perilaku tertentu dan dimaksudkan sebagai investasi sumber daya manusia dan diorientasikan sebagai bagian dari strategi penanggulangan kemiskinan. Sebagai contoh adalah menjaga anak-anak untuk tetap bersekolah atau dengan secara rutin memeriksakan ibu hamil dan balita pada pusat layanan keseh atan. Upaya pendekatan ini sangat berbeda dengan bantuan tak bersyarat yaitu dimana bantuan diberikan bagi orang maupun kelompok masyarakat
yang didasarkan pada
ketentuan atau kriteria tertentu atau hanya diberikan sesuai dengan suatu kondisi dan kriteria yang telah dipersyaratkan sebelumnya. Transfer sosial misalnya bagi orang yang sudah tua, yang memiliki disabilitas fisik, anak -anak merupakan bentuk bantuan tunai tanpa syarat dengan telah memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. Habibullah (2011) bahwa program CCT ini pertamakali diimplementasikan di sejumlah Negara Amerika latin dan kepulauan Karibia. M eksiko meluncurkan the Programa de Educatión, Saludy Alimentación (PROGRESA) pada tahun 1997. Brazil memiliki Programa Nacional de Bolsa Escola dan Progra ma de Erradicaҫaodo Trobalho Infantil, (PETI). Kolumbia meluncurkan the Familias en Acción program (FA), Honduras the Programa de Asignatión Familiar (PRAF),
Jamaika mengintrodusir the Program of Advancement through Health an Education (PATH) dan N ikaragua memperkenalkan the Red de Protección Social (RPS). Selanjutnya program CCT ini semakin marak dan berkembang sebagai bentuk perlindungan sosial di berbagai Negara. Rawlings (2004) menjelaskan bahwa CCT ini bertujuan untuk memperbaiki program bantuan sosial tradisional dalam berbagai macam cara, seperti : a. Perubahan hubungan akuntabilitas dengan memberikan hibah tunai secara langsung ke rumah tangga miskin, serta mensyaratkan transfer tersebut diberikan
bersamaan
dengan
keikutsertaan
dalam
program
perawata n
kesehatan dan pendidikan, dan juga menargetkan ibu rumah tangga sebagai penerima bantuan; b. M enjawab masalah kemiskinan yang ada se karang dan dimasa yang akan datang dengan bertujuan untuk menumbuhkembangkan akumulasi SDM diantara kaum muda sebagai cara untuk mendobrak siklus kemiskinan antar generasi
dan juga menyediakan dukungan pendapatan sebagai cara untuk
menangani kemiskinan dalam jangka pendek; c. M enargetkan penduduk miskin biasanya melalui pemetaan kemiskinan untuk mengidentifikasi daera-daerah miskin dan melalakukan perkiraan dan uji kepemilikan untuk memilih rumah tangga individu; d. M enyediakan uang tunai yang lebih fleksibel, efisien dan efektif dari segi biaya dibandingkan pemberian bantuan natura l; e. M engembangkan sinergi dalam pembangunan manusia de ngan memusatkan pada aspek pelengkap investasi dalam bidang kesehatan, pendidikan dan pemenuhan gizi;
f.
M enerapkan evaluasi secara strategis. Distribusi informasi dari hasil evaluasi yang memberikan bukti empiris akan efektivitas program CCT turut membantu dalam menjaga kesinambungan program tersebut di tengah berubahnya rezim politik. Bantuan Tunai Bersyarat (CCT) banyak diadopsi dalam beberapa dekade
terakhir (Fiszbein & Schady.2009). Program ini bertujuan memberikan bantuan tunai untuk membiayai kebutuhan saat ini namun penerimaannya mensyaratkan perilaku seperti kehadiran sekolah secara rutin/teratur atau me manfaatkan pelayanan kesehatan dasar. Benerje dan Duflo menyatakan bahwa banyak seklai bukti yang menunjukkan bahwa rumah tangga terbatas pengetahuan nya mengenal tindakan yang semestinya diambil, maka program sosial yang mendorong mereka mendorong tindakan yang tepat akan mendorong perbaikan kesejahteraan. M enargetkan kemanfaatan secara langsung bagi populasi yang amat miskin, program CCT ini dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan saat ini melalui kemanfaatan moneter dan menyentuh secara langsung terhadap kebutuhan riil sebagaimana halnya mereduksi tingkat kemiskinan di masa depan, memperkuat investasi dalam pendidikan, kesehatan dan pemenuhan kecukupa n gizi. Habibullah menjelaskan bahwa pelaksanaan CCT diberbagai Negara selalu diikuti pengukuran dampak. Hasil evauluasi menunjukkan keberhasilan CT C dengan meningkatkan indikator perbaikan kualitas SDM . Indikator ini umumnya sejalan dengan kewajiban yang telah ditetapkan dalam program CCT tersebut. Program CCT di M eksiko telah dapat meningkatkan angka partisipasi sekolah jenjang SM P sebesar 6 % pada kelompok pria dan 9 % pada kelompok wanita. Disamping itu juga berhasil meningkatkan angka transisi sekolah dari jenjang SD ke SM P sebesar 15 % terutama terhadap kelompok wanita yang putus sekolah
sebelum masuk SM P. Anak-anak dari keluarga penerima Program ini memasuki usia relative lebih muda dan kejadian tidak naikkelas lebih kecil ketimbang anak anak dari keluarga non penerima program tersebut. (Bappenas,2009). Program CCT yang dinamakan Progresa memiliki dampak lebih kecil pada angka kehadiran sekolah, sehingga pencapaian standar tes serta kemampuan menarik anak-anak yang drop out
dapat diupayakan untuk ke mbali masuk sekolah.
Pelaksanaan CCT di beberapa Negara seperti M eksiko, Kolum bia dan Turki berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah jenjang SD dan SM P. Dampak CCT terhadap angka partisipasi sekolah jenjang SD relative lebih kecil dibandingkan jenja ng SM P. Alasan utamanya adalah angka pastisipasi sekolah jenjang SD secara umum lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dampak CCT terutama dalam bidang pendidikan lebih tinggi atau meningkat pada lokasi dimana angka partisipasi sekolah masih rendah di K olombia. Disatu sisi yang lain dalam bidang kesehatan, CCT menunjukkan dampak yang signifikan dimana kunjungan kesehatan mengalami peningkatan dan kepatuhan dengan peningkatan sebesar 18 % dilokasi program Progresa di M eksiko. A ngka kesakitan anak pada usia 0 – 5 tahun mengalami penurunan sebesar 12%. Dampak CCT ditemukan juga pada aktifitas pemantauan tumbuh kembang anak di Kolombia, Honduras, Nikaragua dan M eksiko sendiri. Program CT berhubungan juga dengan peningkatan tinggi badan, sebuah aspek penting untuk mengukur status gizi angka panjang. Angka stunting di M eksiko, Nikaragua dan Kolombia mengalami penurunan sebesar 10 %, 5,5% dan 7 %. M eskipun peningkatan gizi tidak diketahui pasti, sangat dimungkinkan bahwa temuan tersebut disebabkan oleh karakterist ik dasar program CCT seperti naiknya pendapatan rumah tangga karena adanya subsidi mengakibatkan peningkatan
belanja makanan, adanya kewajiban untuk memonitor tumbuh kembang anak dan adanya informasi tentang perawatan anak dan tambahan makanan bergizi.
3.
Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan Indonesia sebagai sebuah Negara yang menasbihkan bahwa keadilan sosial
menerjemahkan kedalam bentuk proteksi sosial melalui upaya perlindungan sosial harus memiliki beberapa gagasan. Tinjauan terhadap amanat kea dilan sosial yang diterjemahkan kedalam kebijakan sosial melalui kaidah perlindungan sosial perlu memberikan landasan filosofi kedalam implementasi bagian dari perlindungan sosial yang semakin menguat saat ini. Beberapa landasan dasar yang perlu di sampaik an sebagai bentuk rasionalitas adalah sebagai berikut : 1. M enguatnya konsep
welfare pluralism
dan social capital dalam
pelaksanaan pembangunan sosial; 2. Local safety net yaitu perlindungan sosial merupakan bagian dari budaya Indonesia dan telah dipraktekkan oleh kelompok masyarakat sebagai mekanisme informal dalam melindungi warganya. 3. Decentralization mainstream ing, yaitu upaya terhadap pengarusutamaan desentralisasi pembangunan
yang menekankan pentingnya kebutu han
local dan partisipasi publik.
Sedangkan da lam pandangan kebijakan dan program perlindungan sosial mencakup 5 (lima) komponen antara lain : 1. Kebijakan pasar kerja ( labour market policies) yang dirancang untuk memfasilitasi
pekerjaan
dan
beroperasinya
hokum
penawaran
dan
permintaan kerja secara efisien. Sasaran untuk angkatan kerja baik yang bekerja pada sector formal maupun informal serta bagi para pengangguran.
2. Bantuan sosial (social assistance)
yakni berupa program jaminan sosial
yang berbentuk tunjangan uang, barang atau pelayanan kesejahteraa n yang diberikan pada kelompok rentan yang tidak memiliki penghasilan layak. Sasarannya meliputi keluarga miskin, pengangguran, penyandang cacat, lanjut usia, orang dengan kecacatan fisik dan mental dan yatim piatu. 3. Asuransi sosial (social insurance) merupakan jaminan kesejahteraan sosial yang diberikan kepada para peserta yang diberikan kepada para peserta sesuai
dengan
kontribusinya
berupa
premi
atau tabungan
yang
dibayarkannya meliputi asuransi kesehatan, asuransi tenaga kerja, asuransi lecelakan kerja, asuransi kecacatan, asuransi hari tua, pensiun dan kematian. 4. Jaring pengaman sosial berbasis masyarakat (community based-social safety net). Perlindungan sosial ini diarahkan untuk mengatasi kerentanan masyarakat baik di desa maupun diperkotaan pada m asyarakat kecil. 5. Perlindungan
anak
(child
protection)
ditujukan
untuk
menjamin
perkembangan kualitas angkatan kerja dimasa yang akan datang yang sehat dan produktif. Kebijakan penanganan kemiskinan telah dilakukan melalui serangkaian program
penanggulangan
kemiskinan
yang
terintegrasi
bersama
antara
pemerintah, swasta dan masyarakat. Bappenas melalui berbagai program penanggulangan dan pengentasan kemiskinan mengkategorisasikan menjadi 3 (tiga) yaitu : a. Program langsung, yaitu program yang dirancang khusus dan secara langsung ditujukan kepada golongan miskin
b. Program khusus yaitu program sektoral yang diarahkan kepada golongan tertentu dalam hal ini golongan menengah ke bawah c. Program tak langsung yaitu program yang umum tetapi tidak berdampak langsung pada paningkatan kesejahteraan golongan miskin. Dengan hadirnya otonomi daerah yang menekankan pada desentralisasi kebijakan daerah dengan memberikan kewenangan kepada setiap daerah maka kebijakan pengentasan keluarga miskin bersifat bottom up dengan berpijak pada kebutuhan, permasalahan lokal, menekankan pada pemberdayaan masyarakat dan optimalisasi
sumber
dan
potensi
lo kal
serta
mengedepankan
partisipasi
masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan. Kebijakan penanganan kemiskinan dalam era otonomi daerah yang dicanangkan pemerintah secara teknis dapat dikemukakan sebagai berikut : a. M eningkatkan aksesibilitas Penyandang M asalah Kesejahteraan Sosial (PM KS), khususnya fakir miskin terhadap jaminan kesejahteraan sosial dalam bentuk pelayanan sosial dasar dan bantuan kesejahteraan sosial untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya b. M eningkatkan dan memantapkan peranan masyarakat dan dunia usaha (CSR) dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial yang didasari oleh nilai-nilai keswadayaan, gotong royong dan kesetiakawanan sosial sehingga uapaya tersebut merupakan usaha kesejahteraan sosial
yang
terlembagakan dan berkesinambungan. c. M eningkatkan
mutu
pelayanan
sosial
yang
prfesional
baik
yang
diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha yang ditujukan
bagi
Penyandang
M asalah
Kesejahteraan
Sosial
khususnya fakir miskin dan keluarga yang menjadi miskin akibat
(PM KS)
Hingga saat ini upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia telah melaksanakan berbagai program kebijakan sosial. Pro gram tersebut antara lain : Program Inpres Desa Tertinggal, Program jaminan sosial, Program Kredit Pemberdayaan Teknologi Tepat G una dalam Rangka Pengentasan Kemiskinan, Program Pengembangan Kecamatan, Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP, Program M anakan Tambahan Anak Sekolah (PM T -AS), Program Operasi Pasar Khusus (OPK -Beras), Program Beasiswa dan Dana Operasional Pendidikan Dasar dan M enengah atau Bantuan Oparasional Sekolah, Program Asuransi Kesehatan untuk Keluarga M iskin (Askeskin), Progra m Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) dan Program Keluarga Harapan.(Istiana, Dkk:2012) Dari paparan tersebut
setidaknya dapat diketahui bahwa telah banyak
program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan di Indonesia, namun dalam realitasnya setelah dilakukan evaluasi oleh Bappenas pada tahun 2004 bersama beberapa lembaga independen dapat disimpulkan bahwa program penge ntasan kemiskinan tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan -permasalahan yang ada sehingga perlu disempurnakan. Salah satu penyebab kurang efektifnya program pengentasan kemiskinan adalah karena secara umum program tersebut dilakukan secara sektoral, parsial dan kurang melibatkan berbagai pihak terkait. Sebagai solusi untuk mengatasi hal tersebut maka Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi salah satu program kemiskinan yang bersifat multi sektoral dan melibatkan berbagai pihak. PKH menjadi senjata bagi program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah karena telah melibatkan berbagai piha k sehingga secara sinergi dapat mengurangi dan m emutus mata rantai kemiskinan. PKH yang
lebih cenderung bersifat sosial security atau perlindungan sosial bagi ibu hami, anak-anak dan pendidikan. Perlindungan sosial didefinisikan sebagai segala bentuk kebijakan dan intervensi publik yang dilakukan untuk merespon beragam resiko, kerentanan dan kesengsaraan baik yang bersifat
fisik, ekonom i mapun sosial terutama bagi
mereka yang hidup dalam kemiskinan. Karakter
dalam definisi ini menunjuk
pada tindakan kolektif yaitu penghimpunan dan pengelolaan sumber d aya berdasarkan prinsip-prinsip gotong royong dan kebersamaan, yang dilakukan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah, non pemerintah maupun kombinasi keduanya. Tujuan perlindungan sosial dalam Edi Suharto (2008) adalah: a. M encegah dan mengurangi resiko yang dialami manusia sehingga terhindar dari kesengsaraan yang parah dan berkepanjangan; b. M eningkatkan menghadapi
kemampuan dan
keluar
kelompok-kelompok dari
kemiskinan,
rentan
kesengsaraan
dalam dan
ketidakamanan sosial ekonomi; c. M emungkinkan kelompok-kelompok miskin untuk memiliki standar hidup yang bermartabat sehingga tidak diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya. PKH merupakan Program perlindungan sosial dalam pelaksanaannya lebih didasarkan pada
pendekatan berbasis hak
dimana
pendekatan ini lebih
memperhatikan hubungan antara proses–proses makro ekonomi dan strategistrategi pengurangan kemiskinan yang menekankan pentingnya investasi sosial dalam mencegah dan mengurangi kemiskinan. M anfaat dengan pendekatan ini adalah sesuai dengan pembangunan nasiona l maupun internasional yang semakin dituntut untuk memperhatikan hak asasi manusia. Dalam pendekatan berbasis hak
inilah PKH memainkan peranan tujuan yang jelas sesuai dengan pencapaian M DGs dengan memberikan pesan secara jelas tentang kebijakan pembanguna n sosial dimana kebijakan sosial terutama di Indonesia masih menghadapi tantang masih cukup besar dikarenakan Indonesia masiih masuk sebagai Negara berkembang dimana tantangan sosial masih cukup besar untuk diselesaikan. M elalui PKH inilah diharapkan dapat menyelesaikan dan menuntaskan hak-hak dasar masyarakt miskin terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan. 4.
