BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditetapkannya Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 yang diubah dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah diharapkan menjadi birokrasi yang efektif. Dalam undang-undang disebutkan, pemerintah hanya mengelola enam bidang saja yaitu: politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama serta beberapa bidang lainnya yang membawa implikasi baru dalam manajemen publik dimana domain (pedoman) pemerintah berbeda. Untuk itu dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, peran kinerja memiliki kedudukan dan fungsi signifikan. karena peranan kinerja ditengah masyarakat senantiasa menjadi sangat vital. seperti yang dijelaskan
berikut ini
Dwiyanto (2006 : 50) : 1. Masih rendahnya produktivitas, produktivitas pada umumnya sebagai rasio antara input dan autput, maksudnya ialah bahwa pelayanan publik tersebut harus mengedepankan hasil ketimbang pemasukan. Contohnya dalam pengurusan KTP masyrakat (customer) harus mengeluarkan uang untuk proses administrasi yang relatif besar, namun hasil yang diterima oleh masyarakat sangat minim melalui proses yang relatif lama. Harusnya terdapat keseimbangan antara uang yang dikeleurkan oleh masyarakat dengan hasil yang diterimanya. 2. Kualitas layanan, banyak pandangan negatif
yang terbentuk mengenai
organisasi publik muncul karena ketidakpausan masyarakat terhadap kulitas layanan yang diterima dari organisasi publik. informasi mengenai kepuasan
Universitas Sumatera Utara
terhadap kulitas pelayanan seringkali dapat diperolah dari media massa atau diskusi publik, yang masih jauh dengan harapan masyarakat terhadap pelayanan yang mudah dan murah. 3. Responsifitas,
yaitu
masih rendahnya kemampuan organisasi untuk
mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 4. Akuntabilitas, akuntabilitas menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresetasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini konsep akuntabilitas dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat. Berdasarkan uraian diatas kinerja merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan, didalam penyelenggaraan tata kelolah pelayanan terhadap masyarakat tepatnya di Kantor Camat Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk memulai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kinerja ini penulis mengkorelasikannya dengan prinsip-prinsip dari Good Governance agar tercipta kinerja yang lebih terarah dan sistematis
Universitas Sumatera Utara
Tata kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan suatu konsep yang akhir - akhir ini marak dipergunakan dalam ilmu politik dan administrasi pubik. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminologi birokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia dan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu, konsep Good Governance ini lebih dekat digunakan dalam reformasi sektor publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik konsep ini di pandang sebagai salah satu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi publik. Paradigma ini menekankan pada peranan menejer publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, mendorong meningkatkan otonomi mamajerial terutama sekali mengurangi campur tangan kontrol yang dilakukan pemerintah pusat, transparansi, akuntabilitas publik dan di ciptakan pengelolaan manajerial yang bersih bebas dari korupsi. United Nations Development Programe (UNDP 1997 dalam Kuncoro, 2004) merumuskan istilah Governance sebagai suatu penyelenggaraan (exercise) dari kewenangan politik, ekonomi dan administrasi untuk menata, mengatur dan mengelola masalah – masalah sosialnya istilah. “Governance” menunjukan suatu proses dimana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Sedangkan Pada bulan Mei 2001 yang lalu, para pejabat dan staf pemerintah pusat dan daerah menyetujui beberapa prinsip tata kelola yang baik (Good Governance) yang perlu diterapkan di Indonesia. Kesepuluh prinsip tersebut adalah (Mishsra, et al. dalam Nugroho Riant 2003:23): 1. Partisipasi: mendorong semua warga negara mengekspresikan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan, baik langsung maupun tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
2. Penegakan Hukum: menjaga agar penegakan hukum dan perundangan adil dan
tanpa
diskriminasi,
serta
dengan
mendukung
HAM
dengan
memperhitungkan semua nilai yang ada dalam masyarakat. 3. Transparansi: membangun saling kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat dengan memberikan informasi yang dibutuhkan dan akses informsi yang mudah bila dibutuhkan. 4. Responsif: meningkatkan responsitas birokrat terhadap keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat tanpa kecuali. 5. Pemerataan: memberikan peluang sama pada semua warga untuk meningkatkan kesejahteraannya. 6. Visi Stratejik: memformulasikan suatu strategi, yang didukung dengan sistem penganggaran yang mencukupi, sehingga rakyat memiliki rasa memiliki dan tanggungjawab terhadap masa depan daerah. 7. Efektivitas dan Efisiensi: melayani masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan bijaksana. 8. Profesionalisme: meningkatkan kapasitas, keterampilan dan moral birokrat sedemikian rupa sehingga mereka dapat pelayanan yang mudah, cepat, akurat dan dapat dijangkau. 9. Akuntabilitas: meningkatkan akuntabilitas publik bagi para pengambil kebijakan di pemerintahan swasta dan organisasi masyarakat pada semua bidang (politik, fiscal. anggaran). 10. Pengawasan: melakukan kontrol dan pengawasan terhadap administrasi publik dan aktivitas pembangunan dengan melibatkan masyarakat dan organisasi kemasyarakatan.
