BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Komik sebagai salah satu media hiburan maupun pendidikan mampu
menjangkau ke berbagai kalangan dan usia. Sebagian orang telah menganggap komik sebagai bagian dari hidupnya. Contoh fenomena seperti ini bisa kita temukan pada komunitas pecinta komik yang tidak hanya mengoleksi setiap edisi dari komik tertentu, tetapi juga barang-barang yang memiliki unsur tokoh pada komik
tersebut.
Komik
memiliki
arti
sebagai
suatu
bentuk seni yang
menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Biasanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks dan diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk buku tersendiri. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendukung pengertian komik di atas, yakni komik adalah cerita bergambar (dalam majalah, surat kabar, atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna dan lucu (KBBI, 2000:583). Sudah puluhan tahun Indonesia menjadi salah satu sasaran penyebaran komik berbagai genre dari beberapa negara. Sebagian besar yang kita temui di toko-toko buku berasal dari Jepang, Amerika, Belgia, Prancis, dan negara-lainnya. Pada awal tahun 2014 telah beredar salah satu komik asal Prancis yang memiliki tema berbeda, yakni ajaran dan pendidikan agama Islam dalam kehidupan seharihari di Prancis. Komik yang berjudul Le Muslim’ Show ini menceritakan tentang
1
bagaimana umat Islam Prancis –pada umumnya merupakan para imigranmenjalani kehidupan sehari-hari. Penggambaran tentang pertentangan yang terjadi antara budaya Prancis dan budaya yang dipegang oleh muslim di Prancis dibawakan dengan cara yang menghibur sekaligus mendidik. Umat Islam di Prancis merupakan kaum minoritas, komik ini menceritakan upaya mereka untuk tetap memegang teguh ajaran Islam namun tetap mengikuti aturan dan hukum yang berlaku di Prancis. Meskipun sudah umum kita ketahui bahwa budaya Prancis cukup bertolak belakang dengan budaya yang dipegang oleh muslim di Prancis. Karya Norédine Allam, Greg Bllondin serta Karim ini pertama kali diluncurkan dalam bentuk blog pada tahun 2009 dan menjadi komik bertemakan Islam pertama di Prancis. Dalam waktu singkat komik ini meraih perhatian publik Prancis. Pada bulan Juni 2010 akhirnya Le Muslim’ Show diterbitkan dalam bentuk buku ke seluruh negara francophone (penutur bahasa Prancis) dan telah terjual lebih dari 25000 eksemplar. Kemudian komik ini diterbitkan ke dalam 22 bahasa, diantaranya adalah bahasa Indonesia, Inggris, Arab dan Malaysia. Tidak hanya melalui versi cetak, para pembaca diberi kemudahan untuk menemukan komik ini dalam versi online melalui media sosial, Facebook. Kehadiran Le Muslim’ Show beserta terjemahannya di dunia maya sangat membantu dalam memperkenalkan komik ini kepada masyarakat di seluruh dunia. Penyebarannya juga lebih mudah karena dukungan akses internet yang semakin meluas dan dapat dilakukan di mana saja.
