BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah lembaga sosial pertama yang dikenal anak selama proses sosialisasinya. Keluarga, terutama orang tua sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian anak, termasuk pola asuh yang diterapkan kepada anaknya. Keluarga
memiliki
peranan
yang
sangat
penting
dalam
upaya
mengembangkan kepribadian anak. Bimbingan orang tua yang penuh kasih sayang dalam pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Keluarga kebutuhan
insani
dipandang sebagai institusi (lembaga) yang dapat memenuhi (manusiawi),
terutama
kebutuhan
bagi
pengembangan
kepribadiannya dan pengembangan bagi pengembangan ras manusia (Syamsu Yusuf, 2001:37). Apabila mengkaitkan peran keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu dari Maslow, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perlakuan dan bimbingan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik-biologis maupun sosio psikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan
1
sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri (self Actualization). Keluarga memberikan indikasi awal kepada anak mengenai kasih sayang, penerimaan dan penghargaan. Karena sebelum anak tersebut masuk sekolah, keluarga merupakan konteks belajar satu-satunya. Hal tersebut diungkapkan oleh R.B.Burns bahwa lima tahun pertama kehidupan individu merupakan tahun dimana kerangka dasar dan konsepsi diri diletakan. Alasannya ialah bahwa anak kecil bagitu mudah dipengaruhi dengan ketergantungan fisik, sosial dan emosional kepada keluarga yang baginya begitu penting. Adanya pengalaman awal tentang rasa senang dan rasa sakit, adanya sayang serta penolakan kepada dirinya akan membentuk konsep dasar bagi konsep dari yang akan datang, dengan mulai menggunakan bahasa dan menghadapi pengalaman yang semakin banyak. Konsep diri akan mulai terbentuk dan menjadi kuat menolak perubahan-perubahan besar. Konsep diri merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu yang berhubungan dangan individu lainnya. Setiap individu akan memperoleh tanggapan yang diberikan oleh orang tuanya yang akan mejadi cerminan bagi individu untuk memandang dan menilai dirinya sendiri. Konsep diri merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses interalisai dan organisai pengalaman-pengalaman psikologis yang merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting (significant others) di sekitarnya.
2
Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir karena ketika individu lahir tidak memiliki konsep diri dan tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya sendiri. Individu tidak memiliki harapan bagi diri sendiri dan tidak memiliki penilaian terhadap diri sendiri. Pada saat individu mulai biasa membedakan antara penginderaan dan perasaan berasal dari dalam dirinya dan juga lingkungan. Konsep diri individu oleh lingkungan sekitarnya dan lingkungan tempat yang pertama untuk menerima peran-peran, tanggapan atau melakukan kontak sosial yang paling awal dialami dan yang paling kuat adalah keluarga. Orang yang pertama kali dikenal oleh individu adalah orang tua dan anggota yang berada dalam keluarga. Perlakuan-perlakuan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya akan membekas hingga anak menjelang dewasa dan membawa pengaruh besar teradap perilaku moral siswa di sekolah, karena pola asuh yang dimiliki oleh orang tua berbeda-beda antara orang tua satu dangan orang tua yang lainnya. Pola asuh orang tua merupakan suatu kecenderungan yang relative menetap dari orang tua dalam memberikan pendidikan, bimbingan dan perawatan kepada anak-anaknya (Ernawulan Syaodih, 1999:9 ). Pola asuh juga diartikan sebagai bentuk atau suatu cara bagaimana oarng tua dalam melakukan kegiatan merawat, memelihara, dan membimbing supaya anak dapat berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang tua atau sikap dan karakteristik orang tua dalam memperlakukan anak yang tampak dalam kata-kata dan tindakan sebagai perwujudan kasih sayang kepada anaknya dalam kehidupan sehari-hari.
