BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan cerminan dari suatu masyarakat penuturnya dan karya manusia yang hidup. Sebagai sesuatu yang hidup, ia mengalami perkembangan; yaitu mengalami perubahan kata, bunyi dan tulisan dari zaman ke zaman, namun tetap memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Selain itu bahasa digunakan untuk melihat tingkah laku, pola hidup, keluarga, etnis maupun bangsa. Dalam hal ini, contoh bahasa yang digunakan untuk melihat etnis maupun bangsa adalah bahasa Melayu, yaitu bahasa daerah Pesisir Timur yang didiami oleh suku Melayu, misalnya pepatah Bahasa Melayu (BM). Pepatah adalah untaian kata-kata yang berisikan pesan, pandangan hidup, ungkapan isi hati, dan emosi. Pandangan hidup dan nilai moral adalah hal yang terkait dalam ketepatan makna emotif dari setiap individu yang menggunakan pepatah. Ungkapan emosi Melayu pada orang tua-tua berbeda dengan anak muda sekarang. Orang tua pada masa lalu mengungkapkan emosinya dengan mengunakan pepatah supaya yang mendengar dapat memaknai kata-kata yang diucapkan dan memahami emosi pembicara: apakah emosi sedeh, senang, marah, benci, malu, takut, atau bosan. Sementara, anak muda sekarang dalam mengungkapkan emosinya lebih suka menggunakan makna kata yang langsung daripada menggunakan pepatah. Hal ini dikarenakan mereka tidak perlu lagi berpikir untuk mengerti makna pepatah tersebut karena sudah menggunakan makna kata yang langsung (hasil wawancara
Universitas Sumatera Utara
tertutup, 2011). Dalam acara adat-istiadat, pepatah sudah jarang digunakan. Hal ini dikarenakan sudah langkanya Ketua Adat yang memahami dan mengenal pepatah. Dalam pepatah BM banyak terdapat kata-kata yang mengandung nasihat, pujian, sindiran, atau bahasa untuk berdiplomasi, yang merupakan gambaran cara berpikir Melayu. Seperti Menurut Awang, dkk (2005:61) “Pepatah Melayu merupakan sekelompok frasa atau ayat tersusun rapi dan padat. Ia banyak ditemui dalam kesusasteraan lama yang mengggambarkan cara berpikir bangsa Melayu pada zaman lama”. Menurut Poerwadarminta (2003:869) ”Pepatah adalah peribahasa yang mengandung nasihat dan sebagainya; perkataan (ajaran) orang tua- tua, dan petitih adalah berbagai-bagai peribahasa”. Hasil wawancara dengan Bapak Zainuddin (informan 1, (2011), mengatakan “pepatah di daerah Pantai Cermin sudah jarang digunakan oleh muda-mudi, orang tua menasihati anak-anak, bahkan pepatah ini sudah jarang sekali digunakan dalam upacara pernikahan (merisik, meminang, jamu sukut, mengantar pengantin, makan nasi ulam). Kalaupun ada hal itu hanya sesekali saja dikarenakan sudah langkanya ketua adat di daerah tersebut. Pepatah terkesan kuno, kampungan, ortodok, dan lambat bagi muda-mudi untuk memahami makna pembicaraan orang terhadap lawan bicara, akhirnya mereka malas untuk berpikir.” Hal tersebut di atas, adalah salah satu penyebab jarangnya pepatah dalam bahasa daerah Melayu digunakan saat ini, karena generasi muda Melayu tidak mau lagi melestarikan bahasa Melayu melalui pepatah (Sinar, 2010). Padahal, pemerintah sebenarnya menggalakkan pengembangan bahasa daerah untuk membentuk moral bangsa seperti yang terdapat dalam Garis-Garis
Universitas Sumatera Utara
Besar Haluan Negara (GBHN, 1993:135) bahwa ”Pembinaan dan pengembangan bahasa daerah perlu terus dilanjutkan dalam rangka mengembangkan dan memperkaya perbendaharan Bahasa Indonesia dan khazanah kebudayaan nasional sebagai salah satu unsur jati diri dan kepribadian bangsa. Hal ini perlu ditingkatkan penelitian, pengkajian, dan pengembangan bahasa dan sastra daerah serta penyebarluasannya melalui media”. Selari dengan beberapa masalah tersebut di atas, pembahasan penelitian ini adalah mengenai Bahasa Melayu (BM) khususnya dalam pepatah nasihat pada upacara adat yang dituturkan oleh Masyarakat Melayu Serdang (MMS), yang berada di Desa Besar II Terjun tepatnya di Dusun 2 Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Deli Serdang. Pepatah banyak digunakan dalam bergaul, acara adat, seperti adat Resam dalam Melayu. Diantara adat Resam tersebut adalah adat pernikahan, khatam AlQur’an, dan sunat Rasul. Dalam penulisan tesis ini, pembahasannya diputuskan pada makna emotif pepatah Bahasa Melayu Serdang dalam acara adat pernikahan, khatam Al-Qur’an, dan sunat Rasul. Menurut Ridwan (2005:206) ”dengan pemahaman struktur bahasa seseorang akan mampu melakukan negosiasi, perintah, pertanyaan, pengarahan (“directive”), percakapan, pengutaraan emosi (“expressions of emotions”) dan sebagainya”. Penelitian ini dibatasi pada makna emosi MMS yang menggunakan pepatah Bahasa Melayu Serdang (BMS) dan makna emotif yang dominan dalam pepatah BMS. Hasil wawancara dengan Bapak Sayuti (informan 2, 2011) bahwa “emosi