Program Keluarga Harapan: Kontekstualisasi di Indonesia Negara telah mengamanatkan dalam konstitusi sebagaimana didalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara memeilihara fakir miskin dan anak -anak yang terlantar, mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, serta bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan sosial yang layak yang diatur undang-undang. Edi Suharto mengemukakan bahwa salah satu bentuk kebijakan sosial dan public goods, pelayanan sosial tidak dapat dan tidak boleh diserahkan begitu saja kepada pihak masyarakat dan swasta. Sebagai lembaga yang memiliki legitimasi publik yang dipilih dan dibiayai oleh rakyat, Negara memiliki kewajiban dalam memenuhi, melindungi dan menghargai hak dasar, ekonomi dan budaya warganya. M andat Negara untuk melaksanakan pelayanan sosial lebih kuat daripada masyarakat atau dunia usaha. Berdasarkan konvensi internasional, mandate Negara dalam pelayanan bersifat “wajib” sedangkan mandate masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan sosial bersifat “tanggungjawab” (responsibility). PKH secara tegas dimaksudkan sebagai bagian dari upaya pencapaian M DGs dimana menitikberatkan untuk pemenuhan hak-hak dasar kebutuhan manusia
melalui komitmen bersama dengan 189 negara anggota PBB. Tujuan yang hendak dicapai dalam M DGs tersebut yaitu menanggulangi kemiski nan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya, kelestarian
lingkungan
hidup,
serta
membangun
kemitraan
global
dalam
pembangunan. Tujuan tersebut ditargetkan pada tahun 2015. Tujuan PKH secara umum adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta mengubah perilaku peserta PKH yang relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan sedangkan secara khusus tujuan PKH adalah: a. M eningkatkan kualitas kesehatan KSM b. M eningkatkan taraf pendidikan anak-anak KSM c. M eningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan khususnya bagi anak-anak KSM . PKH merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan kebijakan sosial
yaitu sistem
perlindungan sosial dan
pengentasan kemiskinan di Indonesia
strategi intervensi
dengan mengadopsi Bantuan Tunai
Bersyarat. Kebijakan pemerintah dalam rangka mereduksi kemiskinan telah menemukan upaya dalam rangka meningkatkan derajah kehidupan sosial ekonomi. Salah satu bentuk tahapan yang sedang dan telah dijalankan oleh pemerintah hingga saat ini dengan melalui implementasi kebijakan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan U KM . Untuk lebih jelasnya pemerintah telah membangun sebuah kebijakan dalam sebuah skema kebijakan nasional penanggulangan kemiskinan. Didalam skema
kluster I merupakan
kelompok program penanggulangan kemiskinan bantuan sosial terpadu berbsais
keluarga yang ditujukan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Fokus pemenuhan hak dasar ditujukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin untuk kehidupan yang lebih baik seperti pemenuhan hak atas pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan. Karakteristik program pada kluster I ini pada pemenuhan hak dasar utama individu dan rumah tangga miskin yang meliputi pendidikan, kesehatan, pangan, sanitasi dan a ir bersih. Jenis Program yan masuk dalam Kluster I ini antara lain adalah Jamkesmas, Raskin, Bantuan S iswa M iskin dan Program Keluarga Harapan (PKH). Kluster
II
diarahkan
pada
upaya
pemberdayaan
masyarakat
dimana
pendekatan pemberdayaan ini dimaksudkan agar masyarakat m isk in dapat keluar dari kemiskinan dengan menggunakan potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Kelompok
program
penanggulangan
kemiskinan
berbasis
pemberdayaan
masyarakat ini merupakan sebuah tahap lanjut dalam proses penanggulangan kemiskinan, dimana masyarakat mulai merasakan memiliki dan menyadari kemampuan dan potensi yang dimiliki untuk keluar dari jerat kemiskinan. Pendekatan ini sebagai instrument dari program penanggulangan kemiskinan untuk berpartisipasi dalam skala yang lebih luas terutama dalam pr oses pembangunan di daerah. Karakteristik dari program Kluster II ini antara lain : a. M enggunakan pendekatan partisipatif; b. Penguatan kapasitas kelembagaan; c. Pelaksanaan berkelompok kegiatan oleh masyarakat secara swakelola dan berkelompok; d. Perencanaan Pembangunan yang berkelanjutan.
Didalam Kluster II ini wilayah kerja dilakukan pada wilayah perdesaan dan perkotaan serta wilayah dengan kategori daerah tertinggal. Adapun penerima manfaat dari program yang berbasis pemberdayaan adalah kelompok masyarakat yang
dikategorikan
miskin
yang
masih
mempunyai
kemampuan
untuk
menggunakan potensi yang dimiliki walaupun terdapat keterbatasan. Program pada Kluster ini adalaha Program Nasional Pemberdayaan M asyarakat atau lebih dikenal dengan PNPM . Didalam Kluster III adalah program penanggulangan kemiskinan berbsais pemberdayaan usaha mikro dan kecil yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Apek penting dalam penguatan adalah memberikan ekses seluas-luasnya kepada masyarakat miskin untuk dapat berusaha meningkatkan kualitas hidupnya. Karakteristik program
pada
kelompok
program
penanggulangan
kemiskinan
berbasis
pemberdayaan usaha mirko dan kecil antara lain adalah : a. M emberikan bantuan modal atau pembiayaan dalam sksla mikro; b. M emperkuat kemandirian berusaha dan akses pasar; c. M eningkatkan keterampilan dan manajemen usaha. Cakupan program kelompok program berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil dapat dibagi atas 3 hal yaitu pembiayaan atau bantuan permodalan, pembukaan akses pada permodalan maupun pemasaran produk, dan yang terakhir adalah pendampingan dan peningkatan keterampilan dan manajemen usaha. Penerima manfaat dari Kluster III ini adalah kelompok masyarakat hampir miskin yang kegiatan usahanya
pada skala mikro dan kecil. Adapun program tersebut
adalah Kredit U saha Rakyat atau dikenal dengan KUR.
