1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian
Museum merupakan lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi kebudayaan dan ilmu pengetahuan sebagai hasil karya manusia dan alam. Dengan demikian, fungsi museum tidak lain adalah menyelamatkan dan memelihara warisan sejarah budaya maupun sejarah alam untuk kepentingan masyarakat (Sutaarga, 1979/1980: 1-5). Melalui publikasi hasil penelitian dan pameran benda-benda koleksinya, museum mengenalkan kembali sejarah alam, sejarah ilmu pengetahuan, dan sejarah kebudayaaan, sehingga museum dapat menjadi sarana pendidikan dan komunikasi. Namun, bagi masyarakat Indonesia umumnya, kata museum hingga kini masih selalu dihubungkan dengan benda-benda kuno dan antik. Kata “dimuseumkan” seringkali dimaknai sebagai “tidak berguna lagi tapi sayang kalau dibuang”. Pandengan museum sebagai tempat penyimpanan benda-benda kuno merupakan paradigma lama atau disebut juga traditional museums (Sumadio, 1996/1997: 15). Citra museum yang demikian, terbentuk karena pada awalnya museum hanya sebagai tempat penyimpanan serta perawatan koleksi benda-benda kuno dengan tujuan utamanya untuk pelestarian. Di masa sekarang ini paradigma museum mengalami perkembangan dari paradigma museum tradisional ke paradigma museum baru (New museology).
2
New museology menawarkan peran aktif serta partisipasi pengunjung di museum. Idealnya suatu museum didukung oleh peran aktif pengunjung dan juga masyarakat sebagai pemilik kebudayaan yang sekaligus menjadi aktor dalam kajian karya museum. Memori kolektif, pelajaran sosial dan kreatifitas mengubah konsep dari pengunjung museum yang monoton dan hanya fokus untuk penelitian intelektual (keilmuan) ditingkatkan dengan partisipasi dan keterlibatan langsung pengunjung. Dengan demikian, pengunjung tidak hanya sekedar sebagai tamu dalam museum, namun juga dapat merasakan pengalaman berperan serta aktif dalam kegiatan museum. Dalam pandengan new museology, tugas museum tetap sama seperti pandengan traditional museums, hanya saja ditambah dengan unsur partisipasi masyarakat dan evaluasi museum. Doclous (1986), misalnya, mengidentifikasikan unsur-unsur penting museum dalam pandengan new museology yaitu koleksi, konservasi, penelitian, pameran dan pendidikan serta partisipasi dalam museum (Hauenschild, 2013). Sampai saat ini konsep new museology belum banyak diterapkan pada museum-museum di Indonesia. Karenanya citra museum dalam masyarakat belum berubah yaitu masih sebagai gudang barang. Dalam mendirikan museum-museum baru, pandengan museum tradisional umumnya masih dianut. Karena itu, orang dengan cukup mudah mendirikan museum. Sebagaimana ditengarai oleh Ishaq (1999/2000: 15), pada umumnya orang menganggap pendirian museum sebagai suatu pekerjaan yang tidak sulit. Anggapan itu muncul karena mereka tidak memikirkan penyelenggaraan dan pengelolaannya dengan baik. Mereka biasanya hanya berpikir untuk mendirikan museum, kurang mempertimbangkan secara
3
matang keberlangsungan hidup museum itu sendiri. Oleh karena itu, aturan untuk mendirikan museum sangat diperlukan sebagai bagian proses perencanaan penyelenggaraan museum yang matang. Aturan itu seharusnya dapat dijadikan tolok ukur evaluasi pada museum dalam rangka mendukung keberlangsungan berdirinya museum. Di Indonesia ketentuan mengenai museum diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No KM 33/PL.303/MKP/2004. Dalam KepMen tersebut terdapat 8 bab yang terdiri dari 32 pasal yang mengatur mengenai museum. Namun, menurut Sumadio (1996/1997: 2), kalau ada syarat dalam pendirian museum, syarat tersebut merupakan ketentuan administratif. Dengan demikian, meskipun ketentuan dasar mendirikan museum berlaku sama, namun tampilan museum belum tentu sama di berbagai wilayah, kalau pun ada persamaan hal itu sangat terbatas. Dari hasil pengamatan sementara ini, walaupun telah ada Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No KM 33/PL.303/MKP/2004 yang beberapa bab di dalamnya memuat sebagai panduan syarat dan ketentuan untuk mendirikan museum, ternyata masih banyak museum yang keadaannya belum bisa dikatakan baik, seperti museum yang telah resmi berdiri seakan-akan hanya sebagai tempat memamerkan benda saja, kurang didukung dengan pengelolaan yang memadai baik secara teknis maupun secara administrasi. Salah satu masalah adalah kurang matangnya perencanaan dalam mendirikan museum. Pada umumnya proses perencanaan mendirikan museum hanya sampai pada sasaran museum itu dapat berdiri, tetapi kurang memikirkan pengelolaan setelah museum