2
Penerbitan Muslim’ Show di Indonesia kemungkinan didasari oleh alasan Indonesia merupakan salah satu negara yang didominasi oleh penduduk beragama Islam. Sebagian besar cerita di dalam komik memiliki kesamaan dengan kejadian, peristiwa, ataupun kegiatan yang biasa dijalani atau dilakukan oleh umat muslim di Indonesia. Meskipun memiliki kesamaan dari segi agama, akan tetapi Prancis dan Indonesia memiliki perbedaan budaya, yang mana budaya tersebut memberi pengaruh yang berbeda pula terhadap proses dan sistem pengajaran agama, serta keterkaitan agama dengan sistem dan peraturan di kedua negara tersebut. Seperti yang telah diketahui bahwa bahasa Prancis dan bahasa Indonesia memiliki perbedaan. Proses penerjemahan tidak boleh lepas dari faktor penyesuaian budaya dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Adanya pergeseran makna dalam penerjemahan dianggap wajar karena menyesuaikan dengan budaya dan bahasa bahasa sasaran sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh para pembaca terjemahannya. Hasil penerjemahan komik ini ke bahasa Indonesia banyak mengandung pergeseran makna. Berikut ini adalah contoh-contoh dari pergeseran makna tersebut: (1)
C’est clair. C’est ridicule (LMS 3 :10) „Itu-adalah-jelas. Itu-adalah-menggelikan/konyol‟ „Ah… Ini enggak masuk akal! Udah jelas enggak bisa, kok !.‟ (MSI 3:10)
3
(2)
2 menus Twisty avec Cola s’il vous plaît ! (LMS 1 :3) „2-menu-Twisty-dengan-Cola-jika-dia-anda(pron.)-menyenangkan „2 Twisty dengan Coca-cola!‟ (MSI 1 :3)
Kalimat nomor (1) terlihat mengalami pergeseran makna yang cenderung meluas. Konteks yang terjadi dalam dialog di kalimat (1) adalah seorang pria yang membangun sebuah masjid tanpa bantuan dari orang lain. Warga yang menyaksikannya merasa pesimis bahwa pria tersebut akan berhasil membangun masjid tersebut. Salah satu pembicaraan warga tersebut adalah kalimat nomor (1). Penerjemah berusaha untuk menyampaikan makna dari bahasa sumber (Bsu) ke bahasa sasaran (Bsa) dengan menggunakan kalimat yang berstruktur lebih panjang dan terlihat tidak kaku ketika dibaca. Selain itu terdapat penekanan dan penjelasan bahwa pria tersebut sudah jelas tidak akan berhasil membangun masjid tersebut seorang diri. Konteks yang terdapat dalam kalimat nomor (2) adalah dua orang laki-laki yang tengah memesan makanan di restauran cepat saji. Dapat dilihat bahwa salah satu budaya sopan santun dalam bahasa Prancis adalah penggunaan kalimat „s’il vous plaît‟ jika ingin meminta tolong dan memperhalus agar tidak terkesan menyuruh. Sementara pada bahasa Indonesia budaya sopan santun dalam meminta bantuan atau mempersilahkan seseorang tentu ada. Akan tetapi jarang terjadi ketika memesan makanan di restauran cepat saji. Biasanya masyarakat hanya 4
menyebutkan menu yang ingin dipesan seperti yang terjadi di teks terjemahannya. Kata yang biasa digunakan adalah „terima kasih‟. Kata tersebut juga hanya digunakan setelah menerima makanan yang dipesan. Kalimat tersebut apabila diartikan secara literal juga tidak dapat dipahami oleh pembaca teks sasaran. Bahasa Indonesia mengartikan kata kalimat “s’il vous plait” sebagai “tolong” dan “silahkan”. Apabila diterjemahkan secara semantis akan lebih menghasilkan makna yang lebih tidak dapat dimengerti, yakni “jika-dia-anda(pron.)menyenangkan”. Kalimat tersebut juga mengalami perubahan pada kata “Cola” yang diakibatkan oleh padanan budaya yang berbeda dari masing-masing negara. Pembaca teks sasaran akan lebih memahami menu yang dipesan tersebut dengan diterjemahkan sebagai “Coca-cola”. Merek dagang tersebut memang sudah populer dan dikenal oleh masyarakat Indonesia. Penggunaan kata “Coca-cola” sebagai padanan juga lebih mendekati dengan kata pada BSu daripada menggunakan kata yang mewakili produk sejenis namun nama yang berbeda. Dengan demikian, kalimat nomor (2) juga dapat dikatakan mengalami pergeseran makna yang diakibatkan oleh perbedaan budaya antara BSu dan BSa. 1.2
