BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Sastra adalah sebuah hasil cipta manusia yang bermediakan bahasa dan memiliki nilai keindahan. Sastra telah ada selama berabad-abad lamanya dalam berbagai bentuk, misalnya saja puisi, cerpen, dan novel. Dilihat dari bentuknya, sastra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sastra tulis dan sastra lisan. Contoh dari sastra tulis adalah puisi dan cerpen, sedangkan sastra lisan antara lain dongeng dan lagu. Dalam KBBI disebutkan puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, sajak, dan penyusunan larik serta bait, sedangkan menurut Subroto (via Helmi, 1976:14) puisi adalah satu bentuk ekspresi dari pengalaman-pengalaman kehidupan seorang penyair dalam suatu saat kehidupan dan merupakan perasaanperasaan pribadi yang direnungkan dan dimatangkan dalam suatu kontemplasi secara intens. Dalam bukunya Pradopo disebutkan puisi merupakan salah satu jenis sastra yang menyampaikan pernyataan sastra yang paling inti. Segala unsur seni kesastraan mengental pada puisi (1987:V). Hal ini disebabkan puisi tidak hanya merupakan kumpulan dari kata-kata atau frase semata, tetapi kata-kata yang dipilih dalam puisi
1
2
bukan kata-kata biasa, melainkan kata-kata yang mengandung nilai seni dan keindahan. Selain itu, puisi juga mengandung berbagai unsur keindahan lain, seperti bunyi, penekanan, sajak, dan lain sebagainya. Keindahan dan unsur seni yang disuguhkan dalam puisi tersebut pula kemudian membuat puisi digemari oleh berbagai kalangan dari dulu hingga sekarang. Selain itu, dalam bukunya yang berjudul An Introduction of Poetry, Jacob Korg menyebutkan bahwa puisi tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dan pemikiran penting sebagai contoh agama dan juga prinsip moral (1959:1). Fungsi puisi yang demikianlah yang juga mendukung eksistensi dan popularitas puisi hingga saat ini. Puisi tidak hanya dapat dibaca, tetapi juga dilagukan. Hal ini disebut dengan musikalisasi puisi. Musikalisasi puisi ini menjadikan puisi sebagai lirik sebuah lagu. Hal tersebut memungkinkan karena puisi dan lirik lagu memiliki beberapa unsur yang sama. Lirik lagu menggunakan kata-kata dan bahasa yang memaparkan pemikiran dan perasaan pengarangnya sama seperti puisi. Selain itu, lirik lagu pun diciptakan tidak secara asal, tetapi menuntut berbagai hal dalam aspek keindahan, seperti bunyi, kata, gaya bahasa, dan lain sebagainya. Unsur-unsur keindahan dalam lirik lagu tersebut kemudian membuat lagu menjadi menarik dan enak untuk didengar. Akan tetapi, puisi dan lirik lagu tetap memiliki perbedaan dalam segi unsurnya. Puisi tidak memedulikan melodi dan unsur musik, sedangkan lirik lagu
3
memperhatikan unsur tersebut. Hal itu disebabkan puisi yang menjadi lirik tidak dapat semata-mata dimasukkan ke dalam melodi lagu. Seringkali terdapat banyak perubahan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan kata-kata yang ada dalam puisi tersebut ke dalam melodi lagu. Itulah yang menyebabkan dalam lirik lagu sering kita temui penghilangan subjek, partikel, pemendekan kata, dan lain-lain. Dalam hal ini, unsur musik yang terdapat dalam lagu tersebut tentu tidak dapat kita hilangkan dalam lirik lagu. Unsur musik berkaitan erat dengan lirik lagunya. Suatu lirik takkan bisa disebut dengan lirik lagu bila kehilangan unsur musiknya. Berhubung sebagian besar unsur dalam puisi juga terkandung dalam lirik lagu, maka dapat dikatakan jika lirik lagu pun dapat dijadikan sebagai objek penelitian ilmu sastra. Di Indonesia, terdapat banyak penulis lagu yang menulis lirik-lirik lagu indah dan puitis, sebagai contoh Nazril Irham, Melly Goeslaw, dan Glenn Fredly. Namun, tidak hanya di Indonesia, di belahan dunia lain seperti Korea Selatan pun terdapat penulis-penulis lagu yang telah menciptakan lagu-lagu dengan lirik indah dan bermakna yang meledak di pasaran. Korea Selatan merupakan salah satu negara maju yang terletak di kawasan Asia Timur. Kehidupan masyarakatnya sangat modern dan maju. Peradaban yang modern ini kemudian membuat keadaan sosial yang ada di negara tersebut menjadi lebih rumit dengan permasalahan yang beragam, misalnya masalah perang Korea, kenakalan remaja, derajat wanita, dan lain sebagainya. Banyak pemusik Korea yang turut memperhatikan permasalahan-permasalahan
4
tersebut kemudian menuangkan amanat di dalam lagu-lagunya. Salah satu pemusik Korea yang memasukan amanat dalam lagunya adalah Yoo Young Jin. Yoo Young Jin merupakan seorang komposer, penulis lagu, dan produser yang bekerja di bawah naungan SM Entertainment Korea. Ia banyak menciptakan lagu untuk artis-artis terkenal di SM Entertainment seperti DBSK, Girl’s Generation, EXO, dan lain sebagainya. Lagu-lagu yang diciptakannya pun selalu merajai puncak tangga lagu di industri musik Korea Selatan. Lagu-lagu ciptaan Yoo Young Jin menuai kesuksesan karena lirik-liriknya menuangkan cerminan kehidupan sehari-hari masyarakat pada umumnya, sehingga orang-orang yang mendengarkannya pun merasa dekat dan menyatu dengan cerita yang digambarkan dalam lirik lagu-lagu tersebut. Selain mencerminkan kehidupan masyarakat pada umumnya, lagu-lagu Yoo Young Jin juga memberi amanat kepada para pendengarnya. Akan tetapi, lagu-lagu milik Yoo Young Jin tidak terkenal hanya karena makna dari lirik-liriknya. Lagu yang diciptakan Yoo Young Jin juga terkenal karena memiliki melodi dan aransemen lagu yang enak didengar oleh para penikmat musik. Banyak dari lagu-lagu terkenal di Korea yang menciptakan rekor penjualan album adalah lagu-lagu ciptaan Yoo Young Jin. Tidak hanya itu, lagu Yoo Young Jin pun memiliki karakteristik tersendiri, misalnya dalam hal pemilihan kata, persajakan, dan majasnya. Karakteristik yang menjadikan lagu Yoo Young Jin terkenal inilah yang akan dikaji dalam penelitian ini.