Secara lebih jelas dapat digambarkan dalam sebuah bagan. Adapun bagan tersebut antara lain sebagai berikut : Bagan.2 Strategi Kebijakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan TNP2K PENINGKATAN STATUS SOSIAL EKONOM I SECARA BERTAHAP
Kluster I Perlindungan So sial 1. Beasiswa Miskin 2. Jamkesm as 3. Raskin 4. PKH 5. PKSA 6. JSLU 7. JSODK 8. BLT (bila diperlukan) 9. Dll
1. 2. 3. 4. 5.
Program Program Program Program Program
Kluster II
Kluster III Pem berdayaan UKM
Pem berdayaan M asyarakat - Program Nasion al Pemberday aan Masyarak at Man diri
- Pemberday aan UKM - Kredit Usaha Rakyat (KUR)
(PNPM)
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat serta perluasan (Pemerataan) dan Peningkatan Kesempatan Kerja
Pengurangan Angka Kemiskinan
Kluster IV Rum ah Sakit Sa nga t Murah Kendaraan U m um Murah Air Bersih U ntuk Rakya t Peningkatan Kehidupan N elayan dan Buruh Tani Peningkatan Kehidupan M asyarak at Ping gir Perkotaan
STANDAR PELAYANAN MINIMAL Sum ber : TNP2K
M erujuk pada sistem Jaminan Sosial Nasional berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 bahwa PKH merupakan model yang unik dimana kebijakan tersebut selintas berupa bantuan sosial yang diberikan untuk mempertahankan kehidupan rumah tangga berupa kebutuhan dasar yaitu pendidikan dan kesehatan. Namun PKH menyiratkan bahwa program tersebut juga mengandung nilai pemberdayaan yaitu penguatan basis rumah tangga terhadap akses pendidikan dan kesehatan sehingga diharapkan rum ah tangga dapat mengakses fasilitas tersebut dengan baik. Fokus PKH
adalah
menurunnya
kemiskinan,
tanggungjawab
publik,
investasi
kapital/modal manusia dan memelihara modal manusia. PKH menuntut perubahan perilaku yang membawa manfaat dalam beberapa hal, d an mengasumsikan bahwa uang akan memberikan kemampuan bagi penerimanya untuk melaksanakan aturan untuk peduli terhadap kondisi kesehatan dan pendidikan. Penerima bantuan
tersebut dipakai untuk mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan sehingga akan meningkatkan dan mendorong agar si anak dapat bersekolah dan meningkatnya status atau derajat kesehatan sehingga dengan demikian akan meningkatkan kualitas kehidupan dan membuka berbagai kesempatan dalam hidupnya. Pengertian PKH sesuai dengan Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial RI adalah program yang memberikan bantuan tunai kepada Keluarga Sangat M iskin (KSM ). Sebagai imbalannya KSM diwajibkan memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia yaitu pendidikan dan kesehatan. UPPKH adalah unit pengelola PKH yang dibentuk baik di pusat dan di daerah. Di Pusat adalah UPPKH Pusat dan di daerah adalah UPPKH Kabupaten/Kota. Peserta PKH adalah KSM yang memenuhi satu atau beberapa kriteria yaitu memiliki Ibu hamil/nifas, anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, anak usia SD dan SLTP/SM P/M Ts dan anak 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar. Dalam pelaksanannya PKH ini merekrut pendamping PKH yaitu seor ang pekerja pendamping sosial yang direkrut oleh UPPKH melalui proses seleksi dan pelatihan untuk melaksanakan tugas pendampingan KSM penerima program dan membantu kelancaran pelaksanan PKH. Penyelenggaraan PKH ini bers ifat multisektor baik di Pusat maupun di daerah yang melibatkan instansi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga
desa
serta
keterlibatan
masyarakat. Tujuan umum PKH adalah untuk mengurangi angka dan memutus mata rantai kemiskinan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia serta merubah perilaku KSM yang relative kurang mendukung peningkatan kesejahteraan. Tujuan tersebut
sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target M DGs. Secara khusus tujuan PKH terdiri atas : a. M eningkatkan status sosial ekonomi KSM ; b. M eningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, anak balita dan anak usia 5-7 tahun yang belum masuk sekola dasar dari KSM ; c. M eningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi anak-anak KSM ; d. M eningkatkan taraf pendidikan anak-anak KSM . Pelaksanaan PKH dilaksanakan secara berkelanjutan yang dimulai dengan melakukan ujicoba dibeberapa provinsi sebagai wilayah kerja PKH dari Tahun 2007 sampai dengan tahun 2014. Pelaksanaan PKH dilakukan secara bertahap dimulai dengan 7 Provinsi sebagai proyek ujicoba. Kemudian hingga saat ini telah mencapai 33 Provinsi dengan lebih dari 3.340an kecamatan yang mendapatkan layanan P KH dari pemerintah. Berikut data mengenai cakupan wilayah pelaksanaan PKH di Indonesia sampai dengan saat ini: Tabel.2 W ilayah Pelaksanaan PKH Tahun 2007 – 2014
Provinsi Kab/Kota Kecamatan
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
7 48 337
13 70 637
13 70 781
20 88 946
25 119 1.387
33 166 1.909
33 166 2.667
33 497 3.342
Sum ber : pkh.kem sos.go.id
Berdasarkan pada tabel cakupan wilayah pelaksanaan PKH menunjukkan bahwa PKH telah secara nasional dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia dan menjadi program nasional. Sampai saat ini sesuai dengan data tersebut diatas pelaksanaan P KH telah tersebar di 33 Provinsi yang meliputi 497 Kabupaten/Kota dan mampu menjangkau sebanyak 3.342 kecamatan. Pada Tahun 2015 diharapkan pelaksanaan PK H dapat melaksanakan kegiatannya di seluruh provinsi sesuai
dengan komitmen pencapaian M DGs yang diupayakan untuk menjangkau diseluruh wilayah Indonesia. Total anggaran yang telah direncanakan sampai tahun 2014 ini sebanyak Rp. 2, 82 Triliun dengan Total KSM yang menerima PKH sebanyak 1.790.000 KSM sesuai dengan paparan D irektur Jamsos Kemensos RI pada tahun 2012 Program Keluarga Harapan merupakan program bantuan dan perlindungan social yang termasuk dalam klaster pertama strategi penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Program ini merupakan bantuan tunai bersyarat yang berkaitan dengan persyaratan pendidikan dan kesehatan. Kesi nambungan dari program ini akan berkontribusi dalam mempercepat pencapaian tujuan pembangunan. Program Keluarga Harapan memberikan bantuan tunai bersyarat kepada Rumah Tangga Sangat M iskin (RTSM ) atau Keluarga Sangat M iskin (KSM ). Dikatakan sebagai bantuan bersyarat sebab penerima manfaat yaitu R TSM /RTM yang tinggal di lokasi terpilih, ditentukan dengan syarat-syarat atau kriteria tertentu diantaranya : a. M emiliki anak SD/ M adrasah Ibtida iyah/ Sederajat. b. M emiliki anak SM P/M adrasah Tsanawiyah/ Sederajat. c. M emiliki anak SM A/M adrasah A liyah/ Sederajat . d. M emiliki anak usia 7 – 18 tahun yang belum menamatkan
pendidikan dasar.
e. M emiliki Ibu hamil/ melahirkan/ nifas, dan atau f. M emiliki anak balita g. M emiliki A nak usia 5-7 tahun (anak pra sekolah). Calon peserta PKH
harus memiliki salah satu atau lebih kriteria
yang
ditentukan di atas. Bisa saja rumah tangga atau keluarga hanya memiliki anak SD asalkan termasuk dalam Rumah Tangga Sangat M iskin atau Keluarga Sangat M iskin bias menjadi peserta PKH.