Rumusan Masalah Penyesuaian budaya diperlukan dalam proses penerjemahan dari bahasa
sumber ke bahasa sasaran. Hal ini bertujuan agar pembaca dapat lebih mudah dan jelas dalam memahami teks. Begitu pula yang terjadi pada hasil terjemahan bahasa Indonesia komik Le Muslim’ Show yang mana sebagian mengalami pergeseran makna. Terdapat beberapa faktor lain pula yang mempengaruhi
5
pergeseran-pergeseran tersebut. Dengan demikian, penelitian ini akan mengangkat masalah-masalah sebagai berikut: 1. Pergeseran makna semantis apakah yang terdapat dalam komik Muslim’ Show Indonesia edisi Ramadhan ala Muslim’ Show dan Hidup Bertetangga ala Muslim’ Show? 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya pergeseran makna tersebut? 1.3
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pergeseran makna
semantis pada komik Muslim’ Show Indonesia edisi Ramadhan ala Muslim’ Show dan Hidup Bertetangga ala Muslim’ Show yang diterjemahkan dari komik Le Muslim’ Show edisi Le Mois Sacré du Ramadan dan Voisin Voisin. Selain itu untuk memaparkan faktor-faktor penyebab terjadinya pergeseran makna. 1.4
Tinjauan Pustaka Penelitian menggunakan karya terjemahan telah dilakukan sebelumnya. Di
antaranya adalah skripsi karya Novika Sastriani (2013) yang berjudul Pergeseran Makna dalam Komik L’Agent 212 dan dalam Terjemahannya Agen 212. Skripsi tersebut
ditujukan untuk mengetahui
bentuk
pergeseran
makna
dalam
penerjemahan, khususnya pergeseran yang terjadi dalam penerjemahan komik. Penulis juga membahas tentang penyebab terjadinya pergeseran dan efek yang ditimbulkan oleh pergeseran makna. Skripsi lain yang membahas mengenai terjemahan adalah Denta Yuliansyah (2013) dengan skripsinya yang berjudul Pergeseran Semantis Penerjemahan Unsur-Unsur Seksual dalam Komik Titeuf. Peneliti melakukan perbandingan makna asli unsur seksual dalam bahasa sumber
6
ke dalam padanannya dalam bahasa sasaran. Pergeseran semantis yang terjadi berupa pergeseran yang meluas dan pergeseran semantis total. Pergeseran Terjemahan Nomina Novel L’Aube pada Novel Terjemahan Fajar karya Febita Nur Tisani (2009) juga membahas terjemahan. Objek penelitiannya adalah nomina karena hasil terjemahannya mampunyai bentuk dari makna yang bervariasi. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendeskripsikan dan penyebabnya yang terjadi dalam teks tersebut. Nunung Wiyati (2005) membahas tentang pergeseran penerjemahan bentuk dan makna yang terjadi dalam penerjemahan teks film Finding Nemo dalam skripsinya yang berjudul Pergeseran Penerjemahan Teks Film Finding Nemo. Peneliti menjelaskan tentang apa saja bentuk pergseran makna beserta penyebabnya. Perbedaan antara skripsi-skripsi di atas dengan penelitian ini terletak secara umum terletak pada sumber data yang digunakan. Penelitian ini akan mencoba menemukan jenis pergeseran yang cenderung terjadi pada teks terjemahan beserta penyebab-penyebab pergeserannya. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berfokus pada pergeseran makna semantis dalam komik
Muslim Show Indonesia yang diterjemahkan dari komik Le Muslim Show. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan jenis pergeseran makna semantis yang terdapat dalam penerjemahan ke bahasa sasaran. Faktor-faktor penyebab terjadinya pergeseran makna juga akan dibahas dalam penelitian ini. 1.6
Landasan Teori
7
Penerjemahan merupakan proses mengubah pesan dari bahasa sumber (bahasa yang akan diterjemahkan) ke bahasa sasaran semirip mungkin dan dengan mengikutsertakan gaya bahasa dari bahasa sasaran. Seperti yang dikemukakan oleh Eugene A. Nida dalam buku The Theory and Practice of Translation (1969:12) : “Translating consist in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source-language message, first in terms of menaning and secondly in terms of style.” Menurut Kridalaksana, penerjemahan adalah proses pengalihan pesan atau amanat antarbudaya dan/atau antar bahasa dalam tataran gramatikal dan leksikal dengan maksud afek