BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini cenderung mengalami
peningkatan tiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah kesehatan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan yang harus diperhatikan jika dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya yang ada di masyarakat. Menurut WHO pada tahun 1995, penderita non psikotis di Indonesia seperti stres dan kecemasan sekitar 80 diantara 100 orang penduduk. Data dari Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementrian Kesehatan dari populasi orang dewasa di Indonesia yang mencapai 150 juta jiwa, sekitar 11,6 persen atau 17,4 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional atau gangguan kesehatan jiwa berupa gangguan kecemasan, stres dan depresi. Penderita gangguan jiwa ringan di Provinsi Bali hingga 6 bulan pertama tahun 2011 mencapai 305.623 orang. Angka tersebut mengalami kenaikan dari 158.023 pada tahun 2010. Secara keseluruhan, jumlah penderita gangguan jiwa di Bali mencapai angka 14,2 persen dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut telah melampaui angka nasional sebesar 11,6 pesen (Dinkes, 2011) Stres yang terjadi pada seseorang dapat timbul karena beberapa faktor seperti pekerjaan yang terjadi berulang-ulang setiap hari ataupun gangguan atau ancaman yang terjadi secara tiba-tiba pada kehidupan seseorang (Nasution, 2011). Hal tersebut didukung pula oleh data dari Depression Information and Fact Statistics US pada tahun 2003 disebutkan bahwa 97% kasus gangguan psikologis
1
2
ringan disebabkan oleh aktivitas kerja, kehidupan rumah tangga, dan kehidupan sosial (Suci, 2011). Peranan dalam aktivitas kerja, kehidupan rumah tangga dan berbaur dalam kehidupan sosial erat kaitannya dengan kewajiban yang diemban wanita. Pada wanita terdapat risiko 3 kali mengalami kecemasan, stres ataupun depresi dibandingkan dengan pria (Suci, 2011). Kejadian stres tertinggi terjadi pada wanita yang telah menikah dan berkeluarga. Hal tersebut dikarenakan pada masa saat ini wanita cenderung tidak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja namun juga aktif dalam aktivitas kerja baik dalam sektor pemerintahan ataupun swasta (Mahfudz, 2005). Menurut data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali pada tahun 2012 diketahui bahwa jumlah penduduk Bali secara keseluruhan baik pria maupun wanita sebesar 3.686.665 jiwa. Dari total jumlah penduduk tersebut jumlah penduduk usia kerja secara keseluruhan adalah 2.057.118 orang, dimana jumlah penduduk yang bekerja untuk pria sebesar 1.124.076 orang dan untuk wanita sebesar 933.042 orang (BPS, 2012). Apabila dilihat dari data penduduk yang bekerja, maka selisih penduduk yang bekerja antara pria dan wanita tidak terlalu besar yaitu sejumlah 191.034 orang. Artinya jumlah penduduk wanita yang bekerja di Bali jumlahnya cukup banyak yaitu sekitar 26,87% dari total keseluruhan jumlah penduduk atau 45,36% dari total jumlah penduduk usia kerja. Berdasarkan data lainnya diketahui bahwa rata-rata pengangguran terbuka perempuan Bali jauh lebih rendah daripada perempuan di Indonesia atau Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan Bali rata-rata lebih tinggi daripada TPAK perempuan Indonesia (BPS, 2012). Selain itu, hasil penelitian Mariun
3
(2004) menunjukkan dari 53,44% perempuan yang bekerja, 72,79% adalah pekerja tetap. Peningkatan jumlah wanita bekerja tersebut salah satunya disebabkan oleh faktor ekonomi. Bekerja dilakukan untuk membantu suami menopang perekonomian keluarga. Bekerja juga wajib dilakukan sesuai dengan apa yang tertera pada Rgveda V.28.3 dan Yajurveda XVII.85 yang menyebutkan bahwa wanita diharuskan untuk bekerja keras agar dapat mensejahterakan hidup dan keluarganya (PHDI Pusat, 2008). Jadi wanita yang sudah berkeluarga dan bekerja pada sektor pemerintahan ataupun swasta disebut menjalani peran ganda. Namun, lain halnya dengan wanita Bali yang telah berkeluarga. Wanita Bali yang sudah menikah dan bekerja pada sektor pemerintahan ataupun swasta tidak hanya menjalankan peran ganda tersebut, namun juga menjalankan peranan wajib dalam adat istiadat