Universitas Sumatera Utara
Dari kesepuluh prinsip-prinsip good governance diatas jelas sekali bahwa pemerintah dalam hal ini memandang serius dalam mengedepankan pelayanan yang memang dikehendaki oleh masyarakat. Tetapi pada penelitian ini penulis hanya membahas tentang Responsivitas saja yaitu, kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat,
menyusun
agenda
dan
prioritas
pelayanan,
serta
mengembangkan program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa. Responsivitas sangat dibutuhkan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan public sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat (Diliulio, 1994 dalam Dwiyanto, 2006) organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek juga. Masih tingginya tingkat keluhan yang disampaikan oleh masyarakat pengguna jasa terhadap birokrasi menunjukan bahwa pada suatu sisi kualitas produk layanan birokrasi masih dirasakan tidak dapat memenuhi harapan masyarakat pengguna jasa, pada sisi lain telah semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat pengguna jasa untuk memenuhi hak-haknya sebagai konsumen untuk memperolah pelayanan dengan kualitas yang terbaik. Namun meningkatnya pengguna jasa tersebut ternyata masih belum diikuti dengan daya tanggap aparat birokrasi terhadap keluhan masyarakat. Berdasarkan observasi lapangan, (Dwiyanto, 2006:66) rendahnya tingkat responsivitas aparat birokrasi tersebut terlihat dari belum maksimalnya tugas-tugas bagian informasi dalam penyebaran informasi pelayanan secara akurat kepada
Universitas Sumatera Utara
masyarakat pengguna jasa, pada hampir sebagian besar loket informasi instansi pemberian pelayanan yang diobservasi,aparat yang bertugas diloket bagian informasi sangat sulit ditemui oleh masyarakat penguna layanan jasa. apabila ada masyarakat yang mengalami kebingingan berkaitan dengan informasi pelayanan, jarang sekali ditemukan ada aparat yang berinisiatif untuk membantu atau sekedar menanyakan kesulitan yang dialami masyarakat pengguna jasa tersebut. Di lain Kasus Penolakan terhadap pelayanan masih sering kali dilakukan oleh aparat birokrasi dengan dalih berkas dokumen pengguna jasa yang dibawa tidak lengkap dengan persyaratan pelayanan yang telah ditentukan, responsivitas birokrasi yang rendah juga banyak disebabkan dengan belum adanya pengembangan informasi eksternal secara nyata oleh jajaran birokrasi pelayanan, misalnya
dalam kasus
pengurusan sertifikat tanah, seseorang datang ke BPN, setelah membayar berbagai persyaratan petugas BPN tersebut mengatakan dalam 4 atau 3 hari lagi tanah akan diukur dan penyelesaian sertifikat. Tetapi setelah 10 bulan menunggu tidak ada kabar dari BPN setelah didatangi ke BPN dan di cek dikomputer ternyata tidak ada datadata mengenai tanah tersebut (Dwiyanto, 2006 : 65). Berdasarkan penjelasan tentang fenomena serta kejadian diatas penulis memandang masih rendahnya kulitas organisasi publik dalam menanggapi Keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat yang berbasis pada pelayanan hak, dengan kata lain setiap orang atau warga negara punya hak yang sama dalam pelayanan pemenuhan hak dasarnya dan negara wajib memenuhinya, RUU pelayanan publik harus mengatur penyelenggara pelayanan publik mungkin dalam hal ini dibentuknya lembaga independen yang memiliki kekuasaan untuk melakukan pengawasan dan penyelesaian sengketa pelayanan publik.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pertimbangan diatas
penulis merasa
tertarik melakukan
penelitian tentang Pengaruh pelaksanaan prinsip Good Governance tentang Reponsivitas terhadap Kinerja pegawai, adapun yang menjadi judul penelitian ini adalah : “
Pengaruh
Pelaksanaan
Prinsip
Good
Governance
Tentang
Responsivitas Terhadap Kinerja Pegawai” , ( Studi pada kantor Camat Kuantan Tengah, Kabupaten kuantan Singingi, Riau). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan fakta serta permasalahan yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah diatas , adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah adakah
Pengaruh Pelaksanaan Prinsip Good Governance (responsifitas)
Terhadap Kinerja Pegawai (studi kasus pada kantor camat kuatanTtengah Kabupaten Kuantan Singingi,Riau). 1.3 Tujuan Penelitian setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui seberapa besar frekuensi variabel X (Pelaksanaan Prinsip Responsivitas) berdasarkan hasil jawaban responden. 2. Untuk mengetahui seberapa besar frekuensi variabel Y (Kinerja Pegawai) berdasarkan hasil jawaban responden. 3. untuk mengetahui tingkat hubungan antara pelaksanaan prinsip responsivitas terhadap kinerja pegawai. 4. Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan prinsip pelaksanaan responsiviatas terhadap kinerja pegawai.