5
Yoo Young Jin memiliki banyak lagu yang populer. Akan tetapi, untuk penelitian ini penulis hanya akan meneliti lagu-lagu yang di dalamnya terdapat amanat tentang kehidupan sosial masyarakat Korea dan dunia. Lagu-lagu tersebut adalah Warrior's Descendant, Wolf and Sheep, We Are the Future, Tri-Angle, Million Men, Girls on Top, Rising Sun, O-Jung ban hap, Don't Don, Purple Line, MAMA, History, dan The Boys. Lagu ciptaan Yoo Young Jin yang lain tidak dipilih sebagai objek penelitian karena liriknya tidak memiliki amanat tentang keadaan sosial. Selain meneliti karakteristik, peneliti juga mengkaji tentang amanat yang terdapat dalam lirik lagu. Peneliti terlebih dahulu menerjemahkan liriknya ke dalam Bahasa Indonesia kemudian dari hasil penerjemahan tersebut akan didapatkan amanat yang terdapat di dalam lagu yang juga menjadi faktor popularitas lagu-lagu tersebut.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian berjudul ‘Karakteristik dan Amanat dalam Lirik Lagu-Lagu Ciptaan Yoo Young Jin: Analisis Struktural’ ini akan membahas tentang: 1. Karakteristik yang menonjol pada lirik lagu-lagu Yoo Young Jin. Lagu-lagu Yoo Young Jin memiliki karakteristik tersendiri dalam hal struktur yang membuat lagunya terkenal. Karakteristik inilah
6
yang akan dicari oleh penulis, sehingga akan didapatkan hal yang menjadi faktor kepopuleran lagu-lagu ciptaan Yoo Young Jin.
2. Amanat yang terdapat dalam lirik lagu-lagu Yoo Young Jin. Yoo Young Jin menciptakan beberapa lagu yang meraih popularitas tinggi dikalangan pecinta musik karena liriknya memiliki amanat tentang kehidupan sosial masyarakat, sehingga penelitian ini akan mencari tahu amanat yang terdapat dalam lirik lagu Yoo Young Jin.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian berjudul ‘Karakteristik dan Amanat dalam Lirik LaguLagu Ciptaan Yoo Young Jin: Analisis Struktural’ ini adalah: 1. Mendeskripsikan karakteristik-karakteristik yang menonjol dalam lirik lagu-lagu Yoo Young Jin. 2. Mendeskripsikan amanat yang terkandung dalam lirik lagu-lagu Yoo Young Jin.
7
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah dapat mengaplikasikan teori strukturalisme Jacob Korg dan Rachmat Djoko Pradopo dan mengembangkan objek penelitian berupa lirik lagu agar dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya. Manfaat penelitian ini dari segi praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membacanya. Penelitian ini diharapkan pula dapat memberi informasi kepada para pembaca dan peneliti yang akan membahas tema yang sama.
1.5. Tinjauan Pustaka Penelitian yang menjadi referensi penulis adalah skripsi berjudul ‘Unsurunsur Kepuitisan Lirik-lirik Lagu Nazril Irham: Analisis Struktural Semiotik’. Skripsi tersebut merupakan karya Yunan Helmi, mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada yang ditulis pada tahun 2010. Lagu-lagu yang diciptakan oleh Nazril Irham memiliki unsur kepuitisan yang tinggi, sehingga penulis berusaha untuk mengkaji unsur tersebut. Dalam skripsi ini, penulis menggunakan kajian struktural semiotik milik Rachmat Djoko Pradopo, sehingga penulis tidak hanya mengkaji unsur yang ada di dalam lirik lagu, tapi juga mengkaji makna dari lirik tersebut dengan kajian semiotik. Skripsi ini memiliki objek penelitian yang sama dengan penelitian ini, yaitu lirik lagu. Akan tetapi, hanya memakai kajian Rachmat Djoko Pradopo dan tidak memakai kajian milik Jacob Korg.
