BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah sebuah bangsa yang menyimpan keunikan pada hal kebudayaan. Kebudayaan Jepang dipengaruhi oleh karakteristik geografis negaranya serta mempunyai pengaruh timbal-balik dengan karakteristik rakyatnya. Bangsa Jepang umumnya dikenal sebagai bangsa yang mampu mengambil dan menarik manfaat dari hasil budi daya bangsa lain, tanpa mengorbankan kepribadiannya sendiri. Menurut
Suryohadiprojo
(1982:192-193),
rakyat
Jepang
pada
dasarnya
konservatif yaitu suatu bangsa yang berusaha memelihara dan meneruskan nilai-nilainya sendiri. Tetapi di lain pihak, sifat rakyat Jepang menunjukkan naluri yang amat kuat untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Karena itu ia didorong untuk menerima atau bahkan mengambil hal-hal baru dari luar, jika hal-hal itu dirasakan bermanfaat untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Jepang sejak permulaan sejarahnya memperoleh banyak pengaruh budaya Cina (baik secara langsung), maupun melalui Korea. Oleh karena itu, tidak heran apabila hingga saat ini pun Jepang masih merasa dekat dengan Cina. Jepang memperoleh pengaruh budaya yang kuat dari Cina ketika Cina dianggap sebagai bangsa dan negara termaju di dunia sehingga Jepang telah mengkombinasikan pengembangannya sendiri dengan memasukkan hasil-hasilnya dari luar. Yang hasilnya pun turut meningkatkan kebudayaan Jepang. Jepang dikenal sebagai bangsa yang homogen, homogen di bidang bahasa dan kebudayaannya. Artinya bahwa cara hidup masyarakat di Utara tidak begitu berbeda dengan masyarakat di Selatan, walaupun tantangan alam di Selatan Jepang berbeda dengan tantangan alam di daerah Utara, menurut Situmorang (2006:2).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Koentjaraningrat dalam Takari,dkk (2008:5), konsep tentang kebudayaan itu adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal. Oleh karena itu, budaya selalu dibedakan dengan kebudayaan. Pendapat lain mengatakan, budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau bersifat laten. Sedangkan kebudayan adalah sesuatu yang konkret. Menurut Ienaga Saburo dalam Situmorang (2006:2-3) membedakan pengertian kebudayaan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata). Ienaga menjelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan hal yang bukan alamiah. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni. Oleh karena itu, Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat konkret yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit adalah sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat semiotik. Maka dari itu, contoh budaya Jepang adalah budaya rasa malu, budaya kelompok, budaya nenkoujoretsu (senioritas), dan sebagainya. Sedangkan contoh kebudayaan Jepang adalah chanoyu, ikebana, pakaian kimono, origami, dan sebagainya, menurut Situmorang (2006:2). Origami adalah seni melipat kertas dari bentuk segi empat menjadi berbagai objek yang ornamental. Seni origami ini bervariasi, mulai dari mainan anak-anak yang relatif mudah dan sederhana hingga bentuk yang sangat kompleks. Di Jepang, bentuk-bentuk
Universitas Sumatera Utara
origami ini umumnya digunakan dalam upacara-upacara seremonial, dan ritual serta sering pula ditampilkan dalam kegiatan pendidikan, workshop ataupun sekedar acara hiburan (http://my.opera.com/m_ulan_n/blog/2009/10/08/origami). Origami berasal dari bahasa Jepang oru, yang berarti melipat dan kami yang berarti kertas, merupakan kesenian melipat kertas yang pertama kali dipopulerkan oleh orang Jepang. Walaupun berasal dari Jepang, tapi sebagian besar anak di luar Jepang pasti telah mencobanya ( http://arsitektur.net/2008-2/origami-folding-topologi). Namanya saja seni melipat kertas, maka dari itu bahan yang digunakan adalah kertas itu sendiri. Bahkan, aslinya hanya dari selembar kertas tanpa tambahan bahan atau alat apapun. Karena hanya dengan selembar kertas dan hampir semua kertas dapat digunakan, maka inilah seni yang dapat diakses oleh semua orang. Standar karakteristik kertas agar mudah dilipat-lipat adalah kertas yang tipis namun kuat. Biasanya kertas yang digunakan untuk origami berwarna-warni. Umumnya warna hanya ada pada satu sisi, sementara sisi lainnya putih polos. Namun pada perkembangannya menjadi bermacam-macam, seperti berwarna pada kedua sisi, atau bercorak/berpola sehingga semakin menarik. Keindahan seni origami terdapat pada cara melipat-lipat kertas sehingga menghasilkan suatu bentuk yang menyerupai hewan, bunga, ornament hiasan, dan sebagainya. Pada umumnya, model yang disenangi dalam origami adalah binatang. Namun di antara para pelipat kertas ada yang senang melipat bentuk abstrak atau bentuk matematikal. Bahkan ada juga yang mengkhususkan diri pada origami modular, di mana banyak pengulangan dari suatu lipatan yang sederhana yang dirangkai hingga membentuk struktur besar dengan komposisi yang menarik. Maka dari itu diperlukan imajinasi dalam proses pembuatan origami tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Seorang pembuat origami biasa disebut sebagai paperfolder (pelipat kertas). Para pelipat kertas ini bisa merupakan suatu kumpulan orang-orang dari berbagai latar belakang yang sangat berbeda seperti, seniman, ilmuwan atau juga para pecinta seperti ibu-ibu/orang dewasa, anak-anak, dan remaja. Bahkan para pendidik hingga ahli terapi (http://wrm-indonesia.org/content/view/203/2/). Pada umumnya, orang menganggap origami adalah oleh, dan, untuk anak-anak, atau sebagai pelatihan keterampilan. Akan tetapi, akhir-akhir ini origami telah menjadi populer sebagai sebuah bentuk hobi bagi orang dewasa. Maka dari itu, kegunaan origami tidak hanya sebagai seni keterampilan atau untuk membuat mainan dari kertas saja (Aneka Jepang, No.322/2008:15). Origami pun memiliki banyak kegunaan/fungsi bagi kehidupan masyarakat Jepang. Berdasarkan keterangan dan penjelasan di atas, maka penulis berminat untuk membahasnya melalui skripsi yang berjudul “Kebudayaan Origami dalam Kehidupan Masyarakat Jepang”.