Universitas Sumatera Utara
5. Untuk mengetahui berapa persen besar pengaruh yang ditimbulkan dari pelaksanaan prinsip responsivitas terhadap kinerja pegawai 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah Yaitu untuk mencari khasanah ilmiah tentang prinsip responsifitas dalam rangka menjadikan kinerja pegawai yang lebih terarah dan sistematis. 2. Manfaat Praktis Sebagai bahan masukan dalam literatur kepustakaan bagi kalangan yang berkepentingan dan tertarik pada masalah yang sama. 3. Manfaat Akademis Sebagai salah satu syarat penyelesaian studi Program Sarjana Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara. 1.5 Kerangka Penelitian Pada dasarnya teori adalah merupakan landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian. (Sumadi Suryabrata 2000, dalam Sugiyono, 2002). Landasan teori ini perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perubahan coba-coba (trial and error). Adanya landasan teoritis ini mempunyai ciri bahwa penelitian itu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data. Adapun teori-teori yang mendasari penelitian ini adalah : 1.5.1 Responsivitas Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan mengembangkannya kedalam berbagai program pelayanan, responsivitas mengukur daya tanggap organisasi terhadap harapan keinginan dan aspirasi serta tuntutan warga pengguna layanan.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan utama pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan warga pengguna agar dapat memperoleh pelayanan yang diinginkan dan memuaskan. Karena itu, penyedia layanan harus mampu mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan warga pengguna, kemudian mekmberi pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan warga negara tersebut. Untuk meningkatkatkan responsivitas organisasi terhadap kebutuhan pelanggan, terdapat dua strategi yang dapat digunakan, yaitu menerapkan strategi KYC (know your customers) dan menerapkan model citizen’s charter. 1.5.1.1 Mendekatkan Diri dengan Pelanggan Melalui Strategi KYC Dalam dunia perbankan sekarang dikenalkan konsep know your custumers, yaitu sebuah konsep kehati-hatian sebelim melakuka transaksi. Prinsip ini mengharuskan Bank untuk berhati-hati dalam bertindak dalam melindungi Bank dari berbagai resiko didalam berhubungan dengan nasabah. Dalam konteks pelayanan publik, prinsip KYC dapat digunakan oleh birokrasi publik untuk mengenali kebutuhan dan kepentingan pelanggan sebelum memutuskan jenis pelayanan yang akan diberikan. Untuk mengetahui keinginan, kebutuhan dan kepentingan pengguna atau pelanggan, birokrasi pelayanan publik harus mendekatjan diri dengan pelanggan, tidak ada alasan bagi birokrasi pemerintah untuk tidak berbuat seperti itu (Osbborne Geabler, 1996). Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan para pelanggan adalah survai, wawanca dan observasi. Apabila menggunakan metode survai maka seperangkat pertanyaan harus dipersiapkan untuk mengidentifikasi keinginan, kebutuhan dan aspirasi para pelanggan. Aparat birokrasi juga dapat melakukan wawancara dengan para pelanggandan sekaligus melakukan observasi untuk mengetahui keinginan mereka.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1.2 Metode Citizen’s Charter Agar birokrasi lebih responsif terhadap pelanggan atau pengguna layanan, dalam tulisannya yang lain (Osborn dan Plastrik 1997) mengenalkan ide Citizen’s Charter (kontrak pelayanan), yaitu adanya standar pelayanan publik yang ditetapkan berdasarkan masukan pelanggan, dan birokrasi berjanji untuk memenuhinya. Citizen’s Charter adalah suatu pendekatan dalam memberikan pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan atau pelanggan sebagai pusat perhatian ini berarti, kebutuhan dan kepentingan pengguna layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam proses pelayanan proses ini pada dasarnya merupakan kontrak social antara birokrasi dan pelanggan untuk menjamin mutu pelayanan publik, melalui proses ini pelanggan memperoleh hak-hak baru apabila dirugikan oleh birokrasi dalam memberikan pelayanan”. (http://www. Skripsi,Tesis Com/Konsep Pelayanan Publik yang Efektif & Responsif). Disisi lain organisai publik sering kali tidak mengetahui siapa yang menjadi pelanggan mereka. Mereka menganggap bahwa eksekutif atau atasan dan angota parlemen adalah pelanggan yang harus mereka layani karena dari merekalah dana diperolah, hal ini menyebabkan pelayanan lebih berorientasi pada kepentingan eksekutif dan anggota parlemen, bukan kepentingan dan kebutuhan para pelanggan atau pengguna jasa mereka, karena itu unit birokrasi publik perlu mendefinisikan kembali siapa yang menjadi pelanggan atau yang menjadi pengguna jasa mereka sehingga untuk selanjutnya, penyelenggaraan pelayanan lebih berorientasi pada kebutuhan pelanggan atau pengguna jasa tersebut. Osborne & Gaebler (1996: 208-212) (http://www. Skripsi,Tesis Com/Konsep Pelayanan Publik yang Efektif & Responsif). Mengidentifikasi beberapa keuntungan