8
Selain itu, penelitian lain yang juga digunakan oleh penulis sebagai referensi adalah skripsi yang berjudul ‘Antologi Puisi (목마른 나무가 되어) Mokmareun Namuga Dweo karya Hong Geum Ja: Analisis Struktural’. Skripsi tersebut ditulis pada tahun 2009 oleh Yuni Wachid Asrori, mahasiswa jurusan Bahasa Korea Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini meneliti tentang unsur bunyi dan kata serta korelasi antara keduanya yang terdapat dalam beberapa puisi Hong Geum Ja yang tergabung dalam antologi berjudul Mokmareun Namuga Dweo. Dalam skripsi ini, penulis meneliti satu per satu puisi yang terdapat dalam antologi tersebut. Hal itu tentu berbeda dengan skripsi berjudul ‘Karakteristik dan Amanat dalam Lirik LaguLagu Ciptaan Yoo Young Jin: Analisis Struktural’ ini, karena skripsi ini tidak hanya meneliti karakteristik yang ada di dalam puisi, tapi juga menjabarkan karakteristikkarakteristik apa saja yang menonjol di sebagian besar lagu ciptaan Yoo Young Jin. Selain dua penelitian di atas, ada satu lagi skripsi yang menjadi referensi penulis, yaitu skripsi berjudul ‘Unsur-unsur Puitis dalam Puisi Le Vin Karya Charles Baudelaire (Sebuah Analisis Struktural)’. Skripsi ini ditulis pada tahun 2006 oleh mahasiswa Sastra Perancis Universitas Gadjah Mada bernama Hendra S. Dalam skripsi ini Hendra S meneliti puisi Le Vin dari lapis arti dan lapis bunyinya. Hal tersebut yang menjadi pembeda antara penelitian Hendra S dan penelitian kali ini. Penelitian berjudul ‘Karakteristik dan Amanat dalam Lirik Lagu-Lagu Ciptaan Yoo Young Jin: Analisis Struktural’ ini akan meneliti karakteristik bahasa, arti, struktur, irama, dan kekuatan dari lagu-lagu Yoo Young Jin. Selain itu, penelitian Hendra S
9
juga memakai teori strukturalisme yang berbeda dengan teori yang dipakai dalam penelitian ini. Skripsi berjudul ‘Karakteristik dan Amanat dalam Lirik Lagu-Lagu Ciptaan Yoo Young Jin: Analisis Struktural’ ini akan memakai kajian strukturalisme milik Jacob Korg dan Rachmat Djoko Pradopo untuk mengkaji karakteristik di dalam lagulagu Yoo Young Jin. Dengan demikian, akan didapatkan karakteristik-karakteristik yang menonjol dan amanat yang ada di karya-karya Yoo Young Jin yang menjadi faktor kesuksesan lagu-lagu tersebut.
1.6. Landasan Teori Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kajian strukturalisme. Kajian strukturalisme adalah kajian yang melihat bahwa unsur-unsur struktur sajak itu saling berhubungan secara erat, saling menentukan artinya. Sebuah unsur tidak mempunyai makna dengan sendirinya terlepas dari unsur-unsur lainnya (Pradopo via Helmi, 2010:15). Selama ini, kita mengenal dua jenis sastra tulis yang menjadi cikal bakal berbagai jenis sastra tulis lainnya, yaitu prosa dan puisi. Selama ini banyak orang ingin mendefinisikan perbedaan antara keduanya, hingga saat ini faktor paling tepat yang dapat memperlihatkan perbedaan antara keduanya belum dapat ditemukan. Jacob Korg kemudian mencoba memperlihatkan perbedaan antara puisi dan prosa melalui karakteristik-karakteristik dan struktur yang menjadi ciri utama puisi.
