1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penanaman modal (Investasi) pada dasarnya merupakan kebutuhan bagi setiap daerah, karena tidak ada suatu daerah yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang panjang. Setiap daerah selalu mempunyai keterbatasannya sendiri sehingga membutuhkan kerjasama dengan pihak lain1. Mengingat bahwa investasi itu adalah suatu kebutuhan, maka setiap daerah seharusnya mampu mengelola investasi sebagai suatu harapan baru. Harapan baru dalam konteks menuju suatu masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. Hal itu pasti akan menjadi kenyataan apabila sumber daya yang tersedia dapat dikelola dengan baik dan cerdas dalam suatu tata kelola yang bertanggung jawab dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang jelas, adil dan ditaati semua pihak. Kecenderungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus tantangan dan peluang baru bagi proses pembangunan didaerah. Dalam era kondisi persaingan antar pelaku ekonomi yang semakin tajam ini, tiap pelaku ekonomi dituntut untuk menerapkan dan mengimplementasikan strategi bersaing yang tepat secara efisien dan efektif. 1
Sri Redjeki Hartono,2004, Prospek Penanaman Modal Asing dan Pembaharuan Perangkat Hukum yang akomodatif, di sampaikan pada Seminar Nasional “Prospek dan Peluang Investasi di Era Otonomi Daerah” Dies Natalis Universitas Negeri Semarang XXXIX
1
2
Bagi
pemerintah
daerah,
persaingan
yang
semakin
tajam
ini,
memunculkan beban tugas yang lebih berat. Secara umum, beban tugas yang harus dipikul oleh daerah adalah menyiapkan daerahnya sedemikan rupa sehingga mampu menjadi wadah bagi pertum buhan dan perkembangan investasi. Berlakunya
U ndang-Undang
Nomor
23
Tahun
2014
tentang
Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peratura n Pemerintah Pengganti U ndang-Undang N omor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan A tas Undang-Undang N omor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada substansinya telah memperluas wewenang daerah, termasuk hal-hal yang menjadi sumber-sumber pendapatan daerah. Sebab, dengan demikian maka pemerintah daerah mempunyai perimbangan keuangan dengan pemerintah pusat. Dengan demikian, diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan pembangunan dan mengontrol perekonomian daerah melalui pendapatan pendapatan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk mengambil kebijakan dalam mendorong dan mengatur mengenai penanaman modal (investasi) di daerah. Oleh karena itu, penanam modal (investor) baik modal asing (PM A) maupun modal dalam negeri (PM DN) perlu dipersia pkan dengan baik dan secara stimulan. Sejak dari sumber daya yang belum diolah sampai dengan kesiapan tenaga kerja serta keamanan dan keselamatan para investor dan aset aset yang dipergunakan dalam investasi, dan yang tak kalah pentingnya adalah
3
perangkat hukum yang mampu menjamin kepastian dan perlindungan hukum dari awal sampai batas waktu melakukan kegiatan investasi. Dalam rangka menghadapi perubahan perekonom ian global, telah diterbitkan Undang-U ndang penanaman modal yang baru Nomor 25 Tahun 2007 dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), yang menggantikan Undang-Undang Penanaman M odal A sing Nomor 1 Tahun 1967 Jo Undang Undang N omor 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang Penanaman M odal Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1968 Jo U ndang-U ndang Nomor 12 Tahun 2
1970 memberi kemudahan bagi pelaksanaan penanaman modal (investasi) . Dengan undang-undang Nom or 25 Tahun 2007 tentang Penanaman M odal ini diharapkan Indonesia pada umumnya dan Kabupaten Belitung pada khususnya dapat mengundang investasi yang lebih besar da ri pihak swasta, mengingat undang-undang ini mengadakan pengaturan yang lebih menarik bagi investasi, terutama dengan diamanatkannya sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dengan prosedur yang serba mudah, murah, cepat, transparan dan terjangkau. Kabupaten Belitung merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang termasuk rangkaian kepulauan di bagian barat nusantara. Kabupaten Belitung luas seluruhnya 229.369 ha atau kurang lebih 2.293,69 km². Pada peta dunia pulau Belitung dik enal dengan nama BILLITONIT yang bergaris tengah Timur-Barat ± 79 km dan garis tengah Utara-Selatan ± 77 km. Dengan batas wilayah sebelah Utara berbatasan
2
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Koordinasi Penanaman M odal, M odul 2008, Undang – Undang dan Kebijakan Penanaman M odal
4
dengan Laut Cina Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Belitung Timur, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah 3
Barat berbatasan dengan Selat Gaspar . Kabupaten Belitung merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 98 buah pulau besar dan kecil, mempunyai iklim tropis dan basah dengan keadaan tanah umumnya didom inasi oleh kwa rsa dan pasir, batuan aluvial dan batuan granit. Kabupaten Belitung memiliki berbagai jenis potensi unggulan, mulai dari sektor Pariwisata, Kelautan dan Perikanan, Perhubungan, Pertanian dan Kehutanan, Pertambangan, Industri dan Perdagangan yang didukung o leh keanekaragaman seni budaya dan panorama yang indah yang kesemuanya belum tergarap dengan baik, yang apabila dikaji lebih mendalam akan melahirkan suatu potensi untuk meningkatkan investasi di Kabupaten Belitung. Fenomena yang cukup menarik dari struktur perekonomian di Kabupaten Belitung yaitu peranan sektor primer yang terdiri dari sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian masih dominan bagi perekonomian di Kabupaten Belitung. Oleh karena itu diperlukan kebijakan kebijakan
Pemerintah
Kabupaten
Belitung
untuk
menitikberatkan
pembangunan ekonomi disektor dom inan yang bermasa depan cerah, seperti sektor pariw isata. Selain itu Pemerintah Daerah perlu beupaya menggali potensi-potensi sumber daya yang mempunyai prospek menjanjikan dimasa yang akan datang. Sehingga dengan demikian kesejahteraan penduduk akan 3
Tanjungpandan, Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Belitung dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung, Belitung dalam Angka Belitung In Figures 2012, hlm.1.