3
Orang tua bukan hanya menjadi ayah dan ibu bagi anak-anaknya melainkan berperan juga sebagai pendidik dan bertanggung jawab atas pendidikan anaknya. Berbicara tentang orang tua tidak dapat dipisahkan dari keluarga sebagai tempat orang tua dan anak yang hidup, yang akan memberikan pendidikan pertama bagi anak. Keluarga dianggap sebagai lembaga pertama dan utama bagi anak, baik ditinjau dari sudut urutan waktu maupun dari sudut intensitas dan tanggung jawab pendidikan yang berlangsung dalam keluarga itu (M.I Soelaeman, 1994:168). Pendidikan keluarga merupakan inti dari upaya pendidikan secara keseluruhan. Inti dalam pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan agama, inti dari pendidikan keimanan adalah ketauhidan. Kasih sayang dan keteladanan orang tua merupakan landasan pokok pendidikan dalam keluarga yang islami (M.Surya, 1993:91). Berkenaan dengan pendidikan dalam keluarga, seorang tokoh bernama Dorothy Law Natile (M.Surya, 1993:92), mengatakan : 1. Bila Anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia akan belajar menahan diri. 2. Bila Anak dibesarkan dengan celaan, maka ia akan belajar memilki. 3. Bila Anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia akan belajar berkelahi. 4. Bila Anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia akan belajar rendah diri. 5. Bila Anak dibesarkan dengan dorongan, maka ia akan belajar percaya diri. 6. Bila Anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, maka ia akan belajar keadilan. 7. Bila Anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia akan belajar menemukan cinta dan kehidupan.
4
Orang tua (keluarga) mempunyai peranan yang sangat besar dalam pendidikan, terutama dalam membimbing anak dengan terarah terhadap pembentukan dan pengembangan konsep dirinya. Dari pernyataan yang berkaitan dengan pendidikan dalam keluarga diatas, terlihat bahwa konsep diri seseorang dibentuk oleh lingkungan sekitarnya, diantaranya adalah lingkungan keluarga ( adanya pola asuh orang tua terhadap anak) yang akan memberikan pesan berupa dorongan-dorongan, sehingga penerimaan pesan belajar untuk menghargai dirinya dengan lingkungannya yang memberikan kritikan-kritikan akan menyebabkan perasaan kurang berharga, kurang dicintai dan kurang mampu. Jika dipandang dari lingkungan keluarga, orang tua akan memberi arus informasi yang konstan kepada anak. Orang tua akan mengajarkan bagaimana menilai diri sendiri. Penilaian dengan sumber orang tua tersebut akan berlangsung terus, karena lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang menanggapi individu maka dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan ajang pertama dalam pembentukan moral siswa disekolah yang didalamnya terdapat pola asuh orang tua. Konsep moral sudah dapat dibentuk sejak masa kanak-kanak yaitu lebih kurang awal dari usia 2 tahun. Meskipun sudah dipelajari sejak kecil, namun setelah dewasa manusia tetap berhadapan dengan masalah-masalah moral dan meningkatkan konsep moralnya dalam berhubungan dengan orang lain. Bahwa perkembangan moral seorang anak sejalan dengan perkembangan kognitifnya. Makin bertambahnya tingkat pengertian anak, makin banyak pula nilai-nilai moral. Menurut Hurlock yang dikutip oleh Istiwidiyanti (1992: 34), meskipun perkembangan anak melewati pentahapan
5
tetap, namun usia anak dalam mencapai tahapan tertentu berbeda menurut tingkat perkembangan kognitif mereka. Pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Singgih Gunarsa (1988:20) keluarga merupakan lingkungan kehidupan yang dikenal anak untuk pertama kalinya, dan untuk seterusnya anak banyak belajar didalam kehidupan keluarga. Karena itu peran orang tua dianggap paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan moral seorang anak. Dalam hal ini dapat dilihat perbedaan perkembangan moral anak ditunjau dari persepsi pola asuh, yaitu: Pada orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis, akan mengembangkan anak yang mampu bertindak sesuai dangan nilai-nilai moral yang ada dilingkungan sosialnya. Orang yang menerapkan pola asuh otoriter, anak akan menjadi “patuh” kalau dihadapan orang tua, tetapi dibelakang orang tua ia akan memperlihatkan reaksi menentang. Reaksi menentang dan melawan ini biasa ditampilkan anak dalam perilaku-perilaku yang melanggar norma atau aturan yang ada dilingkungan sosialnya. Sedangkan orang tua yang menerapkan pola asuh permisif akan menyebabkan kepentingan anak itu tidak terarah. Selain itu orang tua yang menerapkan pola asuh acuh tak acuh, anak akan menjadi tidak terarah dalam hal sikap dan perilakunya karena orang tuanya memberikan kebebasan dalam melakukan tindakan apapun, tidak memberikan pengarahans sehingga anak akan menjadi kurang disiplin. Dalam hal ini perkembangan moral seorang anak sangat banyak dipengaruhi oleh lingkungannya, terutama dari orang tuanya (Syamsu Yusuf, 2001:42).