atau ujud yang sedapat mungkin tetap dipertahankan (Kridalaksana 2008:181). Pemahaman penerjemah terhadap teks yang akan diterjemahkan dan kemampuan bahasanya dapat mempengaruhi hasil teks bahasa sasaran (Fang, 1959:111). Analisis dari komik ini akan menggunakan teori semantik karena semantik merupakan cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Menurut Brekle semantik -khususnya semantik linguistik- merupakan ilmu empiris yang membahas tentang makna dan kombinasi dari suatu tanda yang terdapat dalam bahasa. “La semantique linguistique est une science empirique qui s'occupe du contenu des signes et des combinaisons de signes qui sont possibles ou qui apparaissent effectivement dans les langues naturelles” (Brekle, 1972:17). Semantik dapat mencakup bidang, baik dari segi struktur, fungsi bahasa dan interdisiplin bidang ilmu –contohnya ilmu filsafat dan psikologi–. Akan tetapi
8
dalam hal ini hanya berkisar pada hubungan ilmu makna itu sendiri (Djadjasudarma, 1999 :4). Makna dan referen memiliki perbedaan yang disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, terdapat beberapa kata yang memiliki makna tetapi tidak memiliki referen. Contoh dalam bahasa Prancis berupa kata „’et’’ dan „‟ou‟‟. Kedua, ada bentuk-bentuk kebahasaan yang memiliki makna yang berbeda, tetapi memiliki referen yang sama. Alasan terakhir, sejumlah kata-kata yang memiliki makna, tetapi referennya berubah-ubah atau berpindah-pindah. (Wijana, 2008:1419). Dalam komunikasi terkadang timbul ambiguitas dalam mengartikan suatu kata atau kalimat. Peran konteks menjadi penting dalam kasus ini agar petutur memahami maksud atau makna yang diutarakan oleh penutur. Begitu pula dalam kasus penerjemahan. Penerjemah harus memahami konteks yang terdapat dalam teks bahasa sumber, sehingga para pembaca teks bahasa sasaran mengerti pesan yang terdapat dalam teks. Konteks tidak selalu harus mengalami perubahan yang dikarenakan perbedaan faktor budaya dari bahasa sumber dan bahasa sasaran. Lebih diutamakan bagaimana penerjemah dapat menghasilkan suatu sturuktur kalimat yang mudah dipahami dan mampu menyampaikan pesan yang terdapat dalam teks bahasa sasaran. Makna dan referen mengandung pengertian yang berbeda. Jika makna tidak dapat lepas dari konteks, referen tidak bergantung pada konteks. Referen lebih tertuju kepada simbol atau benda. Stephen Ullman memberikan penjabaran yang dapat memudahkan dalam memahami makna. Ullman menggunakan istilah
9
„‟name‟‟ (nama), „‟sense‟‟ (makna atau pengertian), dan „‟thing‟‟ (benda). ‟‟Name‟‟ adalah bentuk fonetis sesuatu kata, bunyi-bunyi yang membentuk kata, termasuk unsur-unsur akustik lain seperti aksen. „‟Sense‟‟ dipakai dalam arti umum tanpa mengaitkannya dengan suatu doktrin psikologi. „‟Makna‟‟ merupakan informasi yang dibawa oleh na,a untuk disampaikan kepada pendengar. „‟Thing‟‟ merupakan unsur atau peristiwa nonbahasa (Ullman, 2007:68; Diterjemahkan: Sumarsono). Setiap bahasa memiliki „‟nama‟‟ masingmasing untuk menyebutkan suatu simbol atau benda. Tetapi, referen yang dimaksud tidak berubah. Penutur juga mempengaruhi dalam perubahan sebuah makna karena penutur terlibat dalam konteks. Sementara referen dari suatu kata yang disebutkannya tetap sama dengan penutur yang lain meskipun dalam konteks yang berbeda. Tidak semua „‟benda‟‟ yang terdapat di di suatu negara ada di negara lainnya –yang menggunakan bahasa yang berbeda–, makna yang dimaksud tetap dapat diartikan dalam bahasa lain dengan referen yang tetap sama pula. Penjelasan dan teori yang dipaparkan diatas tertuang dalam hasil terjemahan bahasa Indonesia komik Le Muslim’ Show. Penerjemah berusaha untuk menggunakan padanan kata, struktur, beserta gaya bahasa yang sedapat mungkin dimengerti dengan jelas oleh para pembaca komik terjemahan tersebut. Pergeseran makna semantis terjadi dalam hasil terjemahan komik tersebut. Menurut Simatupang, ada tiga jenis pergeseran makna pada tataran semantik: 1.