5
lebih cepat tercapai, tentunya dengan distribusi yang merata pada setiap 4
lapisan masyarakat . Keadaan investasi di Kabupaten Belitung yang dari tahun ke tahun tidak banyak perubahan, seharus nya memicu Pemerintah Daerah untuk terus menerus melakukan pembinaan, pemantauan dan pengawasan serta evaluasi terhadap perkembangan investasi di Kabupaten Belitung. Berbagai kendala yang di hadapi Pemerintah Kabupaten Belitung untuk meningkatkan investasi di Kabupaten Belitung diantaranya infrastruktur yang kurang maksimal contohnya ketersediaan listrik, persoalan lahan yang sering terjadi tumpah tindih maupun persoalan ganti rugi lahan, kepastian hukum, interaksi Pemerintah Daerah dengan pelaku usaha atau pun masalah pelayanan perizinan yang kurang maksimal. Begitu banyak kendala yang dihadapi investor untuk menanamkan modalnya atau meluaskan usahanya di Kabupaten Belitung, walaupun pada kenyataannya daerah ini memiliki potensi sumber daya alam yang cukup b esar untuk dikelola. Untuk mengatasi kendala-kendala diatas, guna meningkatkan perekonomian daerah di Kabupaten Belitung banyak langkah yang harus diambil oleh Pemerintah Daerah diantaranya adalah dengan memaksimalkan peran dari Badan Penanaman M odal dan P elayanan Perizinan Terpadu (BPM PPT),serta menjamin keamanan dan kepastian hukum kepada para investor, promosi yang maksimal terhadap potensi daerah, kerjasama yang baik dengan antar daerah, serta tidak kalah pentingnya juga adalah kerjasama
4
Tanjungpandan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung, Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha Kabupaten Belitung 2013 ,BAB I-1.
6
yang baik antara pemerintah daerah dan masyarakarat dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah, dalam hal mengelola sumber daya alam yang ada. Dengan ditunjang oleh baiknya pelayanan Badan Penanaman M odal dan Pelayanan Perizinan Terpadu di Kabupaten Belitung dapat m emberikan peluang besar kepada tiap daerah untuk meningkatkan pendapatan daerahnya, diharapkan investasi di Kabupaten Belitung juga akan semakin meningkat dari waktu kewaktu. U ntuk itu penulis ingin melakukan penelitian mengenai Pengaturan Perizinan oleh B adan Penanaman M odal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Belitung dalam rangka meningkatkan iklim investasi di Kabupaten Belitung.
B. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan sehingga menarik untuk dilakukan penelitian adalah : 1. Bagaimanakah proses pengaturan perizinan yang dilakukan oleh Badan Penanaman M odal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPM PPT) di Kabupaten Belitung ? 2. Apakah dengan terbentuknya Badan Penanaman M odal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPM PPT) dapat meningkatkan iklim Kabupaten Belitung ?
investasi di
7
C. Keaslian Penelitian P enelitian
dengan
topik
P engaturan
Perizinan
oleh
Badan
Penanaman M odal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPM PPT) dalam rangka meningkatkan investasi di Kabupaten Belitung sejauh pengam atan penulis telah banyak diteliti oleh peneliti sebelum nya, akan tetapi pada obyek penelitian yang berbeda, dim ana penelitian ini sifatnya hanya m elengkapi penelitian sebelum nya.
D. Faedah Penelitian A dapun faedah dari penelitian ini, antara lain : 1. Sebagai bahan masukan bagi para praktisi hukum dan masyarakat pada umumnya bahwa hukum harus diberdayakan disemua lini termasuk penegakan hukum di bidang investasi. 2. Sebagai informasi tentang bagaimana peran pemerintah daerah da lam memberikan jaminan rasa aman dan kepastian hukum bagi pihak -pihak yang akan menanamkan modalnya di Kabupaten Belitung. 3. Sebagai bahan literatur bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian sejenis. 4. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar M ag ister Hukum Bisnis Program Pasca Sarjana Universitas Gajah M ada Yogyakarta Tahun 20 15. .
8
E. Tujuan Penelitian S esuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini dapat diperinci sebagai berikut :
1. M engetahui pengaturan perizinan yang di lakukan o leh Badan Penanaman M odal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPM PPT) dalam rangka meningkatkan investasi di Kabupaten Belitung. 2. (BPM PPT) Kabupaten Belitung dalam upaya meningkatkan investasi di Kabupaten Belitung.