4
itu resmi berdiri. Semestinya, rencana pengelolan museum harus sudah menjadi bahan pertimbangan dalam proses rancangan pendirian suatu museum (Ishaq, 1999/2000: 7). Hal yang sama dikemukakan juga oleh Sutaarga (1979/1980: 3) yang menyebutkan bahwa museum pada umumnya sudah ada perkembangan, namun masih banyak museum yang sesudah dibuka tidak dikelola dengan baik, antara lain museum belum mempunyai fasilitas yang memadai, koleksi yang ditampilkan monoton dari awal hingga kini, serta sumber daya manusia yang kurang siap untuk mendukung perkembangan museum itu. Ketentuan pendirian museum yang dituangkan dalam KepMen tersebut, tidak menghalangi orang untuk mendirikan museum. Dalam beberapa dasawarsa ini, pertumbuhan jumlah museum di Indonesia sangat pesat. Salah satu wilayah yang memiliki pertumbuhan museum yang cepat adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki luas lebih kurang 3.185,80 km2 pada tahun 2008 telah memiliki 28 museum, kemudian pada tahun 2010 memiliki 31 museum (Mardianto, 2008 dan 2010). Jadi dari segi kuantitas dikatakan meningkat, meskipun demikian secara kualitas belum ada evaluasi yang dilakukan. Penelitian ini akan mengkaji mengenai pemenuhan persyaratan untuk mendirikan museum, khususnya museum-museum di Yogyakarta berdasarkan pada aturan yang telah ditetapkan Menteri. Dengan mengetahui kenyataan di lapangan, akan dapat dinilai sejauh mana syarat mendirikan museum telah dijalankan dengan baik. Selain itu, akan dilakukan perbandingan (benchmarking) antara peraturan pendirian museum yang ada di Indonesia dengan standar minimal
5
yang ditetapkan oleh ICOM dan kebutuhan museum masa kini untuk melihat sejauhmana peraturan yang ada di Indonesia sesuai dengan kecenderungan perkembangan museum di dunia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka pertanyaan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah pedoman dan ketentuan mendirikan museum dalam Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No KM 33/PL.303/MKP/2004 telah sesuai diterapkan pada pendirian museum-museum baru di Daerah Istimewa Yogyakarta ? 2. Ketentuan apa saja yang sebaiknya ditetapkan agar museum-museum di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat sesuai dengan kecenderungan perkembangan museum di dunia ?
C.
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki citra museum di DIY. Upaya ini harus dimulai dari hal yang paling dasar yaitu ketentuan mendirikan museum. Diharapkan dengan adanya ketentuan pendirian museum yang baik dan tidak hanya asal-asalan, citra museum khususnya di DIY akan berubah, sehingga akan meningkatkan fungsi museum dan minat kunjungan ke museum. Selama ini, masyarakat masih cenderung melihat museum hanya sebagai gudang benda kuno. Citra ini membuat masyarakat kurang perduli pada
6
keberadaan museum terlebih pada tinggalan budayanya. Pandengan masyarakat yang demikian itu tidak dapat dilepaskan dari tata cara pengelolaan museum yang selama ini dilakukan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu membenahi operasional museum yang pada gilirannya dapat memperbaiki citra museum di mata masyarakat. Dengan pengelolaan museum yang baik, nantinya pandengan masyarakat terhadap museum juga akan berubah, dan akan menjadi lebih peduli dan menaruh perhatian terhadap tinggalan budayanya. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian penerapan persyaratan formal untuk mendirikan museum dengan kenyataan yang ada, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selanjutnya, akan dilakukan evaluasi apakah persyaratan tadi cukup untuk membuat citra museum di DIY dapat berubah menjadi lebih baik. Berdasarkan pada hasil evaluasi, akan dicoba disusun beberapa ketentuan yang dapat dijadikan masukan untuk menyusun pedoman pendirian museum yang lebih sesuai.
D.
Manfaat Penelitian 1.
Kalangan Akademik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi kalangan pendidikan dengan minat utama Museologi sebagai acuan atau referensi untuk penelitian dalam kaitannya dengan pengelolaan museum. Penelitian ini setidaknya akan memperkaya kajian kritis yang berkaitan dengan upaya mendirikan museum khususnya di DIY.