Bantuan bersyarat dalam PKH yang lebih spesifik, yaitu bagi calon yang terpilih menerima bantuan wajib menandatangani persetujuan pada formulir validasi untuk memtuhi ketentuan PKH, antara lain: a. M emeriksakan kandungan bagi ibu hamil ke fasilitas kesehata n sesuai dengan protokol pelayanan kesehatan dasar. b. M elakukan pemeriksaan pasca persalinan untuk ibu nifas sesuai dengan protokol pelayanan kesehatan dasar. c. M engantarkan anak usia 0-5 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan protokol pelayanan kesehatan dasar. d. M engantarkan anak usia dibawah 7 tahun yang belum sekolah ke pusat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. e. M endaftar dan menyekolahkan anak usia 7-15 tahun serta anak usia 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun. Besaran bantuan untuk setiap KSM peserta PK H tergantung dari kondisi masing-masing keluarga, jumlah bantuan akan berubah dari waktu ke waktu tergantung kondisi keluarga yang bersangkutan dan kepatuhan keluarga dalam memenuhi kewajibannya. Besaran bantuan berkisar antara Rp. 950 000,- hingga Rp. 3.700.000,- per tahun yang terdiri dari komponen bantuan tetap, bantuan pendidikan
SD/M I,
bantuan
pendidikan
SM P/M TS,
bantuan
pendidikan
SM A/M A , dan bantuan kesehatan untuk ibu hamil/nifas, bayi atau balita, sebagaimana terpapar dalam tabel Indek dan K omponen Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan Tahun 2015. Komponen bantuan tersebut mengalami perubahan
berdasarkan Surat
Keputusan M enteri Sosial RI No. 24/HUK/2015 tanggal 26 M aret 2015 sebagai berikut.
Tabel 3 Perubahan Indeks dan Komponen Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan Tahun 2015 No
Bantuan Tahun 2014 (Rp.)
Komponen Bantuan
1 2
Bantuan tetap Bantuan Peserta PKH yang memiliki Anak Usia di Bawah 6 Tahun, Ibu Hamil/M enyusui
3
Anak Peserta Pendidikan Setara SD/M I
4
Anak Anak Peserta Pendidikan SetaraSM P/M TS
5
Anak Peserta Setara SM A/M A
6
Bantuan M aksimal Peserta PKH per Tahun
7
Bantuan M inimal Peserta PKH per Tahun
Bantuan Tahun 2015 (Rp.)
240.000,1.000.000,-
500.000,1.000.000,-
500.000,-
450.000,-
1.000.000,-
750.000,-
0,-
1.000.000,-
2.740.000,-
3.700.000,-
740.000,-
950.000,-
Sumber: Direktorat Jaminan Sosial, Kementerian Sosial RI 2015.
Bantuan terkait kesehatan berlaku bagi KSM dengan a nak di bawah enam tahun
dan/atau
ibu
hamil/nifas.
Apabila
peserta
PKH
tidak
memenuhi
komitmennya dalam satu bulan, maka besaran bantuan akan berkurang sebesar Rp. 50.000,-. Apabila peserta PKH tidak memenuhi komitmennya dalam dua bulan, maka bantuan akan berkurang Rp. 100.000,-. Peserta
PKH tidak memenuhi
komitmennya dalam tiga bulan, maka bantuan akan berkurang Rp.150.000, -. Selanjutnya Peserta
PKH tidak memenuhi komitmennya dalam tiga bulan
berturut-turut, maka tidak akan menerima bantuan dalam satu per iode pembayaran.
5.
Efektifitas Program Definisi efektif dalam bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Didalam kamus ilimiah popular mendefinisikan efektifitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil
guna
atau
menunjang tujuan. Efektifitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Chelimsky dalam Istiana (2012:39) mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Selain itu menurut W irawan (2006) adalah proses mengumpulkan dan menyajikan informasi mengenai objek evaluasi menilainya dengan standar evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil
keputusan mengenai objek evaluasi.Worthen dan Sanders (1973) mengartikan evaluasi sebagai pemerolehan informasi yang digunakan dalam menilai manfaat sebuah
program,
produk,
prosedur,
tujuan
atau
kegunaan
potensial
dari
pendekatan-pendekatan alternative yang dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengertian evaluasi di atas dapat dimaknai mengenai sesuatu yang akan digunakan untuk menentukan nilai manfaat dan adanya sesuatu yang dinilai. Kriterian yang dimaksud adalah kriteria keberhasilan pelaksanaan program dan hal yang dinilai dapat berupa dampak atau hasil yang dicapai atau proses itu sendiri. Dalam proses penentuan nilai hal yang perlu dipertimbangkan adalah hasil observasi atau koleksi data yang diperoleh (Cizek 2000). Dalam hal ini dapat diketahui bahwa evaluasi m erupakan suatu proses atau kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk menilai rancangan selanjutnya menyajikan informasi dalam rangka membantu pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan suatu program yang akan dievaluasi. Den gan mencermati berbagai pendapat mengenai evaluasi dan program maka evaluasi program lebih menitikberatkan pada suatu aplikasi dari metode penelitian secara sistematis untuk keperluan penilaian suatu program, implementasi dan efektifitasnya. Evaluasi program dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kemajuan pelaksanaan program dan dampaknya terhadap masyarakat umum maupun individu. Evaluasi program pada tahap policy form ulation bertujuan untuk melakukan suatu penilaian dan justifikasi terhadap kebutuhan program baru maupun inovasi yg dapat dikembangkan, sementara pada tahap policy execution bertujuan untuk mengetahui apakah program dilaksanakan secara efektif sedangkan pada tahap akuntabilitasnya evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program telah efektif dan perlu dilanjutkan atau tidak.
Setidaknya ada empat faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu implementasi kebijakan, yaitu: isi dari kebijakan yang dilaksanakan, tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat pelaksanaan, banyaknya dukungan yang harus dilaksanakan, dan pembagian dari potensi-potensi yang ada. Itulah sebabnya keberhasilan aktifitas implementasi kebijakan tergantung pada isi kebijakan dan konteks kebijakan (Subarsono, 2006). Isi kebijakan yang dimaksud meli puti kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected), jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit), derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned), kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making), para pelaksana program (program im plementators), sumber daya yang dikerahkan (resources commited). Sedangkan konteks implementasi yang terdiri dari: kekuasaan (power), kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors involved), karakteristik lembaga da n penguasa (institution and regime characteristics), kepatuhan dan daya
tanggap pelaksana
(compliance
and
responsiveness) Didalam menilai efektifitas sebuah program perlu adanya upaya pengendalian atau yang seringkali dikenal dengan istilah monitoring dan evaluasi. Hal tersebut dilakukan apabila didalam proses pelaksanaan PKH diindikasikan adanya tanda tanda positif terhadap pencapaian program tersebut. M onitoring program seperti halnya PKH dilakukan untuk memantau pelaksanaan program tersebut pada asp ek masukan (input) dan keluaran (out put). Program monitoring mengidentifikasi berbagai hal yang muncul dalam pelaksanaan PK H sehingga memberikan kesempatan kepada
pelaksana
program
untuk melakukan perbaikan yang
diperlukan. Indikator monitoring meliputi beberapa aspek yaitu aspek kesehatan, aspek pendidikan, aspek mekanisme pembayaran dan aspek pada sisi administrasi.
