BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan daerah yang memiliki keanekaragaman budaya dan ramai dikunjungi oleh para wisatawan mancanegara dan juga wisatawan domestik, salah satu daerah yang sangat diminati oleh wisatawan adalah Bali. Meningkatnya arus kunjungan wisatawan ke Bali, menyebabkan daerah ini mengalami perkembangan pesat dalam bidang pembangunan khususnya dari sektor ekonomi, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang terdapat obyek wisata. Seperti pada artikel yang dimuat dalam laman web Antara News, Pulau Bali masih menjadi pilihan utama wisatawan mancanegara untuk berlibur di Indonesia, dan hal itu tercermin dari jumlah kunjungan turis asing melalui Bandara Ngurah Rai maupun perjalanan lewat laut cukup menggembirakan. Kunjungan wisatawan asing ke Bali selama periode Januari 2015 mencapai 301.618 orang atau meningkat 08,01 persen dibandingkan Januari 2014. Kedatangan turis asing ke Bali pada awal 2015, masing didominasi Australia yang mencapai 85.102 orang atau sebesar 28,22 persen. Diikuti Tiongkok (51.949), Jepang (17.946), dan Korea Selatan (15.140).1 Kegiatan pariwisata di Bali khususnya di wilayah Kabupaten Badung memiliki banyak daerah destinasi wisata seperti Kuta, Nusa Dua, GWK,Uluwatu, Pantai Pandawa, Pantai Padang-Padang, Blue Point, dll 1
Artikel berita dengan judul “Kunjungan Wisatawan Asing ke Bali Meningkat”, oleh: I K Sutika dalam laman web: http://www.antaranews.com/berita/481248/kunjungan-wisatawan-asingke-bali-meningkat. Diakses pada tanggal 09 Juni 2015, pukul 22.53 WITA.
sebagai daerah tujuan wisata terutama wisatawan mancanegara dengan Airport Ngurah Rai sebagai pusat pintu masuk mereka ke Bali. Masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang terdapat obyek wisata tersebut memanfaatkan kesempatan untuk meningkatkan ekonominya dengan cara mendirikan rumah makan, atau toko-toko tempat menjual cindramata serta pakaian-pakaian dan sebagainya yang menjadi kebutuhan para wisatawan, dan salah satu usaha yang berkembang pesat belakangan ini adalah usaha sewa menyewa sarana transportasi sepeda motor atau yang lebih dikenal dengan Motor Bike Rent. Perkembangan bisnis sewa menyewa kendaraan sepeda motor atau Motor Bike Rent ini memang merupakan tuntutan dari perkembangan geliat Pariwisata di Bali terutama di kabupaten Badung. Para wisatawan terutama warga Negara asing (WNA) yang datang dari berbagai Negara membutuhkan jenis angkutan yang bisa disetir menurut kemauan sendiri dan tidak perlu berdesakan dengan wisatawan lainnya. Dalam hal sewa menyewa kendaraan atau usaha Motor Bike Rent, itu diperlukan adanya suatu perjanjian sewa menyewa terlebih dahulu yang telah disepakati antara kedua belah pihak yaitu pihak penyewa dan pihak yang menyewakan. Menurut Subekti yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah sebuah perjanjian dimana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, dalam kurun waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh pihak yang tersebut terakhir itu untuk kemudian disanggupi pembayarannya. 2 Dari pengertian 2
R.Subekti, 1979, Aneka Perjanjian, Alumni Bandung, h.51 ( selanjutnya disebut R. Subekti I )
yang diuraikan di atas maka dapat dilihat ada tiga unsur yang terkandung di dalam sewa-menyewa yaitu: benda, harga dan waktu. Dari ketiga unsur itu yang penting benda yang dinikmati dan harga sewa yang dibayar dan lamanya waktu sewa sudah ditentukan secara pasti di dalam perjanjian sewamenyewa tersebut. Untuk menentukan waktu dan besarnya sewa kendaraan tersebut maka disini diperlukan adanya perjanjian sewa menyewa antara pihak yang satu dengan yang lainnya yaitu nantinya dapat dipastikan berapa hari atau berapa bulan pihak menyewa kendaraan berdasarkan perjanjian yang telah dibuat. Berbicara masalah perjanjian bila dilihat dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) dalam buku III dapat dijumpai mengenai perikatan pada umumnya.Perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas dari perjanjian karena perikatan dapat berupa perjanjian yang disebut dengan perikatan yang bersumber dari perjanjian.Di samping itu ada juga perikatan yang bersumber dari undang-undang. Di dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. 3 Dari ketentuan pasal ini jelaslah untuk didapatkan adanya suatu perjanjian paling sedikitnya harus ada dua pihak sebagai subyek hukum, dimana masingmasing pihak sepakat untuk mengikatkan diri nya dalam suatu hal tertentu. Menurut Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang 3
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, 2011, Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 63.
itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. 4 Perjanjian tersebut dibuat tanpa adanya suatu paksaan dari pihak lain, tetapi secara sukarela oleh para pihak. Pembuatan perjanjian sewa-menyewa kendaraan bermotor ini diharapkan kepada para pihak dapat mempunyai hubungan yang baik dalam melaksanakan perjanjian sehingga kewajiban atau prestasi para pihak dilaksanakan sesuai kewajiban masing-masing. Dengan semakin berkembangnya usaha sewa menyewa Motor Bike Rent, maka sering pula terjadi suatu permasalahan terutama antara pihak yang menyewakan kendaraan dengan pihak penyewa yang tak jarang merupakan Warga Negara Asing. Terkadang dalam sewa menyewa tersebut pihak penyewa mengalami suatu keadaan memaksa yang tidak diinginkan seperti halnya ketika penyewa mengalami kerusakan mesin, ketika proses sewa menyewa masih berjalan ataupun pihak penyewa mengalami musibah yang disebabkan oleh pihak ke-3 seperti kecurian dll. Dalam hal ini maka penyewa dapat dikatakan telah terjadi overmacht dalam perjanjian sewa menyewa tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dibuat karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Akibat Hukum Overmacht Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Sepeda Motor (Motor Bike Rent) Oleh Penyewa Warga Negara Asing”
4
R.Subekti, 1985, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Bandung (Selanjutnya disebut R Subekti II) h. 1
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dikemukakan dua rumusan masalah yang akan dibahas pada bab berikutnya yaitu : 1. Bagaimana akibat hukum apabila pihak menyewa berada dalam keadaan overmacht? 2. Bagaimana cara penyelesaiannya apabila sepeda motor yang di sewa oleh Warga Negara Asing terjadi kehilangan?
1.3.
Ruang Lingkup Masalah Terhadap permasalahan tersebut diatas, maka perlu ditentukan batasanbatasan materi yang akan dibahas sehingga memudahkan dalam menyimak pengertian maupun dalam penyampaian isi dari permasalahan yang akan di bahas agar tidak menyimpang dari pokok pembahasan dan apa yang menjadi persoalan dapat diuraikan secara tepat dan sistematis. Adapun ruang lingkup masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : a.
Untuk permasalahan pertama, pembahasannya yaitu bagaimana akibat hukum apabila pihak menyewa berada dalam keadaan overmacht.
b.
Untuk permasalahan kedua, pembahasannya yaitu bagaimana cara penyelesaiannya apabila sepeda motor yang di sewa oleh Warga Negara Asing terjadi kehilangan.
Studi kasus dilakukan terhadap salah satu contoh kasus yang terjadi di beberapa usaha Motor Bike Rent yang terdapat di wilayah daerah wisata Kuta yang dalam perjanjian tersebut melibatkan Warga Negara Asing. 1.4. Orisinalitas Penelitian Dengan ini dinyatakan bahwa tulisan yang berjudul tentang Akibat Hukum Overmacht Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Sepeda Motor (Motor Bike Rent) Oleh Penyewa Warga Negara Asing adalah sepenuhnya hasil pemikiran oleh penulis sendiri dengan menggunakan 2 (dua) skripsi sebagai refrensi yaitu sebagai berikut:
No 1
Judul
Penulis
Tanggung Jawab
Agus Suki
Para Pihak dalam
Widodo
Rumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa menyewa
Pelaksanaan Sewa
kendaraan bermotor yang
Menyewa Kendaraan
terjadi di Surakarta ?