7
2.
Pemrakarsa dan Pengelola museum
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh pemrakarsa atau pendirian museum baru sebagai pedoman dalam menyiapkan pendirian museum yang lebih memenuhi kecenderungan perkembangan tuntutan museum oleh masyarakat. Bagi pengelola museum yang ada, pembahasan yang dilakukan dalam penelitian dapat dimanfaatkan untuk pedoman pembenahan museum yang sudah ada, sehingga kualitasnya dapat ditingkatkan. Baik bagi pemrakarsa maupun pengelola museum, beberapa gagasan yang dihasilkan dari penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam membuat perencanaan yang benar-benar matang dan terperinci agar museum dapat diapresiasi dengan lebih baik oleh masyarakat serta Pemerintah.
3.
Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai rekomendasi konsep awal pembuatan rancangan kebijakan peraturan pemerintah mengenai syarat pendirian museum khususnya di DIY, di mana kebijakan peraturan tersebut sesuai dengan kondisi serta kebutuhan setempat. Hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi pedoman wajib agar kondisi permuseuman di Yogyakarta baik secara kualitas dan kuantitas dapat ditingkatkan.
4.
Masyarakat
Hasil penelitian dapat mengubah pandengan masyarakat terhadap museum sebagai tempat penyimpanan benda kuno menjadi salah satu tempat rekreasi serta edukasi yang mendidik dan menyenangkan.
8
E.
Keaslian dan Batasan Penelitian
Kajian mengenai pedoman mendirikan museum dibahas juga oleh Daud Ishaq (2000) dalam buku yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Kebudayaan berjudul ”Kecil Tetapi Indah Pedoman Pendirian Museum”, Ia mencoba memberikan gambaran persyaratan dalam penyiapan museum di antaranya membahas persyaratan lokasi, persyaratan bangunan yang dibedakan menjadi dua yaitu bangunan pokok dan bagunan penunjang, persyaratan koleksi, persyaratan peralatan, organisasi dan ketenagaan. Dalam buku tersebut, dibahas juga mengenai penyelenggaraan dan penggelolaan yang sejauh ini telah diterapkan pada museum-museum di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di sini berbeda dengan yang telah dibahas oleh Ishaq sebagaimana dikemukakan di atas, karena lebih difokuskan pada penerapan ketentuan yang ada pada proses pendirian museum, khususnya di DIY. Ketentuan yang dimaksud adalah Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.33/PL.303/MKP/2004. Di samping itu, penelitian ini juga ditujukan untuk mencoba menemukan syarat-syarat yang sesuai untuk mempersiapkan dan mendirikan museum yang sesuai dengan kebutuhan. Memang di dalam pembahasan nantinya akan didiskusikan tentang persyaratan untuk mendirikan museum yang juga dibahas di dalam buku Ishaq, namun pembahasan persyaratan di sini lebih komprehensif. Persyaratan yang akan dibahas tidak saja mencakup mengenai lokasi, bangunan, koleksi, peralatan, dan organisasi museum, tetapi juga meliputi konservasi, pendanaan, keamanan, humas serta fasilitas pendukung dalam proses perencanaan mendirikan museum.
9
Kajian lain yang pernah membahas mengenai syarat museum terdapat dalam ”Laporan Kegiatan Pendukungan Pengelolaan Museum dan Taman Budaya di daerah (Masterplan Pengembangan Museum Swasta)” oleh Dinas Kebudayaann Provinsi DIY pada tahun 2009. Kajian tersebut dimaksudkan untuk mendasari pembuatan masterplan museum swasta di provinsi sebagai acuan pemerintah Provinsi DIY Dalam hal ini Dinas Kebudayaan berfungsi sebagai fasilitator, dan promotor pengembangan museum di DIY. Lingkup kajian penelitian ini terutama adalah proses perencanaan dalam mendirikan museum baru. Namun, tentu saja tahap ini tidak lepas dari konsep perencanaan pengelolaan dalam pengertian yang lebih luas, karena pendirian museum hanya awal dari tahapan pengelolaan museum. Sementara itu, dari segi lingkup wilayah kajian, dipilih Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai contoh kasus. Pilihan ini didasarkan pada kenyataan munculnya beberapa museum baru di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penelitian untuk tesis ini membatasi kajian pada museum-museum di DIY yang didirikan pada kurun waktu antara tahun 2004 hingga 2009. Pembatasan ini dilakukan karena penilaian terhadap penerapan syarat pendirian museum-museum tersebut berdasarkan pada Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No KM 33/PL.303/MKP/2004 yang telah disahkan sebagai pedoman untuk mendirikan museum. Dengan pertimbangan tersebut, ada lima museum di DIY yang akan menjadi objek penelitian ini. Kelima museum tersebut adalah Museum Tani Jawa Indonesia berada di Imogiri, Bantul yang diresmikan pada tahun 2005. Museum Sandi yang berada di Jalan Kolonel Soegiyono Nomor 24 Yogyakarta dan
10
Museum Pendidikan Indonesia yang berada di dalam kompleks Universitas Negeri Yogyakarta, keduanya diresmikan pada tahun 2008, serta Museum Bahari yang berada di jalan R.E Martadinata 69 Wirobrajan Yogyakarta dan Museum Gunung Merapi yang berada di Sleman Yogyakarta sama-sama deresmikan pada tahun 2009.