Disisi lain evaluasi bertujuan untuk melihat hasil dan dampak pelaksanaan PKH yang meliputi indikator hasil (output) dan dampak (outcome) pelaksanaan PKH. 6.
Kelembagaan dan Institusionalisasi PKH Untuk dapat memahami konteks kelembagaan PKH, maka kiranya perlu memahami substansi dasar dari pembentukan kelembagaan PKH yang mana bahwa lembaga menurut A delman dan Thomas mendefiniskan institusi s ebagai suatu bentuk interaksi di antara manusia yang mencakup sekurang –kurangnya tiga tingkatan yaitu : pertama, tingkatan kultural yangmencaji acuan bagi institusi yang lebih rendah tingkatannya, kedua, mencakup hukum dan peraturan
yang
mengkhususkan pada apa yang disebut dengan aturan main (the rules of the game) dan yang ketiga adalah mencakup pengaturan yang bersifat kontraktual yang digunakan dalam proses transaksi. Ketiga tingkatan institusi di atas menunjuk pada hierarki mulai dari yang paling ideal hingga yang paling konkrit dimana institusi yang lebih rendah berpedoman pada institusi yang lebih tinggi tingkatannya. Pengertian lain dari lembaga adalah “pranata” dimana Koentjaraningrat misalnya lebih menyukai sebutan pranata dan mengelompokkannya ke dalam 8 (delapan) golongan dengan prinsip penggolongan berdasarkan kebutuhan hidup manusia. Delapan golongan pranata tersebut adalah sebagai berikut : a. Pranata –pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan yang disebut dengan kinship atau domestic institutions; b. Pranata–pranata yaitu untuk
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
mata pencaharian, memproduksi, menimbun, mengolah dan
mendistribusikan harta dan benda yang disebut dengan economic institutions;
c. Pranata–pranata
yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan
pendudukan manusia supaya menjadi anggota
masyarakat yang berguna
disebut educational institutions; d. Pranata –pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia , menyelami alam semesta dan sekelilingnya di sebut scientific institutions; e. Pranata–pranata
yang bertujuan untuk memenuhi
menyatakan rasa keindahan dan untuk
kebutuhan manusia
rekreasi disebut aesthetic and
recreational institutions; f.
Pranata –pranata yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia unatuk berhubungan
dengan Tuhan
atau dengan alam ghaib disebut
religious
institutions; g. Pranata –pranata yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia
untuk
mengatur kehidupan berkelompok secara besar-besaran atau kehidupan bernegara disebut dengan political institutions; h. Pranata –pranata yang mengurus kebutuhan jasmaniah dari manusia yang disebut dengan som atic institutions. Hendropuspito menyatakan bahwa institusi merupakan suatu bentuk organisasi yang secara tetap tersusun dari pola -pola kelakukan, peranan-peranan dan relasi sebagai cara yang mengikat guna tercapainya kebutuhan -kebutuhan sosial dasar. Hal ini pun dapat di setarakan bahwa kelembagaan PKH merupakan sebuah institusi yang formal sebagaimana dinyatakan oleh Adelman dan Thomas sebagaimana di nyatakan sebelumnya
bahwa kelembagaan PKH memiliki tingkatan nilai kultural dan
mencakup hukum dan peraturan atau ketentuan yang ada dan bersifat kontraktual yang digunakan dalam proses transaksi yang ditentukan dalam aturan main yang ada serta memainkan perannya berdasarkan pada hierarki dimana isntitusi yang lebih
rendah berpedoman pada institusi yang lebih tinggi. Hal tersebut ditentukan dalam pedoman penyelenggaraan organisasi sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Sebagaimana Hendropuspito bahwa unsur penting yang melandasi sebuah institusi dilihat dari unsur definisi sebagai berikut : a. Kebutuhan Sosial Dasar (basic needs) Kebutuhan sosial dasar terdiri atas sejumlah nilai material, mental dan spiritual yang pengadaanya harus terjamin, tidak dapat dipengaruhi oleh faktor -faktor kebetulan atau kerelaan seseorang misalnya kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kelangusngan keluarga, pendidikan dan kesehatan harus dipenuhi. b. Organisasi yang relatif tetap Dasar dari pertimbangannya yang mudah dipahami
karena kebutuhan yang
hendak dilayani masyarakat bersifat tetap dimana harus diakui bahw apa yang di buat oleh manusia tunduk pada hukumperubahan namun berdasarkan pengamatan dapat dikatakan bahwa institusi pada umumnya berubah lam bat karena pola kelakuan dan peranan-peranan yang melekat tidak mudah berubah.
c. Institusi merupakan organisasi yang tersusun/terstruktur Komponen –kom ponen penyusunnya terdiri dari
pola -pola kelakuan, peranan
sosial dan jenis –jenis antar relasi yang sifatnya lebih kurang tetap yang mana kedudukan dan jabatan ditempatkan pada pola jenjang yang telah ditentukan dalam struktur yang terpadu. d. Institusi sebagai cara bertindak yang mengikat Keseluruhan kom ponen yang dipadukan itu dipandang oleh semua pihak y ang berkepentingan sebagai suatu bentuk cara hidup dan bertindak yang mengikat.
M ereka menyadari
bahwa kegiatan yang dilakukan dalam suatu institusi harus
disesuaikan dengan aturan institusi. Pelanggaran terhadap norma -norma dan pola –pola kelakuan aka n dikenai sanksi yang setimpal. Dalam institusi keterikatan pada norma dan pola dianggap begitu penting bahkan diperkuat dengan seperangkat
sanksi demi
tercapainya
kelestarian dan
ketahanan
secara
berkesinambungan. Norman T. Uphoff, seoarang ahli sosiologi yang banyak berkecimpung dalam penelitian lembaga lokal menyatakan sangat sulit mendefinisikan institusi karena pengertian institusi sering dipertukarkan dengan organisasi. .......... institusions are complexes of norms and and behaviors that persist over time serving collectivelly valued purposes. Institusi atau lembaga merupakan serangkaian norma dan perilaku yang sudah bertahan selama periode
waktu tertentu yang relatif lama untuk mencapai
maksud/tujuan yang bernilai kolektif (bersama) atau mak sud-maksud lain yang bernilai sosial. Secara umum dapat dijelaskan bahwa organisasi merupakan rangkaian kerjasama yang dilakukan beberapa orang dalam upya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Peter M . Blau dan W. Richard Scott mendefinisikan bahwa organisasi itu memiliki tujuan dan memiliki sesuatu yang formal, ada adminsitrasi staf yang
biasanya
eksis
dan
bertanggungjawab
serta
adanya
koordinasi
dalam
melaksanakan anggotanya. Dalam sudut pandang yang lain, organisasi dipandang sebagai wadah berba gai kegiatan dan sebagai proses interaksi antara orang-orang yang terdapat didalamnya. Sondang P S iagian misalnya, menyebutkan bahwa organisasi sebagai wadah melihat irganisasi sebagai struktur yang memiliki jenjang hierarki jabatan manajerial, berbagai kegiatan operasional, komunikasi yang digunakan, informasi yang digunakan serta hubungan antar satuan kerja.
