BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar mobilitas masyarakat, yang perkembangannya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti ekonomi, politik, dan teknologi. Selain itu, transportasi secara umum memiliki peran sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pengembangan potensi daerah yang belum tergali, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan di Indonesia. Dalam menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan, transportasi tentu dibutuhkan dalam rangka menunjang perwujudan Indonesia yang adil dan demokratis. Muncul persaingan yang keras antara pengusaha-pengusaha yang bergerak di dalam bidangnya masing-masing, pada penyediaan jasa transportasi dewasa ini. Perusahaan penyedia jasa transportasi cenderung mengharapkan keuntungan yang maksimal, tanpa memperhatikan kelayakan armadanya maupun pelayanan yang mereka berikan. Jadi, kini dikarenakan rendahnya mutu pelayanan dari segi keamanan, kenyamanan, kelayakan, kemudahan dan efisiensi angkutan umum, menimbulkan rasa kurang nyaman dan aman kepada para pengguna jasa transportasi perkotaan sehingga mendorong masyarakat untuk lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi.
1
Angkutan kereta api adalah penyedia jasa-jasa transportasi di atas rel untuk membawa barang dan penumpang. Di samping itu angkutan kereta api memberikan pelayanan keselamatan, nyaman dan aman bagi penumpang.1 Perkeretaapian di Indonesia sebagai salah satu moda transportasi nasional diselenggarakan
berdasarkan
asas
manfaat,
keadilan
dan
pemerataan,
keseimbangan, kepentingan umum, terpadu, dan percaya pada diri sendiri atas kemampuan yang kita miliki. Karena itulah angkutan kereta api itu sendiri termasuk dalam jaringan pelayanan perkeretaapian, sebagaimana ditulis dalam Undang-undang Pasal 127 ayat (1) bahwa “Angkutan kereta api dilaksanakan dalam lalu lintas pelayanan kereta api yang membentuk satu kesatuan dalam jaringan pelayanan perkeretaapian.” Selanjutnya dijelaskan dalam ayat (2) bahwa jaringan pelayanan perkeretaapian meliputi 2 segmen, yaitu antarkota dan perkotaan. Pemilihan jasa layanan kereta api sebagai alternatif transportasi tidak hanya dilihat dari fasilitas yang diberikan, namun juga menyangkut kualitas pelayanan yang diberikan dari pihak perusahaan terhadap kebutuhan dari pelanggan, peranan pelanggan sangatlah penting, hal ini menyebabkan perlu bagi perusahaan untuk tetap menjaga kepuasan dari para pelanggan, agar mereka tetap bersedia menjadi pelanggan yang loyal. Diperlukan adanya revitalisasi secara terus-menerus untuk
tetap menjaga kualitas pelayanan pada penumpang. Namun, perkeretaapian di Indonesia yang dimonopoli oleh pemerintah, membuat masalah revitalisasi terkendala masalah dana. Hal tersebut dapat dilihat dari keterangan di bawah ini,
1
H. A. Abbas Salim. 2006. Manajemen Transportasi. Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 76
2
yang mana terdapat selisih yang cukup besar antara kebutuhan untuk anggaran revitalisasi perkeretaapian dengan realisasi yang mampu dipenuhi oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian.