6
Mengamati kehidupan sehari-hari, merupakan fenomena yang biasa-biasa saja. Bila kita kaji secara lebih mendalam, ternyata menghasilkan banyak fenomena yang menyiratkan banyak persoalan yang memiliki hal yang sangat kompleks, terutama dalam kehidupan yang mengalami perubahan yang tajam seperti sekarang ini Contohnya kasus pada siswa di SMP Negeri 3 Rancaekek ketika penulis melakukan pra penelitian, di sekolah tersebut ada berbagai macam karakter atau perilaku siswa di sekolah. Penulis menemukan berbagai macam perilaku yang berbeda dari setiap siswa. Ada beberapa orang siswa ketika mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar di sekolah cenderung perilakunya acuh tak acuh terhadap materi yang disampaikan, ada pula siswa yang lambat dalam proses pembelajarannya dikarenakan faktor keluarga (Guru BK SMP Negeri 3 Rancaekek). Dari kasus tersebut dapat kita lihat bahwa keluarga sangat mendominasi dalam proses penentuan sikap atau perilaku siswa yang bisa penulis kategorikan sebagai remaja ini di dalam bertindak baik itu di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat dimana ia berada. Orang tua adalah orang yang pertama kali dikenal oleh anak, orang tua akan menjadi panutan bagi sang anak tersebut, bagaimana pola asuh orang tua yang diberikan kepada anak akan sangat mempengaruhi anak tersebut. Menurut pendapat penulis, jika seorang anak berada di dalam sebuah keluarga yang tidak utuh ataupun anak tersebut hidup didalam sebuah keluarga yang orang tuanya sering bertengkar, maka anak tersebut akan broken home dan mencari alternatif lain dalam pergaulan khusnya akan kea rah pergaulan yang negative.
