BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG
Susu merupakan minuman dengan kandungan protein, karbohidrat, lemak dan mineral yang tinggi dan sangat penting bagi manusia, baik dalam bentuk segar maupun yang sudah diproses. Susu tersusun atas beberapa komponen, antara lain air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Dengan komposisi seperti ini, maka susu menjadi bahan pangan yang sangat penting bagi tubuh. Selain berguna bagi manusia, susu juga dapat menjadi media yang cocok bagi pertumbuhan berbagai macam bakteri termasuk yang bersifat patogen pada manusia. Susu sapi mentah berpotensi terkontaminasi oleh bakteri, baik yang saprofit seperti dari genus Proteus, Bacillus, Clostridium, dan Sarcina maupun yang patogen seperti Streptococcus agalactiae, Streptococcus pyogenes, Mycobacterium tuberculosis dan Salmonella sp (Dwidjoseputro, 1998). Terjadinya kontaminasi pada susu tersebut dapat disebabkan karena adanya kontak langsung dari kotoran yang melekat pada ambing, tubuh sapi, kandang, wadah yang digunakan dan air pencucian, serta kebersihan tangan dari pemerah susu, sehingga kotoran yang ada dapat jatuh ke dalam susu dan mencemari susu tersebut. Sampai saat ini, beberapa bahan pangan diidentifikasi sebagai tempat penyebaran penyakit dari Salmonella sp, seperti pada daging, telur, dan susu. Pada tahun1982, Salmonellosis yang terjadi di Ontario, Kanada disebabkan karena
1
terjadinya kontaminasi bakteri Salmonella muenster pada keju cheddar yang terbuat dari susu mentah, sumber dari kontaminasi tersebut berasal dari sebuah peternakan yang mempunyai seekor sapi dengan kandungan Salmonella sp di dalam susunya sekitar 200 CFU/ml. Wabah Salmonellosis yang kedua di Kanada terjadi pada bulan Maret-Juli 1984, dikarenakan konsumsi keju cheddar oleh penduduk, dan lebih dari 2700 penduduk terinfeksi Salmonella typhymurium. Keberadaan Salmonella pada keju dapat terjadi karena proses pasteurisasi yang tidak sempurna pada produk keju. Pada bulan Maret dan Juli 1998, dimana lebih dari 800 orang terutama anak-anak telah terinfeksi Salmonella setelah mereka mengkonsumsi produk ‘Schneiders lunchmate’ yang mengandung keju (Modi et al., 2001). Pada bulan Maret 1984 di Kentucky terjadi 16 kasus Salmonellosis yang menyebabkan gastroenteritis akibat kegagalan pasteurisasi. Bulan Desember 2002 di Ohio (Kolumbia) oleh Depatemen Kesehatan Ohio melaporkan bahwa beberapa anak terinfeksi Sallmonella yang disebabkan karena meminum susu mentah dari perusahaan susu (Mazurek et al, 2004). Tahun 2007 di Pennsylvania, departemen kesehatan setempat menerima laporan bahwa 2 orang terinfeksi Salmonella enterica serotype Typhimurium karena mengkonsumsi susu mentah yang tidak dipasteurisasi dari sebuah pabrik susu di Pennsylvania (MMWR, 2007). Di Indonesia, outbreaks yang disebabkan oleh Salmonella sp belum pernah dilaporkan. Hal ini merupakan sesuatu yang perlu dikaji lebih lanjut. Di negara-negara yang sudah maju, proses pemerahan susu sapi telah dikontrol dengan baik seperti
penggunaan alat pemerahan yang
2
baik dan kebersihan
kandang juga diperhatikan, masih terjadi wabah yang disebabkan oleh Salmonella sp, khususnya melalui susu dan produk susu. Di Yogyakarta susu sapi mentah dapat diperoleh dari beberapa koperasi yang melakukan pemerahan susu sapi, salah satunya di Koperasi Wargamulya, Kabupaten Sleman. Koperasi Wargamulya merupakan tempat penampungan susu yang berasal dari 19 kelompok peternak, dalam sehari sekitar 12.000 liter susu dihasilkan dari koperasi ini. Pada pagi dan sore hari, truk pengangkut susu dari koperasi akan berkeliling dari 1 kelompok peternak ke kelompok peternak lainnya untuk mengambil susu yang telah ditampung di tempat penampungan kelompok. Dari hasil pengamatan yang dilakukan ditingkat peternakan, para peternak sapi melakukan pemerahan pada pagi hari, yaitu pukul 04.30-06.00 dan sore hari yaitu pada pukul 14.30-15.30. Air yang digunakan untuk memandikan sapi dan mencuci peralatan pemerahan berasal dari lereng Gunung Merapi yang dialirkan ke bak-bak penampungan. Sapi-sapi sebelum diperah, terlebih dahulu dimandikan, tetapi terkadang peternak hanya memandikan sapi dengan lebih cermat pada saat pemerahan sore hari, sedangkan pada pagi hari kebersihan sapi kurang diperhatikan. Padahal sapi tidur dan membuang kotoran dikandang yang sama, sehingga kotoran yang menempel pada lipatan-lipatan paha, ekor dan sekitar ambing dapat jatuh dalam ember penampungan susu saat proses pemerahan dilakukan. Proses pemerahan yang masih tradisional yaitu menggunakan tangan, penggunaan alat yang tidak steril dapat meningkatkan cemaran bakteri pada susu. Dengan memperhatikan proses kerja yang tidak steril ini, maka kontaminasi
3
Salmonella sp pada susu sapi mentah yang berada di tangki penampungan Koperasi Wargamulya dapat terjadi.
B. RUMUSAN MASALAH Apakah susu sapi mentah yang berada di tangki penampungan koperasi, kelompok pemerahan pagi dan sore, ambing sebelum dan sesudah dimandikan, sumber air dan susu di peternakan mengandung cemaran Salmonella sp? Seberapa besar cemaran Salmonella sp?
C. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya Salmonella sp dan seberapa besar tingkat cemarannya pada susu mentah di tangki penampungan koperasi, kelompok pemerahan pagi dan sore, ambing sebelum dan sesudah dimandikan, sumber air dan susu di peternakan.
D. BATASAN MASALAH
Yang dimaksud dengan deteksi cemaran dalam penelitian ini adalah mengetahui ada atau tidaknya Salmonella sp pada sampel yang diuji. Sedangkan tingkat cemaran adalah mengetahui cemaran Salmonella sp yang teridentifikasi berdasarkan jumlah sampel yang diuji. Sampel yang diuji dalam penelitian ini adalah sampel susu dari tangki penampungan koperasi, susu di penampungan kelompok pemerahan pagi dan pemerahan sore, susu dari tingkat peternak, swab ambing sebelum dan sesudah mandi dan air dari peternakan.
4
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil deteksi Salmonella sp pada susu sapi mentah, yaitu dapat memberikan gambaran bagaimana cemaran Salmonella sp pada susu sapi mentah yang diambil dari kelompok peternak Koperasi Warga Mulya, sehingga peternak dapat lebih memperhatikan dan mengembangkan sanitasi lingkungan yang baik.
5