Penentuan kebutuhan anggaran dana yang diperlukan dalam melakukan revitalisasi perkeretaapian memerlukan perhitungan yang baik agar kebutuhan dan realisasi anggaran dana yang diperlukan dalam revitalisasi tidak jauh berbeda. Dari enam tahun terakhir dapat dilihat bahwa dana yang dianggarkan diawal dan realisasinya di lapangan memiliki perbandingan yang jauh. Kebutuhan anggaran untuk revitalisasi perkeretaapian paling kecil terlihat pada tahun 2005 sebesar 1,52 triliun, namun pada tahun berikutnya anggaran dana yang dibutuhkan jauh lebih besar, hingga mencapai 10,39 triliun. Realisasi anggaran dana tahun 2011 sebesar 4,64 triliun, dan ini merupakan anggaran realisasi dana terbesar dibanding tahun sebelumnya. Tabel di bawah menunjukkan kebutuhan dan realisasi anggaran ditjen perkeretaapian dalam hal revitalisasi perkeretaapian, yaitu:2 Tabel 1.1: Kebutuhan dan Realisasi Anggaran Dana Revitalisasi Perkeretaapian Keterangan 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Jumlah
Kebutuhan 1.52 (triliun)
6.67
7.72
9.55
10.39
9.2
9.59
54.19
Realisasi (triliun)
1.38
2.79
3.05
3.21
3.69
3.92
4.64
22.68
90.7
41.85
41.9
33.6
35.51
42.61
48.3
Realisasi (%)
Rerata 41.85
Sumber: Ditjend Perkeretaapian Kemenhub
Wajah perkeretaapian hingga kini masih banyak diwarnai dengan keluhan para pengguna atas kurang diperhatikannya pemberian pelayanan publik yang harusnya dipenuhi oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Pelayanan publik yang
2
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53610/BAB%20IV%20Gambaran%20U mum%20Perkretaapian%20Indonesia.pdf?sequence=4 (diakses pada 12 Juni 2012 pukul 12:12)
3
hingga kini masih minim perhatian dari PT. KAI antara lain adalah electronic ticketing, kebersihan, perawatan fasilitas gerbong, dan ketepatan waktu perjalanan. Kebersihan tidak melulu hanya menyangkut masalah sampah yang dibuang sembarangan atau masalah toilet yang bau, tetapi juga masalah asap rokok baik di stasiun maupun di dalam kereta. Tidak semua orang nyaman dengan asap rokok dan berada di dekat perokok. Aturan larangan merokok sudah diterapkan di stasiun-stasiun. Di banyak stasiun besar sudah dibedakan antara area bebas asap rokok dan area untuk merokok. Stasiun memberikan tempat khusus merokok yang mudah ditemui, membuat perokok cenderung mematuhi aturan tersebut dengan kesadaran sendiri. Namun, berbeda dengan yang terjadi di dalam kereta. Seringnya penumpang yang merokok, dengan asyiknya menghisap rokok tanpa peduli dengan penumpang lain. Ini sering terjadi di dalam kereta api kelas ekonomi. Oleh karena itu, kualitas pelayanan yang telah ada harus diperbaiki dan lebih ditingkatkan guna memberikan kepuasan kepada pelanggan PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Perbaikan harus dilakukan baik dari sisi manajemen, fasilitas gerbong, bahkan sampai pada sumber daya manusianya. Sehingga dengan pembenahan segala lini tersebut diharapkan mampu memberikan pelayanannya yang terbaik untuk para konsumen khususnya para penumpang kereta api. Apabila tidak segera dilakukan adanya upaya perbaikan, maka dikhawatirkan akan membuat jumlah penumpang kereta api terus menurun. Penyebabnya bisa dari dua sisi. Pertama dari sisi eksternal PT. KAI, bahwasanya PT. KAI memerlukan adanya pembenahan manajemen dan adanya persaingan yang ketat antarmoda angkutan. Sedangkan
4
dari sisi internalnya sendiri adalah munculnya krisis kepercayaan terhadap kereta api, tidak ada upaya nyata dari dalam perusahaan ini sendiri untuk lebih menjamin keamanan dan kenyamanan penumpang. Jika mengamati Tabel 1 (Kebutuhan dan Realisasi Anggaran Revitalisasi), tak ayal jika pada kenyataannya kepuasan pengguna jasa kereta api masih rendah. Hal tersebut dikarenakan kekurangan-kekurangan dalam pemberian pelayanan bagi pelanggan tidak semua ter-cover oleh anggaran yang minimal tersebut. Banyak fakta di lapangan yang sering terlihat kalau masih saja ada ketidaknyamanan di sana sini akibat kurang baiknya manajemen pelayanan yang dimiliki provider. Akibat ulah segelintir orang bisa membuat penumpang lain terusik kenyamanannya. Masih banyak kekurangan yang sering ditemui, seperti penumpang liar yang tidak memiliki tiket, pencopet yang terkoordinir, calo tiket, toilet bau, tidak ada tempat khusus merokok, tempat sampah di setiap gerbong, pendingin udara/ tuas jendela yang rusak, rawan pelecehan seksual, adanya pedagang asongan di dalam gerbong, dan penumpang yang berdiri berdesakdesakan. Beberapa di antaranya sudah diatur PT. KAI lewat kebijakan yang dikeluarkannya. Misalnya mengatasi penumpang tidak berkarcis, pencopet, dan pedagang asongan dengan menerjunkan Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska), menyediakan alternatif online ticketing dan mewajibkan nama yang tercantum di tiket sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk menghindari calo, menyediakan Gerbong Khusus Wanita di beberapa Moda untuk menghindari pelecehan seksual, serta kebijakan Direksi PT. KAI yang diterbitkan pada 16 September 2011 yaitu No. CP/104 tentang kapasitas maksimum penumpang