Universitas Sumatera Utara
sistem administrasi dan sistem manajemen yang menempatkan pelanggan (masyarakat) pada posisi sentral : 1. Sistem yang berorientasi pada pelanggan memaksa pemberi jasa untuk bertanggung jawab kepada pelanggannya, ini berarti pemberi jasa harus selalu mencari umpan balik untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan pelanggannya. 2. Sistem yang berorientasi pada pelanggan mendepolitisasi keputusan pilihan pemberi jasa, depolitisasi keputusan terjadi karena dasar pembuatan keputusan ada pada kebutuhan pelanggan, bukan pada pertimbangan politik pembuatan keputusan, dengan demilikian pelanggan menepati posisi sebagai pengemudi. 3. Sistem yang berorientasi pada pelanggan memberikan kesempatan pada orang lain untuk memilih diantara berbagai macam pelayanan, orientasi pelayanan pada kebutuhan pengguna jasa dapat mendorong munculnya berbagai jenis pelayanan untuk sektor yang sama sehingga pengguna jasa dapat memilih, sebagai contoh : disektor jasa transportasi publik, pemerintah kota tidak boleh hanya menyediakan satu jenis sarana transportasi publik, misalnya bus kota, tetapi juga transportasi lain seperti taxi, mikrolet, dan sebagainya. 4. Sistem yang berorientasi pada pelanggan merangsang lebih banyak inovasi. Ketika pemberi jasa harus bersaing, ia akan selalu mencari strategi baru dan terbaik untuk memuaskan pelanggan atau pengguna jasa Badan-badan Usaha Milik Negara/Daerah seperti Bank Pemerintah, Rumah Sakit, Perguruan Tinggi milik Negara harus bersaing dengan ketat dengan pemilik institusi swasta yang sejenis untuk mendapatkan nasabah, pasien, dan calon
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa yang potensial, karena itu berbagai metode dan strategi baru harus diadopsi agar dapat memberikan pelayanan yang optimal terhadap warga pengguna. 5. Sistem yang berorientasi pada pelanggan menghindari pemborosan karena pasokan disesuaikan dengan permintaaan, pemerintah kota, misalnya, sebaiknya tidak menyediakan pelayaanan yang tidak dibutuhkan oleh warganya, sebagai contoh apabila diwilayah tertentu sudah tersedia banyak Sekolah Dasar swasta yang bermutu dan masyarakat mampu membiayainya, maka pemerintah tidak perlu memaksakan diri, untuk mendirikan SD di wilayah tersebut. 6. Sistem yang berorientasi pada pelanggan , mendorong pelanggan untuk lebih memiliki komitmen. Penelitian pada sektor pendidikan di Amerika Serikat menunjukan bahwa siswa lebih memiliki komitmen terhadap pendidikan disekolah yang mereka pilih sendiri. Dalam operasionalisasinya, menurut (Dwiyanto, 2006: 63) responsivitas pelayanan publik dijabarkan menjadi beberapa hal menyangkut dengan kinerja pegawai yaitu : 1. Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir; 2. Sikap aparat birokrasi dalam merespons keluhan dari pengguna jasa; 3. Penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi dari perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa mendatang; 4. Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa; 5. Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Menurut (Tangkilisan. S. 2005) bahwa responsivitas dapat diukur melaui indikator sebagai berikut : 1. Akses, akses berkaitan dengan kesediaan aparatur (para petugas) untuk memberikan pelayanan kepada pengguna jasa secara merata tanpa adanya sikap diskriminatif, karena jika kondisi ini berlangsung, maka akan ada kesenjangan atau gep dalam pemberian pelayanan, sehingga pemerataan pelayanan tidak aka tercapai dan berdampak rendahnya kualitas layanan, dampak lain yang akan dirasakan ialah target layanan yang dapat meningkatkan PAD melalui retribusi pelayanan akan sulit dicapai, karena ada kelompok masyarakat yang enggan berhubungan dengan birokrasi publik. 