Kelembagaan
PKH
menjadi
sebuah
pranata
yang
menyebutkan
bahwa
sebagaimana Norman T Uphoff menyatakan bahwa kelembagaan yang bukan organisasi (institutions that are not organizations), ada kelembagaan yang juga merupakan organisasi ( institutions that are organizations) dan organisasi yang bukan kelembagaan (organizations that are not institutions). Sesuai dengan definisi sederhana tersebut dapat dikatakan bahwa kelembagaan PKH merupakan organisasi yang secara kelembagaan juga merupakan organisasi yang dapat diterima secara luas oleh masyarakat sebagai pranata yang memiliki aturan dan tata cara menyalurkan dan memperoleh layanan.
Sebagaimana Uphoof
yang mengatakan bahwa sebuah
lembaga atau institusi yang mengorganisasikan diri pada sebuah organisasi akan lebih mudah dilihat norma, perilaku
yang berkembang dan menjadi pedoman bagi
masyarakat. Ciri utama kelembagaan yang juga merupakan organisasi tida k hanya pada pemenuhan kebutuhan manusia yang menjadi anggota namun terletak pada bagaimana upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu penanaman norma dan perilaku yang diakui bersama dan telah bertahan lama sebagai dasar dalam menjalankan lembaga. PKH sebagai sebuah lembaga yang secara hierarki merupakan bentukan yang dilakukan dari pusat bekerja sesuai dengan ketentuan dengan memberikan pelayanan bagi peneriman manfaat yang dikelola hingga tingkat daerah dalam memberikan pelayanan sosial melalui pem berian akses kesehatan dan pendidikan bagi keluarga miskin. PKH sebagai sebuah
lembaga yang secara khusus menangani program
perlindungan sosial yaitu pemberian bantuan sosial bagi ibu hamil, anak balita dan usia sekolah untuk mendapatkan fasilitasi pendid ikan dan kesehatan. Orientasi kelembagaan PKH
merupakan entitas
kelompok masyarakat yang diberikan
kewenangan didalam mengatur yang mengutamakan kepentingan sosial, akuntabilitas
dan tranparansi dalam penyaluran bantuan serta adanya partisipasi yang besar seluruh anggota
dalam pengambilan keputusan dan perencanaan serta evaluasi kegiatan,
didukung oleh konsensus atau kesepakatan bersama serta adanya sanksi sosial. PKH sebagai penyelenggara yang memberikan pelayanan berupa bantuan sosial akan tetapi menuntut adanya kesadaran dan kepatuhan serta komitmen dari penerima manfaat dari bantuan tersebut. Dinamika kelembagaan PKH akan selalu berubah sesuai dengan proses perubahan masyarakat yang terjadi sehingga
akan mengakomodir berbagai
segmentasi masyarakat sehingga akan terjadi fenomena yang akan dialami oleh sebuah lembaga dalam memenuhi kebutuhan manusia yang berkembang dan berfluktuasi
sebagaimana
Donn
M artindale
dalam
bukunya
“ Institutions,
Organizations and Mass Society” yang memberikan beberapa fenome na yang terjadi yaitu : a. Stabilitas Adalah sebuah kondisi dimana sebuah lembaga atau institusi tetap stabil menjalankan adat istiadat, norma yaang dianut bersama untuk memenuhi kebutuhan anggotanya walaupun kebutuhan manusia itu tetap berkembang dan berfluktuasi. b. Konsistensi Yaitu adanya kebutuhan-kebutuhan yang begitu banyak, mengakibatkan masyarakat mengembangkan usahanya pada bidang lain c. Kesempurnaan atau kelengkapan Peningkatan kebutuhan manusia itu akan ada batasnya. Dikatakan sempurna apabila suatu lembaga memberikan atau menyediakan kebutuhan sesuai dengan yang telah digariskan. Bila lembaga telah melaksanakan tugasnya
memenuhi kebutuhan anggota sesuai dengan yang telah digariskan dapat dikatakan lembaga ini telah mencapai taraf kesempurnaan. 7. Tata Kelola dan Teorisasi Organisasi Tata kelola yang saat ini lebih familiar dikenal sebagai sebuah system pengelolaan yang baik yang mengedepankan akuntabilitas kinerja. Tata kelola (governance) adalah sistem dan proses untuk memastikan akuntabilitas yang tepat dan keterbukaan dalam menjalankan organisasi. Terselenggaranya tata kelola yang baik dikenal dengan istilah good governance merupakan impian sekaligus harapan bagi sebuah bangsa. Dengan adanya pelaksanaan good governance maka penatakelolaan dapat menciptakan penyelenggaraan yang bersih, jujur dan bebas dari tindakan yang tidak terpuji serta tidak berpihak pada kepentingan masyarakat yang lebih cenderung melayani . Governance,
yang
diterjemahkan
menjadi
tata
pemerintahan,
adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingka t. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga -lembaga dimana warga dan
kelompok-kelompok
mereka, menggunakan
masyarakat
hak
hukum,
menjembatani perbedaan-perbedaan menyebutkan
governance
adalah
mengutarakan memenuhi
diantara mekanisme
kepentingan
kewajiban
dan
Definisi
lain
pengelolaan sumber
daya
mereka.
ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh se ktor negara dan sektor nonpemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangatdominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah pemahaman formal tentang bekerjanya institusi-institusi negara. Governance
mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda. Lembaga
Administrasi
Negara
memberikan
pengertian
Good
governance yaitu penyelenggaraan pemerintah negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efesien dan efektif, dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 prinsip prinsip kepemerintahan yang baik terdiri dari: a. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau. b. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat. c. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antar a pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. d. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kem udahan akses, kelengkapan sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin. e. Demokrasi
dan
Partisipasi,
mempergunakan hak dalam
mendorong
setiap
warga
untuk
menyampaikan pendapat dalam
proses
pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan ma syarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
f.
Efisiensi dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
g. Supremasi
hukum
dan
dapat
diterima
oleh
seluruh
masyarakat,
mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Karakteristik atau prinsip-prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik ( good governance) dikemukakan oleh UN DP yaitu meliputi: a.
Partisipasi (Participation): Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing masing.
b.
Akuntabilitas (Accountability): Para pengambil keputusan dalam sektor publik, swasta dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik, sebagaimana halnya kepada stakeholders.
c.
Aturan hukum (Rule of law): Kerangka aturan hukum dan perundangundangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia.
d.
Transparansi (Transparency): Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
e.
Daya tangkap (Responsiveness): Setiap intuisi dan prosesnya harus diarahkan
pada
upaya
untuk
melayani
berbagai
pihak
yang
berkepentingan (stakeholders). f.
Berorientasi konsensus (Consensus O rientation): Pemerintah yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
g.
Berkeadilan
(Equity):
Pemerintah
yang
baik
akan
memberikan
kesempatan yang baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan kualitas hidupnya. h.
Efektifitas dan Efisiensi (Effectivity and Effeciency): Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaikbaiknya dengan berbagai sumber yang tersedia.
i.