7
Selain kasus di sekolah, penulis juga bisa melihat perilaku seorang siswa di dalam masyarakat dimana dia berada. Karena, penulis ketahui bahwa perilaku seseorang pun dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal dimana ia berada. Menurut pendapat penulis, jika anak dibesarkan di lingkungan yang baik, maka anak tersebut akan berperilaku baik pula, namun sebaliknya jika anak di besarkan dilingkungan yang kurang baik maka anak akan berperilaku kurang baik pula. Ketika anak telah remaja maka ia akan bergaul dengan lingkungan masyaraktnya, sehingga akan mempengaruhi perilaku moralnya juga di dalam kehidupannya sehari-hari. Perubahan yang cepat ini mengharuskan adanya berbagai upaya terhadap anak agar mereka memiliki kemampuan, mengakomodasi dan mewariskan kearah yang bermakna. Dalam kedudukan ini orang tua mempunyai tanggung jawab kodrati yang sangat strategis posisinya dalam menghadirkan situasi dan kondisi yang beriklim pendidikan. Melalui perbuatan-perbuatan orang tua yang mengarah kepada tujuan pendidikan akan dihayati dan diapresiasikan oleh anak menjadi dasar pembentukan kepribadiannya. Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga bertujuan menghasilkan anak agar mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dimasyarakatnya dimanapun berada (Alex Sobur, 1994: 26) Salah satu aspek pembinaan manusia Indonesia seutuhnya adalah pembinaan moral. Masalah pembinaan moral anak merupakan masalah yang penting dan memerlukan perhatian yang serius baik dari pihak sekolah maupun orang tua, dalam upaya pembinaan generasi muda suatu bangsa. Keluarga merupakan lingkungan pandidikan yang pertama dan utama, karena tugas-tugasnya meletakan dasar pertama
8
bagi perkembangan anak. Di dalam keluarga anak lahir, tumbuh dan berkembang dan pertama kali mengenal orang lain melalui hubungan dangan orangtuanya. Peran orang tua dalam pembentukan watak dan pribadi anak memang sangat menentukan, meski pengaruh guru, masyarakat, dan lingkungan pergaulan juga ikut berperan., namun orang tua yang mempunyai pengaruh besar, sebab kehidupan seorang anak dimulai dari rumah dan waktunya pun lebih banyak dirumah. Anak tidak hanya cukup dibekali dangan ilmu pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi perlu juga diisi dangan ilmu kerohanian yang menjadikan manusia berakhlak dan juga berbudi pekerti luhur. Itulah sebabnya seorang anak merupakan pencerminan dari pola asuh orang tuaya. Pada diri anak itu memang telah tertanam hati nurani sebagai penuntunan kearah yang baik, namun hati nurani perlu pembinaan lebih intensif melalui pendidikan, sehingga ia mempunyai dasar pola perilaku yang baik berdasarkan moral yang baik. Orang tua diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai moral yang baik, menanamkan kedisiplinan, memberikan perhatian dan kasih sayang, memberikan sanksi yang tegas terhadap anak yang menyimpang dari nilai, norma, moral yang ada. Semua peran orang tua tersebut dapat dilaksanakan dapat dilaksanakan dalam suatu keluarga yang bahagia, aman dan tentram. Setelah anak mendapatkan dasar pola asuh dari orang tua dalam keluarga yang merupakan modal awal untuk membentuk perilaku anak, sebagai kelanjutan anak
9
perlu mendapatkan pendidikan sekolah. Sesuai dangan pendapat Zakiah Daradjat (1994:71), bahwa: “Sekolah adalah lingkungan kedua tempat anak berlatih dan menumbuhkan kepribadiannya. Hal ini dikembangkan dari materi baik pendidikan yang diperoleh dari orang tua maupun sekolah diharapkan anak dapat mengembangkan pola perilaku dalam bertindak berdasarkan pertimbangan yang bermoral.” Suatu kenyataan bahwa para pendidik (orang tua dan guru) dihadapkan pada suatu tantangan yang kompleks dalam membina moral anak, terutama dalam era globalisasi yang ditandai dengan derasnya arus informasi dan transformasi, telah membawa pengaruh dalam berbagai bidang kehidupan, pola pandangan dan sikap hidupnya. Perilaku anak bermoral atau tidak, dapat dilhat dari acuan normatifnya, oleh sebab itu di dalam keluarga anak harus sudah diajarkan mengenai norma-norma dalam kehidupan di masyarakat sejak dini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hurlock (yang dikutip oleh Istiwidayanti, 1992:76), bahwa : “Pendidikan dari orang tua akan mampengaruhi perkembangan kepribadian anak. Hal tersebut akan mendasari proses perkembangan moral anak selanjutnya hingga ia remaja dan dewasa.” Dalam hal ini terlihat bagaimana anak dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat atau lingkungan sosialnya. Penyesuaian diri yang baik memungkinkan seorang anak menunjukan perilaku yang dianggap bermoral, sedangkan penyesuaian diri yang buruk akan menyebabkan perilaku yang tidak sesuai dangan harapan sosial.