2. Kesopanan, kesopanan berkaitan dengan keramahan yang ditampilkan oleh aparatur dalam proses pemberian pelayanan publik, dimana factor ini secara tidak langsung memberikan iklim organiasi yang sejuk dan kondusif ketika proses pemberian pelayanan berlangsung. Kesopanan juga mencerminkan bahwa para petugas siap melayani para pengguna jasa (masyarakat), baik secara mental maupun teknis dan berdampak pada kualitas layanan yang prima. 3. Komunikasi, komunikasi berkaitan dengan kelancaran hubungan verbal maupun fisik antara aparatur (petugas) dan pengguna jasa dalam proses pemberian pelayanan. Kelancaran hubungan ini secara otomatis memberikan kesempatan bagi kecepatan pemberian layanan secara berkualitas, sesuai dengan harapan pengguna jasa maupun misi dari birokrasi publik.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Kinerja 1.5.2.1. Defenisi Kinerja Kinerja ialah merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dilakukan karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan atau misinya. Dwiyanto, (2006; 47). 1.5.2.2. Pembahasan Kinerja Menurut (Widodo 2005; Vii) Dalam konteks konsep birokrasi yang professional yang berbasis kinerja menjadi sangat luas. Setidaknya bidang cakupanya meliputi aspek a. Kelembagaan : Aspek kelembagaan perlu dibangun agar dicapai lembaga yang efektif dan efisien dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Yaitu dengan metode membangun birokrasi dari aspek kelembagaan seperti yang dianjurkan oleh penulis. Righ Sizing lebih mengedepankan pada ketepatan kuantitasdan jenis lembaga yang dibentuk. Down Sizing lebih mengedepankan pada upaya mendekatkan pelayanan dengan yang dilayani. b. Sumber Daya Manusia : Sumber daya manusia yang professional dan kompeten merupakan salah satu faktor penentu birokrasi dalam mencapai tataran kinerja secara optimal. Karena itu, sumber daya manusia dalam birokrasi juga perlu dibangun, dalam arti ditingkatkan kompetesinya. Kompetensi ini merupakan kemampuan aparatur pemerintah berupa pengetahuan, keterampilan, kecakapan, sikap, dan prilaku ang diperlukan dalam pelaksanaan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi, kewenangan, dan tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya.
Universitas Sumatera Utara
c. Ketatalaksanaan : Aspek ketatalaksanaan juga perlu dibangun agar seluruh unsur lembaga dapat bekerja
sesuai
dengan
mekanisme,
prosedur,
metode
yang
telah
ditetapkanoleh karena itu tepat sekali apa yang disampaikan penulis bahwa membangun birokrasi dari aspek kelembagaan berarti berusaha menata atau menciptakan sistem, prosedur dan mekanisme suatu lembaga beserta perangkatnya agar dapat beroperasi secara efisien dan evektif. d. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan : Sumber daya keuangan dan peralatan dalam suatu organisasi juga menjadi faktor penentu tercapainya birokrasi pada tataran optimal. Oleh karena itu, sumber daya ini juga perlu dibangun untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya, baik berupa uang maupun peralatan yang diperlukan dalam beroperasinya organisasi. e. Manajemen Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah : Tersedianya lembaga yang kondusif, sumber daya manusia (aparatur) yang kompeten, tatalaksana yang baik, dan sumber daya yang memadai, baik dilihat dari kualitas maupun kuantitasnya, tidak serta merta memberikan jaminan bahwa birokrasi bisa mencapai tataran kinerja yang optimal. Sumua itu harus diduking oleh manajemen publik dan kelembaggan yang kondusif, kompetitif dan responsif. Mamajemen yang kondusif ialah manajemen yang dapat menciptakan suasana agar anak buah (karyawan) bisa melakukan kerjasama dan tidak saling mencurigai, anak buah bisa nyaman dan aman dalam bekerja sehingga mereka betah dikantor tidak meninggalkan ruangan kerja dan berkeliaran dimana-mana, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Jika kelima aspek atau dimensi birokrasi tersebut dapat dibangun niscaya dapat dihasilka birokrasi yang kompeten dan professional dan pada giliran berikutnya kinerja birokrasi dalam melaksanakan Tupoksiwab terutama dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan layanan masyarakat senantiasa bisa mencapai tataran optimal. 1.5.2.3. Penilaian Kinerja Menurut (Futwengler : 2000 : 173) penilaian kinerja ialah proses yang berkesinambungan yang mencakup : -
Evaluasi kinerja saat ini.
-
Sasaran untuk meningkatkan kinerja.
-
Definisi penghargaan atas pencapaian sasaran.