Universitas Sumatera Utara
Melayu itu tinggi”. Dikuatkan lagi dengan pernyataan dari Asraruddin dan Hasan (informan 3, 2011) bahwa “emosi Melayu itu tinggi dalam semangat juang, sebagai contoh: dalam semangat perjuangan mempertahankan bangsa Indonesia, diantaranya melalui semangat perjuangan Sumpah Pemuda yang menjadikan bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, tentunya atas dasar penggunaan bahasa Melayu yang menyebar ke seluruh tanah air pada masa itu”. Hal mengenai emosi sesuai dengan pendapat Awang, dkk (2005:434) mengatakan bahwa “peribahasa yang dipakai oleh orang Melayu berarti berhubungan dalam pengungkapan emosi yang sangat tinggi…”, untuk mengungkapkan emosi tersebut supaya tidak menyinggung perasaan orang lain digunakan kata yang halus dan lembut, diucapkan melalui pepatah. Pepatah digunakan agar emosi yang diungkapkan, tidak secara terang-terangan supaya orang yang diajak bicara tidak tersinggung serta tidak menimbulkan dendam dalam hati. Hasil wawancara dengan T. Syahruardy (informan 4, 2011) mengatakan “Orang Melayu Serdang suka mengatakan sesuatu dengan perumpamaan, menyuruh orang berpikir untuk merangkai kata-kata indah”. Perumpamaan merupakan salah satu bagian dari pepatah Melayu yang sering digunakan, tidak hanya dalam acara adat-istiadat saja tetapi dalam kehidupan sehari-hari untuk menasihati anak-anak mereka untuk bertingkah-laku dan bersopan-santun dalam sikap dan kata. “ Pada masa dulu pepatah diucapkan oleh orang tua terhadap anak-anaknya, ketua adat terhadap masyarakatnya, raja terhadap rakyatnya, penasihat kerajaan terhadap rajanya, itu semuanya ada artinya (informan 4, 2011)”.
Universitas Sumatera Utara
Dari beberapa pendapat di atas, simpulannya adalah setiap pepatah yang diucapkan selalu berhubungan dengan pikiran penutur yang menyampaikan pesan dan lawan tutur yang menerima pesan. Setiap pepatah yang dipesankan selalu tergantung pada situasi yang sedang dihadapi, supaya pilihan pepatah yang diucapkan selalu bertalian erat dengan masyarakat pemakai bahasa dan, pandangan hidup yang ada dalam masyarakat, serta mengandung nilai-nilai moral yang dapat mengarahkan dan memperbaiki jiwa masyarakat yang menjadi pemakai bahasa tersebut. Pepatah adalah sebagai sarana orang tua untuk menasihati, mengajari dan memberikan peringatan kepada anakanaknya (muda-mudi), atau untuk mematahkan pembicaraan lawan bicara (Iper, dkk, 1997:2). Hal ini dikarenakan agar setiap pepatah yang diucapkan selalu tepat dengan makna yang dituju sesuai dengan nilai rasa yaitu rasa marah, benci, suka, senang, kecewa, sedih, bahagia. Contoh Pepatah BMS (informan 2, 2011) diantaranya yaitu: Celaka Ayam, maknanya: marah/sindiran halus, artinya sudah ada rumah tetapi suka bertandang tidur di rumah orang. Tingkah laku ‘ayam’ walaupun sudah disediakan kandang, tetapi tetap saja tidur di kandang bebek atau angsa. Rasa marah/peduli orang tua terhadap anaknya karena tidak bisa dinasihati untuk betah di rumah. Analisis: kalimat celaka ayam dihubungkan dengan karakteristik manusia yaitu sifat ‘ayam’ disamakan dengan sifat manusia, yang artinya manusia yang dinasehati (lawan tutur) dengan pepatah tersebut sifatnya sudah hampir sama dengan ‘ayam’ dan yang menasihati (penutur) tingkat emosinya sudah tinggi tetapi masih bisa menahan, sehingga penutur menggunakan kata ‘ayam' untuk ucapan yang lebih meredakan
Universitas Sumatera Utara
marah. Dalam pepatah ini penutur menggunakan perangkat leksikal dalam makna emotif yaitu bahasa yang figuratif (kiasan), beroperasi secara eksplisit yaitu menggunakan
cara
perbandingan.