10
Dalam bukunya yang berjudul An Introduction to Poetry, Jacob Korg membedakan karakteristik tersebut menjadi beberapa bagian, yaitu bahasa kiasan; bunyi; bahasa; bentuk dan struktur; serta kekuatan dalam puisi. 1.6.1. Bahasa Kiasan Salah satu fungsi dari puisi adalah untuk memperluas kekuatan imajinasi pembaca, karena itulah puisi harus memiliki cara tertentu untuk menggambarkan sesuatu. Jacob Korg menyebutkan jika cara khusus yang dianggap paling penting dalam menggambarkan sesuatu di dalam puisi adalah bahasa kiasan (1965:8). Bahasa kiasan kemudian dibagi menjadi tiga, yaitu simile, metafora, dan simbol. Pradopo menyebutkan jika simile atau majas perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan katakata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding yang lain (1987:62). Simile ini merupakan bahasa kiasan yang paling sederhana dan paling mudah dicerna karena kata pembandingnya dan juga objek yang dibandingkannya jelas. Misalnya saja dalam contoh di bawah ini: Tersenyum beta laksana arca (Jassin, via Pradopo, 1987:62) Bahasa kiasan lain yang mirip dengan simile adalah perumpamaan epos. Perumpamaan epos atau perbandingan epos (epic simile) ialah perbandingan yang dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat
11
perbandingannya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut (Pradopo, 1987:69). Perumpamaan epos ini biasanya memiliki panjang yang bervariasi, bahkan terkadang sangat panjang. Contoh dari perumpamaan epos adalah sebagai berikut: DI TENGAH SUNYI Di tengah sunyi menderu rinduku, Seperti topan. Meranggutkan dahan. mencabutkan akar, meranggutkan kembang kalbuku. (Rustam Effendi, via Pradopo, 1987:69)
Metafora merupakan majas yang mirip dengan simile, sama-sama membandingkan satu objek dengan objek lainnya, hanya saja tidak menggunakan kata-kata pembanding seperti bagai, laksana, bak, dan lain sebagainya. Pemakaian kata pembanding pada simile mengisyaratkan jika pembuat puisi masih memperhatikan sifat-sifat lain pada objek pertama yang tidak dapat dibandingkan dengan sifat yang ada dalam objek kedua, sedangkan penghapusan kata-kata pembanding dalam metafora lebih memberikan kesan jika hal yang dibandingkan lebih kaya dan lebih kompleks. Metafora cenderung lebih fleksibel, lebih singkat, dan memiliki ekspresi yang lebih kuat daripada simile. Karena penggambaran yang lebih singkat itulah metafora juga cenderung membuat pembaca puisi berimajinasi lebih luas.
12
Sebaliknya, penggambaran yang lebih panjang dari simile membuat imajinasi para pembaca terbatas. Metafora terdapat dalam contoh di bawah ini: Bumi ini perempuan jalang (Subagio, via Pradopo, 1987:66). Tuhan adalah warganegara yang paling modern (Subagio, via Pradopo, 1987:66). Meskipun demikian, penulis puisi juga dapat memperluas metaforanya dengan menjabarkan poin-poin tertentu yang menjadi persamaan di antara kedua objek yang dibandingkan tersebut. Metafora yang demikian disebut dengan metafora
panjang.
Rachmat
Djoko
Pradopo
menyebut
metafora
yang
dipanjangkan ini dengan allegori (1987:71). Kelebihan dari allegori ini adalah detil-detil kecil yang merupakan persamaan dari dua objek yang dibandingkan itu dapat terlihat. Namun, kelemahannya adalah karena membicarakan detil-detil tersebut, maka penafsiran para pembaca akan cenderung tercampur dengan perasaan-perasaan yang tergambar di dalamnya. Allegori terdapat dalam contoh di bawah ini: MENUJU KE LAUT Angkatan Baru
Kami telah meninggalkan engkau, Tasik yang tenang, tiada beriak,
13
Diteduhi gunung yang rimbun Dari angin dan topan, Sebab sekali kami terbangun Dari mimpi yang nikmat: (via Pradopo, 1987:72)
Jenis metafora yang lain adalah metafora tersembunyi. Metafora jenis ini adalah metafora yang salah satu dari objek yang dibandingkan tidak disebutkan dalam puisi atau hanya menyebutkan satu petunjuk kecil yang merujuk pada objek yang dibandingkannya. Selain itu, tipe yang paling sulit dari metafora tersembunyi ini adalah jika metafora ini sama sekali tidak menyebutkan objek yang dibandingkannya, melainkan hanya menjabarkan poin-poin yang menjadi persamaan di antara keduanya. Metafora tersembunyi terdapat dalam contoh di bawah ini: Hidup ini mengikat dan mengurung (Subagio, via Pradopo, 1987:67). Hidup dalam potongan di atas diumpamakan sebagai tali yang mengikat dan sebagai kurungan yang mengurung. Akan tetapi, dalam potongan di atas disebutkan sifat pembandingnya, bukan pembandingnya.
Jenis bahasa kiasan yang ketiga adalah simbol. Di Indonesia, bahasa kiasan simbol ini disebut dengan metonimia. Berbeda dengan simile dan metafora
14
yang membandingkan dua hal yang memiliki sifat yang mirip, simbol biasanya tidak memiliki hubungan dengan apa yang disimbolkannya. Simbol dan maknanya tidak memiliki persamaan, sehingga simbol biasanya bukanlah suatu hal yang bisa digunakan oleh seorang penulis puisi dengan seenaknya. Simbol biasanya telah memiliki makna semenjak dulu, dan makna yang disimbolkan biasanya takkan berubah. Namun di sisi lain, sifat simbol yang demikian juga memiliki kegunaan tersendiri bagi para penulis puisi, karena dengan memakai simbol tertentu dalam puisi yang diciptakannya, maka seorang penulis puisi dapat menyampaikan maksud dari baris puisinya dengan lebih singkat dan bermakna. Contoh dari simbol terdapat dalam potongan di bawah ini: Klakson dan lonceng bunyi bergiliran .... Dan perempuan mendaki tepi sungai kesayangan Di bawah bayangan samar istana kejang O, kota terkasih setelah senja (Toto Sudarto, via Pradopo, 1987:78) Dalam potongan di atas, klakson dan lonceng menggantikan partai yang bersaing adu keras suaranya. Sungai kesayangan menggantikan Sungai Ciliwung di Jakarta, sedangkan istana mengganti kaum kaya yang memiliki rumah seperti istana. Kota terkasih menggantikan Jakarta. Selain beberapa jenis bahasa kiasan di atas, Rachmat Djoko Pradopo juga merumuskan bahasa kiasan lain yang biasanya terdapat dalam puisi, yaitu
15
personifikasi
dan
sinekdoki.