1.2 Perumusan Masalah Kebudayaan selalu dibedakan dengan budaya. Kebudayaan adalah sesuatu yang konkret. Sedangkan budaya adalah sesuatu yang semiotik, tidak kentara atau bersifat laten. Menurut Ienaga Saburo dalam Situmorang (2006:2-3), membedakan pengertian kebudayaan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia (ningen no seikatsu no itonami kata). Dia menjelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan hal yang bukan ilmiah. Oleh karena itu, Ienaga mengatakan kebudayaan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat konkret yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit, menurut Ienaga adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni. Maka dari itu, kebudayaan dalam arti sempit sama dengan budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara, atau yang bersifat semiotik. Contoh budaya Jepang adalah budaya rasa malu, budaya kelompok, atau budaya nenkoujoretsu (senioritas), dan sebagainya. Sedangkan salah satu contoh kebudayaan Jepang adalah origami. Origami merupakan salah satu kebudayaan Jepang yang tersebar di seluruh dunia. Origami dapat disebut sebagai suatu kreativitas dan keterampilan membuat suatu model dengan selembar atau beberapa lembar kertas. Maka dari itu, diperlukan imajinasi yang akan dituangkan dalam gerakan lipat-melipat kertas dari tangan sehingga terbentuk model tertentu yang diharapkan (http://wrm-indonesia.org/content/view/203/2/). Banyak orang menganggap origami sebagai sesuatu yang biasa dan tidak terlalu istimewa. Akan tetapi, jika diperhatikan dengan seksama, origami merupakan kesenian yang sangat sederhana namun sangat mempesona. Di balik kesederhanaannya, terkandung nilai seni yang sangat tinggi. Maka dari itu, kebudayaan Origami bagi masyarakat Jepang lebih dari sekedar sebagai seni keterampilan, karena memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakat Jepang. Sehubungan dengan hal tersebut permasalahan penelitian ini hendak menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1.
Bagaimana sejarah munculnya origami?
2.
Bagaimana fungsi origami dalam kehidupan masyarakat Jepang?
Universitas Sumatera Utara
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Dalam pembahasannya, penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup permasalahan agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang akan dibahas dapat lebih terarah dalam penulisan nantinya. Pembahasan pada penelitian ini akan difokuskan pada fungsi origami dalam kehidupan masyarakat Jepang. Untuk mendukung penulisan ini, maka akan diuraikan pula sejarah munculnya origami, serta bahan dan alat untuk membuat origami.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka Origami adalah sebuah seni lipat yang berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah kertas atau kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang sangat teliti dan halus pada pandangan. Origami pun menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut washi, (www.wikipedia.org/wiki/Origami). Washi adalah kertas yang dibuat dengan metode tradisional di Jepang. Dibandingkan kertas produksi mesin, serat dalam washi lebih panjang sehingga washi bisa dibuat lebih tipis, namun tahan lama, tidak cepat lusuh atau sobek (http://id.wikipedia.org/wiki/Washi). Origami merupakan kesenian tradisional dari Jepang. Dalam mengkaji kesenian, maka harus pula mengkajinya dalam konteks kebudayaan, karena kesenian adalah salah satu unsur dari tujuh kebudayaan universal. Kesenian sering disinonimkan dengan kebudayaan, padahal kesenian hanyalah bagian dari kebudayaan. Istilah kesenian sendiri sering dipadankan dengan istilah seni dan seni budaya. Kebudayaan memiliki dua dimensi, yaitu wujud dan isi. Wujud kebudayaan ada tiga, yaitu : (a) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-
Universitas Sumatera Utara
nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya, (b) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola manusia dalam masyarakat, (c) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Isi kebudayaan sering juga disebut unsur-unsur kebudayaan universal yang terdiri dari tujuh unsur, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6) sistem religi, (7) kesenian, menurut Koentjaraningrat dalam Takari,dkk (2008:5). Dengan demikian, jelas bahwa kesenian adalah salah satu unsur dari tujuh unsur kebudayaan universal. Bagaimanapun juga, kesenian merupakan ekspresi dari kebudayaan masyarakat yang mendukungnya. Kesenian dikelompokkan ke dalam rumpun seni pertunjukkan, seni rupa, dan seni media rekam. Kesenian adalah suatu pertunjukkan atau persembahan, benda atau segala sesuatu yang berseni yang memiliki ciri-ciri estetika keindahan atau kecantikan. Kesenian lahir dari sentuhan nuansa atau nurani yang mendalam, yaitu dihasilkan untuk meninggalkan kesan kepada nurani orang lain. Menurut Ensiklopedia Indonesia, seni diterjemahkan sebagai jelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh pancaindera pendengaran,
penglihatan,
atau
dilahirkan
dengan
perantaraan
gerak
(http://bangsasejati.blogspot.com/2009/05/memartabatkan-perpaduan-melayu-dari.html). Kesenian tidak terlepas dari estetika. Estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian terhadap keindahan (http://id.wikipedia.org/wiki/Estetika).