Analisis
pepatah
tersebut
dengan
cara
menginterpretasikan sifat dan tingkah laku ayam dengan manusia. Kedudukan pepatah adalah hasil budaya manusia dalam bidang bahasa. Pepatah dikategorikan ke dalam karya sastra, khususnya sastra Indonesia, pepatah ini merupakan sastra lisan karena digunakan orang pada saat berbicara secara langsung (Iper, dkk 1997:15). Pepatah dalam penelitian ini, merupakan kajian semantik yang berhubungan dengan makna emotif. Makna emotif dalam kajian ini dikaitkan dengan sikap, karakter, jiwa, budaya dan bahasa Melayu. Ungkapan emosi yang digunakan dalam Bahasa Melayu menggambarkan perilaku masyarakatnya. Penelitian ini dilakukan karena pentingnya mendokumentasikan dan menganalisis pepatah yang sudah jarang digunakan dalam acara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun, belum ada ditemukan satu bentuk tulisan atau rekaman objektif, dan belum pernah ada yang melakukan penelitian tentang pepatah dalam BMS, peneliti merujuk juga kepada peneliti sebelumnya yang melakukan penelitian tentang pepatah di tempat lain, harapan peneliti hasil penelitian ini dapat mengolah pikir, rasa dan wicara baik bagi anak-anak, remaja, dan orang tua melalui penerapan pepatah yang aktual sesuai permasalahan masa kini untuk tujuan mempertahankan budaya dan kebiasaan berpepatah pada masyarakat BMS. Dalam penulisan tesis ini digunakan pendekatan ekletik, yaitu gabungan teori linguistik, dengan metode penelitian yang relevan dengan sastra, kebudayaan, dan
Universitas Sumatera Utara
penelitian terdahulu mengenai emosi dasar dan kebudayaan Melayu. Teori-teori tersebut digunakan untuk menjadikan analisis makna emotif dalam pepatah BMS dapat dijelaskan secara ilmiah.
1.2. Identifikasi Masalah Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah masalah pepatah BMS yang mencakup tentang: Makna Emotif dalam petatah BMS, Perangkat dan Makna Emotif yang selalu muncul dalam pepatah BMS. Kajian ini mengarah pada kajian semantik.
1.3. Batasan Masalah Batasan penelitian tentang pepatah BMS di daerah Pantai Cermin yaitu: “Makna emotif dalam pepatah pada upacara pernikahan, khatam Al-Qur’an dan sunat Rasul adat Melayu Serdang, Perangkat dan Makna Emotif yang selalu muncul dalam pepatah BMS. Emosi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah emosi senang, marah, sedeh, bosan, benci, takut dan malu.
1.4. Rumusan Masalah Pepatah dalam MMS khususnya di daerah Pantai Cermin selalu berhubungan dengan adat-istiadat dan gambaran kesopansantunan masyarakatnya. Penelitian ini terfokus pada masalah yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah makna emotif pepatah dalam Bahasa Melayu Serdang?
Universitas Sumatera Utara
2.Perangkat dan makna emotif manakah yang dominan dalam pepatah masyarakat Melayu Serdang?
1.5. Tujuan Penelitian Penulisan penelitian ini bertujuan: 1.Mendeskripsikan makna emotif pepatah Bahasa Melayu Serdang ditinjau dari aspek makna. 2. Mendeskripsikan makna emotif dan perangkat emotif mana yang paling dominan dalam pepatah BMS.
1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1. Manfaat Teoretis: Temuan atau hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti: 1. Sebagai bahan rujukan penelitian yang berhubungan dengan Sastra Melayu dalam kajian Linguistik. 2. Sebagai satu rekaman objektif yang dapat digunakan sebagai studi perbandingan antara Bahasa Melayu Serdang dan bahasa daerah lain di Indonesia. 3. Sebagai masukan kepada pemerintah setempat untuk menghidupkan kembali kebiasaan masyarakat menggunakan pepatah dalam kehidupan mereka.
Universitas Sumatera Utara
1.6.2. Manfaat praktis : Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi remaja untuk menyadari dan menerapkan pepatah yang dibuat dalam bentuk Muatan Lokal sebagai salah satu mata pelajaran tambahan di sekolah; Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, atau Sekolah Menengah Atas, bagi orang tua dan Ketua Adat pepatah nasihat disosialisasikan sebagai acuan pedoman hidup; dalam bergaul, dan bersopan santun dalam berbahasa agar membangun karakter dan moral berbahasa, berbudaya dan adat-istiadat seperti pepatah mengatakan “Adat Menunjukkan Bangsa”.
Universitas Sumatera Utara