Visi S trategis (Strategic Vision): Para pemimpin dan masyarakat memiliki
persfektif
yang
luas
dan
jangka
panjang
tentang
penyelenggaraan pemerintah yang baik dan pemba ngunan manusia, bersamaan
dengan
dirasakannya
kebutuhan
untuk
pembangunan
tersebut.
Sedangkan pada teorisasi organisasi menurut Sondang P Siagian mengatakan bahwa Organisasi
sebagai sebuah wadah
yang relative statis
yang antara lain berbarti bahwa pertam a, organisasi dipandang merupakan penggambaran jaringan hubungan kerja yang sifatnya formal serta tergambar
pada “kotak-kotak” kedudukan dan jabatan yang diduduki oleh orang -orang. Kedua, Organisasi dipandang sebagai rangkaian hierarki kedudukan dan jabatan
yang
menggambarkan
secara
jelas
garis
wewenang
dan
tanggungjawab. Ketiga, Organisasi dipandang sebagai alat pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya yang strukturnya bersifat relative permanen tanpa menutup kemungkinan terjadinya reorganisasi apabila hal itu dipandang perlu demi, baik demi percepatan laju usaha pencapaian tujuan maupun dalam usaha peningkatan efisiensi, efektifitas dan produktifitas ikerja. Atas dasar itulah dapat dikatakan bahwa organisasi dalam arti statis adala wadah tempat penyelenggaraan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas tentang hierarki
kedudukan,
jabatan
serta
jaringan
saluran
wewenang
dan
pertanggjawaban. Pandangan yang lain bahwa organisasi sebagai suatu organ yang dinamis dimana dinamika organisasi yan g berarti bahwa: a. Bahwa
organisasi
memang
terus
menerus
bergumul
untuk
mempertahankan eksistensinya. b. Bahwa secara implisit tergambar kebutuhan untuk bertumbuh yang pertumbuhannya tidak hanya secara kuantitatif tetapi juga kualitatif c. Bahwa organisasi selalu dihadapkan pada ancaman kematian yang bersumber pada diri sendiri tetapi juga bersumber dari luar organisasi. d. Bahwa Organisasi menyoroti unsur manusia didalamnya karena seluruh unsur organisasi hanya manusialah yang secara inherent memiliki kedinamisan.
Dalam pelaksanaannya organisasi sebagai sebuah gambaran birokrasi. Birokrasi
sebagaimana
di
kemukakan
weber
bahwa
suatu
birokrasi
mempunyai berbagai sifat yang dapat dibedakan dari ketentuan -ketentuan lain dari suatu organisasi. Beberapa sifat yang ama t penting dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Adanya spesialisasi atau pembagian kerja b. Adanya Hirarki yang berkembang c. Adanya suatu system dari suatu prosedur dan aturan -aturan d. Adanya hubungan-hubungan kelom pok yang bersifat im personalitas e. Adanya promosi dan jabatan yang berdasarkan atas kecakapan.
G. Kerangka Pikir Penelitian Kemiskinan bersifat multidimensi sehingga
tidak memungkinkan
untuk
ditanggulangi hanya dengan satu jenis program intervensi saja. Sebab kemiskinan bukan saja tentang kurangnya pendapatan seseorang atau sebuah rumah tangga sehingga berada dibawah satu tingkat kepantasan yang disebut dengan garis kemiskinan. Lebih dari itu bahwa kemiskinan harus dipahami sebagai keterbatasan akses
seseorang
atau
satu
rumah
tangga
terhadap
kemungkin an
untuk
mengembangkan diri sehingga dapat layak berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya dan aktif dalam suatu mata rantai produksi. Kemiskinan yang paling menyentuh pada level hak asasi manusia saat ini lebih dititik beratkan para kebutuhan pendidikan dan kesehatan sesuai dengan tujuan terhadap pencapaian M DGs yang salah satu tujuannya adalah 2 (dua) hal tersebut diatas. Pemerintah telah merealisasikan bentuk program perlindungan sosial bagi
Keluarga Sangat M iskin (KSM ) sebagai penerima program
untuk meningkatkan
kualitas kehidupan SDM dan peningkatan kesejahteraan sosial bagi rumah tangga miskin.
Operasionalisasi
intervensi
program
kesehatan
khususnya
akan
meningkatkan status kesehatan dan pemenuhan gizi yang layak sehingga akan mepengaruhi partisipasi anak dalam pendidikan dan kemampuan belajarnya. Persyaratan
yang ditetapkan melalui PKH terdiri dari 2 (dua) komponen yaitu
pendidikan dan kesehatan. Pendidikan dan kesehatan memiliki hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.
Keluarga Sangat M iskin sebagai peserta PK H
untuk
memanfaatkan
pelayanan kesehatan terutama kesehatan Ibu dan Anak seperti imunisasi bayi, pemeriksaan kandungan ibu hamil, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan pasca persalinan,
pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, dll) maka
akan
meningkatkan taraf kesehatan secara optimal. Setelah itu, anak siap memasuki pendidikan, seperti: menyekolahkan anak sampai minimal lulus sekolah setara SM P, sehingga PKH akan merubah kebiasaan RTSM ke arah perbaikan kualitas SDM sehingga dalam jangka panjang program ini akan memutus mata rantai kemiskinan antar generasi. Dalam konteks kelembagaan pengaruh yang paling besar adalah sejauhmana peran lembaga UPPKH Kabupaten membagi peran dan fungsi dengan memainkan tugas
dan
tanggungjawabnya.
Implementasi
PKH
yang
dilakukan
oleh
penyelenggara di koordinasi oleh tim koordinasi baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Dalam penelitian ini hanya akan memuat mengenai peran, fungsi dan tugas dari Tim Koordinasi melalui UPPKH Kabupaten. Tatkala implementasi PKH bagi keluarga sangat miskin di implementasikan
maka kehadiran UPPKH
sebagai penyelenggara di level kabupaten/kota bertanggungjawab atas keberhasilan
dari penyelenggaraan PKH di wilayahnya.
Didalam realisasi pelaksanaan PKH
tersebut tentunya akan terjadi dinamika yang terjadi sehingga akan memberikan dampak dalam implemetasinya. Selain daripada itu didalam implementasi akan di lihat bagaimana faktor pendukung memberikan instrumen keberhas ilan PKH dan perlu juga untuk melihat faktor penghambat dari PKH tersebut. Dalam
perjalanannya,
implementasi
PKH
tentunya
akan
memberikan
pandangan mengenai inovasi keberlanjutan program yang dilakukan sebagai kelanjutan dari pelaksanaan PK H agar tidak terkesan “hit and run” yaitu program yang telah dijalankan hanya sebagai penggugur kewajiban semata meninggalkan sisi keberlanjutan bagi kemandirian masyarakatnya. Bagan 3 Alur Pikir Penelitian
KEMISKINAN IMPLEMENTASI PKH
3 KLUSTER PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN:
KELEMBAGAAN PUSAT
1. Bantuan Dan Perlidungan Sosial 2. Pemberdayaan Masyarakat 3. Pemberdayaan UKM 4.
KELEMBAGAAN DAERAH DINAS SOSIAL KABUPATEN BANTUL
BANTU AN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL M ELALUI PKH
1. Im plem entasi PKH 2. Tugas dan Tanggungjawab UPPKH 3. Faktor Pendukung dan Pengham bat PKH
HASIL DAN DA MPAK SERTA KETERPADUAN PROGRAM BAGI PENERIMA MA NFAAT
ta npa