Personifikasi
adalah
bahasa
kiasan
yang
mengumpamakan benda-benda seperti manusia, sehingga dalam pemakaiannya benda dapat melakukan hal-hal seperti manusia. Personifikasi ini membuat hidup lukisan, di samping itu memberi kejelasan beberan, memberikan bayangan angan yang konkret (Pradopo, 1987:75). Bahasa kiasan personifikasi terdapat dalam contoh di bawah ini: ANAK MOLEK V Malas dan malu nyala pelita seperti meratap mencucuri mata Seisi kamar berduka cita, seperti takut, gentar berkata. (Rustam Effendi, via Pradopo, 1987:75)
Sinekdoki menurut Altenbernd merupakan bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda untuk benda atau hal itu sendiri (via Pradopo, 1987:78). Sinekdoki ini dibagi menjadi dua macam, yaitu sinekdoki pars pro toto yang menjelaskan sebagian untu keseluruhan dan sinekdoki totum pro parte yang menjelaskan keseluruhan untuk sebagian. Kedua jenis sinekdoki ini dapat digunakan satu persatu maupun secara bersamaan. Bahasa kiasan sinekdoki ini terdapat dalam contoh di bawah ini: Kujelajah bumi dan alis kekasih (Sitor Situmorang, via Pradopo, 1987:79).
16
Dalam contoh di atas, bumi adalah contoh totum pro parte, sedangkan alis kekasih adalah contoh pars pro toto. 1.6.2. Irama Puisi Irama adalah salah satu elemen pembangun puisi. Irama membuat puisi menjadi enak didengar. Selain itu, dikatakan pula jika irama dalam puisi akan membantu pendengarnya untuk mengerti ide utama dalam puisi tersebut. Salah satu elemen yang menentukan irama puisi adalah rima atau sajak. Pengertian sajak adalah persamaan bunyi yang terdapat di akhir dua atau lebih baris puisi (Korg, 1965:28). Slametmuljana mengatakan jika sajak bukan hanya memiliki keindahan, tapi juga mengandung daya ekspresi untuk memberikan dan memperkuat kepuitisan (via Helmi, 1956:75). Ada beberapa macam sajak yang digunakan sebagai dasar kepuitisan, yaitu sajak awal, sajak dalam, sajak akhir, dan sajak tengah. Sajak awal adalah ulangan bunyi yang terdapat pada awal barisbaris puisi. Sajak dalam adalah pola sajak yang terdapat di dalam satu baris. Sajak akhir adalah pola persajakan di akhir-akhir tiap baris, sedangkan sajak tengah adalah pola sajak yang terdapat di bagian tengah dua atau lebih baris puisi. Selain itu, keindahan irama dalam puisi juga bergantung pada jeda. Jeda yang terdapat dalam baris puisi disebut dengan caesura. Dalam hal ini, terdapat dua jenis baris puisi, yaitu baris dengan jeda dan juga baris langsungan. Baris
17
dengan jeda biasanya memiliki tanda baca seperti koma dan titik dalam baris. Baris langsungan tidak memiliki tanda baca tersebut. 1.6.3. Bahasa Puisi Bahasa merupakan alat utama bagi seorang sastrawan untuk menyampaikan ide, pikiran, dan perasaannya baik melalui prosa maupun puisi. Dalam bukunya, Jacob Korg mengatakan jika kata merujuk pada satu benda tertentu atau pengalaman dan sikap terhadap sesuatu yang dipahami baik oleh pembicara maupun pendengar (1965:32). Salah satu cara bagi pengarang untuk dapat mengekspresikan pemikirannya secara tepat adalah dengan memakai kata-kata bermakna konotasi. Pradopo mengatakan jika suatu kata memiliki dua aspek arti, yaitu denotasi, ialah artinya yang menunjuk, dan konotasi yaitu arti tambahannya (1987:58). Jacob Korg berpendapat jika konotasi merupakan aura yang mengelilingi sebuah kata (1965:36). Dapat dikatakan jika denotasi merupakan sebuah arti yang tercantum dalam kamus, tidak memiliki makna lain dan tidak memiliki kesan lain, sementara konotasi merupakan makna lain dari suatu kata denotasi dan memiliki kesan lain. Dalam denotasi biasanya tidak tertuang perasaan-perasaan, sedangkan dalam konotasi, perasaan-perasaan yang terkumpul akibat dari penggambaran
18
suatu setting kemudian merasuk ke dalam suatu kata denotasi, sehingga membentuk kata konotasi. Dalam puisi, pemakaian kata konotasi biasanya dimaksudkan untuk memfokuskan makna dari suatu kata. Kata denotasi yang tidak memiliki perasaan-perasaan yang dituangkan oleh pengarang takkan bisa menyampaikan perasaan pengarang dalam puisi itu. Lain halnya dengan denotasi, kata konotasi yang mengandung perasaan pengarang akan lebih memberi kesan bagi pembaca. Selain konotasi, media bahasa lain yang dapat menambah nilai estetika dari sebuah puisi adalah repetisi atau pengulangan kata dan kalimat. Setiap penulis puisi memiliki ciri khas tersendiri dalam hal penggunaan bahasa yang membuat karya-karyanya dapat dibedakan dengan karya-karya penulis puisi lain. Dalam
proses
pencarian
ciri
khas
bahasa
tersebut,
terkadang
terjadi
