BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui
media massa pada sejumlah besar orang. Batasan komunikasi massa ini lebih menitikberatkan pada komponen-komponen dari komunikasi massa yang mencakup pesan-pesan, dan media massa (misalkan seperti koran, majalah, TV, radio, dan film) serta khalayak. 1 Jika khalayak tersebar tanpa diketahui di mana mereka berada maka biasanya digunakan media massa. Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis, seperti surat kabar, film, radio,dan televisi.2 Dalam perkembangan media, audio visual bisa dikatakan sangat ampuh menyampaikan suatu pesan terhadap khalayak banyak daripada media-media yang lain. Komunikasi yang efektif sangat diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film. Film adalah gambar hidup atau sering disebut movie. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk popular dari hiburan dan juga bisnis. Film dihasilkan dari benda dengan kamera dan atau oleh animasi. Film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar. Film merupakan perkembangan dari berbagai teknologi, di antaranya teknologi 1 2
Nurani Soyomukti. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta. 2010. hal. 105 Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. 2009. hal.126.
1
2
fotografi dan rekaman suara. Film merupakan media komunikasi massa, bukan hanya untuk hiburan tetapi juga untuk pendidikan dan penerangan. Film memiliki kebebasan dalam menyampaikan sebuah pesan atau informasi. Sebagaiobjekseni, film dalam prosesnya berkembang menjadi salah satu bagian dari kehidupan sosial, yang tentunya memiliki pengaruh yang signifikan pada masyarakat sebagai penonton. Baik buruknya sebuah film adalah subjektif. 3 Sarana hiburan saat ini sudah menjadi salah satu kebutuhan dan film merupakan salah satu media komunikasi massa yang digunakan sebagai sarana hiburan. Dengan film, sutradara dapat menggambarkan berbagai situasi yang akan membawa penonton ke situasi yang sering dialaminya bahkan situasi yang belum terbayangkan sebelumnya. Menonton film sudah menjadi suatu kebutuhan tersendiri untuk sebagian masyarakat di dunia. Apalagi saat ini telah masuk dalam era globalisasi yang mengakibatkan dunia perfilman semakin maju pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya film-film baru yang beredar di masyarakat, baik melalui bioskop, televisi, maupun media pemutaran film lainnya. Bagi para sineas dan film maker diharapkan memahami konsumsi yang dibutuhkan masyarakat. Masyarakat memiliki hak untuk menentukan film itu baik atau buruk, senang atau tidak senang. Para pekerja media pada hakikatnya adalah mengkontruksi
realitas.
Isi
media
adalah
hasil
para
pekerjamedia
mengkontruksikan berbagai realitas yang dipilihnya. Sejauh ini pendekatan analisis kepada studi film dianggap sebagai pendekatan yang memadai. Upaya itu akan memberi pengertian yang akan memperdalam apresiasi kita. Jika kita
3
Cangara.op.cit.138
3
semakin bisa menyerap dan melihat lebih mendalam kepada sebuah film, tingkattingkat baru pengalaman emosional akan muncul.4 Dunia perfilman, pada dasarnya juga sebuah bentuk pemberian informasi kepada masyarakat. Film juga memiliki kebebasan dalam menyampaikan informasi atau pesan-pesan dari seorang sutradara kepada penontonnya. Kebebasan dalam hal ini adalah film seringkali secara lugas dan jujur menyampaikan sesuatu, di pihak lain film juga terkadang malah disertai maksud terselubung, misalnya ingin mendeskripsikan suatu tema sentral atau suatu kondisi nyata di seluruh pelosok dunia agar bisa diketahui khalayak ramai. Berdasarkan maksud ingin
memberikan informasi,
secara umum
film
dikelompokkan menjadi dua pembagian besar yaitu film cerita dan noncerita. Film adalah media audiovisual yang mampu merepresentasikan berbagai latar belakang budaya di mana suatu masyarakat itu tinggal. Kaitan antara film dan masyarakat sesungguhnya terdapat kompetisi dan konflik dari berbagai faktor yang menentukan baik bersifat kultural, subkultural, industrial serta institusional. Dan film terdiri dari simbol-simbol komunikasi, dimana setiap simbol memiliki makna. Film cerita adalah film yang menyajikan kepada publik sebuah cerita dan mengandung unsur-unsur yang menyentuh rasa manusia. Film bersifat auditif visual, disajikan kepada publik dalam bentuk gambar yang dapat dilihat dengan suara yang dapat didengar. Film itu sendiri mempunyai banyak unsur-unsur yang terkonstruksikan menjadi satu kesatuan yang menarik. Unsur-unsur seks, 4