5
sehingga bagi kereta ekonomi juga diberlakukan tiket dengan nomor kursi tempat duduk. Standar pelayanan kereta api seharusnya tidak hanya memperhatikan fisiknya saja. Pelayanan harus ditingkatkan secara bertahap dengan menerapkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) Perkeretaapian. SPM tersebut merupakan kesepakatan dari Dirjen Perkeretaapian, PT. KAI, komunitas, dan tentunya dari pengguna KA itu sendiri. Selain pelayanan yang bersifat fisik, hal-hal lain perlu diperhatikan PT. KAI demi memberikan pelayanan yang berkualitas pada pengguna. Seperti misalnya adanya informasi yang konsisten mengenai kereta api, termasuk soal keterlambatan. Informasi lain yang perlu diberikan adalah tentang pembatasan barang bawaan penumpang maksimal 20 kilogram. Lebih jauh lagi, cara pegawai menanggapi keluhan, sikap pegawai dalam memberikan pelayanan, dan sebagainya, juga perlu diperhatikan dan dimasukkan dalam SPM. PT. KAI (Persero) baru saja memberlakukan larangan merokok di dalam kereta api, sebagai upaya meningkatkan keamanan dan kenyamanan penumpang KA. Berdasarkan instruksi Direksi Nomor 4/LL.006/KA-2012 tertanggal 7 Februari 2012, pelarangan merokok itu berlaku pada seluruh rangkaian, baik KA komersil kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi, KA ekonomi, maupun komuter. Aturan ini tidak hanya bagi penumpang, petugas pun jika ditemui tengah merokok di dalam kereta api maka sanksi yang diperoleh sama, yaitu diturunkan di stasiun terdekat. Bahkan lebih dari itu, sanksi yang diberikan terhadap petugas yang melanggar pun tidak main-main, petugas PT. KAI yang kedapatan merokok di dalam gerbong akan ditindak tegas dan di-non job-kan untuk sementara waktu.
6
Mulai 1 Maret 2012, PT. KAI melarang semua orang yang berada di dalam gerbong merokok, baik di dalam gerbong penumpang, restorasi, maupun penyambungan kereta.3 PT. KAI juga tidak menyediakan tempat khusus untuk merokok di dalam kereta. Pada masa sosialisasi, terlihat masih ada penumpang yang kurang mengindahkan larangan tersebut. Namun jika dilihat dari sisi provider, kebanyakan sudah memiliki persiapan yang cukup dalam pengimplementasian aturan ini. Seperti yang terjadi di Stasiun Pasar Turi, Surabaya, pada hari Minggu tanggal 19 Februari 2012.4 Petugas gabungan memergoki dua penumpang KA Kertajaya yang sedang asyik menghisap rokok di dalam kereta. Namun karena masih dalam tahap sosialisasi (gambar 1), keduanya hanya ditegur untuk mematikan rokoknya tanpa ada sanksi apapun. Sama halnya seperti yang dilakukan oleh PT. KAI Daop III Cirebon. Penumpang akan diingatkan oleh petugas pemeriksa tiket. Petugas akan menjelaskan penumpang yang merokok di dalam gerbong akan diberikan tindakan berupa tiket yang sudah dibeli dinyatakan hangus, sehingga akan diturunkan di stasiun berikutnya. (disarikan dari surabaya.detik.com dan metrotvnews.com). Begitu juga yang ada di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Setelah membeli tiket, petugas akan memberikan stempel bertuliskan “Perjalanan Bebas Asap Rokok” pada tiket para penumpang (gambar 2). Diperlukan peran aktif dari penumpang di sini, penumpang harus ikut peduli mengingatkan penumpang lain dan melaporkan jika ada indikasi pelanggaran 3
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/03/01/m074si-nekat-merokok-di-keretasiapsiap-saja-diturunkan (diakses pada 11 Juli 2012 pukul 7:29) 4 http://surabaya.detik.com/read/2012/02/19/181204/1846161/466/ (diakses pada 11 Juli 2012 pukul 7:32)
7
kebijakan ini oleh petugas. Larangan ini ada bukan semata-mata bermaksud untuk melarang orang merokok, karena merokok itu adalah hak asasi. Tetapi maksud dari larangan ini adalah agar para perokok dapat merokok secara etis. Jadi jika penumpang ingin merokok, dipersilakan merokok di stasiun karena sudah disediakan area merokok. Sehingga ketika sudah berada di atas kereta, diharapkan sudah tidak ada yang merokok lagi.