Pergeseran dari Makna Generik ke Makna Spesifik Pergeseran ini terjadi karena tidak adanya padanan kata yang tepat dalam
bahasa sasaran. Misalnya, kata bahasa sumber mempunyai makna generik dan
10
padanan kata tersebut dalam bahasa sasaran tidak mengacu kepada makna yang generik tetapi kepada makna yang lebih spesifik. 2.
Pergeseran dari Makna Spesifik ke Makna Generik Tidak terlalu berbeda dengan pengertian dari pergeseran nomor (1), kata
dalam bahasa sumber mempunyai makna spesifik dan padanan kata tersebut dalam bahasa sasaran mengacu kepada makna generik. 3.
Pergeseran Makna karena Perbedaan Sudut Pandang Budaya Setiap bahasa merupakan salah satu hasil dari budaya suatu kelompok
masyarakat. Bahasa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari budaya penuturnya. Cerminan para penutur suatu bahasa dapat dilihat dari bahasanya. Dengan demikian, pergeseran atau perbedaan makna dalam penerjemahan juga terjadi karena perbedaan sudut pandang dan budaya penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Penerjemah tidak hanya menyesuaikan makna kata dari BSu ke BSa tetapi juga menimbang budaya Bsa dalam penyampaian pesan dalam TSu (Simatupang, 2000:92-96). Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi pergeseran makna semantis dalam proses penerjemahan. Persoalan ini termasuk pada bagian strategi penerjemahan, yaitu taktik penerjemah untuk menerjemahkan kata atau kelompok kata hingga kalimat penuh jika kalimat tersebut tidak bisa dipecah menjadi unit yang lebih kecil untuk diterjemahkan (Suryawinata, 2003:67). Secara umum strategi ini dibagi menjadi dua, yakni strategi struktural dan strategi semantis. Strategi semantis ini adalah strategi penerjemahan yang dilakukan dengan pertimbangan makna, sesuai dengan lingkup ilmu semantik. Pengoperasian
11
strategi ini mencakup tataran kata, frase, dan klausa atau kalimat. Strategi semantis terbagi atas 9 : 1.
Pungutan (Borrowing) Strategi pungutan adalah penerjemah tidak menerjemahkan kata BSU ke
dalam BSa. Terdapat beberapa alasan mengapa penerjemah memungut kata BSu. Diantaranya adalah untuk menunjukkan penghargaan terhadap kata-kata tersebut dan belum ditemukan padanan kata yang tepat di dalam BSa. Pungutan dibagi pula
menjadi
dua,
transliterasi
dan
naturalisasi.