Alex Sobur. Analisis Teks Media: Analisis Wacana, Analisis Semiotika DanAnalisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004. hal.88
4
kejahatan / kriminalitas, roman, kekerasan, sejarah, diskriminasi agama dan rasisme adalah unsur-unsur cerita yang dapat menyentuh rasa manusia, yang dapat membuat publik terpesona, tertawa terbahak-bahak, menangis terisak-isak, dapat membuat publik dongkol, marah, terharu, iba, bangga, gembira, tegang, dan lain-lain. Maka diambillah episode-episode dari kitab Injil, kisah-kisah dari sejarah, cerita nyata dari kehidupan sehari-hari, atau juga khayalan untuk kemudian diolah menjadi film.5 Film apapun hakekatnya yang memiliki nilai-nilai kebaikan, walaupun sajiannya kadang tidak transparan. Pada akhirnya penonton mengetahui bahwa film pada prinsipnya memiliki fungsi ganda, yaitu sebagi tuntunan dan tontonan. Sebagai tuntunan artinya film di tuntut untuk mendidik, Sebagai hiburan, film memiliki fungsi sosial sekaligus membawa informasi dan sanggup mempengaruhi sikap, nilai, selera, kesadaran manusia mengenai diri dan pengertian, serta lingkungan kehidupannya. Film yang baik adalah film yang diniatkan untuk menyampaikan pesanpesan lewat cerita-cerita yang diambil dari cerita kehidupan nyata. Selain itu, film juga mampu membuat dan kita memahami pandangan dunia dari peradaban lain, atau kehidupan dan problematika kemanusiaan. Film bisa membuat kita mengetahui budaya negara lain. Film juga bisa menjadi refleksi atas kenyataan. Banyak teori menyatakan bahwa film menjadi cerminan seluruh atau sebagian masyarakatnya. Seorang pakar teori film, Sigfried Kracauer mengatakan bahwa
5
Onong Uchjana Effendy. Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005. hal.4.
5
film suatu bangsa mencerminkan mentalitas bangsa itu lebih dari yang tercermin lewat media artistik lainnya.6 Tema tentang diskriminasi dan perjuangan mendapatkan kesetaraan hak merupakan salah satu wacana penting yang sedang dihadapi oleh masyarakat dunia pada saat ini dalam skala yang begitu besar dan sayangnya tidak banyak film Indonesia yang mengangkat tema tersebut karena didominasi oleh film horor-komedi dengan judul yang absurd. Diskriminasi pada dasarnya adalah penolakan atas HAM dan kebebasan dasar. Dalam Pasal 1 butir 3 UU No. 39/1998 tentang HAM disebutkan pengertian diskriminasi adalah “setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan sosial lainnya. 7 Diskriminasi secara harfiah berarti "perbedaan". Arti dari diskriminasi sosial dan hukum berangkat dari arti harfiah, dalam konteks itu, diskriminasi berarti "perbedaan melanggar hukum antara orang atau kelompok". Diskriminasi ini memiliki arti memperlakukan orang secara berbeda atau kelompok (biasanya
6
7
Sigfried Kracauer. From Caligari to Hitler : A Psychological History of the German Film, NewJersey, Princeton University Press. 2004. hal.6 http://mediainformasill.blogspot.com/2012/04/pengertian-definisi- diskriminasi.html, diunduh pada 2 Februari 2014, pukul 19.15
6
minoritas) berdasarkan karakteristik yang berbeda seperti asal, ras, asal negara, agama, keyakinan politik atau agama, kebiasaan sosial, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, cacat, usia, dll. Diskriminasi adalah prinsip yang mengatakan bahwa semua orang tidaklah sama. Diskriminasi dapat dilihat sebagai ekspresi intoleransi dan untuk perbuatan prasangka. Hal ini dapat menjadi diskriminasi pribadi atau di sebuah organisasi.8 Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan bergunabagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga, baik atau bergunabagi kehidupan manusia. Nilai terdiri dari dua macam, yaitu nilai dasar dan nilai instrumental.9 Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.10 Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali".