penyimpangan-penyimpangan sistem norma bahasa yang seharusnya. Salah satu ciri khas yang menyimpang dari sistem norma bahasa tersebut adalah repetisi. 1.6.4. Bentuk dan Struktur Puisi Puisi berbeda dengan prosa. Jika prosa lebih panjang dan mendetail dalam pendeskripsian idenya, puisi cenderung lebih singkat, sehingga ide-ide penulis yang dituangkan di dalam puisi tersebut dipadatkan. Untuk memadatkan ide, maka penulis harus memilih kata dan menyusunnya dengan tepat. Oleh sebab itulah penyusunan kata merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan
19
dalam menulis puisi. Jika penyusunan katanya kurang tepat, maka pembaca bisa mendapat kesan atau ide yang salah terhadap puisi tersebut. Penyusunan kata yang indah dalam puisi kemudian menciptakan bentuk dan struktur puisi. Perlu diperhatikan jika bentuk dan struktur merupakan dua hal yang berbeda. Korg menyebutkan jika intinya bentuk lebih mengacu pada masalah teknis dan mekanisme yang ada dalam puisi seperti sajak, metrum, dan penyusunan bait, sedangkan struktur lebih berfokus tentang cara seorang penulis menyusun ide-idenya di dalam sebuah puisi (1965:46). Bentuk puisi biasanya sediki dan dapat ditetapkan. Lain halnya dengan bentuk, struktur memiliki jumlah variasi yang terlalu banyak, sehingga tidak dapat ditetapkan. Bentuk biasanya terikat oleh tradisi yang ada semenjak dulu, tapi struktur tidak demikian. Struktur memiliki variasi yang beragam karena struktur lebih bergantung pada aktivitas kreativitas manusia ketimbang tradisi. Secara garis besar, terdapat dua bentuk puisi modern, yaitu bentuk yang disebut sajak kosong dan sajak bebas. Kedua bentuk puisi ini sama-sama tidak memperhatikan sajak. Sajak kosong biasanya digunakan dalam puisi-puisi panjang seperti Paradise Lost dan puisi karya-karya Shakespeare. Sajak kosong merupakan bentuk yang fleksibel dan halus. Sajak kosong memang tidak memiliki rima, tapi sebagai gantinya memakai variasi-variasi seperti jeda, penggalan, dan baris langsungan.
20
Sajak bebas merupakan sajak yang bentuknya lebih mirip seperti prosa, yang membedakan di antara keduanya hanyalah pemakaian ritme dalam puisi tersebut. Sajak bebas tidak mengikuti tradisi yang ada tentang bentuk puisi. Dengan menggunakan sajak bebas ini, penulis puisi dapat memainkan ritme, jeda, dan proporsi dari puisinya. Penulis puisi juga dapat membebaskan ide yang dituangkannya dengan menggunakan bentuk ini. Penulis dapat mengganti ide di manapun dan juga memperpanjang puisinya tanpa terikat oleh aturan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembacaan puisi adalah struktur puisi. Struktur puisi memberi gambaran pada pembaca tentang hubungan antara satu ide dengan ide lain yang dituangkan dalam puisi tersebut. Struktur yang paling umum digunakan adalah struktur kontas. Ide yang bersifat kontras dalam struktur ini dapat terdapat dalam satu baris yang sama, dari baris ke baris, dari ke bait ke bait, atau dalam dua bagian puisi. Struktur lain yang berlawanan dengan struktur kontras adalah struktur pararel. Struktur jenis ini menjabarkan dua hal dengan inti yang sama. Namun, terkadang struktur pararel ini dapat dipadukan dengan struktur kontras. Dalam beberapa puisi, bait pertama puisi memiliki struktur pararel, sedangkan bait terakhir memiliki struktur kontas yang digunakan sebagai sebuah solusi. Jenis struktur lain adalah klimaks. Struktur klimaks ini merupakan jenis yang sederhana dan umum digunakan. Struktur jenis ini terdiri dari bait yang
21
memiliki ketegangan yang sedikit demi sedikit meningkat di setiap barisnya. Biasanya penulis membuat pembaca penasaran dengan menghilangkan suatu elemen di awal bait puisi kemudian menaikkan ketegangannya dengan memunculkannya di akhir. Struktur yang ketiga adalah struktur umum-khusus. Jenis struktur ini merupakan struktur yang menjabarkan sebuah pernyataan umum di awal puisi kemudian memberikan pernyataan yang bersifat khusus di akhirnya. Pernyataan umum yang diberikan dalam struktur ini merupakan suatu hal penting yang akan membawa pembacanya ke arah pernyataan khusus yang akan diberikan di akhir puisi. Biasanya pernyataan umum tersebut juga akan membuat pembaca memahami amanat yang terdapat dalam puisi. Jenis struktur yang terakhir adalah ironi. Struktur jenis ini memaparkan ide yang bersifat paradoks. Paradoks dalam KBBI memiliki arti penyataan yang seolah-olah bertentangan dengan kenyataan, tapi sebenarnya mengandung kebenaran. Jika sekilas membaca puisi yang menggunakan struktur ironi ini, maka akan didapatkan kesan jika ide yang dituangkan penulis seakan-akan salah di kenyataan. Akan tetapi, setelah diresapi maka akan terlihat jika ada kebenaran di dalam ide yang salah tersebut.