-
Sistim umpan balik yang memungkinkan pemimpin dan bawahan memantau kinerjanya.
cakupan dan cara mengukur
kinerja sangat menentukan apakah suatu
organisasi publik dapat dikatakan berhasil atau tidak, sehingga ketepatan pengukuran seperti cara atau metode pengumpulan data untuk mengukur kinerja juga sangat menentukan penilaian akhir kinerja. Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja mempunyai makna ganda, yaitu pengukuran kinerja sendiri dan evaluasi kinerja, dimana untuk melaksanakan kedua hal tersebut terlebih dahulu harus ditentukan tujuan suatu program secara jelas. Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan strategis dengan akuntabilitas, sehingga suatu pemerintah daerah dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti atau indikator-indikator atau ukuran-ukuran capaian yang mengarah pada capaian misi. Teknik dan metode yang digunakan dalam
Universitas Sumatera Utara
menganalisis kinerja kegiatan, yang pertama-tama dilakukan ialah dengan melihat sejauh mana adanya kesesuian antara program dengan kegiatan yang tertuang dalam perencanaan strategis pemerintah daerah yang bersangkutan. Pembicaraan mengenai kinerja tidak terlepas dari penilaian dari kualitas pengelolaan dan kualitas pelaksanaan tugas atau operasi organisasi. Aspek lain ialah hubungan organisasi dengan lingkungan social dan lingkungan politiknya. Dalam menilai kinerja organisasi harus dikembalikan kepada apa alasan dan tujuan dari dibentuknya organisasi tersebut, bagi organisasi privat yang tujuan pembentukannya adalah produksi barang dan jasa untuk mendapatkan provit misalnya maka ukuran kinerjanya adalah seberapa besar ia mampu berproduksi atau seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih. Sedangkan dalam organisasi publik sendiri masih sulit menemukan indikator yang sesuai untuk mengukur kinerja. Menurut (Kurniawan, 2005: 47) kinerja pelayanan publik dalam suatu sistem organisasi sesungguhnya sangat kompleks lantaran menyangkut banyak hal yaitu: Pertama aspek-aspek input atau sumber-sumber dayanya antara lain seperti : 1. Pegawai (SDM),
meliputi kemampuan organisasi publik
dalam
menyelesaikan tugas serta tanggungjawabnya. 2. Anggaran, yaitu meliputi pemenuhan kebutuhan yang dibutuhkan oleh organiosasi publik dalam proses peningkatan pelayanan seperti pengadaan peralatan kantor yaitu, komputer, meja, kursi, kertas dan lain-lain. 3. Sarana dan prasarana, yaitu meliputi akses untuk menuju ke suatu tempat pengurusan pelayanan publik terdapat prasarana yang mendukung seperti jalan atau terjangkaunya tempat tersebut oleh transportasi umum bagi pelanggan (masyarakat) yang jauh dari tempat pelayanan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4. Informasi, yaitu terdapat informasi yang jelas dari organisasi publik menyangkut penjelasan informasi yang akurat mengenai susunan pengurusan maupun biayaa pengurusannya. 5. Budaya organisasi, yaitu meliputi tentang kebiasaan, baik itu dari segi negatif ataupun positifnya, sementara itu menurut (Lako 2004 : 28) keberhasilan organisasi untuk mengimplementasikan aspek-aspek atau nilai-nilai budaya organisasi dapat mendorong organisasi tersebut tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Kedua berkaitan dengan proses manajemen seperti : 1. Perencanaan, yaitu mennyangkut dengan cita-cita dari organisasi publik tersebut dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat, yaitu berorientasi pada kualitas pelanggan selain dapat membangun citra positif dimata pelanggan karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang
terkendali/terjangkau
oleh
masyarakat
sehingga
pelanggan
bentuk
kerjasama
(masyarakat) terdorong untuk bekerja sama. 2. Pengorganisasian,
organisasi
merupakan
suatu
kelompok manusia atau orang dibidang tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Etzioni 1969 dalam Tjandra 2005) yang menjelaskan bahwa : Organisasi mempunyai ciri-ciri : a.
b.
c.