Transliterasi
adalah
mempertahankan kata-kata BSu secara utuh, baik dari segi bunyi dan tulisannya. Sementara naturalisasi melanjutkan strategi transliterasi, yaitu penulisan dan ucapan kata-kata BSU disesuaikan dengan aturan bahasa BSa. Contoh bentuk pungutan yang terdapat dalam komik Le Muslim’ Show adalah kata “ramadan” dan “ramadhan” dalam Muslim Show Indonesia. Kata “ramadan” sebenarnya juga merupakan serapan dari bahasa Arab. Tetapi umat muslim di kedua negara tersebut mengenal makna dari kata tersebut. Dari segi bunyi keduanya memiliki kesamaan, namun dari segi penulisan keduanya memiliki sedikit perbedaan diakibatkan oleh kebiasaan penulisan atau pemahaman cara membaca setiap suku kata dari kata tersebut bagi masing-masing negara. 2.
Padanan Budaya (Cultural Equivalent) Penerjemah menggunakan kata khas dalam BSa untuk mengganti kata
khas di dalam BSu. Budaya yang berbeda antarbahasa memungkinkan makna menjadi tidak tepat setelah diterjemahkan. Meskipun demikian, strategi ini membuat teks terjemahan lebih mudah dipahami. Contoh untuk kasus ini sudah sedikit disinggung sebelumnya, yaitu pada penggunaan kata “s’il vous plait”.
12
Kalimat tersebut tidak memiliki makna yang jelas dalam bahasa Indonesia jika diterjemahkan secara semantis atau literal. Pergeseran terjadi dalam terjemahan kata tersebut. Arti dari kalimat “s’il vous plait” menjadi “tolong” dan “silahkan” dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan konteks penggunaan kalimat tersebut. Makna “silahkan” digunakan misalnya pada kalimat bahasa Prancis berupa “entrez, s’il vous plaît” yang berarti “silahkan masuk” dan berkonteks mengajak atau mempersilahkan seseorang untuk memasuki ruangan. Sementara makna “tolong dapat ditemukan pada contoh kalimat “parle plus fort, s’il te plaît”. Terjemahan dari kalimat tersebut adalah “tolong berbicara lebih keras” atau “bicara lebih keras, tolong”. Konteks meminta tolong atau memohon menjadikan makna “s’il vous plait” berubah menjadi “tolong”. 3.
Padanan Deskriptif (Descriptive Equivalent) dan Analisis Komponensial (Componential Analysis) Padanan ini berusaha mendeskripsikan makna atau fungsi dari kata BSu
(Newmark 1988 via Suryawinata 2003:73). Penggunaan strategi ini didasari oleh alasan keterkaitan kata BSU dengan budaya khas BSu dan tetap tidak bisa memberikan derajat ketepatan yang diinginkan meskipun telah disesuaikan dengan padanan katanya di BSa. Contoh kata yang berkaitan dengan padanan deskriptif dalam komik dapat dilihat pada kalimat “elle aurait été meilleure avec des lardons dedans !” (LMS, 1 :14). Arti dari kata “lardons” tidak dapat dipahami secara langsung oleh para pembaca teks sasaran. Sehingga, pada terjemahannya perlu diperjelas menjadi “lebih enak ditambah daging babi asap !”. Daging babi bukanlah jenis makanan yang umum dikonsumsi di Indonesia, dan hal yang sebaliknya terjadi di Prancis. Hanya sebagian orang yang mengerti tentang daging
13
babi. Terlebih komik ini bertemakan Islam sehingga penjelasan terhadap istilah yang berhubungan dengan hal yang dilarang dalam Islam perlu diperjelas. Sementara analisis komponensial adalah menerjemahkan kata BSu ke BSa dengan cara memberikan perincian komponen-komponen makna kata BSu tersebut. Penyebabnya adalah tidak adanya padanan satu-satu di BSa dan pemahaman atas arti yang sebenarnya perlu diketahui oleh pembaca teks BSa. Contohnya adalah “ma mosque l’avait dit en premier!” (LMS, 1 :1) yang diterjemahkan menjadi “masjid saya yang pertama kali mengumumkan”. Konteks yang menceritakan tentang pengumuman awal bulan ramadhan menghasilkan
terjemahan
kata
yang
dicetak
tebal
diartikan
menjadi
“pengumuman”. Alih-alih menggunakan arti aslinya, yaitu “mengatakan”, kata “pengumuman” lebih dapat mewakili konteks karena situasi menggambarkan tentang memberitahukan ke banyak orang, bukan ke satu orang. Kedua penyebab pergeseran makna ini memang cukup memiliki kesamaan. Perbedaan dapat dilihat dari lingkup yang mendasari keduanya, padanan deskriptif lebih cenderung berkaitan dengan faktor budaya, sementara analisis komponensial berkaitan dengan penerjemahan kata-kata yang bersifat umum. 4.