Maksudnya
dengan
berreligi,
seseorang
mengikat
dirinya
kepada Tuhan.11 8
www.id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2308842-pengertian-diskriminasi,diunduh pada 2 Februari 2014, pukul 19.25 9 http://uzey.blogspot.com/2009/09/pengertian-nilai.html, diunduh pada 28 Desember 2013, pukul 18.25 10 http://mughits-sumberilmu.blogspot.com/2011/10/pengertian-agama.html. diunduhpada 2 Februari 2014, pukul 19.30 11 http://id.wikipedia.org/wiki/Islam, diunduhpada 2 Februari 2014, pukul 20.15
7
Islam berasal dari kata Arab Aslama-Yuslimu-Islaman yang secara kebahasaan berarti 'Menyelamatkan' misal teks “Assalamu Alaikum” yang berarti Semoga Keselamatan menyertai kalian semuanya. Islam/Islaman adalah Masdar (Kata benda) sebagai bahasa penunjuk dari Fi'il(Kata kerja) yaitu 'Aslama' =Telah Selamat (Past Tense) dan 'Yuslimu' = Menyelamatkan (Past Continous Tense). Islam bermakna “untuk menerima, menyerah atau tundukdan dalam pengertian yang lebih jauh kepada Tuhan”. Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penyerahan diri kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini
dengan
menyembah-Nya,
menuruti
perintah-Nya, dan
menghindari polytheisme. Kata triliteral semiotik 'S-L-M' menurunkan beberapa istilah terpenting dalam pemahaman mengenai keislaman, yaitu Islam dan Muslim. Kesemuanya berakar dari kata Salamyang berarti kedamaian. Kata Islam lebih spesifik lagi didapat dari bahasa Arab “Aslama”, yang bermakna "untuk menerima, menyerah atau tunduk" dan dalam pengertian yang lebih jauh kepada Tuhan. Agama Islam adalah agama yang bermula pada tahun 611 ketika wahyu pertama diturunkan kepada rasul terakhir, yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira, Arab Saudi. Kebanyakan film yang bertema religi, mengambil kisah hanya seputar poligami, haram, dan halal. Namun, 99 Cahaya di Langit Eropa ini sangat berbeda dengan yang lainnya.12
12
http://tikamustofa.wordpress.com/2013/12/05/review-99-cahaya-di-langit-eropa-the-movie, diunduh pada 2 Februari 2014, pukul 19.38
8
Film yang diangkat dari novel karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra ini dimulai dengan pembukaan yang apik yaitu menceritakan sejarah penaklukan Austria oleh Turki dibawah pimpinan Kara Mustafa Pasha. Sepanjang film mata penonton dimanjakan oleh berbagai pemandangan indah di Eropa, mulai dari keindahan arsitektur yang menjadi latar di film ini sampai seluruh keindahan setting film yang seluruhnya di Eropa, hati yang disentuh inspirasi melalui pesan luhur menjadi agen muslim yang baik di manapun berada, serta membuka wawasan tentang fakta sejarah yang terabaikan terutama tentang kejayaan Islam di masa lalu. Semuanya ditampilkan begitu sederhana, namun sarat makna. Film ini menceritakan perjalanan mencari 99 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan Islam di benua Eropa. Film religi adalah film yang mengandung pesan atau nilai agama dan penggunaan simbol-simbol keagamaan. Film ini adalah film religi yang berbeda dari film lainnya. Film 99 Cahaya di Langit Eropa tidak bercerita tentang poligami, haram, dan halal dan sebagainya. Film ini menceritakan pengalaman nyata sepasang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Eropa. Bagaimana mereka beradaptasi, bertemu dengan berbagai sahabat hingga akhirnya menuntun mereka kepada rahasia besar Islam di benua Eropa. “Film ini adalah film yang menceritakan tentang, bagaimana seseorang menemukan begitu banyak kebaikan Islam sebagai agama yang mengajarkan kasih sayang. Dan bagaimana seseorang bisa menjadi agen muslim yang baik,” ungkap Yoen K dari rumah produksi, Maxima Picture.13