F.
Kerangka Pikir
Agar dapat menjalankan fungsi dan tugasnya, suatu lembaga memerlukan aturan atau tatanan yang digunakan sebagai arahan agar lembaga tersebut dapat bekerja dengan baik sesuai dengan tujuan awal pendiriannya, tidak terkecuali adalah lembaga museum. Di Indonesia ketentuan mengenai syarat pendirian museum diatur juga dalam beberapa peraturan, aturan tersebut mengalami perkembangan seiring dengan perubahan jaman dan tuntutan kebutuhan yang ada. Peraturan sebenarnya adalah perwujudan dari kebijakan yang dianut oleh suatu lembaga. Dengan demikian, peraturan yang dirumuskan tentu harus sesuai dengan kebijakan yang ada. Pengertian kebijakan menurut Harold D. Laswell adalah program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek yang terarah (Muchsin, 2002: 23). Menurut Richard Rose kebijakan hendaknya disusun sebagai serangkaian kegiatan yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan, bukan hanya sekedar suatu keputusan tersendiri. Kebijakan dipahami sebagai arah kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu (Winarno, 2007: 17).
11
Kebijakan memang berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang, kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kebijakan lebih berkaitan dengan perencanaan pengambilan dan perumusan keputusan. Dalam hal ini, pelaksanaan keputusan tersebut adalah sasaran kebijakan. Kebijakan sengaja disusun dan dirancang untuk membuat prilaku (museum) menjadi terpola sesuai dengan bunyi dan rumusan kebijakan tersebut. Kebijakan merupakan “model for behavior”. Secara substantial kebijakan merupakan subjek kajian yang kompleks dan dinamis. Kajian kebijakan sangat luas tidak hanya menangani masalah ekonomi, politik dan administrasi negara, tetapi juga dapat menyangkut dalam bidang budaya (Marzali, 2012: 19-22). Kajian kebijakan juga menjadi penting dalam bidang ilmu budaya termasuk di dalamnya bidang ilmu arkeologi. Studi kebijakan menjadi perhatian terutama dalam kaitannya dengan tata aturan pengelolaan dan pemanfaatan warisan budaya. Di masa sekarang ini kebutuhan akan pengelolaan dan pemanfaatan warisan budaya cukup kompleks, sedangkan peraturan yang menjadi dasar pelaksanaannya belum banyak mengalami perkembangan. Karena itu, evaluasi yang menghasilkan kebijakan baru mengenai aturan tentang kebutuhan museum saat ini perlu dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian warisan budaya. Salah satu bentuk kebijakan yang dibutuhkan dalam pelestarian warisan budaya adalah kebijakan tentang pendirian museum agar lembaga ini dapat memenuhi standar tertentu. Standar atau baku mutu tertentu memang diperlukan oleh museum, karena sesuai ketentuan ICOM, museum adalah lembaga publik.
12
Artinya, lembaga yang didirikan untuk kepentingan publik atau
masyarakat
secara luas. Tentunya, sebagai lembaga publik, museum akan berhubungan dengan berbagai kalangan baik kalangan pemerintah, institusi serta masyarakat pada umumnya. Adanya baku mutu dimaksudkan agar museum sebagai lembaga publik tidak diselenggarakan sekehendak pemrakarsanya atau pengelolanya, tetapi juga memenuhi syarat-syarat yang dapat diterima secara umum sebagai museum. Kebijakan pendirian dituangkan dalam bentuk peraturan perundangundengan agar dapat mengikat pihak-pihak yang akan mendirikan museum. Peraturan itu diterbitkan untuk menjamin kualitas museum agar memenuhi baku mutu tertentu suatu museum. Dengan cara itu, pemerintah dapat menjamin museum yang didirikan akan memiliki kualitas minimal suatu museum dan sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam kenyataannya, saat ini masih banyak museum yang belum memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Karena itu, perlu dilakukan suatu kajian tentang ketentuan dalam pendirian museum. Penelitian ini dimaksudkan menjadi salah satu penelitian untuk mengetahui sejauhmana peraturan pendirian museum ditaati oleh pendirinya dan mampu menjamin kualitas museum seperti yang dituntut oleh masyarakat.