setempat (Tirtayani, 2007). Peranan dalam kehidupan sosial atau adat istiadat wanita Bali diakibatkan karena kehidupan sosial di Bali memang erat kaitannya dengan adat istiadat ataupun prosesi keagamaan yang diemban oleh daerah setempat. Berbagai aktivitas adat serta keagamaan wajib dilaksanakan wanita bali yang sudah mulai berkeluarga, termasuk didalamnya berupa adat dan kebiasaan yang harus dijalani yaitu kegiatan keagaamaan seperti masaiban dan mabanten setiap hari serta menjalankan kegiatan adat atau keagamaan di lingkungan tempat tinggal seperti ngayah di pura atau nguopin saat ada aktivitas upacara perkawinan atau ngaben (Tirtayani, 2007). Pelaksanaan aktivitas adat serta keagamaan di Bali tersebut didominasi oleh kaum wanita Bali (Titib, 2003). Wanita sebagai bagian integral
4
dari komunitas masyarakat Bali yang tidak bisa terlepas dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelaksana dan penyelenggara ritual keagamaan yang berlangsung di lingkup keluarga dan sosial masyarakatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa, wanita Bali yang telah berkeluarga dan bekerja pada sektor pemerintahan ataupun swasta tidak hanya menjalankan peran ganda yaitu peran ekonomi dan peran dalam keluarga namun juga memiliki peran tambahan yaitu peran dalam adat baik di keluarga, banjar maupun di desa adat. Sehingga dapat disebutkan bahwa wanita Bali menjalankan triples roles (Ayu, 2013). Triple roles merupakan tiga peran ataupun kewajiban yang diemban oleh wanita Bali dalam hidupnya. Adapun ketiga peran tersebut yaitu (1) berperan sebagai pengurus rumah tangga, (2) berperan sebagai pencari nafkah, (3) berperan sebagai pelaksana adat baik dikeluarga, banjar, maupun di desa adat (Tirtayani,2007). Triple Roles yang dijalani wanita Bali memang memberi pengaruh yang baik pada lingkungan sekitar. Namun, apabila dilihat dari sudut pandang wanita Bali sebagai seorang individu, Triple roles yang harus dijalani tersebut membuat wanita Bali mengalami kesulitan terutama dalam hal membagi waktu untuk ketiga perannya itu (Ayu, 2013). Kewajiban-kewajiban yang dijalankan seringkali tanpa disadari menimbulkan tekanan psikis yang tentunya akan berdampak pada fisik maupun psikisnya (Suci, 2011). Adanya kewajiban yang diemban oleh wanita Bali dengan Triple roles tersebut mengakibatkan meningkatnya risiko stres yang dialami wanita Bali dengan Triple Roles tersebut terkait dengan berbagai aktivitas yang dijalaninya dibandingkan dengan wanita lainnya yang tidak mengemban ketiga peranan tersebut.
5
Kejadian stres seringkali tidak disadari oleh penderitanya, meskipun telah timbul gejala-gejala yang menunjukkan adanya perubahan kondisi psikologis pada dirinya. Keadaan stres yang terjadi pada seseorang apabila tidak ditangani dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Sehingga diperlukan adanya suatu manajemen stres untuk menaggulangi hal tersebut. Menurut Yulianti (2004) dalam Isnaeni (2010), Diperlukan suatu pengelolaan stres yang baik untuk menghindari dampak buruk yang ditimbulkan dari stres yang dialami. Terapi tersebut diantaranya terapi farmakologi dan non farmakologi. Namun, manajemen stres dengan farmakologi dapat menimbulkan beberapa efek samping. Efek samping yang ditimbulkan dapat berupa gangguan pada beberapa sistem dalam tubuh (Anggarini, 2010). Efek
samping yang ditimbulkan akibat terapi farmakologi tersebut
mendasari adanya berbagai penelitian mengenai manajemen stres melalui terapi non farmakologi. Berbagai jenis terapi nonfarmakologi yang dikenal diantaranya pendekatan kognitif, pendekatan perilaku serta relaksasi. Salah satu jenis terapi yang sering digunakan untuk mengelola stres yaitu dengan pemberian aktivitas fisik dan relaksasi. Aktivitas fisik dan relaksasi yang teratur mampu mempengaruhi sistem limbik dalam tubuh yang selanjutnya berpengaruh pada sistem hormonal tubuh sehingga mampu berperan dalam penurunan tingkat stres yang dialami seseorang (Purnamasari, 2012). Berbagai aktivitas yang sering digunakan sebagai manajemen untuk stres itu sendiri mulai dari berjalan, senam aerobik dan aktivitas lainnya. Selain itu terdapat salah satu aktivitas fisik dan relaksasi yang dapat dilakukan dalam upaya