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Polsuska menegur penumpang yang
Tiket berstempel “Perjalanan Bebas
kedapatan merokok
Asap Rokok” Sumber: surabaya.detik.com dan metrotvnews.com
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memuji aturan ketat larangan merokok di lingkungan kereta api yang diberlakukan Dirut PT KAI. "Kebijakan larangan merokok tersebut sangat ketat, tidak hanya di stasiun dan di dalam kereta saja, namun digordes-pun (sambungan antara gerbong) juga tidak boleh," ujar Dahlan, di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (23/2/2012). Dan, yang membuat dirinya tambah bangga lagi dengan kebijakan yang dilakukan PT KAI tersebut, respon dari masyarakat sangat positif. "Respon dari masyarakat terutama Komisi Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Perempuan, responnya sangat
8
luar biasa positif. Walaupun dibeberapa jurusan kereta saat ini masih ada ditemukan perokok, makanya kita harus dukung terus kebijakan ini."5
Adanya aturan ini termasuk dalam upaya PT. KAI dalam meningkatkan kualitas pelayanannya pada publik. Guna memberikan keamanan dan kenyamanan dalam melayani penumpang, perusahaan yang mengelola perkeretaapiaan tersebut terus menjalankan operasi penertiban yang ditujukan kepada para penumpang yang nekat merokok di dalam kereta. Harapan PT. KAI dari adanya larangan merokok ini adalah untuk menyediakan transportasi yang sehat, bersih, dan nyaman bagi masyarakat. Namun, adanya larangan tersebut tentu kurang disambut baik oleh para perokok. Tentu bagi penumpang yang nekat, akan tetap merokok di dalam kereta selama tidak ada yang mengawasi. Untuk itu, PT. KAI perlu melakukan evaluasi lagi mengenai performa layanan mereka terhadap para pengguna transportasi rakyat tersebut. Mungkin perlu ada solusi menyediakan tempat bagi para perokok di dalam kereta, daripada hanya sekedar memberikan sanksi. Meningkatkan kualitas layanan, sebetulnya jauh lebih penting daripada melakukan penertiban. Sebab, bagaimanapun juga, merokok merupakan hak asasi dan budaya di Indonesia membebaskan orang merokok di mana saja, itu cukup sulit untuk dihilangkan. Sosialisasi yang dilakukan hanya dalam waktu 1 (satu) bulan, terkesan belum maksimal. Mengingat tidak semua orang sering bepergian menggunakan kereta api, kecuali para komuter.
