BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Setiap persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal.
Kelahiran seseorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga menantikannya selama 9 bulan. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin) yang telah cukup bulan atau hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong ke luar melalui jalan lahir, persalinan juga dikatakan multifasat atau komplek, karena kejadian psikologis dan fisikologis saling berhubungan dan tidak bisa dipisahkan (Abdul Bari, 2002; Vicky Chapman, 2006; Hanafiah, 2008). Power adalah kekuatan his atau kontraksi ibu dalam mengejan. His atau kontraksi sudah mulai dirasakan sejak 2 minggu sebelum atau sesudah tanggal perkiraan persalinan, pada kehamilan pertama persalinan akan berlangsung tidak lebih 12-14 jam. Power atau kekuatan bisa menjadi masalah dalam peralinan, penyulit pada his adalah aktivitas uterus hipotonik, kontraksi hipertonik inersia uteri, tetania uteri, his yang tidak terkoordinasi, kelelahan ibu mengedan, dan salah pimpinan kala II. Jika persalinan tidak mengalami kemajuan maka bisa dilakukan augmentasi dengan pemberian oksitosin untuk melanjutkan persalinan. Persalinan yang bermasalah dengan his bila berlanjut dapat menyebabkan perdarahan postpartum. (Manuaba, 1998; Davit, 2007). Tindakan yang di lakukan untuk menangani masalah power ini dengan memberikan uterotonika, uterotonika yang biasa digunakan adalah oksitosin dengan
1
2
cara di drip untuk meningkatkan kontraksi uterus. Uterotonika banyak digunakan untuk induksi, penguatan persalinan, pencegahan serta penanganan perdarahan postpartum, penanganan perdarahan akibat abortus inkompletikus dan penanganan aktif pada kala III persalinan. Oksitosik atau uterotonika adalah obat yang merangsang kontraksi uterus. Jenis uterotonika ada 3, yaitu: oksitosin, misoprostol, dan ergometrin (Manuaba, 1998). Salah satu obat dari uterotonika yang paling umum digunakan adalah oksitosin, oksitosin adalah ekstrak hipofisis yang menyebabkan kontraksi otot polos dan kemudian menyebabkan kegiatan yang sangat kuat pada otot-otot uterus. Hormon ini di beri nama oksitosin berdasarkan efek fisiologisnya yakni percepatan proses persalinan dengan merangsang kontraksi otot polos uterus. Semua obat memiliki efek samping, begitu juga dengan uterotonika (oksitosin) efek samping yang biasa terjadi yaitu mual, muntah, dan efek samping terberat adalah reaksi alergi (ruam, gatal-gatal, sesak nafas, pembengkakan mulut, mata, wajah, bibir, lidah), masalah pembekuan darah, aritmia jantung, perdarahan berat atau lanjutan setelah melahirkan, kemungkinan kehilangan darah meningkat, penggumpalan darah di panggul. Penggunaan yang tidak tepat juga akan menimbulkan masalah serius seperti rahim pecah dan asfiksia pada janin. Efek samping yang berat ini yang dapat menyebabkan kematian ibu, karena rahim berkontraksi dengan kuat atau terjadi kontraksi secara terus menerus tanpa istirahat, hal ini dapat membuat uterus kelelahan, sehingga uterus menjadi lemah dan perdarahan semakin bertambah banyak. Oksitosin yang mudah larut dalam air dapat meningkatkan kontraksi secara tiba-tiba sehingga menyebabkan kontraksi terlalu banyak dan tekanan pada rahim, selain itu dapat memperbanyak reseptornya, dengan
3
demikian dapat merusak mekanisme oksitosin dan akan memberikan efek rusaknya kontraktilitas uterus sehingga dapat menimbulkan perdarahan postpartum. Suatu perdarahan pada persalinan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada persalinan sesar (sectio cesarean). Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Mochtar, 1998). Perdarahan postpartum terbagi menjadi perdarahan postpartum primer dan sekunder. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Frekuensi perdarahan postpartum 4/5-15% dari seluruh persalinan. Penyebab utama perdarahan postpartum adalah atoni uteri (50-60%), retensio plasenta (16-17%), sisa plasenta (23-24%), laserasi jalan lahir (45%), dan inversio uteri (0,5-0,8%). Terbanyak dalam 2 jam pertama adalah atoni uteri (Manuaba, 1998; Mochtar, 1998).
Dr. Fransisca S.K menyatakan bahwa ada
beberapa faktor lain yang beresiko terjadinya perdarahan postpartum selain riwayat perdarahan postpartum pada persalinan sebelumnya, yaitu paritas dengan grande multipara, perpanjangan persalinan, kehamilan ganda, perpanjangan pemberian oksitosin. Faktor resiko lain terjadinya perdarahan postpartum, yaitu umur, pendidikan, paritas, jarak antara kelahiran. Menurut Pardosi (2005), ibu yang berumur di bawah 20 tahun atau di atas 30 tahun memiliki risiko mengalami perdarahan postpartum 3,3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berumur 20 sampai 29 tahun. Selain itu penelitian Najah (2004) menyatakan bahwa umur ibu di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum.
4
Kematian maternal adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi dalam 2 golongan, yakni langsung yang disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan sebab-sebab lain seperti penyakit jantung, kanker, dan lain sebagainya (Fransisca, 2012). Angka kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan postpartum. Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan postpartum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya. Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8%. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan (Depkes RI, 2002). Dari hasil studi pendahuluan di RS dr. Kanujoso Djadiwibowo dari seluruh persalinan selama 1 tahun terakhir terdapat 210 ibu bersalin dan 92 pasien yang mengalami perdarahan. RS dr. Kanujoso Djadiwibowo sering menjadi rumah sakit rujukan dari RS swasta dan bidan praktik, 48% dari kasus tersebut adalah pasien dengan usia diatas 30 tahun dengan insiden terjadinya perdarahan postpartum lebih dari 500cc. Penggunaan uterotonika yang sering di pakai di RS tersebut adalah oksitosin bentuk sintetik ergometrin yang disebut syntocinon dan pemberian preparat ini dilakukan lewat infus. Karena permasalahan tersebut sehingga peneliti ingin
5
mengambil judul penelitian tentang “Pengaruh Pemberian Drip Oksitosin Selama Persalinan Terhadap Perdarahan Postpartum”.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan “Apakah ada
Pengaruh Pemberian Drip Oksitosin Selama Persalinan terhadap Perdarahan Post Partum di RS. Dr. Kanujoso Djatiwibowo ?”.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Membuktikan adakah pengaruh pemberian drip oksitosin selama persalinan terhadap perdarahan post partum.
1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pemberian oksitosin pada saat persalinan. b. Mengidentifikasi perdarahan post partum antara yang diberikan oksitosin dengan yang tidak di berikan oksitosin selama persalinan. c. Mengidentifikasi faktor resiko (umur, paritas, pendidikan, jarak antar kehamilan,
riwayat
perdarahan
sebelumnya)
terhadap
terjadinya
perdarahan postpartum.
1.4
Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Merupakan wadah untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan teori yang telah diterima. Serta membuktikan teori
6
dan kenyataan dilapangan tentang pengaruh pemberian drip oksitosin selama persalinan terhadap perdarahan postpartum. 1.4.2 Bagi Akademis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan atau sumber data untuk penelitian berikutnya. 1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan Dapat mengetahui dosis penggunaan yang tepat dan efek samping yang ditimbulakn dari pengunaan obat uterotonika (oksitosin) yaitu zat untuk kontraksi uterus. 1.4.4 Bagi Masyarakat Masyarakat dapat mengetahui penyebab dan faktor resiko dari perdarahan postpartum.