Sinonim Penerjemah dapat menggunakan kata BSa yang mirip untuk kata-kata BSu
yang bersifat umum. Sebagai contoh ada pada kalimat “hé hé hé ! Alors c’est qui le patron ?!” (LMS, 1 :34) yang diterjemahkan menjadi “hehehe… siapa bosnya ???”. Konteks yang menceritakan beberapa orang pria yang tengan bermain game. Ketika salah satu diantara mereka menang, dia merasa adalah yang terhebat dan menyebutkan kalimat tersebut. Di dalam KPI dituliskan bahwa arti 14
dari “le patron”adalah “majikan”. Tetapi dalam terjemahannya kata tersebut diartikan dengan kata yang merupakan sinonim dari “majikan”, yakni “bos” yang mana lebih cocok untuk digunakan karena sesuai dengan yang dibutuhkan oleh konteks. 5.
Terjemahan Resmi Strategi ini dapat membantu penerjemah menyingkat waktu dan ikut serta
memberi arah perkembangan bahasa Indonesia pada jalur yang benar. Strategi ini memiliki lingkup terjemahan resmi kata yang telah dibakukan. Proses penerjemahan
yang
termasuk
dalam
kategori
terjemahan
resmi
dapat
menggunakan buku Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sebagai salah satu referensi. 6.
Penyusutan dan Perluasan Sesuai dengan sebutannya, penyusutan berarti penyusutan komponen kata
BSu. Seperti contoh kata “automobile” diterjemahkan menjadi “mobil”. Kata “auto” dihilangkan sehingga kata “automobile” mengalami penyusutan. Berlawanan dengan penyusutan, unsur kata mengalami perluasan di dalam BSa. Sebagai contoh adalah kata “baleine” yang diterjemahkan menjadi kata “ikan paus”. Penambahan kata “ikan” dikarenakan kata “paus” memliki arti lain yaitu pemimpin umat Katolik. 7.
Penambahan Berbeda dengan strategi perluasan, pada strategi penambahan penerjemah
memasukkan informasi tambahan dalam teks terjemahan. Penambahan ini dilakukan untuk memperjelas makna dan pembaca dirasa membutuhkannya.
15
Prosedur penambaha biasanya digunakan untuk membantu menerjemahkan katakata yang berhubungan dengan budaya, teknis, atau ilmu-ilmu lainnya. Informasi tambahan tersebut diletakkan di dalam teks, di bagian bawah halaman dalam bentuk catatan akhir, atau di bagian akhir dari teks. Contohnya adalah penjelasan kata “chorba” yang diletakkan dalam bentuk catatan kaki. Penjelasan atau informasi tambahan dari kata tersebut adalah “sup tradisional negara Maghreb (Aljazair, Tunisia, Libya, etc). 8.