10
Pada proses pra penelitian yang penulis lakukan di SMP Negeri 3 Rancaekek, disini penulis menemukan contoh kasus dari beberapa orang anak yang ternyata berasal dari keluarga yang tidak harmonis ataupun keluarga yang orang tuanya melakukan pola asuh yang bermacam-macam. Pada kasus ini orang tua tersebut cenderung berperilaku acuh tak acuh terhadap pengawasan anak tersebut, orang tuanya ini tidak memberikan pengarahan, peraturan ataupun pembatasan terhadap anaknya, orang tua cenderung memberikan disiplin yang longgar, seperlunya berbicara kepada anak, orang tua terlalu mementingkan kepentingannya sendiri dengan kata lain sibuk dengan urusan pribadinya seperti yang dikemukakan oleh John E. Harrocks ( dikutip oleh Sikun Pribadi, 1981:51). Sehingga anak tersebut akan memiliki perilaku moral yang kurang baik di dalam pergaualnnya, baik di sekolah, keluarga maupun masyarakat. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa fungsi orang tua adalah menciptakan lingkungan pendidikan yang mampu mendorong timbulnya kesadaran moral anak yang pada akhirnya diharapkan sang anak mampu berprilaku moral berdasarkan dorongan internalnya dan bukan karena faktor tekanan dari luar. Berdasrkan uraian yang telah dikemukakan diatas maka penilitian ini akan menyoroti masalah Penerapan Pola Asuh Orang Tua Di Dalam Keluarga Terhadap Perilaku Moral Siswa Di Sekolah (Studi kasus Terhadap Siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Rancaekek)
11
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah 1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka secara umum peremasalahan yang akan diteliti pada penelitian ini adalah : “Bagaimaan Penerapan Pola Asuh Orang tua Terhadap Perilaku Moral Siswa Di Sekolah ?
2. Pembatasan Masalah Pembahasan yang terlalu luas akan menyebabkan kekaburan dalam mencapai tujuan. Untuk itu penulis merasa masih perlu membatasi ruang lingkup masalah, mengingat dan mempertimbangkan pengetahuan penulis yang terbatas. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum tentang perilaku moral siswa di SMP Negeri 3 Rancaekek ? 2. Bagaimana gambaran umum penerapan pola asuh orang tua dirumah pada siswa SMP Negeri 3 Rancaekek ? 3. Adakah perbedaan perilaku moral remaja dilihat dari penerapan pola asuh orang tua dalam keluarga terhadap perilaku sehari-hari siswa di SMP Negeri 3 Rancaekek ?
12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku moral siswa di sekolah pada keluarga yang menerapkan pola asuh tertentu dikeluarga. Perilaku moral yang dimaksud adalah yang mengacu pada nilai-nilai ketaatan pada orang tua, guru, sikap beribadah, kejujuran, kesopanan, berbicara, perilaku, dengan demikian akhirnya data yang diperoleh diharapkan berguna bagi usaha-usaha perbaikan pola asuh orang tua dan pemantapan pembinaan moral siswa di dalam keluarga. Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan, secara spesifik tujuan tersebut dapat terperinci sebagai berikut : 1. Memperoleh gambaran umum tentang perilaku moral siswa di SMP Negeri 3 Rancaekek. 2. Memperoleh gambaran umum mengenai penerapan pola asuh orang tua dirumah pada siswa SMP Negeri 3 Rancaekek. 3. Mengetahui adakah perbedaan perilaku moral remaja dilihat dari penerapan pola asuh orang tua dalam keluarga terhadap perilaku sehari hari siswa di SMP Negeri 3 Rancaekek. 2. Manfaat Penelitian 1. Bagi orang tua, agar dapat menerapkan pola asuh yang lebih baik untuk menunjang perkembangan anak secara optimal dan memberikan manfaat bagi terbentuknya kualitas pribadi anak yang memiliki sikap yang lebih demokratis dan mandiri.