adanya pembagian kerja, kekuasaan dantanggungjawab berkomunikasi pembagian yang direncanakan untuk mempertinggi realisasi tujuan khusus. Adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasi penyelenggaraan usaha-usaha bersama, dalam organisasi dan pengawasan. Pengaturan personil misalnya orang-orang yang bekerja secara tidak memuaskan dapat dipindahkan kemudian mengangkat pegawai lain untuk melaksanakan tugasnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Pelaksanaan, menyangkut segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan. 4. Pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap kinerja organisasi publik dari badan indevenden seperti Badan Pengawas Daerah bertujuan menata kembali strukturnya untuk meningkatkan efisiensi. 5. Evaluasi, yaitu meliputi dimana setiap warga Negara mempunyai hak untuk mengevaluasi pelayanan yang mereka terima, adalah sangat sulit untuk menilai suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peranan masyarakat sebagai penerima pelayanan, evaluasi yang berasal dari penerima pelayanan tersebut merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah layanan itu diberikan. Disamping faktor internal tersebut, perlu juga diperhatikan aspek-aspek lingkunagn eksternal yang secara langsung
maupun tidak langsung ikut
mempengaruhi kinerja, seperti kondisi politik, ekonomi sosial budaya dan teknologi. 1.5.2.3. Kualitas Pelayanan Penilaian kinerja pelayanan publik yang dikembangkan birokrasi dewasa ini masih dalam taraf mengukur keberhasilan atau kegagalan kinerja. Ada pertanyaanpertanyaan yang substansial menyangkut apakah rakyat sudah merasa puas dengan pelayanan yang diberikan pemerintah ? pertanyaan tersebut seolah menjadi dilema untuk dijawab, tetapi menurut (Kurniawan 2005) ada beberapa atribut yang menentukan kualitas pelayanan publik, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
a. Ketepatan pelayana, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses. b. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan. c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. d. Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya terdapat petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer. e. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parker, ketersediaan informasi dan lain-lain. f. Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti ruang tunggu ber AC bersih dan lain-lain. Pada hakikatnya, kualitas pelayanan public dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi masyarakat atas pelayanan yang sesungguhnya mereka inginkan, apabila pelayanan dalam prakteknya yang diterima oleh masyarakat sama dengan harapan atau keinginan mereka. 1.5.3. Pengaruh Pelaksanaan Prinsip Responsivitas Terhadap kinerja Pegawai Setelah penulis menguraikan teori tentang Prinsip responsivitas dan kinerja pegawai, maka selanjutnya penulis menjelaskan tentang pengaruh prinsip responsivitas terhadap kinerja pegawai sebagai berikut : Responsivitas berkaitan dengan kecepatan tanggapan yang dilakukan oleh aparatur atau pegawai terhadap kebutuhan pengguna jasa, yang dalam hal ini adalah masyarakat yang membutuhkan pelayanan sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Jika kecepatan tanggap yang diberikan oleh aparat atau pegawai tidak optimal, maka akan menjadi kesan yang buruk bagi masyarakat, karena akan timbul persepsi negatif, terhadap kelambatan, yang
Universitas Sumatera Utara
berakibat pada keengganan masyarakat untuk berhubungan dengan birokrasi publik. Jika hal ini terjadi secara terus menerus, maka akan sulit bagi birokrasi publik untuk merealisasikan visi dan misinya dalam mewujudkan tertib pelayanan. Menurut (Osborne & Plastrik dalam Dwiyanto, 2006 :62) organiasi yang memiliki responsivitas yang rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. Dalam operasionalisasinya, responsivitas pelayanan publik dijabarkan menjadi beberapa hal menyangkut dengan kinerja pegawai yaitu : 1. Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir; 2. Sikap aparat birokrasi dalam merespons keluhan dari pengguna jasa; 3. Penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi dari perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa mendatang; 4. Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa; 5. Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku. Dari penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa aspek pelaksanaan prinsip responsivitas dapat mempengaruhi segi-segi tertentu dari tercapainya kinerja pegawai yang diharapkan oleh masyarakat. Pelaksanaan prinsip responsivitas yang diterapkan oleh pegawai dengan mempertimbangkan 5 aspek seperti yang dijelaskan diatas hendaknya dapat menopang kinerja pegawai di Kantor Camat Kuantan Tenagah menjadi lebih baik. Dengan demikian, pelaksanaan prinsip responsivitas mempunyai peranan yang penting dalam hal terciptanya kinerja yang baik yang sesuai dengan aspirasi masyarakat terhadap pelayanan publik saat ini, karena dengan pelaksanaan prinsip
Universitas Sumatera Utara