Bermotor di
2. Bagaimana tanggung jawab
Surakarta.
para pihak jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor di Surakarta ? 3. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam hal terjadinya overmacht pada kendaraan yang menjadi objek sewa menyewa ?
2
Pelaksanaan
Singgih
1. Bagaimana pelaksanaan
Perjanjian Sewa Beli
Budi
sewa beli di Dealer
Sepeda Motor di
Utomo
Panorama Motor Kabupaten
Dealer Panorama Motor Kabupaten
Sragen ? 2. Bagaimana penyelesaian
Sragen.
apabila terjadi perselisihan antara pihak yang menyewakan ( Dealer Panorama Motor ) dengan pihak penyewa yang timbul karena adanya wanprestasi ?
1.5. Tujuan Penelitian Tulisan ini mempunyai tujuan, yaitu : 1.5.1
Tujuan Umum
Tujuan Umum dari penulisan tulisan ini adalah : 1.
Untuk menyumbangkan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan, khususnya di bidang hukum perjanjian.
2.
Untuk melatih keterampilan dalam usaha menyampaikan ide, gagasan, pikiran ilmiah melalui tulisan.
3.
Untuk menambah wawasan dan memperkaya ilmu pengetahuan hukum.
4.
Untuk mengembangkan diri pribadi ke dalam kehidupan masyarakat.
5.
Sebagai salah satu syarat wajib dalam menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
1.5.2
Tujuan Khusus:
1. Untuk belajar mengemukakan permasalah dan kemudian berusaha untuk memecahkan khususnya dalam materi hukum perdata.
2. Untuk mengetahui hukum apabila pihak menyewa berada dalam keadaan overmacht. 3. Untuk dapat mengetahui bagaimana cara penyelesaiannya apabila sepeda motor yang di sewa oleh Warga Negara Asing terjadi kehilangan. 1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1
Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan hukum mengenai perjanjian khususnya mengenai sewa menyewa sepeda motor. 1.6.2
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran terhadap permasalahan khususnya dalam perjanjian sewa menyewa sepeda motor. 1.7. Landasan Teoritis Dalam membahas permasalahan tersebut maka digunakan beberapa landasan teori maupun pendapat para sarjana yang erat kaitannya dengan masalah
yang
dibahas
maupun
teori-teori
yang
digunakan
dalam
permasalahan ini : R. Subekti menyatakan untuk dapat dikatakan suatu overmacht, selain keadaan itu di luar kekuasaannya si debitur dan memaksa, keadaan yang telah timbul itu juga harus berupa keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu
perjanjian itu dibuat, setidak-tidaknya tidak dipikul risikonya oleh si debitur.5 Sedangkan Munir Fuady mengungkapkan pendapatnya tentang overmacht, yaitu suatu keadaan yang menghalangi seseorang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan yang tidak diduga pada saat dibuatnya perjanjian, keadaan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada kreditor karena keadaan debitur tidak dalam keadaan beritikad buruk.6 Dalam membahas tanggung jawab terjadinya overmacht terdapat beberapa teori, diantaranya: a. Teori overmacht yang objektif Dalam teori ini bertitik-tolak dari asumsi bahwa, prestasi tidak mungkin bagi setiap orang, artinya terkait dengan ketidakmungkinan mutlak bagi setiap orang. (vide Pasal 1444 BW). Namun demikian, dalam perkembangannya teori ini tidak berlaku absolut (mutlak), namun lebih mendekati teori subjektif bahwa apa yang dianggap secara objektif berlaku bagi semua orang, pada akhirnya juga diterima bahwa perlu diperhatikan subjek-subjek perikatan yang terkena akibat overmacht tersebut.7 b. Teori overmacht yang subjektif Titik tolak teori ini adalah „prestasi tidak mungkin bagi debitur yang bersangkutan‟, terkait dengan ketidakmungkinan relative (mengingat
5
R.Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet.29, Intermassa, Bandung (Selanjutnya disebut R Subekti III), h.150. 6 Munir Fuady, 2007,Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Buku Pertama, PT CitraAditya Bakti, Bandung. h.113
7
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Cet.4. Jakarta: Kencana, h. 274.