5
http://finance.detik.com/read/2012/02/24/085220/1850484/4/kereta-api-sudah-bebas-asaprokok (diakses pada 12 Juni 2012 pukul 22:31)
9
Pengimplementasian kebijakan larangan merokok ini ke depannya diperkirakan akan ditemui banyak sekali tantangan. Diperlukan upaya-upaya tegas dan konsisten dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik PT. KAI, terutama yang bersentuhan langsung dengan aspek perubahan sikap dan perilaku manusia, seperti kebiasaan orang Indonesia yang merokok di sembarang tempat termasuk di lingkungan stasiun dan di dalam kereta api. Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada tentu perlu dilatih terlebih dahulu bagaimana memberikan pelayanan yang baik bagi penumpang. Jika menemukan penumpang yang kedapatan merokok, petugas harus tahu cara memperlakukan penumpang tersebut. Tentunya dengan menegur secara santun terlebih dahulu, kemudian jika tidak dihiraukan barulah penumpang tersebut diturunkan di stasiun KA berikutnya. Pelayanan yang baik tidak melulu dilihat dari tampilan fisik saja, tetapi bagaimana cara petugas melayani dengan baik juga merupakan poin lebih yang akan membekas di hati pengguna jasa transportasi ini. Berdasarkan paparan masalah mengenai kinerja PT. KAI secara umum, telah disebutkan yang menjadi akar permasalahan pada moda kereta api sebagai transportasi massal adalah masih buruknya pemberian layanan transportasi massal khususnya di pulau Jawa. Secara umum proses pemberian pelayanan kereta api terkendala oleh SDM yang kurang berkompeten dan kurang ketatnya pengawasan di lapangan, termasuk asas akuntabilitas pelayanan dipertanyakan dalam hal ini. Untuk itu, kita tunggu komitmen PT. KAI untuk meningkatkan pelayanan dan kebersihan baik di atas kereta api (KA) maupun di stasiun, demi kepuasan para pengguna jasanya. Disadari atau tidak, peran perkeretapian sebagai salah satu
10
moda transportasi massal semakin nyata saat ini, terutama untuk memberikan solusi dalam memecah kemacetan di jalan raya. Namun, jika peran penting ini tidak dibarengi dengan pelayanan yang optimal kepada para pengguna jasa KA, akan terasa hambar. Pelayanan yang didapatkan pengguna yang sering dikeluhan terhadap kereta api adalah tentang kelambatan dan kekotoran, jika saja seluruh toilet di kereta api bersih, maka semuanya akan beres. Untuk itu berbagai kekurangan yang ada selama ini, terutama dalam pelayanan, terus diperbaiki satu demi satu. Kereta api menjadi menarik untuk diteliti mengingat setiap penambahan pemberian kualitas pelayanan selalu diikuti oleh kenaikan tarif KA. Beberapa kebijakan yang langsung menyentuh pengguna antara lain penerapan Kawasan Bebas Asap Rokok, penumpang di bawah usia 3 tahun wajib membeli tiket harga penuh, dan standarisasi angkutan umum yang nyaman dengan fasilitas AC. Sehingga secara tidak langsung, adanya peningkatan kualitas pelayanan kereta api akan
mempengaruhi
loyalitas
penumpangnya
mengingat
kenaikan
tarif
memberatkan bagi sebagian besar penumpang yang menggunakan kelas Ekonomi. Secara umum penumpang kereta api dari Yogyakarta walaupun ada kenaikan pada beberapa tahun terakhir, namun
mengalami penurunan pada dua tahun ini.