22
1.6.5. Kekuatan Puisi Puisi merupakan salah satu karya sastra yang bermediakan bahasa. Puisi digunakan pengarangnya untuk mengungkapkan ide yang ada dalam pikiran mereka. Namun, fungsi puisi bukan hanya itu. Menurut Korg, puisi memiliki banyak fungsi karena bergantung pada konsep yang terdapat dalam dunianya (1965:62). Seorang penulis puisi bernama Horace mengatakan jika puisi memiliki fungsi untuk memberi pelajaran dan juga memberi hiburan (via Korg, 1965:62). Yang dimaksud dengan memberi pelajaran dalam kalimat di atas adalah lewat baris-barisnya puisi mengajarkan tentang hal yang baik dan buruk, tentang nilai moral yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Meskipun demikian, nilai moral yang ada dalam puisi tidak terlalu menonjol. Akan tetapi terselip di antara nilainilai estetikanya, sehingga pembaca baru bisa mendapatkan nilai moral dari puisi jika telah memahami maknanya sepenuhnya. Puisi dikatakan mengajarkan tentang nilai moral karena puisi memotret kejadian-kejadian sejarah. Namun, kejadian sejarah yang diceritakan dalam puisi jauh berbeda dengan kejadian sejarah yang terdapat dalam buku sejarah pada umumnya. Pada buku sejarah, kita mendapatkan gambaran umum suatu masa atau kejadian. Namun, jika kita melihat puisi-puisi yang muncul pada zaman yang penuh dengan kejadian bersejarah, maka kita akan dapat melihat lebih dalam. Lewat kata-kata dan ungkapan perasaan penulis pada saat ia mengalami kejadian tersebut, kita seperti masuk dan kembali ke zaman yang diceritakan, merasakan
23
dan juga menjadi bagian di dalamnya. Karena itulah, para sejarahwan seringkali menilai puisi sebagai objek yang lebih berharga untuk diteliti daripada catatan resmi karena faktor kejelasan, kedetailan, dan kejujurannya. Lewat puisi sejarahwan akan dapat melihat kejadian sejarah lewat sudut pandang yang lain. Selain itu, puisi juga dikatakan mengisi area kosong dalam ilmu pengetahuan. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya jika lewat puisi, maka seorang sejarahwan akan dapat melihat kejadian sejarah dengan sudut pandang yang lain. Hal tersebut berarti melalui puisi sejarahwan menemukan pengetahuan baru dalam sejarah yang seringkali tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Pengetahuan baru yang dibawa oleh puisi dapat berupa bermacam hal, salah satunya adalah tentang filosofi. Tak jarang puisi-puisi lama yang diciptakan oleh para penulis yang berpengaruh kemudian mengenalkan ilmu baru pada dunia. Misalnya saja Wordsworth yang lewat puisinya menghidupkan kembali anggapan jika alam merupakan sesuatu yang hidup dan sakral. Ia mendeskripsikan alam dalam sudut pandangannya bahwa alam penuh makna. Filosofi tersebut dapat diterima dengan baik oleh orang-orang pada masanya. Puisi bukan sekedar karya sastra yang ditulis dalam susunan kata yang indah dan berima. Akan tetapi, lebih dari itu, puisi memberi kita suatu pencerahan dan membuka mata kita pada pengetahuan baru, atau bahkan kenyataan yang selama ini tersembunyi.