keadaan pribadi atau subjek debitur).Menurut J.F.Houwing seperti yang dikutip oleh Hernoko, dengan Teori Usahanya (inspanning sleer) merupakan pendukung teori subyektif. Teori ini beranjak dari pemikiran bahwa „overmacht mulai dimana kesalahan berhenti‟, artinya debitur harus dihukum membayar ganti rugi pabila tidak dapat membuktikan bahwa demi perikatan, dia telah melakukan segala sesuatu yang menjadi kewajibannya berdasarkan pendapat dalam lalu lintas masyarakat. Dan makna yang wajar dari nkontrak tersebut. Untuk itu debitur harus membuktikn bahwa ia telah berusaha, berdasarkan kriteria: i. Pendapat dalam lalu lintas masyarakat; ii. Makna yang wajar dari kontrak yang bersangkutan.8 c. Teori Resiko Menurut J.L.L. Wery seperti yang dikutip oleh Hernoko, beranjak dari pemikiran bahwa „overmacht mulai dinamakan resiko berhenti‟, artinya debitur harus dihukum membayar ganti rugi apabila tidak dapat membuktikan bahwa terhalangnya pelaksanaan prestasi timbul dari keadaan yang selayaknya ia tidak bertanggung gugat dengan kata lain terhalangnya pelaksanaan prestasi timbul dari keadaan yang selayaknya ia tidak bertanggung gugat. Debitur memikul resiko tanggung gugat.Teori menimbulkan bahaya atau teori ambil alih resiko (Gevaarztting Theorie)
8
Ibid, h.274-275.
merupakan contoh teori resiko. Debitur dalam hal ini telah mengambil resiko dalam pemenuhan resiko tersebut.9 Dalam tulisan ini, keadaan overmacht dikaji berdasarkan hubungan perjanjian sewa menyewa. Menurut Subekti sewa menyewa adalah perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu barang untuk dipakai selama suatu jangka waktu tertentu, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar harga yang telah ditetapkan untuk pemakaian itu pada waktu-waktu yang ditentukan.10 Menurut Jhohari Santoso, sewa menyewa adalah “suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lain kenikmatan suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu barang yang oleh pihak tersebut berakhir disanggupi pembayarannya”.11 Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa sewa menyewa pada umumnya adalah suatu perjanjian yang konsensuil, yaitu suatu perbuatan yang telah sah yang mengikat pada detik pencapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokok, yaitu barang dan harga. Dari peristiwa itu timbullah hubungan antara kedua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Para pihak telah mengatur sesuatu hal dalam perjanjian yang telah mereka sepakati bersama, maka ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur hal yang sama tidak berlaku lagi. Perjanjian dalam KUH Perdata diatur dalam buku III tentang perikatan, Bab Kedua, bagian Kesatu sampai dengan 9
Ibid Ibid, h. 164. 11 Djohari Santoso, 1982, Hukum Perjanjian Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta,h.32. 10
Bagian Keempat. Pasal 1313 KUHPerdata memberikan rumusan tentang Perjanjian yaitu “ Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih “.12 Disamping itu juga ada unsur-unsur lain yang harus ada guna tercapainya perjanjian sewa menyewa itu sendiri seperti: ada dua hal yang saling mengikat antara kedua belah pihak secara timbal balik yang berkedudukan secara kreditur dan debitur, adanya obyek perjanjian sebagai suatu prestasi yang berupa barang-barang yang harus diberikan kenikmatannya dan harga yang harus dibayar sebagai imbalan atas kenikmatan yang diberikan. Adanya jangka waktu yang membatasi pemberian kenikmatan tersebut. Akibat hukum ialah segala akibat konsekwansi yang terjadi di segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan oleh kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan dan dianggap sebagai akibat hukum.13 Yang dimaksud dengan subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah tentu bertitik tolak dari system hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi). Sedangkan yang dimaksud sengan objek
12
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, 2007, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern, PT Refika Aditama, bandung, h. 41. 13 Khudzalifah Dimyati dan Kelik Wardono, 2004.Metode Penelitian Hukum. Fakultas Hukum Muhammadiyah, Surakarta, h.3
hukum ialah benda.Benda yaitu adalah sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak milik 14 . Terdapat beberapa teori terkait dengan hubungan perjanjian sewa menyewa, diantaranya: a.