13
2. Bagi pihak sekolah, agar sanggup mengkondisikan cara mendisiplinkan yang selaras dengan kondisi yang dialami siswa (anak di rumah), agar terjadi sinkronisasi pendidikan serta antifatif terhadap perubahanperubahan yang terjadi di kalangan remaja. 3. Bagi remaja (siswa), diharapkan mereka mengindahkan fungsi disiplin dalam proses pendidikan didalam keluarga untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma keluarga, sekolah dan masyarakat. 4. Bagi konselor, agar program-program layanan bimbingan dalam mengantisipasi penanganan-penanganan siswa-siswa yang bermasalah atau tidak, melalui pendekatan dan bimbingan yang lebih sesuai dengan kondisi siswa yang akan semakin berkembang dan lebih maju.
D. Penjelasan Istilah Agar penelitian itidak mengalami kekaburan atau bermakna lain, maka penulis mencoba untuk menjelaskan satu persatu setiap kata, yaitu : a. Penerapan memiliki arti pengenaan atau perihal mempraktikan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:935). b. Pola memiliki arti system, cara kerja (Kamus Besar Bahasa Indonesia,2001:885). c. Asuh adalah menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil; membimbing (membantu,melatih) supaya dapa berdiri sendiri (Kamus Besar Bahasa Indonesia,2001:73).
14
d. Orang Tua adalah ayah ibu kandung; orang yang dianggap tua (cerdik, pandai,ahli) (Kamus Besar Bahasa Indonesia,2001:802) e. Keluarga merupakan suatu unit masyarakat terkecil, yaitu segelintir orang sebagai suatu kesatuan atau unit yang kumpul dan hidup bersama untuk waktu yang relative terus karena terikat oleh pernikahan dan hubungan darah (M.I, Soelaeman, 1994:21). f. Perilaku memiliki arti tanggapan terhadap reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:1). Sedangkan, menurut Singgih D.Gunarsa dan Y.singgih D.Gunarsa (1995:11), perilaku iartikan sebagai berikut : “Hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya harus dipelajari dalam hubungannya dengan lingkungan sehingga perilaku itu merupakan aksi dan reaksi terhadap rangsangan lingkungan (segala sesuatu yang merangsang individu) sehingga menimbulkan tingkah laku.” g. Moral Menurut Syamsu LN (2001:132) istilah mor berasal dari kata latin mor (moris) yang berarti adapt istiadat, kebiasaan, peraturan, nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan menurut Zakiah daradjat (Alex Sobur, 1994:27) moral diartikan sebagai berikut : “ kelakuan yang seusai dengan ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar, yang disertai oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan) tersebut.” h. Perilaku Moral Siswa Di Sekolah Berdasarkan penjelasanmengenai pengertian perilaku, moral dan perilaku moral yang telah diuraikan diatas, maka yang dimaksud dengan perilaku moral siswa
15
disekolah adalah perilaku atau tindakan siswa disekolah yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang berlaku dan ditetapkan disekolah tercantum dalam tata karma dan tata tertib kehidupan sosial siswa di sekolah yang telah dirumuskan oleh pihak sekolah sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut maka yang menjadi ukuran bermoral atau tidaknya seorang siswa tergantung pada sesuai atau tidaknya perilau siswa disekolah dengan ketentuan yang berlaku disekolah tersebut.