13
Ibid.,
9
Film yang disutradarai oleh Guntur Soeharjanto tersebut, mengambil lokasi di empat Negara Eropa yakni, Vienna (Austria), Paris (Prancis), Cordoba (Spanyol) dan Istambul (Turki). Aktor dan aktris berbakat dilibatkan dalam film ini, seperti Abimana Aryasatya (Rangga Alamahendra), Acha Septriasa (Hanum Rais), Raline Shah (Fatma), Nino Frenandez (Stefan), Alex Abbad (Khan), Marissa Nasution (Maarja), Dewi Sandra (Marion), pemain cilik Geccha (Aisye). Selain itu, ada juga penampilan khusus dari designer muslimah, Dian Pelangi, dan juara X Factor Indonesia, Fatin Shidqia Lubis. Dalam film ini ditampilkan berbagai macam konflik yang muncul akibat adanya diskriminasi terhadap agama Islam di Perancis, salah satunya adalah pada saat Abimana Aryasetya yang memerankan Rangga, dihadapkan kepada pilihan antara mengikuti shalat Jum’at atau ujian yang apabila ditinggalkan akan mengancam kelulusannya, Ia sukses menyadarkan siapapun yang menonton film ini, bahwa menjadi minoritas itu sulit, apalagi yang tengah diuji adalah keimanan. Rangga juga mengalami kesulitan mencari tempat shalat di kampus sehingga terpaksa shalat di ruang ibadat seluruh agama, diantara salib, patung Budha, dan asap hio. Acha Septriasa yang sukses memerankan Hanum Rais (istri Rangga), menunjukkan akting yang natural akan kebosanan Hanum setelah beberapa lama tinggal di Wina tanpa kegiatan, belum lagi kendala bahasa sehari-hari yaitu bahasa Jerman, diskriminasi
terhadap muslim
dan pendatang,
sampai
pertengkaran dengan tetangga gara-gara masalah sepele seperti bau saat
10
menggoreng ikan asin mampu digambarkan dengan baik oleh Acha melalui akting apiknya. Cukup membangkitkan emosi dan imajinasi penonton tentang kehidupan seorang istri yang mendampingi suaminya S3 di luar negeri sekaligus juga bagaimana menjembatani gap budaya dan menyebarkan kebaikan melalui misi “menjadi agen Muslim yang baik”. Tokoh lain yang juga sangat menarik adalah Fatma Pasha, ia merupakan tokoh penting yang membuka mata (dan juga hati) sang tokoh utama, Hanum Rais, dalam mengenal sisi lain sejarah Islam di Eropa. Ia tak hanya sekedar sahabat dekat tetapi sekaligus juga pemberi inspirasi yang mengubah pandangan Hanum tentang kehidupan. Sosok sederhana yang memiliki ketebalan iman untuk tetap mempertahankan jilbabnya di kota modern, Wina. Memiliki misi menjadi agen muslim yang baik di tempat di mana Islam memiliki image yang kurang baik, dianggap sebagai agama dengan ajaran penuh kekerasan dan identik dengan teroris. Tokoh Ayse yang diperankan Geccha Tawara juga sangat menarik perhatian penonton. Geccha mampu memerankan Ayse dengan sangat baik untuk anak seumurannya sekaligus debutnya di layar lebar. Geccha yang menggemaskan membuat siapapun yang menonton film ini akan ikut terharu dengan keteguhannya untuk tetap berjilbab meski gurunya membujuk untuk melepas jilbab agar ia tak lagi diperolok teman-teman sekelasnya. Ayse yang cerdas dan kritis menyentil Hanum dengan pertanyaan: mengapa ia tidak berjilbab padahal seorang muslimah. Geccha juga menunjukkan ketegarannya dalam menjalani takdir yang cukup berat untuk ditanggung anak seusianya.