Teori Tanggungjawab :
Menurut K. Lieberman dan George J. Pada dasarnya. Ada dua macam teori pertanggung jawaban, yaitu : 1. Tanggungjawab karena Resiko Yaitu teori yang kemudian melahirkan prinsip tanggung jawab mutlak atau tanggung jawab objektif, yaitu bahwa seseorang mutlak bertanggung jawab atas setiap kegiatan yang menimbulkan akibat yang sangat membahayakan pihak lain. 2. Tanggungjawab karena Kesalahan Yaitu teori yang melahirkan prinsip tanggung jawab subyektif atau tanggung jawab atas dasar kesalahan yaitu bahwa tanggung jawab seseorang atau perbuatannya baru dikatakan ada jika dapat dibuktikan adanya unsur kesalahan pada perbuatan itu. Sedangkan menurut Sidharta, ada empat macam teori tanggung jawab yaitu :
14
1.
Tanggung jawab yang lahir karena kesalahan
2.
Praduga untuk selalu bertanggung jawab
3.
Untuk tidak selalu bertanggung jawab
Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 42.
4.
Tanggung jawab karena resiko atau mutlak Subekti mengemukakan bahwa menurut Pasal 1553 KUH Perdata,
dalam sewa menyewa itu resiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh si pemilik barang yaitu pihak yang menyewakan.15 Berdasarkan kesimpulan dalam Pasal 1553 KUHPerdata kita dapat memperoleh aturan tentang resiko dalam sewa menyewa.Dalam pasal ini ditulis apabil barang yang disewa itu musnah karena suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak maka perjanjian sewa menyewa gugur demi hukum. Dari perkataan “gugur demi hukum” inilah kita simpulkan bahwa masing-masing pihak kita sudah tidak dapat menuntut sesuatu apa dari pihak lawannya, hal ini berkaitan bahwa kerugian akibat musnahnya barang yang disewakan dipikul sepenuhnya oleh pihak yang menyewakan.16 Selanjutnya tentang tanggung jawab dari pihak penyewa terhadap kecelakaan yang menyebabkan terjadi kerusakan pihak penyewa bertanggung jawab terbatas pada kerusakan yang kecil-kecil dan kerusakan yang besar menjadi tanggung jawab dari yang menyewakan, kerusakan yang dimaksud yaitu hilangnya baut, habisnya bensin itu menjadi tanggung jawab pihak penyewa dan kerusakan itu terjadi setelah terjadinya sewa menyewa, namun sebelumnya itu semua menjadi tanggung jawab pihak yang menyewakan itu. Hal ini disebabkan karena pihak yang mempunyai barang wajib memelihara barang itu secara utuh. Uraian tersebut diatas sesuai dengan pasal 1583 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Pembetulan-pembetulan kecil dan sehari-hari dipikul oleh si penyewa”. b. Teori Penerimaan (acceptance theory) 15
R.Subekti III, op.cit, h. 44. Ibid, h.56.