G.
Metode penelitian
Penelitian ini mengunakan metode kualitatif dalam kajian evaluasi kebijakan mendirikan museum di Daerah Istimewa Yogyakarta. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data. Data yang digunakan antara lain data sekunder yaitu peraturan serta dokumen yang terkait dengan museum, khususnya
13
terkait mengenai pendirian umum. Dalam proses ini, di dapat beberapa peraturan yang relevan dengan kajian ini, antara lain Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No KM 33/PL.303/MKP/2004, Kode Etik ICOM, Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.45/UM.001/MKP/2009. Di samping peraturan-peraturan tersebut, pengumpulan data juga dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan museum di Indonesia serta bahanbahan mengenai kecenderungan perkembangan museum di masa kini. Pengumpulan data juga dilakukan melalui observasi langsung di lapangan, yaitu Museum Tani Jawa Indonesia, Museum Pendidikan Indonesia, Museum Sandi, Museum Bahari dan Museum Gunungapi Merapi. Obaservasi dilengkapi juga dengan wawancara secara tidak terstruktur yang akan dilakukan dengan seseorang yang dianggap mengetahui informasi museum. Untuk menambah kelengkapan informasi juga didapat dari berbagai dokumen, buku, brosur dan publikasi lain yang terkait dengan museum yang dikaji, yang juga dikumpulkan dan dipelajari. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya dianalisis. Langkah pertama yaitu mengevaluasi kesesuaian antara syarat pendirian museum berdasar peraturan
Keputusan
Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
No
KM
33/PL.303/MKP/2004 dengan data hasil observasi lima museum di lapangan. Hal ini dilakukan untuk menjawab permasalahan pertama yaitu untuk mengetahui sejauh mana penerapan kebijakan pemerintah tentang proses mendirikan museum dilaksanakan di lapangan. Hasil dari analisis awal akan memperoleh gambaran kondisi museum yang kaitannya dengan penerapan keputusan pemerintah mengenai ketentuan mendirikan museum.
14
Dalam menjawab permasalahan selanjutnya, penelitian ini juga akan melakukan bandingan kesertaraan dengan peraturan yang ada di tingkat dunia (benchmarking). Untuk itu, dilakukan kajian terhadap aturan museum yang ditentukan oleh ICOM sebagai organisasi museum Internasional. Proses kajian kesertaraan (benchmarking) ini dilengkapi juga dengan identifikasi kebutuhan museum saat ini, hasil identifikasi tersebut menghasilkan tolok ukur dalam proses mendirikan mengevaluasi
museum.
Kemudian
Peraturan
Menteri
tolok
ukur
Kebudayaan
tersebut dan
digunakan Pariwisata
untuk Nomor:
PM.45/UM.001/MKP/2009 yaitu produk baru aturan museum yang selanjutnya setelah KepMen No KM 33/PL.303/MKP/2004 dalam kaitannya dengan syarat mendirikan museum. Hasil evaluasi digunakan untuk mengetahui apakah aturan yang dibuat pemerintah yang selanjutnya telah mewadahi kebutuhan museum di masa sekarang ini. Kajian banding ini diharapkan menyempurnakan aturan atau persyaratan minimal dalam kaitannya dengan proses mendirian museum di DIY. Hasil kajian bandingan juga menjadi bahan untuk memberikan rekomendasi mengenai konsep perencanaan yang tepat untuk diterapkan pada museum saat ini. Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memperbaiki kondisi permuseuman yang dirasa kurang dalam penanganannya. Hasil penelitian ini dapat menjadikan saran bagi pemerintah dalam upaya membuat peraturan mengenai pedoman mendirikan museum kahususnya pemerintah daerah Istimewa Yogyakarta.
15
Bagan Alur Penelitian
Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No KM 33/PL.303/MKP/2004
Peraturan lebih baru mengenai museum
Tolok Ukur Evaluasi Penerapan Kepmen
Kode Etik ICOM 2007
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.45/UM.001/MKP/2009
5 Museum di DIY dan Proses Pendirian
Baku Mutu Museum Internasional
Analisis bandingan
Buku dan Pustaka lain
Tuntutan museum masa kini
Kesesuaian Penerapan syarat Pendirian Museum di DIY
Rekomendasi Persyaratan Pendirian Museum