6
penurunan tingkat stres pada penderitanya yaitu dengan Senam Tera. Senam Tera merupakan jenis senam yang diadaptasi dari gerakan Tai Chi yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu gerakan peregangan, persendian dan pernafasan, dimana gerakan-gerakan di dalamnya bertujuan untuk menurunkan kecemasan, stress maupun tingkat depresi (Sukartini, 2009). Senam Tera mengandung dua unsur terapi yaitu aktivitas fisik dan relaksasi. Aktivitas fisik didapatkan melalui komponen gerak peregangan dan persendian sedangkan relaksasi didapat melalui gerakan pernafasan yang ada dalam senam Tera (Sari, 2011) Aktivitas fisik adalah segala macam gerak yang membutuhkan energi. Aktivitas fisik secara teratur telah lama dianggap sebagai komponen penting dari gaya hidup sehat (Russell, 2005). Aktivitas fisik yang dilakukan secara terprogram, terukur, teratur dan rutin mampu mengurangi potensi stres, selain itu juga mampu memelihara kebugaran jasmani sesorang (Sukadiyanto,2010) Unsur kedua dalam senam Tera adalah gerakan pernafasan. Pernafasan merupakan rantai diantara tubuh, pikiran dan emosi. Pernafasan yang teratur menimbulkan efek relaksasi yang dapat mengeluarkan rasa marah dari pikiran emosi. Melalui terapi relaksasi pernafasan membuat bernafas lebih dalam, teratur dan rendah sehingga memberikan ketenangan (Rampersad, 2007). Menurut penelitian yang dilakukan Suhartono (2007) yang bertujuan melihat toleransi terhadap stress dan imun melalui kandungan kadar hormone anti stress ACTH dan hormone kortisol pada anggota latihan senam pernafasan, hasil penelitian ini menunjukkan anggota kelompok pelatihan senam pernafasan memiliki toleransi
7
terhadap stres yang lebih tinggi sehingga lebih sabar dan lebih bisa mengendalikan diri daripada kelompok kontrol (Putra, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Sukartini (2009) mengenai manfaat Senam Tera pada kebugaran lansia. Senam tera dapat memperbaiki berbagai komponen khusus dari kebugaran seperti denyut nadi istirahat, tekanan darah serta frekuensi pernapasan sehingga jantung dan paru-paru berfungsi baik. Dapat dipengaruhinya komponen kebugaran tersebut dapat mengembangkan emosi yang stabil, menurunkan kecemasan serta stress dan berbagai keluhan terkait hormon pada wanita (Potter & Perry, 2005). Penelitian lain yang dilakukan oleh Sari (2012), membuktikan bahwa senam aerobik low impact dapat menurunkan tingkat depresi pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar tersebut. Senam Tera yang didalamnya juga bukan hanya berisi senam pernafasan tetapi juga berisikan gerakan peregangan dan persendian mengandung unsur aktifitas fisik yang baik bagi tubuh. sehingga senam tera dapat menjadi suatu intervensi yang dapat diterapkan sebagai manajemen stres pada wanita Bali dengan Triple roles. Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang beribukota di Denpasar. Denpasar sudah dikenal sebagai kota padat di bali yang ditandai dengan peningkatan laju penduduk tiap tahunnya (BPS, 2012). Peningkatan laju penduduk tersebut dikarenakan banyaknya lapangan kerja yang memungkinkan untuk dilakukan di Denpasar. Peningkatan kepadatan penduduk kota Denpasar tersebut memberi kesan bahwa kota Denpasar menjadi kota yang maju dan segala aspek yang ada mulai bergeser kearah modernisasi. Namun, adanya pergeseran
8
tersebut tidak serta merta membuat masyarakat Bali kota Denpasar bisa terlepas dari segala tuntutan yang terkait dengan adat istiadat daerah setempat, karena keikut sertaan dalam adat istiadat merupakan kewajiban pokok yang memang harus dijalani masyarakat bali sejak lahir (Tirtayani, 2007). Salah satu daerah yang termasuk padat di kota Denpasar adalah Kelurahan Tonja yang merupakan salah satu daerah yang berada di bawah ruang kerja Puskesmas I Denpasar Utara. Wilayah Tonja merupakan kawasan yang padat, ramai dilalui kendaraan karena berada di wilayah kota Denpasar dan dekat dengan fasilitas umum pendidikan mulai dari jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi serta masih memegang teguh nilai kebudayaan