Penurunan tersebut dapat dilihat dari tabel berikut ini:
11
Tabel 1.2: Jumlah Penumpang dengan KA di DI Yogyakarta
Tahun
Penumpang (orang)
1999
2.145.937
2000
4.298.274
2001
4.197.668
2002
1.996.898
2003
1.699.595 Sumber: Realisasi Pendapatan DAOP VI Yk 2003
Data terakhir yang ada juga menunjukkan penumpang kereta api di Daerah Operasi VI Yogyakarta selama 2012 tercatat sebanyak 5.647.919 orang atau mengalami penurunan sembilan persen dibanding 2011 sebanyak 6.204.360 orang.6 PT. KAI Daop VI Yogyakarta dipilih sebagai lokus penelitian karena merupakan satu-satunya lembaga BUMN yang menjalankan kegiatannya di bidang transportasi perkeretaapian di wilayah Yogyakarta. Mengingat Yogyakarta berpredikat sebagai Kota Pelajar, Kota Budaya, dan Kota Wisata tentunya membuat daerah ini ramai akan para pendatang. Tingginya pendatang di Yogyakarta berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap penggunaan transportasi, khususnya kereta api sebagai sarana mobilitas masyarakat dari dan ke Yogyakarta. Dampak tersebut juga menyebar dan turut dirasakan oleh daerahdaerah sekitar yang berbatasan langsung dengan Yogyakarta yang juga berada dalam satu Daerah Operasi VI Yogyakarta milik PT. KAI. Dengan tingginya 6
http://jogja.antaranews.com/berita/307202/penumpang-kereta-api-2012-turun-sembilanpersen (diakses pada 14 Februari 2013 pukul 19:45)
12
tingkat mobilitas masyarakat dari dan ke Yogyakarta, maka sudah menjadi kewajiban PT. KAI Daop VI Yogyakarta untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas seperti pada penerapan Kawasan Bebas Asap Rokok. PT. KAI Daop VI Yogyakarta merupakan salah satu daerah operasi perkeretaapian yang berada di bawah Direksi PT. KAI (Persero). Daerah Operasi VI Yogyakarta terbentang dari barat berada di Stasiun Montelan, Kabupaten Purworejo sampai timur yaitu Stasiun Kedungbanteng, Kabupaten Sragen. Ke arah utara berakhir di Stasiun Goprak, Kabupaten Grobogan, dan selatan sampai Baturetno, Kabupaten Wonogiri. PT. KAI Daop VI Yogyakarta sendiri sudah menjalankan aturan Larangan Merokok yang berlaku secara nasional tersebut. Di Stasiun Tugu dan Lempuyangan sendiri, sudah dibedakan antara “Area Dilarang Merokok” dan “Area Untuk Merokok”. Pemberian informasi dilakukan dengan bentuk penempatan plang-plang informasi dalam dua bahasa (bahasa Indonesia dan Inggris). Pada kereta komuter Prambanan Ekspres (Prameks) yang bernaung di bawah PT. KAI Daop VI Yogyakarta sendiri, di setiap gerbong juga sudah diberi tulisan “Terima Kasih Anda Tidak Merokok di Dalam Kereta”. Aturan sudah dibuat dan dijalankan dengan memasang berbagai tulisan peringatan. Namun, yang kemudian menjadi pertanyaan adalah sudah efektifkah aturan ini berjalan di lapangan, mengingat aturan ini baru dilaksanakan Maret tahun 2012 lalu dengan masa sosialisasi satu bulan saja.
13
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: Bagaimana kualitas pelayanan PT. KAI Daop VI Yogyakarta setelah penerapan Kawasan Bebas Asap Rokok?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, antara lain: Untuk mengetahui kualitas pelayanan PT. KAI Daop VI Yogyakarta setelah adanya penerapan Kawasan Bebas Asap Rokok.
1.4. Manfaat 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Memberikan sumbangan terhadap Ilmu Manajemen dan Kebijakan Publik, serta sebagai salah satu bahan referensi keilmuan untuk penelitian dalam bidang yang serupa. 2. Bagi Kementerian Kementerian Perhubungan RI Memberikan informasi yang dapat dijadikan alternatif acuan untuk meningkatkan pelayanan dan citra angkutan umum, baik di sektor perkeretaapian maupun sektor lain.
14
3. Bagi Civitas Akademika Bidang Manajemen dan Kebijakan Publik Memberikan
tambahan
referensi
bagi
civitas
akademika
bidang
Manajemen dan Kebijakan Publik tentang Manajemen Pelayanan. 4. Bagi PT. KAI Daop VI Yogyakarta Memberikan sumbangan pemikiran kepada PT. KAI Daop VI dalam menentukan strategi pengambilan keputusan mengenai pelayanan dan kinerjanya terhadap pelanggan guna meningkatkan loyalitas pengguna jasa kereta api di Indonesia. 5. Bagi Pembaca Menambah informasi bermanfaat bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian tentang Manajemen Pelayanan khususnya penelitian tentang pelayanan perkeretaapian di Indonesia. 6. Bagi Penulis Hasil yang diharapkan dapat dijadikan bekal dan tambahan pengetahuan untuk melakukan penelitian dan pengembangan tentang Manajemen Pelayanan khususnya pelayanan perkeretaapian di penelitian masa depan.
15