responsivitas akan mendorong citra yang positif terhadap kinerja pelayanan publik, dan apabila hal ini dilakukan secara terus-menerus maka masyarakat akan tertarik untuk melakukan pengurusan, sehingga akan memudahkan tercapainya visi dan misi pelayanan yang diinginkan mayoritas masyarakat saat ini. 1.5.4. Kepegawaian Daerah Dalam sistem kepegawaian secara nasional, Pegawai Negeri Sipil memiliki posisi penting untuk menyelenggarakan pemerintahan dan difungsikan sebagai alat pemersatu bangsa. Sejalan dengan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka ada sebagian kewenangan di bidang kepegawaian untuk diserahkan kepada daerah yang dikelola dalam sistem kepegawaian daerah. Kepegawaian Daerah adalah suatu sistem dan prosedur yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan
sekurang-kurangnya
meliputi
perencanaan,
persyaratan, penganngkatan, penempatan, pendidikan dan pelatihan, penggajian, pemberhentian, pensiun, pembinaan, kedudukan, hak, kewajiban, tanggungjawab, larangan, sanksi, dan penghargaan merupakan sub sistem dari sistem kepegawaian secara nasional. Dengan demikian kepegawaian daerah merupakan satu kesatuan jaringan birokrasi dalam kepegawaian nasional. Sistem manajemen pegawai yang sesuai dengan kondisi pemerintahan saat ini, tidak murni menggunakan sistem yang seragam (unified system) namun sebagai konsekuensi digunakan kebijakan desentralisasi maka dalam hal ini menggunakan gabungan antara unified sistem dan separated system, artinya ada bagian-bagian kewenangan yang diserahkan kepada Daerah untuk selanjutnya dilaksanakan oleh pembina kepegawaian daerah. Prinsip lain yang dianut adalah memberikan suatu kejelasan dan ketegasan bahwa ada pemisahan antara pejabat politik dan pejabat karir baik baik tata cara rekrutmennya maupun kedudukannya, tugas, wewenang,
Universitas Sumatera Utara
fungsi, dan pembinaannya. Berdasarkan prinsip dimaksud maka pembina kepegawaian daerah adalah pejabat karir tertingi pada pemerintah daerah. Penempatan pegawai untuk mengisi jabatan dengan kulifikasi umum menjadi kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan untuk pengisian jabatan tertentu yang memerlukan kualifikasi khusus seperti tenaga ahli dibidang tertentu, pengalaman kerja tertentu di Kabupaten atau Kota, maka pembina kepegawaian tingkat Provinsi dan atau Pemerintah Kota dapat memberikan fasilitas. Hal ini dalam rangka melakukan pemerataan tenaga-tenaga pegawai tertentu dan penempatan pegawai yang tepat serta sesuai dengan kulifikasi jabatan yang diperlukan di seluruh daerah. Gaji dan tunjangan PNS Daerah disediakan dengan menggunakan Dana Alokasi Dasar yang ditetapkan secara nasional, merupakan bagian dalam Dana Alokasi Umum (DAU) yang dinyataka secara tegas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudahkan apabila terjadi mutasi pegawai antar daerah atau dari daerah ke pusat, dan/atau sebaliknya serta untuk menjamin kepastian penghasilan yang berhak diterima oleh setiap pegawai. Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah pada prinsipnya menjadi kewenangan Presiden, namun mengingat jumlah pegawai sangat besar maka agar terciptanya efisiensi dan efektivitas maka sebagian kewenangan tersebut diserahkan kepada pembina kepegawaian daerah. 1.6 Hipotesis Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Sugiyono (2005: 70), adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
“ Terdapat Pengaruh yang positif antara prinsip good Governace terhadap kinerja pegawai” 1.7 Defenisi Konsep Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. (Singarimbun, 1995; 31). Dari uraian diatas digunakan konsep pemikiran untuk mempersempit penelitian yang akan ditelliti: 1. Prinsip Responsivitas ialah Kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, Yaitu dari segi Akses, Kesopanan dan komunikasi. 2. Kinerja ialah. merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan atau misinya. yang meliputi aspek input atau sumber daya dan yang meliputi proses manajemen.
Universitas Sumatera Utara
Uraian yang ada dapat disederhanakan dengan bagan sebagai berikut :
PRINSIP RESPONSIVITAS (X) (Indevendent Pariabel)
1. Akses 2. Kesopanan 3. Komunikasi
KINERJA PEGAWAI (Y) (Devenden Variabel)
1. Aspek Input meliputi Dumber Daya : - Pegawai - Anggaran - Sarana & prasarana - Informasi 2. Berkaitan Dengan Proses Manajemen : - perencanaan - pengorganisasian - pelaksanaan - pengawasan - evaluasi
1.8 Defenisi Operasional defenisi operasional ialah unsur-unsur penelitian yang memberi tahu bagaimana mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja untuk sebagai pendukung untuk dianalisa dari variabelvariabel tersebut (Singarimbun, 1999; 46). Adapun konsep operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Indikator dari prinsip Responsivitas : 1. Akses., 2. Kesopanan. 3. Komunikas.,
Universitas Sumatera Utara
Indikator dari kinerja ialah: Pertama aspek-aspek input atau sumber-sumber dayanya antara lain seperti : 1. Pegawai (SDM). 2. Anggaran. 3. Sarana dan prasarana. 4. Informasi. Kedua berkaitan dengan proses manajemen seperti : 1. Pengorganisasian. 2. Pelaksanaan. 3. Pengawasan. 4. Evaluasi.
Universitas Sumatera Utara