E. Anggapan Dasar Penelitian ini bertitik tolak dari beberapa asumsi, sebagai berikut : 1. Lingkungan yang pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam bagi kepribadian seseorang adalah lingkungan keluarganya sendiri (Singgih D. Gunarsa, 1995:5). 2. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi anak, ditinjau dari sudut urutan waktu maupun dari sudut intensitas tanggung jawab pendidikan yang berlangsung dalam keluarga (M.I. Soelaeman, 1994:168). 3. Orang tua membiarkan anaknya tumbuh dan berkembang tanpa hambatan fasilitas secara berlebihan, tanpa adanya bimbingan dari orang tua, anak akan menjadi malas belajar dan biasanya gagal menjadi orang tua dewasa yang matang (Zakiah Daradjat, 1994:22).
16
4. Bila orang tua terlalu banyak melindungi dan memanjakan anak-anaknya, dan menghindarkan mereka dari berbagai kesulitan, anak-anak pasti menjadi rapuh dan tidak pernah sanggup belajar mandiri (Kartini Kartono, 2002:121). 5. Untuk menyelamatkan generasi yang akan datang, perlu ditanamkan pendidikan moral yang dimulai dari lingkungan keluarga (Zakiah Daradjat, 1994:20). 6. Pengasuhan EQ (kecerdasan emosional) merupakan sarana untuk membantu menumbuhkan kasih, kelakar, kaidah, dan koneksi dalam kehidupan keluarga sehari-hari dan cara berinteraksi dengan remaja dalam bidang kecerdasan emosional terarah (Maurice J. Elias dkk, 1987:38). 7. Iklim kehidupan keluarga yang baik merupakan kondisi yang kondusif bagi terbentuknya perilaku positif anak dan sebaliknya iklim kehidupan keluarga yang tidak sehat akan menyebabkan anak mengalami krisis kepribadian, sehingga perilakunya akan salah suai (S.Willis, 1994:10).
F. Metode Penelitian Keberhasilan dari suatu penelitian salah satunya ditunjang oleh metode penelitian yang tepat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Lexy J. Moleong, 2004: 3). Selain itu juga penelitian kualitatif menurut Nasution (1996: 18) disebut juga dengan penelitian naturalistik. Disebut kualitatif karena sifat data yang
17
dikumpulkan bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alatalat pengukur. Disebut naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi dan diatur dengan eksperimen atau tes. Menurut Moleong (1996:3) secara fundamental penelitian kualitatif bergantung pada pengamatan kepada manusia pada kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan
orang-orang
tersebut
dalam
bahasannya
dan
dalam
peristilahannya. Hal tersebut sejalan dengan hakekat penelitian kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Nasution (1996: 5) yang menyatakan bahwa ”hakekat penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha untuk memahami bahasa tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya”. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama yang berusaha mengungkap data secara mendalam dengan dibantu oleh beberapa teknik pengumpulan data. Disamping menekankan pada faktor peneliti sebagai alat penelitian utama, peneliti pun memperhatikan pula metode yang digunakan agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan, maka penulis memilih metode penelitiannya yang dianggap tepat yakni studi kasus. Studi kasus memusatkan perhatian pada kasus secara intensif dan mendetail. Kasus dapat terbatas pada satu orang, satu lembaga, satu keluarga, satu peristiwa, ataupun satu kelompok manusia dan kelompok objek-objek lain yang cukup terbatas dan dipandang sebagai satu kesatuan. Dalam hal itu, segala aspek
18
kasus tersebut mendapatkan perhatian sepenuhnya dari penyidik dan itu ialah segala sesuatu yang mempunyai arti dalam riwayat kasus misalnya peristiwa terjadinya, perkembangannya, dan perubahan-perubahannya (Winarno Surachmad, 1998: 143). Dengan menggunakan metode seperti ini, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kontribusi dan pengaruh antara satu fenomena yang satu dengan fenomena yang lainnya, yaitu penerapan pola asuh orang tua di dalam keluarga terhadap perilaku moral siswa di sekolah. Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini, karena disesuaikan dengan dengan fokus permasalahan, dimana masalah-masalah yang akan diteliti memerlukan pengamatan dan penilitian yang mendalam.