16
Dalam hukum Belanda, teori ini disebut onvtvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian yang terjadi dan mengikat tertanggung dan penanggung, Hal ini terdapat di dalam pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal. Menurut teori penerimaan, bahwa persetujuan terjadi pada saat diterimanya surat jawaban penerimaan penawaran oleh orang yang menawarkan.17 Disamping itu perjanjian terjadi dan mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh penyewa. Atas nota persetujuan ini, kemudian dibuatkan akta perjanjian sewa menyewa oleh penyewa yang disebut surat perjanjian sewa menyewa dalam hal ini sewamenyewa motor. 1.8. Metode Penelitian Metode penelitian sangat berperan penting dalam suatu penelitian. Metode
Penelitian
memberikan
petunjuk-petunjuk
serta
tata
carabagaimana peneliti melakukan suatu kajian serta kaidah-kaidah yang dilakukannya dalam mengkaji. Dengan petunjuk tersebut diharapkan akan memperoleh hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode yang dipergunakan yaitu : 17
R.Setiawan, 1999, Pokok Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin, Bandung, h. 59.
1.8.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan dalam mengkaji Akibat
Hukum Overmacht Dalam
Perjanjian Sewa Menyewa Sepeda Motor
(Motor Bike Rent) Oleh Penyewa Warga Negara Asing adalah penelitian Yuridis Empiris. Penelitian Yuridis Empiris yakni Penelitian yang dilakukan berangkat dari adanya kesenjangan antara das solen (teori) dengan das sein (kenyataan). Juga kesenjangan yang terjadi antara keadaan teoritis dengan fakta hukum atau adanya situasi ketidaktauan yang dikaji untuk pemenuhan suatu kajian akademik.
1.8.2
Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
dengan bertujuan untuk menggambarkan secara tepat dan bersifat deduktif, berdasarkan teori yang bersifat umum untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang diperoleh dilapangan maupun melalui data kepustakaan. 1.8.3
Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan beberapa sumber dataseperti :
1. Data Primer, adalah suatu data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh oleh peneliti dari sumber asalnya yang pertama dan yang belum diolah dan diuraikan oleh orang lain.18 2. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari studi pustaka yang terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan 18
h.97.
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Pengantar Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta,
hukum sekunder maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengar maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tesebut dengan melalui media internet.19 Dalam Penelitian ini, Bahan Hukum yang digunakan yaitu : 1. Bahan Hukum Primer, yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 2. Bahan Hukum Sekunder, yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa buku-buku, artikel-artikel hukum, dan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan pembahasan tersebut diatas. 3. Bahan Hukum Tersier, berupa bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan yang menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier dapat berupa kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum dan ensiklopedia.20 1.8.4
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 (dua) cara teknik untuk
mendapatkan data-data atau bahan hukum yang diperlukan, yaitu : 1. Teknik Studi Dokumen Studi Dokumen dalam penelitian ini dilakukan dengan cara metode kepustakaan yakni serangkaian usaha untuk memperoleh data yang dengan cara membaca, mengidentifikasi serta melakukan pemahaman 19
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad.2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif&Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.160. 20 Amirudin dan Zainal Asikin, Op.Cit, h.166.
terhadap bahan-bahan hukum berupa literatur, peraturan perundangundangan yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. 2. Teknik Wawancara Teknik ini dilakukan dengan melakukan Tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden atau narasumber atau informan untuk mendapatkan informasi. Wawancara adalah bagian yang penting dalam suatu penelitian hukum terutama dalam penelitian hukum empiris karena tanpa wawancara akan kehilangan informasi.21 1.8.5
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Adapun teknik pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menggambarkan data dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan. 22 Data-data yang diperoleh selanjutnya kemudian dikaji dan dianalisis sesuai dengan kebutuhan penelitian serta disusun secara sistematis dalam bab-bab dan sub bab. Hasil dari penelitian ini penulis sebuah kesimpulan-kesimpulan secara sistematis dalam bab terakhir tulisan ini yakni bab penutup.
21
Ibid, h. 161. Ibid, h. 192.
22