serta kewajiban dalam adat istidat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 29 september 2013 melalui wawancara dengan kepala lingkungan Tegehkuri, kelurahan Tonja, Denpasar. Setiap Kepala Keluarga banjar adat menyungsung Pura Desa, Puseh dan Pura Dalem yang pelaksanaan piodalannya setiap 6 bulan sekali, selain itu setiap banjar ataupun lingkungan yang berada di Kelurahan Tonja tersebut juga memiliki beberapa pura yang disungsung, sehingga selama 6 bulan tersebut ada lebih dari 3 kali pelaksanaan kegiatan agama di lingkungan ini. Pelaksanaan Kegiatan adat seperti pawiwahan, upacara Manusa Yadnya lainnya ataupun gotong royong memang diwajibkan untuk masyarakat uwed atau asli daerah tersebut. Dari cacatan kepengurusan PKK Lingkungan Tegehkuri terdapat 116 Ibu-ibu yang aktif dengan kegiatan yang dilaksanakan. Dari jumlah tersebut terdapat 86 diantaranya bekerja di sektor pemerintahan ataupun swasta yang ada
9
di lingkungan denpasar dan sekitarnya yang memiliki waktu kerja selama 6-8jam perhari, setiap 5 sampai 6 hari kerja. Hasil studi pendahuluan pada tanggal 22 Januari 2014, dilakukan wawancara secara acak dengan pedoman kisi-kisi kuisioner pada 10 ibu-ibu yang masuk kedalam kriteria wanita Bali dengan triple roles. Didapatkan hasil berupa 3 orang dalam katagori stres ringan, 5 orang dengan katagori stres sedang dan 2 orang dalam katagori stres berat diukur dengan instrumen Depression Anxiety Stress Scales (DASS). Didapatkan data pula bahwa belum ada terapi yang dilakukan oleh ibu-ibu lingkungan Tegehkuri terkait dengan hal yang sama, ataupun edukasi mengenai konsep stres. Manajemen stres yang dilakukan hanyalah dengan menonton televisi ataupun melakukan sosialisasi dengan tetangga. Berdasarkan latar belakang di atas perlu untuk dikembangkan intervensi manajemen berbasis non farmakologi yaitu berupa pemberian aktivitas fisik dan relaksasi berupa Senam Tera. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui pengaruh Senam Tera terhadap perubahan tingkat stres wanita Bali dengan triple roles, mengingat senam tera dapat dilakukan oleh berbagai usia dan sepanjang pengetahuan belum pernah ada penelitian yang sama di Kelurahan Tonja, Denpasar.
1.2
Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada
pengaruh Senam Tera terhadap Perubahan Tingkat Stres Wanita Bali dengan Triple roles di Lingkungan Tegehkuri, Kelurahan Tonja, Denpasar? ”
10
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi apakah ada pengaruh Senam Tera terhadap Perubahan Tingkat Stres Wanita Bali dengan triple roles di Lingkungan Tegehkuri, Kelurahan Tonja, Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus a.
Mengidentifikasi skor stres Pre test Wanita Bali dengan triple roles pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
b.
Mengidentifikasi skor stres Post test Wanita Bali dengan triple roles pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
c.
Menganalisis perbedaan nilai tingkat stres pre-test dan post-test pada kelompok intervensi.
d.
Menganalisis perbedaan nilai tingkat stres pre-test dan post-test pada kelompok kontrol.
e.
Menganalisis perbedaan perubahan tingkat stres pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis a.
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang keperawatan komunitas terkait dengan terapi nonfarmakologis sebagai alternatif dalam manajemen stres.
11
b.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pedoman untuk peneliti selanjutnya untuk tambahan data terkait dengan manajemen stres melalui terapi nonfarmakologi khususnya pemberian aktivitas fisik.
1.4.2 Manfaat praktis a.
Bagi Tenaga Kesehatan Penelitian ini memberikan pilihan strategi bagi perawat dalam menerapkan manajemen stres melalui terapi nonfarmakologi sebagai alternatif pengganti penggunaan terapi farmakologi.
b.
Bagi Wanita Bali dengan Triple roles Penelitian ini memberikan manfaat kepada masyarakat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam hal ini stres yang dialami oleh wanita Bali dengan triple roles tersebut dan mampu diterapkan pada hal lain guna meningkatkan produktivitas serta kesehatan masyarakat.