G. Tekhnik Penelitian a. Studi Literatur, yaitu membaca dan menelaah buku-buku yang ada kaitannya dengan maslah yang sedang diteliti untuk memperoleh landasan teoritis sebagai bahan penelitian ini yang ada kaitannya dengan perilaku moral siswa di sekolah. b. Wawancara, yaitu suatu cara mengumpulkan data yang sering kita gunakan dalam hal menginginkan mengkoreksi sesuatu yang bila dengan cara angket atau dengan cara lainnya masih belum dapat terungkap atau belum jelas (E.T.Russefendi, 2003:109), wawancara ini ditujukan kepada siswa, orang tua siswa, wali kelas dan guru Bimbingan Konseling (BK). c. Observasi, yaitu kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek, penelitian dengan memusatkan atau menggunakan seluruh alat indera (Suharsimi Arikunto,
19
1998:234). Observasi dalam penelitian ini dilakukan di kelas VIII (delapan) SMP Negeri 3 Rancaekek yang ditujukan untuk memperoleh gambaran nyata mengenai penerapan pola asuh orang tua di dalam keluarga terhadap perilaku moral siswa di sekolah, khususnya pada siswa SMP Negeri 3 Rancaekek. d. Studi Dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 1998:236). Studi dokumentasi dalam penelitian ini berupa mempelajari dokumen-dokumen mengenai kasuskasus yang berkaitan dengan siswa sehingga mengetahui mengenai perilaku moral siswa di sekolah
H. Lokasi dan Subyek Penelitian Penentuan wilayah penelitian, penulis memilih SMP Negeri 3 Rancaekek yang beralamat di Jalan Jl. Teratai Raya Kencana Bumi Rancaekek
Tlp. (022)
7796342 Kab. Bandung. Pertimbangan memilih sekolah ini karena lokasi SMP Negeri 3 Rancaekek ini cukup strategis untuk dilalui sehingga tidak menyulitkan penulis untuk melakukan penelitian, selain itu juga karena penulis tinggal tak jauh dari SMP Negeri 3 Rancaekek dan juga telah melakukan pra penelitian di SMP Negeri 3 Rancaekek sehingga memudahkan penulis untuk melakukan penelitian dan dalam menyusun hasil penelitian. Sedangkan yang menjadi subjek penelitian ini, penulis mengambil pengertian dari Nasution (1996: 32), subyek penelitian adalah “sumber penelitian yang dapat
20
memberikan informasi secara purposif dan bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu”. Dalam penelitian kualitatif tidak ada sample acak tetapi sample bertujuan (purpose sample)” yang di kutip oleh Moleong (1996:165). Berdasarkan pendapat di atas, subjek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah : 1. Guru Bimbingan Konseling (BK) SMP Negeri 3 Rancaekek sebanyak 2 orang, yaitu ibu Sri Maryati, S.Pd dan Ibu Dra, Sri Haryati. 2. Guru Pkn Kelas VIII SMP Negeri 3 Rancaekek sebanyak 2 orang, yaitu ibu Eka Martina, S.Pd dan ibu Siti Maslihat, S.Pd 3. Siswa dan Siswi SMP Negeri 3 Rancaekek sebanyak 4 orang, dengan rincian sebagai berikut : 1 orang siswa yang berasal dari keluarga dengan pola asuh demokratis, 1 orang siswa yang berasal dari keluarga dengan pola asuh permisif, 1 orang siswa yang berasal dari keluarga dengan pola asuh otoriter, 1 orang siswa yang berasal dari keluarga dengan pola asuh acuh tak acuh. 4. Orang tua siswa dan siswi SMP Negeri 3 Rancaekek sebanyak 4 orang, dengan rincian sebagai berikut : 1 orang tua siswa dengan pola asuh demokratis, 1 orang tua siswa dengan pola asuh permisif, 1 orang tua siswa dengan pola asuh otoriter, 1 orang tua siswa dengan pola asuh acuh tak acuh.
21