Penghapusan (Omission atau Deletion) Strategi penghapusan dilakukan dengan menghapus kata atau bagian TSu
di dalam TSa. Penghapusan juga dapat diartikan sebagai tidak diterjemahkannya kata atau bagian TSu di dalam TSa. Alasan yang mendasari strategi ini adalah kata BSu tidak terlalu penting bagi keseluruhan TSa atau sulit diterjemahkan. Hal ini juga dapat menghindari terjadinya kebingungan pembaca teks terjemahan. Bentuk pergeseran ini dapat dilihat dalam kalimat “quoi?! Qu’est-ce que tu regardes, toi?!” (LMS, 1 :16). Kata “tu” yang merupakan subjek atau kata ganti orang pertama dihilangkan dalam terjemahannya, yakni menjadi “apa ? lihat apa, heh !”. Konteks yang menggambarkan seorang pria yang merasa kesal dengan orang lain yang melihatnya. Gambar yang terdapat pada komik sudah dapat menjelaskan situasi dan penempatan kata “kamu” yang merupakan arti dari kata BSu tidak terlalu diperlukan. 9.
Modulasi Modulasi adalah strategi untuk menerjemahkan frase, klausa, atau kalimat.
Strategi ini dilakukan jika penerjemahan kata-kata dengan makna literal tidak menghasilkan terjemahan yang wajar atau luwes. Contohnya adalah terjemahan
16
dari kalimat “il lest mignon ce petit…” (LMS, 1 :44), yaitu “ya, ampun… manisnya si kecil ini…”. Konteks dari cerita tersebut adalah seorang pria memuji anak anjing milik seorang nenek yang dikenalnya. Kalimat BSu mementingkan orang yang diajak berbicara. Tetapi terjemahannya mementingkan kenyataan yang dibicarakan, yakni manisnya anak anjing tersebut (Suryawinata, 2003:70-76). 1.7
Metodologi Terdapat 3 tahap dan metode yang akan diterapkan dalam melakukan
penelitian ini, yakni metodologi pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil. 1.7.1
Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah komik bahasa Prancis Le
Muslim Show yang diambil dari salah satu situs media sosial dari akun resmi buku tersebut. Sementara komik terjemahannya diambil dari beberapa episode Muslim Show Indonesia edisi Ramadhan ala Muslim Show dan Hidup Bertetangga. Penggunaan sebagian episode dari komik terjemahan bahasa Indonesia dikarenakan keterbatasan data dari bahasa sumber sehingga perlu dilakukannya pencarian terhadap episode yang sama dari kedua bahasa tersebut. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak. Metode simak dilakukan dengan cara menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto 1988:2). Penyimakan akan dilakukan dengan cara membaca komik yang merupakan objek penelitian. Metode ini dibantu dengan teknik catat, yakni mencatat pergeseran makna yang terdapat pada data. 1.7.2
Metode Analisis Data
17
Data akan dianalisis dengan terlebih dahulu dengan diterjemahkan secara harafiah atau kata per kata kemudian dibandingkan dengan data teks terjemahan. Kegiatan ini akan menghasilkan pembagian data sesuai dengan jenis pergeseran serta faktor penyebab terjadinya perubahan makna semantisnya masing-masing. Setelah pembagaian dilakukan, akan diberikan penjelasan mengapa data tersebut termasuk dalam jenis pergeseran makna semantis. Penjelasan konteks juga akan dipaparkan karena konteks menjadi salah satu dasar terjadinya pergeseran makna semantis. Teknik yang akan digunakan dalam analisis adalah teknik dasar dan teknik lanjutan. 1.7.3
Penyajian Hasil Metodologi yang digunakan pada penyajian hasil adalah informal, yakni
menjabarkan proses dan hasil dari analisis data dengan menggunakan kata-kata dan diharapkan dapat langsung dipahami oleh pembaca. 1.8
Sistematika Penyajian Skripsi ini terdiri dari 4 Bab. Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan, tinjauan pustaka, ruang lingkup penelitian, landasan teori, metodologi, dan sistematika penyajian. Bab II menganalisis pergeseran makna semantis. Bab III menjabarkan faktor-faktor penyebab pergeseran makna, yaitu analisis penyebab terjadinya pergseran makna yag terjadi pada data. Serta pada bab IV berupa kesimpulan penelitian.
18