11
Film 99 Cahaya di Langit Eropa, mengungkap rahasia Islam di Benua Eropa, dengan pengambilan gambar di Perancis. Selain memanjakan mata dengan keindahan bangunan Eropa yang elegan dan klasik, disana pula kita bisa melihat rahasia-rahasia Islam yang ada di bangunan. Menjadi kaum minoritas di Eropa tentunya sangat sulit. Tapi, bagi Fatma Pasha dan Ayse mereka sangat bangga dan terus menyebarkan sejarah-sejarah Islam di Eropa. Mereka menyebutnya Agen Muslim, belajar tentang sejarah Islam dengan mengunjungi Museum, Bukit dan Bangunan lainnya. Film religi yang disajikan dengan nuansa Eropa, tempat dimana masih banyak rahasia yang belum diketahui oleh orang muslim di Indonesia atau bahkan di negara lain. Islam memiliki pengaruh yang kuat di Negara Eropa, bagaimana Fatma, Ayse, Rangga, Hanum, Khan, Marion sebagai Agen Muslim yang sejati walaupun golongan minoritas, mereka tetap mempertahankan keyakinannya dan menjaga toleransi. Sebuah karya dan seni yang luar biasa dapat dilihat dalam film ini, menyajikan keindahan Islam di Eropa. Bagaimana belajar sejarah Islam, bagaimana menjadi Agen Muslim yang baik semuanya disajikan manis dan luar biasa di film ini. Perjalanan dan kisah Agen Muslim dalam menyampaikan sejarah Islam. Film 99 Cahaya di Langit Eropa bisa menjadi tontonan yang cukup menghibur sekaligus menambah wawasan akan jejak Islam di Eropa. Meski film ini kental dengan nuansa Islam, bukan berarti hanya bisa dinikmati umat Muslim saja, namun film ini cocok ditonton oleh siapapun, agama apapun, sebagai salah
12
satu tontonan yang bisa memberi inspirasi tentang toleransi dan sikap saling menghargai antar umat beragama. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara. 14 Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik dan bisa di persepsi indra kita. Tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda tersebut dan bergantung pada pengamatan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung mampu “menterjemahkan”pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.15 Makna dan pesan yang diberikan oleh produsen media kepada audiensnya belum tentu dimaknai sama tergantung pada wacana dan pengalaman subjektif masing-masing. Bisa jadi makna dan pesan tersebut dimaknai sama, dinegosiasikan berdasarkan nilai-nilai dominan yang ada atau dimaknai berbeda. Barthes menggunakan istilah “orders of signification. First order of signification adalah denotasi, sedangkan konotasi adalah second order of signification.” Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang berbentuk tanda. Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda
14
Alex Sobur. Analisis Teks Media: Analisis Wacana, Analisis Semiotika Dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004. hal.128. 15 Onong Uchjana Effendy. Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.2005. hal.11.
13
tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat pada tanda (penanda). Pemakaian baru inilah yang kemudian menjadi konotasi. Repesentasi
merupakan
tindakan
menghadirkan
kembali
atau
merepresentasikanproses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda, baik berupa orang, peristiwa ataupun objek. Representasi dalam film dibangun oleh manusia sebagai aktor sosial yang membangunmakna, begitu pula dengan cerita di dalam film merupakan konstruksi pembuatnya dan penonton yang memproduksi makna tersebut.16 Jika dicermati secara lebih mendalam terutama terkait dengan tanda-tanda yang dibangun dalam film 99 cahaya di langit Eropa, terdapat tanda-tanda atau simbol yang menggambarkan sesuatu hal yang diskriminatif, yaitu prasangka dan konflik yang ditampilkan baik oleh tokoh maupun suasana yang dibangun dalam film tersebut. Simbol-simbol diskriminasi yang tertuang dalam film ini bisa dalam bentuk bahasa, isyarat maupun gambar adegan-adegan yang film yang ada. Jadi dalam hal ini, representasi sebagai bentuk dari diskriminasi agama yang terkandung dalam film ini dapat di lihat baik secara verbal maupun nonverbal dari keseluruhan adegan yang ada.17 Berdasarkan latar belakang masalah inilah, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti “Representasi Diskriminasi Dan Nilai-nilai Agama Islam Pada film 99 Cahaya Di Langit Eropa”.
16 17
Cangara Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. 2006. hal.42. Sobur, op.cit., 157-161
14
1.2.
Rumusan Masalah Pokok permasalahan yang ingin diungkapkan oleh penulis adalah
bagaimanakah Representasi Diskriminasi Dan Nilai-nilai Agama Islam Dalam Film 99 Cahaya Di Langit Eropa?
1.3.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Analisis Semiotika
Representasi Diskriminasi Dan Nilai-nilai Agama Islam Dalam Film 99 Cahaya Di Langit Eropa.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis Adapun manfaat teoritis yang ingin peneliti hasilkan dari penelitian ini
adalah: 1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dalam bidang kebahasaan mengenai Representasi Diskriminasi Dan Nilai-nilai Agama Islam Dalam Film 99 Cahaya Di Langit Eropa. 2. Selain itu juga penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan yang lebih luas, khususnya mengenai penelitian representasi diskriminasi dan nilai-nilai agama Islam dalam analisis semiotik
15
1.4.2
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti
dalam pemahaman mengenai Representasi Diskriminasi Dan Nilai-nilai Agama Islam Dalam Film 99 Cahaya Di Langit Eropa, terutama dalam hal memahami analisis semiotika terhadap presentasi diskriminasi agama dan nilai-nilai agama Islam dalam sebuah film.