24
1.7. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Metode analisis adalah metode yang berfungsi untuk memperoleh gambaran jelas tentang permasalahan yang ada. Metode analisis ini digunakan dalam setiap langkah kerja yang dilakukan oleh penulis dalam meneliti lagu-lagu milik Yoo Young Jin. Hal yang akan dianalisis adalah baris lirik lagu. Metode penelitian deskriptif berguna untuk mendeskripsikan data-data yang ditemukan dan menyesuaikan data tersebut dengan tujuan penelitian. Data-data yang telah ditemukan dalam lagu kemudian akan dicocokkan dengan teori yang ada untuk kemudian didapatkan hasilnya. Lirik lagu Yoo Young Jin diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia untuk kemudian dikaji karakteristik dan amanatnya. Dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif, penelitian tersebut menghasilkan deskripsi-deskripsi yang berupa data-data tertulis, dan data-data lisan. Akan tetapi dalam penelitian ini, penulis lebih berfokus pada hasil yang berupa datadata berupa data tertulis. Pemilihan metode ini dirasa tepat dalam memenuhi tujuan penelitian ini. Melalui pengamatan terhadap lirik lagu-lagu milik Yoo Young Jin, maka didapatkan hasil yang menjabarkan karakteristiknya dan hal-hal yang menonjol di dalamnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, yaitu mencari literatur berupa buku-buku sumber bacaan lainnya yang
25
berhubungan dengan penelitian ini. Objek material penelitian yang merupakan lagu Korea tidak memungkinkan adanya pengumpulan data di lapangan. Sebagai gantinya, dilakukan teknik pengumpulan studi pustaka. Dengan mencari buku-buku dan artikelartikel internet yang berhubungan dengan penelitian ini, maka diharapkan memenuhi tujuan penelitian ini.
1.8. Langkah-Langkah Kerja Penelitian Akan ada beberapa tahap yang dilakukan dalam penelitian ini. Tahap pertama adalah pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka. Yoo Young Jin dipilih karena lagu-lagu ciptaannya selalu laku di pasaran dan merajai tangga lagu di Korea tidak peduli siapa yang menyanyikannya. Kemudian, dari lagu-lagu Yoo Young Jin tersebut, dipilih lagu-lagu yang muncul dalam rentang tahun 1996 sampai dengan 2008, karena pada masa itu banyak lagulagu Yoo Young Jin yang dirilis merupakan lagu yang menceritakan tentang kehidupan sosial. Kriteria pemilihan lagu yang menjadi objek penelitian adalah lagu tersebut harus mengandung cerita tentang keadaan sosial. Lagu-lagu yang cocok dengan kriteria tersebut adalah lagu berjudul Warrior's Descendant, Wolf and Sheep, We Are the Future, Tri-Angle, Million Men, Girls on Top, Rising Sun, O-Jung ban hap, Don't Don, Purple Line, MAMA, History, dan The Boys. Lagu-lagu Yoo Young Jin yang
26
lain memang memiliki popularitas yang sama besarnya dengan lagu-lagu tersebut, tetapi tidak digunakan sebagai objek penelitian karena di dalam liriknya tidak terdapat amanat tentang kehidupan sosial masyarakat. Selain itu, lagu-lagu tersebut dipilih karena memiliki popularitas yang besar. Menurut Wikipedia, suatu lagu dikatakan populer jika penjualannnya lebih dari 100.000 kopi. Lagu Warrior's Descendant yang merupakan lagu debut grup boyband H.O.T terjual sebanyak 1.536.000 kopi. Lagu Wolf and Sheep dan We Are the Future yang tergabung dalam satu album terjual sebanyak 1.500.000 kopi. Lagu Tri-Angle dan Million Men terjual sebanyak 310.000 kopi. Lagu Girls on Top terjual sebanyak 115.000 kopi. Lagu Rising Sun terjual sebanyak 297.000 dan menjadi soundtrack film Fast and Furious. Lagu O-Jung ban hap terjual sebanyak 350.000 kopi. Lagu Don't Don sebanyak 210.000 kopi. Lagu MAMA dan History sebanyak 276.100. Lagu The Boys terjual sebanyak 385.000 kopi. Lagu Purple Line memang hanya terjual 12.276 kopi, tapi pernah meraih posisi nomor dua dalam tangga lagu Korea Selatan. Tahap kedua adalah tahap analisis data. Data-data yang telah didapatkan sebelumnya akan disesuaikan menurut tujuan dari penelitian ini. Pada tahap ini, penulis akan terlebih dahulu menerjemahkan arti dari lagu-lagu Warrior's Descendant, Wolf and Sheep, We Are the Future, Tri-Angle, Million Men, Girls on Top, Rising Sun, O-Jung ban hap, Don't Don, Purple Line, MAMA, History, dan The Boys. Setelah didapatkan arti lagunya, akan dilakukan analisis struktural terhadap lagu-lagu tersebut, sehingga dari analisis struktural itu akan terlihat karakteristik apa saja yang menonjol
27
pada lagu-lagu yang diciptakan oleh Yoo Young Jin. Setelah itu, peneliti juga akan melakukan penelitian tentang amanat yang terdapat dalam lagu-lagu tersebut.
1.9. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini akan disajikan dalam empat bab. Bab I akan membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, langkah-langkah kerja penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II akan menjabarkan hasil analisis struktural lagu Warrior's Descendant, Wolf and Sheep, We Are the Future, Tri-Angle, Million Men, Girls on Top, Rising Sun, O-Jung ban hap, Don't Don, Purple Line, MAMA, History, dan The Boys. Pertama-tama, lirik lagu akan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, kemudian dikaji karakteristik-karakteristik yang menonjol di dalamnya. Kemudian dalam bab III akan membahas tentang amanat yang terdapat dalam lagu-lagu Yoo Young Jin. Bab IV berisi kesimpulan dari hasil penelitian ini.