Universitas Sumatera Utara
1.4.2 Kerangka Teori Teori merupakan asas atau hukum-hukum umum yang menjadi dasar (pijakan, pedoman, tuntunan) suatu ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, teori merupakan aturan (tuntunan kerja) untuk melakukan sesuatu, menurut Moeliono dalam Sangidu (2007:13). Berbicara mengenai origami, erat sekali hubungannya dengan sejarah Jepang. Menurut Nazir (1988:55), sejarah adalah pengetahuan yang tepat terhadap apa yang telah terjadi. Sejarah adalah deskripsi yang terpadu dari keadaan-keadaan atau fakta-fakta masa lampau yang ditulis berdasarkan penelitian serta studi yang kritis untuk mencari kebenaran. Maka dari itu, pembahasan masalah dalam penulisan ini menggunakan pendekatan sejarah. Penelitian dengan menggunakan metode sejarah penyelidikan yang kritis terhadap keadaan-keadaan, perkembangan, serta pengalaman di masa lampau dan menimbang secara cukup teliti dan hati-hati tentang bukti validitas dari sumber sejarah serta interpretasi dan sumber-sumber keterangan tersebut. Menurut Ginting (2006:24), penelitian sejarah ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, mensintesis, memverifikasi buktibukti untuk menegakkan fakta-fakta, dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Selain menggunakan pendekatan sejarah, penulis juga menggunakan pendekatan semiotik. Semiotik atau semiologi adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta tandatanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama pula dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotik, yaitu pakar linguistik dari Swiss, Ferdinand de Sausurre. Menurutnya semiotik adalah kajian mengenai kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu, menurut Takari,dkk (2008:30).
Universitas Sumatera Utara
Secara saintifik, istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani semeion. Menurut Panuti Sudjiman dan van Zoest dalam Takari,dkk (2008:31) menyatakan bahwa semiotik berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Dengan menggunakan pendekatan semiotik, seseorang dapat menganalisis makna yang tersurat dan tersirat di balik penggunaan lambang dalam kehidupan manusia sehari-hari. Menurut Segers dalam Sangidu (2007:18), semiotik merupakan suatu disiplin yang meneliti semua bentuk komunikasi selama komunikasi itu dilaksanakan dengan menggunakan tanda yang didasarkan pada sistem-sistem tanda atau kode-kode. Di dalam kehidupan yang termasuk tanda atau kode adalah karya seni, pakaian, meja, dan sebagainya.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui secara jelas bagaimana sejarah origami. 2. Untuk mengetahui secara jelas bagaimana fungsi origami dalam kehidupan masyarakat Jepang.
1.5.2 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat dan berguna bagi pihakpihak tertentu, yaitu : 1. Bagi penulis sendiri dapat menambah wawasan dan informasi mengenai sejarah perkembangan origami dan fungsi origami dalam masyarakat Jepang.
Universitas Sumatera Utara
2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya, dan mahasiswa Sastra Jepang pada khususnya tentang fungsi origami dalam kehidupan masyarakat Jepang. 3. Dapat dijadikan sumber ide dan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya.
1.6 Metode Penelitian Metode berasal dari bahasa Yunani methodos. Menurut Poerwadarminta dalam Sangidu (2007:13) metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskritif. Menurut Nazir (1983:63), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Maka dari itu, pengumpulan data diperlukan dalam penelitian ini. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan, menurut Nazir (1983:211). Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode penelitian kepustakaan. Data-data dan informasi diperoleh dengan menganalisis buku-buku, majalah dan situs-situs internet baik yang berhubungan langsung maupun sebagai tambahan dari judul penulisan ini. Selain itu, berbagai informasi juga diperoleh dari diktat dan skripsi sehingga prosedur dan cara kerja pemecahan masalah penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara