BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mobilitas penduduk di era globalisasi memberikan dampak positif dan negatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Teknologi informasi memberikan pengaruh yang besar kepada setiap orang untuk melakukan perjalanan ke berbagai tempat di dunia. Setiap orang berhak untuk melakukan perjalanan ke daerah lain baik dalam satu negara maupun ke negara lain. Berbagai macam motifasi seseorang melakukan perjalanan antara lain adalah untuk bekerja, berwisata, sekolah, tugas negara, dan lainnya. Tingkat kejenuhan manusia dewasa ini menciptakan peluang yang sangat menguntungkan terhadap perkembangan aspek pariwisata. Seseorang dapat mencapai kesenangan, kepuasan, kesehatan yang lebih baik, dan kualitas hidup yang lebih meningkat dengan berwisata. Perjalanan wisata dapat dilakukan dalam satu negara atau sering disebut dengan wisata domestik, dan dapat dilakukan dengan melakukan wisata ke luar negeri. Bagi seseorang yang melakukan perjalanan wisata ke negara lain maka orang tersebut harus memenuhi syaratsyarat keimigrasian dari negara yang akan ditinggalkan dan syarat-syarat keimigrasian dari negara yang akan dikunjungi. Lalu lintas dan mobilitas manusia yang semakin meningkat menyebabkan peran dan fungsi imigrasi menjadi bagian yang penting dan strategis yaitu meminimalisasi dampak negatif dan mendorong dampak positif yang dapat timbul
1
2
akibat kedatangan orang asing sejak masuk, selama berada dan melakukan kegiatan di Indonesia sampai ia keluar wilayah negara.1 Upaya mewujudkan prinsip selective policy (politik saringan), diperlukan pengawasan keimigrasian terhadap orang asing. Pengawasan ini tidak hanya pada saat mereka masuk dan keluar ke dan dari wilayah Indonesia, tetapi juga selama mereka berada di wilayah Indonesia termasuk kegiatan-kegiatannya. Sebagai follow up nya, untuk kelancaran dan ketertiban pengawasan, pemerintah menyelenggarakan pendaftaran orang asing yang berada di wilayah Indonesia.2 Fungsi dan peranan imigrasi yang jelas terurai dalam Tri Fungsi yaitu sebagai Aparatur Penegak Hukum, Aparatur Sekuriti, dan Aparatur Pelayanan Masyarakat. Keimigrasian pada dasarnya melaksanakan fungsinya yang berkaitan dengan keluar masuknya subyek asing maupun domestik dari dan ke wilayah hukum RI dan keberadaan orang asing dalam wilayah Hukum RI.3 Pariwisata dan keimigrasian memiliki hubungan yang sangat erat. Seorang wisatawan dapat melakukan perjalanan wisata dari satu tempat ke tempat lain baik dalam satu wilayah kedaulatan negara maupun keluar dari suatu wilayah kedaulatan negara. Wisatawan yang berwisata ke luar wilayah kedaulatan suatu Negara berkewajiban memenuhi syarat-syarat keimigrasian yang ditentukan. Keimigrasian memiliki kewenangan dalam menentukan setiap orang berhak untuk keluar dari suatu negara dan berhak untuk masuk ke suatu negara. Salah satu
1
M. Iman Santosa, 2005, Perspektif Imigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, UI Press, Jakarta, h.45. (Selanjutnya disebut Iman Santosa I). 2 H. Abdullah Sjahrifulah (James), 1993, Memperkenalkan Hukum Keimigrasian, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.88. 3 John Sarodja Saleh, 2008, Sekuriti dan Intelijen Keimigrasian Dalam Perspektif Lalu Lintas Antar Negara, Direktorat Jenderal Imigrasi, Jakarta, h.48.
3
syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang ingin melakukan perjalanan keluar wilayah negaranya dan masuk ke wilayah Negara lain adalah wajib memiliki surat perjalanan dari negara yang akan ditinggalkan dan ijin masuk dari negara yang akan dikunjungi. Imigrasi akan selektif dalam memberikan surat perjalanan kepada seseorang yang ingin meninggalkan negaranya dengan melakukan upaya pemeriksaan terhadap seseorang tersebut dalam suatu daftar pencegahan. Seseorang yang ingin melakukan perjalanan ke luar wilayah suatu negara tidak tercatat dalam daftar pencegahan maka orang tersebut berhak mendapatkan surat perjalanan. Surat perjalanan yang diberikan oleh pihak imigrasi memuat identitas dari pemegang surat perjalanan tersebut. Tindakan yang sama juga akan dilakukan oleh pihak imigrasi dari negara yang akan dikunjungi dengan melakukan pemeriksaan dalam daftar penangkalan. Setiap orang yang ingin masuk ke wilayah negara lain dan orang tersebut termasuk dalam daftar penangkalan di negara yang akan dikunjungi maka orang tersebut tidak akan mendapatkan ijin masuk ke wilayah negara yang ingin dikunjungi. Untuk melakukan perjalanan ke luar dari suatu negara dan masuk ke negara lain maka seseorang wajib memenuhi dua syarat yaitu wajib memiliki surat perjalanan dari negara yang akan ditingalkan dan wajib mendapatkan ijin masuk dari negara yang ingin dikunjungi. Syarat tersebut bukan berarti memberikan batasan atau mengurangi hak seseorang dalam melakukan perjalanan, melainkan lebih menekankan kepada upaya dalam mewujudkan ketertiban umum dalam pergaulan internasional karena melibatkan minimal dua negara yaitu negara yang
4
ditinggalkan dan Negara yang akan dikunjungi. Hukum dalam hal ini berperan dalam menciptakan situasi yang kondusif dalam pergaulan internasional. Salah satu fungsi keimigrasian terkait dengan keberadaan orang asing adalah fungsi pengawasan yang diatur dalam Pasal 66 ayat (2) mengamanatkan bahwa pengawasan keimigrasian meliputi pengawasan, baik terhadap Warga Negara Indonesia maupun orang asing. Pasal tersebut mengandung arti bahwa imigrasi memiliki peran untuk mengawasi keberadaan Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang bertujuan agar pelanggaran yang terkait status keimigrasian tetap dapat diminimalisir. Pengawasan meliputi status terhadap seseorang mengenai status keimigrasian yang dapat diketahui melalui dokumen keimigrasian yang dimiliki oleh orang tersebut. Apabila orang asing memiliki dokumen keimigrasian berupa ijin masuk untuk berwisata namun dalam praktiknya orang asing tersebut menyalahgunakan dokumen dengan melakukan praktik bisnis di Indonesia maka pihak keimigrasian memiliki kewenangan memberikan sanksi terhadap orang asing tersebut. Warga negara adalah sekelompok orang yang berdasarkan ketentuan hukum berstatus sebagai pendukung tertib Hukum Negara. Mereka mempunyai hak-hak dari negara dan kewajiban-kewajiban tertentu terhadap negara. Berbeda dengan Warga Negara Asing, mereka bukanlah sebagai pendukung tertib hukum dari negara tersebut. Meskipun demikian, tidaklah berarti Warga Negara Asing tidak memiliki hak dan kewajiban terhadap negara tempat mereka tinggal. 4 Orang asing yang melanggar aturan keimigrasian tetap dapat dikenakan sanksi
4
Dasril Radjab, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, h.160.
5
berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku. Orang asing tidak memiliki hak imunitas terhadap hukum positif di Indonesia. Orang asing adalah Warga Negara Asing yang bertempat tinggal pada suatu negara tertentu. Dengan kata lain bahwa orang asing adalah semua orang yang bertempat tinggal pada suatu negara tertentu, tetapi ia bukan warga negara dari negara tersebut.5 Syarat keimigrasian yang harus dipenuhi pada umumnya adalah kewajiban memiliki surat perjalanan dalam bentuk paspor yang diperoleh dari negara asal orang asing dan ijin masuk ke wilayah Indonesia dalam bentuk visa. Secara substansial menurut hukum positif keimigrasian di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Jenis-jenis penumpang internasional menurut Yudanus Dekiwanto yang disampaikan dalam Bimbingan Teknis Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Tahun Anggaran 2012 terdiri dari dua jenis yaitu penumpang Warga Negara Indonesia dan penumpang Warga Negara Asing. Penumpang internasional Warga Negara Indonesia terdiri dari diplomatik, dinas, umum, kewarganegaraan ganda, SPLP (Pemulangan WNI), SPLP (urgent). Penumpang internasional Warga Negara Asing terdiri dari diplomatik (visa dinas), service (visa dinas), dual nationalities, Warga Negara Asing pemegang
5
Titik Triwulan Tutik, 2010, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.302.
6
KITAS/KITAP, UN (visa dinas), visa (B211, C312-319, D212), VKSK Ditjenim, VOA, ABTC, BVSK.6 Orang asing yang masuk ke Indonesia tidak tertutup kemungkinan memiliki kewarganegaraan lebih dari satu. Seperti orang asing yang menjadi korban pembunuhan pada bulan oktober tahun 2014 yang bernama Robert Kevin Ellis. Korban dibunuh di vila tempat tinggalnya yang berlokasi di Jalan Karang Sari, Sanur, Denpasar. Warga menemukan jenazah Robert Kevin Ellis di parit areal persawahan Kabupaten Badung pada tanggal 21 Oktober 2014. Robert Kevin ellis diketahui memiliki dua paspor setelah dalam proses penyelidikan kasus tersebut. Paspor yang dimiliki oleh Robert Kevin Ellis adalah paspor dengan kewarganegaraan Australia dan paspor dengan status kewarganegaraan Inggris. Paspor Inggris Robert Kevin Ellis ditemukan oleh pihak kepolisian pada saat penyelidikan kasus, sedangkan paspor Australia milik Robert Kevin Ellis diserahkan langsung oleh istri korban kepada pihak kepolisian setelah istri korban menyatakan bahwa suaminya merupakan warga Australia dan masuk ke Bali mengunakan Paspor Australia.7 Perbedaan pengaturan dalam konstitusi di berbagai negara dunia terkait dengan hak memperoleh kewarganegaraan menyebabkan timbulnya permasalahan kewarganegaraan. Permasalahaan kewarganegaraan yang timbul adalah status tanpa kewarganegaraan, status dwi kewarganegaraan, dan status multipatride.
6
Yudanus Dekiwanto, 2012, Tempat Pemeriksaan Imigrasi Berdasarkan UU NO. 6/2011 Tentang Keimigrasian (Bimbingan Teknis Keimigrasian Tahun Anggaran 2012). 7 Dwifantya Aquina, Bobby Andalan, 2014, Turis yang Digorok di Bali Punya Paspor Australia dan Inggris, Konsulat Jenderal Inggris dan Australia langsung mendatangi Polda Bali, Vivanews.com, Diakses tanggal 20 Juni 2015.
7
Status kewarganegaraan akan memberikan hak dan kewajiban yang melekat pada warga negara. Salah satu hak yang diberikan oleh negara terhadap warga negaranya adalah hak mendapatkan fasilitas perjalanan ke luar kedaulatan negaranya. Fasilitas pelayan yang diberikan salah satu contohnya adalah negara memberikan
surat
perjalanan
(paspor).
Seseorang
dengan
status
dwi
kewarganegaraan dapat memiliki dua paspor dari dua negara berbeda sesuai dengan hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya. Status dwi kewarganegaran merupakan sebuah permasalahan kewarganegaraan, dan akan menimbulkan masalah baru apabila seseorang pemegang paspor ganda masuk ke wilayah kedaulatan Indonesia. Status dwi kewarganegaraan telah menjadi topik yang diperdebatkan. Beberapa negara seperti Amerika, Inggris, Australia, Swiss tidak dapat memberikan batasan atau larangan mengenai status dwi kewarganegaraan. Negara-negara yang mengijinkan status dwi kewarganegaraan adalah Australia, Barbados, Belgia, Banglades, Kanada, Amerika, Inggris, Swiss, Korea Selatan, Afrika Selatan (requires permission), Mesir (requires prior permission), Yunani, Prancis, Finlandia, Jerman (requires prior permission), Irak, Itali, Israel, Irlandia, Hunggaria, Swedia, Slovenia, Serbia, Armenia, Libanon, Malta, Spanyol (allows only with certain latin American countries), Tonga, Filipina, Rumania, Sri Lanka (by retention), Pakistan (accept only 16 countries), Portugal, Turki, (requires permission).8 The concept of dual nationality means that a person is a citizen of two countries at the same time. Each country has its own citizenship laws based 8
Anonim, 2015, Dual Citizenship Countries, http://best-citizenships.com/dual-citizenshipcountries.htm., Diakses tanggal 18 Nopember 2015.
8
on its own policy. Persons may have dual nationality by automatic operation of different laws rather than by choice.9 Konsep dwi kewarganegaraan berarti bahwa seseorang memiliki dua kewarganegaraan pada saat yang sama yang dapat diperoleh secara otomatis maupun karena pilihan dari orang tersebut. Tidak semua negara menerapkan status dwi kewarganegaraan. Negaranegara yang tidak menerapkan status dwi kewarganegaraan adalah Andora, Austria, Burma, Bahrain, Jepang, Cina, Republik Ceko, Denmark, Fiji, India, Indonesia, Ekuador, Estonia, Iran, Polandia, Papua Nugini, Brunei Darusalam, Peru, Kuwait, Kenya, Kazakhstan, Cili, Kiribati, Latvia, Singapura, Slovakia, Lithuania, Kepulauan Solomon, Malaysia, Belanda, Uni Emirat Arab, Thailand, Mexico, Nepal, Venezuela, Norwegia, Zimbabwe.10 Hak terhadap status kewarganegaraan merupakan hak yang fundamental bagi setiap orang dan tidak seorang pun dapat dicabut status kewarganegaraannya secara sewenang-wenang atau ditolak untuk mengubah kewarganegaraannya yang diatur dalam Pasal 15 Universal Declaration Of Human Rights Tahun 1948. Seseorang dengan status tanpa kewarganegaraan juga diatur dalam International Convention Relating To The Status Of Stateless Persons Tahun 1954. Asas-asas
kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang diatur menurut undang-undang nomor 12 tahun 2006 antara lain asas ius sanguinis, asas ius soli, asas kewarganegaraan tungal dan asas 9
Department of State. United State of America, 2015, Dual Nationality, http://www.travel.state.gov. Diakses tanggal 18 Nopember 2015. 10 Anonim, 2015, Dual Citizenship Not Allowed, http://best-citizenships.com/dualcitizenship-countries.htm. Diakses tanggal 18 Nopember 2015.
9
kewarganegaraan ganda terbatas. Indonesia tidak menganut asas kewarganegaraan ganda secara mutlak. Fenomena yang terjadi adalah telah terjadi pembunuhan terhadap orang asing yang memiliki status dwi kewarganegaraan yang memiliki dua paspor yaitu paspor Inggris dan paspor Australia. Pengawasan terhadap orang asing diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, namun dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian tidak mengatur dengan jelas dan tegas mengenai pengawasan terhadap orang asing dengan status dwi kewarganegaraan yang memiliki paspor ganda. Pengaturan pemulangan orang asing dengan status dwi kewarganegaraan (bipatride) juga tidak diatur dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Sebagai Negara yang berdaulat, Indonesia berhak mengatur tentang kewajibannya dalam melakukan pengawasan dan menangani pemulangan orang asing dengan status dwi kewarganegaraan. Aturan yang jelas merupakan wujud dari negara hukum yang melahirkan legalitas dari setiap tindakan pemerintah. Dalam hal ini telah terjadi kekosongan hukum tentang pemulangan orang asing dengan status dwi kewarganegaraan yang memiliki paspor ganda. Peraturan perundang-undangan yang dibentuk harus memenuhi rasa keadilan bagi setiap orang yang akan merasakan dampak dari aturan tersebut. Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Secara substansial peraturan yang dibentuk harus memenuhi tiga unsur yaitu filosofis, yuridis, dan sosiologis, sehingga rasa keadilan akan terpenuhi jika aturan tersebut diberlakukan.
10
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, sangat menarik bagi penulis untuk menulis tesis yang berjudul “ Pengaturan Pemulangan Orang Asing Dengan Status Dwi Kewarganegaraan (Bipatride) Yang Memiliki Paspor Ganda.”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengawasan keimigrasian terhadap orang asing dengan status dwi kewarganegaraan (bipatride) yang memiliki paspor ganda? 2. Bagaimanakah pengaturan pemulangan orang asing dengan status dwi kewarganegaraan (bipatride) yang memiliki paspor ganda? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk membatasi ruang lingkup masalah dalam penulisan karya tulis ini agar lebih spesifik dan terfokus pada permasalahan maka untuk masalah yang pertama akan dibahas mengenai pengawasan keimigrasian terhadap orang asing dengan status dwi kewarganegaraan (bipatride) yang memiliki paspor ganda menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Untuk masalah yang kedua dalam penulisan karya tulis ini akan dibahas mengenai
pengaturan
pemulangan
orang
asing
kewarganegaraan (bipatride) yang memiliki paspor ganda.
dengan
status
dwi
11
1.4 Tujuan Penelitian Penelitian tentang Pengaturan Pemulangan Orang Asing Dengan Status Dwi Kewarganegaraan (Bipatride) Yang Memiliki Paspor Ganda ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut : 1.4.1
Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah : Untuk
mengembangkan
Ilmu
Hukum
atau
menambah
khasanah
pengetahuan di bidang Hukum Kepariwisataaan yang pada jaman sekarang Negara Indonesia mendapat perhatian dari pergaulan internasional karena memiliki destinasi wisata yang sangat banyak dan menarik, sehingga memiliki mobilitas yang tinggi dalam lalu lintas orang asing untuk masuk dan keluar wilayah Negara Republik Indonesia. 1.4.2
Tujuan Khusus Tujuan khusus dari pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah :
1. Untuk mengkaji, menginterpretasi dan menganalisa pengawasan terhadap orang asing dengan status dwi kewarganegaraan (bipatride) yang memiliki paspor ganda. 2. Untuk mengkaji, menginterpretasi, mensistematisasi, menganalisa, dan mengkonstruksikan pengaturan pemulangan orang asing dengan status dwi kewarganegaraan (bipatride) yang memiliki paspor ganda. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :
12
1.5.1
Manfaat Teoritis Penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan pemikiran dalam pembenahan peraturan perundang-undangan secara substansial terkait dengan pengaturan pemulangan orang asing dengan status dwi kewarganegaraan (bipatride) yang memiliki paspor ganda, sehingga keadilan dan kepastian hukum terhadap orang asing dapat terwujud. 1.5.2
Manfaat Praktis Manfaat Praktis dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah diharapkan
mampu memberikan sumbangan pemikiran sebagai bahan pertimbangan bagi akademisi, mahasiswa, dan praktisi hukum yang berwenang dalam hal pemulangan orang asing dengan status dwi kewarganegaraan (bipatride) yang memiliki paspor ganda. 1.6 Orisinalitas Penelitian Upaya pembentukan
suatu karakter anti
plagiat adalah dengan
memaparkan beberapa karya tulis dalam bentuk tesis yang pernah dibuat oleh beberapa penulis terdahulu yang berkaitan dengan pembahasan pada karya tulis ilmiah ini. Penelitian ini menampilkan tiga buah karya tulis dalam bentuk tesis yang memiliki relevansi dengan pembahasan karya tulis ilmiah ini yaitu : 1) Tesis karya Lucky Agung Binarto
(mahasiswa program Magister Ilmu
Hukum Universitas Diponegoro Semarang), Tahun 2006, yang berjudul “Pelaksanaan Penyidikan Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Imigrasi Dalam Rangka Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran
13
Undang-Undang Keimigrasian ” dalam tesis ini dikemukan
3 rumusan
masalah yaitu : 1. Bagaimanakah Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil keimigrasian Ditjen Imigrasi Dalam Rangka Penegakan Hukum Pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian ? 2. Kendala-kendala apakah yang dialami oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil keimigrasian dalam melaksanakan tugas penegakan hukum terhadap pelanggaran di bidang keimigrasian? 3. Hal-hal apakah yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan formulatif tentang kewenangan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil agar penegakan hukum terhadap pelanggaran keimigrasian lebih optimal ? Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil bahwa pelaksanaan penyidikan pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian yang dilakukan oleh PPNS keimigrasian dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur KUHAP. Sebagian besar pelaku pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian dikenakan sanksi yang bersifat tindakan administratif. Pelaku pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian yang diperiksa dan dijatuhi pidana oleh pengadilan, jumlahnya sangat sedikit. Kendalanya adalah berkaitan dengan pengalokasian anggaran yang masih belum memadai, sumber daya manusia yang masih belum memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, koordinasi yang belum baik antara Kepolisian dengan Kejaksaan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan formulatif tentang kewenangan penyidikan oleh Penyidik
14
Pegawai Negeri Sipil agar penegakan Hukum terhadap pelanggaran keimigrasian lebih optimal adalah : 1. Cakupan wewenang PPNS keimigrasian perlu diperluas, setidak-tidaknya sama dengan kewenangan penyidik Polri. 2. Pemberian penjelasan yang lebih rinci terhadap kewenangan PPNS berupa “melakukan tindakan lainnya menurut hukum”. 3. Mekanisme penyelesaian permasalahan berkas yang berlarut-larut dalam pemeriksaannya oleh Kejaksaan. 4. Perumusan secara tegas dan jelas pejabat mana yang bertanggung jawab sebagai pengendali atau sebagai the top law enforcement officer, khususnya dalam penegakan Hukum Undang-Undang Keimigrasian. 2) Tesis karya Najarudin Safaat (mahasiswa program pasca sarjana Universitas Indonesia), Tahun 2008, yang berjudul “Analisis Penegakan Hukum Keimigrasian Pada Kantor Imigrasi Klas I Khusus Soekarno Hatta Berdasarkan Undang-Undang keimigrasian dan Hukum Acara Pidana” dalam tesis ini dikemukan dua rumusan masalah yaitu : 1. Bagaimana penegakan hukum di bidang keimigrasian menurut UndangUndang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ? 2. Bagaimana meningkatkan penegakan hukum di bidang keimigrasian dari sistem penegakan hukum pada Kantor Imigrasi Klas I Khusus Soekarno Hatta
menurut
Undang-Undang Nomor
9
Tahun
1992
tentang
15
Keimigrasian dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ? Hasil dari penelitian ini adalah dalam mewujudkan sistem penegakan Hukum Keimigrasian memerlukan adanya substansi hukum dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Kendala di dalam penegakan Hukum Keimigrasian karena tidak ada sinkronisasi masingmasing sub sistem di dalam sistem penegakan Hukum keimigrasian, hal tersebut dapat diminimalisir dengan adanya sinkronisasi aturan substansi hukum yang bersifat lex specialis dengan aturan substansi hukum yang bersifat lex generalis untuk meningkatkan sistem penegakan Hukum Keimigrasian. Penegakan Hukum Keimigrasian pada Kantor Imigrasi Klas I Khusus Soekarno Hatta lebih dititik beratkan pada tindakan keimigrasian dibandingkan dengan proses pengadilan. Hal ini disebabkan karena tidak diberdayakannya Penyidik Pegawai Negeri Sipil Imigrasi secara optimal. 3) Tesis karya Ratna Wilis (mahasiswa sekolah pasca sarjana Universitas Sumatra Utara), Tahun 2009, yang berjudul “Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Terhadap Ijin Tinggal Orang Asing di Indonesia (Studi Wilayah Kantor Kelas I khusus Medan)” dalam tesis ini dikemukan tiga rumusan masalah yaitu : 1. Bagaimanakah pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia? 2. Bagaimanakah sistem pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang dilakukan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan?
16
3. Bagaimanakah penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay)? Adapun kesimpulan dan saran penelitian ini adalah upaya adanya pembaharuan sistem penegakan Hukum Keimigrasian juga harus diikuti dengan pembaharuan Hukum Acara Penegakan Hukum Keimigrasian baik terhadap pelanggaran yang termasuk pelanggaran pidana dan pelanggaran administratif. Pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian terhadap perbuatan melampaui batas waktu izin tinggal dilaksanakan dalam dualisme sistem penegakan Hukum yaitu didasarkan pada Hukum Pidana dan Hukum Administratif. Sistem pengawasan keimigrasian oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan yaitu pengawasan administrasi diatur dalam Pasal 40 huruf a, b, d dan e Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992, dan pengawasan operasional diatur dalam Pasal 40 huruf c dan e Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1992. Penindakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian terhadap perbuatan melampaui batas waktu izin tinggal (overstay) dilaksanakan dalam dualisme sistem penegakan hukum yaitu didasarkan pada Hukum Pidana dan Hukum Administratif, pelaksanaan penegakan hukum yang demikian itu mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hukum dalam penindakan pelanggaran melampaui batas waktu izin tinggal. 1.7 Landasan Teoritis Untuk menganilisis permasalahan dalam karya tulis ilmiah ini, adapun teori dan konsep hukum yang digunakan adalah :
17
1) Teori Negara Hukum Definisi Hukum menurut Immanuel Kant yang dikutip oleh Achmad Ali dalam bukunya yang berjudul Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence)
Termasuk
Interprestasi
Undang-Undang
(Legisprudence) menyatakan bahwa Hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi, dimana terjadi kombinasi antara keinginan-keinginan pribadi seseorang dengan keinginan-keinginan pribadi orang lain, sesuai dengan hukum umum tentang kemerdekaan.11 Republik Indonesia ialah Negara Hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menjamin segala warga negara bersaman kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Penghayatan, pengamalan, dan pelaksanaan Hak Asasi Manusia maupun hak serta kewajiban warga negara untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditingalkan oleh setiap warga negara, setiap penyelenggara negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah.12 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 mengamanatkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Segala kegiatan dalam penyelenggaraan negara harus berdasarkan atas hukum. Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan atas hukum dengan tujuan menciptakan keadilan dan
11
Achmad Ali, 2012, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, h.420. 12 Giri Hariyanto, 2009, Penyidikan Tindak Pidana Keimigrasian Dalam Tata Cara Hukum Acara Pidana, PT. Reza Prima, Jakarta, h. 1.
18
melindungi hak hak rakyat. Hukum akan melindungi hak-hak rakyat dan mampu mengendalikan pejabat negara dalam melaksanakan tugasnya. Penyelenggaraan pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila ada aturan hukum yang mengaturnya. Penyelenggaran pemerintahan yang berdasarkan atas hukum akan menciptakan suatu keadaan yang tenteram, adil, dan sejahtera. Keadaan yang tenteram, adil, dan sejahtera dapat diwujudkan karena telah dijaminya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Negara hukum modern memberi perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang dituangkan dalam konstitusi. Konstitusi dalam Negara Hukum secara garis besar mengatur mengenai perlindungan
Hak
Asasi
Manusia,
kewenangan
pejabat
negara
dalam
melaksanakan tugasnya, pembagian atau pemisahan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan judikatif. Konsep Negara Hukum juga disebut sebagai Negara konstitusional atau constitutional state, yaitu negara yang dibatasi oleh konstitusi. Gagasan Negara Demokrasi atau kedaulatan rakyat disebut pula dengan istilah constitutional democracy yang dihubungkan dengan pengertian Negara Demokrasi yang berdasarkan atas hukum.13 Immanuel Kant, dalam bukunya Methapysiche Anfangsgrunde der Rechtslehre, mengemukakan konsep negara hukum liberal. Kant mengemukakan paham negara hukum dalam arti sempit, yang menempatkan fungsi recht pada staat, hanya sebagai alat perlindungan hak-hak individual dan kekuasaan negara diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan 13
Jimlly Asshiddiqie, 2011, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.281. (Selanjutnya disebut Jimly Asshiddiqie I).
19
masyarakat. Paham Kant ini terkenal dengan sebutan nachtvakerstaat atau nachtwachterstaat.14 Kerangka pemikiran Negara Hukum (Rechtstaats gedachte) merumuskan bahwa adanya peradilan administrasi pada hakekatnya merupakan suatu akibat atau konsekuensi logis dari asas bahwa pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang (wetmatigheid van het bestuur), bahkan dalam pengertian lebih luas lagi, yaitu harus didasarkan pada hukum (rechtmatigheid).15 Negara Hukum Formal adalah Negara Hukum yang mendapat pengesahan dari rakyat. Segala tindakan penguasa yang memerlukan bentuk hukum tertentu, harus bedasarkan Undang-Undang. Negara Hukum formal ini disebut pula dengan Negara demokratis yang berlandaskan Negara Hukum. F.J. Stahl menyusun Negara Hukum formal dengan unsur-unsur utamanya sebagai berikut :16 a. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia. b. Pembagian kekuasaan berdasarkan trias politica. c. Pemerintahan didasarkan pada undang-undang. d. Adanya Peradilan Administrasi Negara. Ide sentral Negara Hukum adalah pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia yang bertumpu atas prinsip kebebasan dan persamaan. Undang-Undang Dasar akan memberikan jaminan konstitusional terhadap asas kebebasan dan persamaan. Adanya pembagian kekuasaan dimaksudkan untuk
14
Muhamad Tahir Azhari, 1992, Negara Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, h. 73. Selo Soemardjan, 1993, Hukum Kenegaraan Republik Indonesia, Antara Teori, Tatanan, dan Terapan (Untuk Memperingati Kelahiran Almarhum Prof. Djokosoetono, SH), PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta, h. 129. 16 H. Murtir Jeddawi, 2012, Hukum Administrasi Negara, Total Media, Yogyakarta, h. 50. 15
20
menghindarkan penumpukan kekuasaan dalam satu tangan yang sangat cenderung kepada penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), berarti pemerkosaan terhadap kebebasan dan persamaan. Rechtstaat memiliki karakter tersendiri. Karakter yang memiliki struktur dalam menjalankan pemerintahan. Adanya pemisahan kekuasaan antara pembentuk undang-undang, pelaksana undangundang, dan aparat penegak hukum terhadap undang-undang tersebut. Batasan pemisahan tersebut diatur dalam konstitusi. Hak Asasi Manusia menurut Rudi M. Rizki yang dikutip oleh Wagiman dalam buku yang berjudul Hukum Pengungsi Internasional menyatakan bahwa :17 Hak Asasi Manusia memuat beberapa prinsip diantaranya universal, tidak dapat dicabut dengan cara apapun, integral, kesetaraan serta tanpa diskriminasi. Hukum Hak Asasi Manusia Internasional dimaksudkan sebagai hukum mengenai perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang dilindungi secara internasional dari pelanggaran, terutama yang dilakukan pemerintah atau aparat suatu negara. Mengacu
pada
Prinsip
Limburg
mengenai
pelaksanan
Kovenan
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Pasal 4 angka 49 mengatur bahwa undang-undang yang menetap pembatasan tentang pelaksanaan hak ekonomi, sosial dan budaya seharusnya tidak bersifat sewenang-wenang atau tidak masuk akal atau diskriminatif.18 Hal tersebut diatas mengandung konsekuensi bahwa sebuah aturan yang diberlakukan di dalam suatu negara tidak boleh secara sewenang-wenang dengan alasan pembenaran bahwa suatu negara memiliki kekuasaan otoriter untuk menguasai setiap orang yang ada di wilayah negaranya.
17 18
773.
Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, h. 26. A. Eide et.al, 2001, Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Brill Academic Publishers, h.
21
Ricardo Gosalbo menyatakan bahwa :19 The idea of the rule of law has ancient roots in European political thought. It appeared as a rule of restraint in the exercise of political power by subjecting it to certain abstract principles. A “horizon of meaning of the rule of law” was elaborated by ancient Greek philosophers concerned about the potential for a democratic government to degenerate into a tyranny. The idea was already put into practice in Athens during the fifth Century B.C. where the Magistrates of the Polis, the democratic political community, could be charged with violations of the law by private citizens. Gagasan tentang Konsep Negara Hukum berasal dari aturan hukum memiliki akar kuno pemikiran politik Eropa. Arti rule of law diuraikan oleh filsuf Yunani kuno yang prihatin tentang potensi demokratis merosot ke tirani. Konsep rule of law sudah dipraktekan di Athena dalam perwujudan masyarakat politik yang demokratis. Sistem Anglo Saxon tidak mengenal adanya konsep rechtstaat tetapi mengenal istilah rule of law yang dikemukakan oleh A.V. Dicey, yang meliputi :20 1. Supremasi hukum (supremacy of law). 2. Persamaan di hadapan hukum (equality before the law). 3. Konstitusi yang didasarkan pada hak-hak perorangan (the constitution based on individual rights). Perumusan unsur-unsur Negara Hukum dalam sistem Eropah Kontinental dan Anglosakson tidak terlepas dari falsafah dan sosio politik yang melatar belakanginya, terutama pengaruh falsafah individualisme, yang bertumpu pada kebebasan (liberty) individu dan hanya dibatasi oleh kehendak bebas pihak lain termasuk bebas dari kesewenang-wenangan penguasa.21 Hak Asasi Manusia memiliki hubungan yang erat dengan Teori Negara Hukum seperti yang dikutip
19
Ricardo Gosalbo, 2010, The Significance Of The Rule Of Law And Its Implications For The European Union And The United States, University Of PittSburgh Law Review, h. 232. 20 Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, 1983, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 113. 21 Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 5.
22
dalam buku yang berjudul Human Rights Good Governance and Civil Society yang menjelaskan bahwa component of a human rights culture is the principle of the rule of law. The principle has several parts : the law must be applied to all, including government, equally-and it must be seen to do so, there must be effective means of enforcement, and the law must be applied impartially and consistenly by independent and competent judges.22 Penjelasan UUD 1945 mengatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum (rechtstaat) dan bukan negara kekuasaan (machtstaat). Kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan kita diatur oleh kaidah-kaidah hukum yang pada dasarnya berkesamaan (equality before the law). Tidak ada orang yang diatas hukum, tidak ada perbuatan yang di luar ketentuan hukum, artinya semua gerak langkah kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan hanya sah jika berlandaskan hukum positif yang berlaku. 23 Konsep rechtstaat yang dianut oleh Negara Indonesia bukan Konsep Negara Hukum Barat (Eropa kotinental) dan bukan pula konsep rule of law dari Anglo-Saxon, melainkan konsep Negara Hukum Pancasila sendiri dengan ciri-ciri : (1) ada hubungan yang erat antara agama dan negara; (2) bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa; (3) kebebasan beragama dalam arti positif; (4) ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang;(5) asas kekeluargaan dan
22
National Commission on Human Rights, 2000, Human Rights Good Governance and Civil Society, Sanic Offset, Bandung, h. 63. 23 T. Mulya Lubis, 1987, Hak Asasi Manusia dan Pembangunan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, h. 85.
23
kerukunan. Adapun unsur-unsur pokok Negara Hukum RI : (1) Pancasila; (2) MPR; (3) sistem konstitusi; (4) persamaan; (5) peradilan bebas.24 Dua hal yang perlu diperhatikan dalam Negara Hukum Pancasila ; (1) kebebasan beragama harus mengacu pada makna yang positif sehingga pengingkaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa (ateisme) ataupun sikap yang memusuhi Tuhan Yang Maha Esa tidak dibenarkan, seperti terjadi di negaranegara komunis yang membenarkan propaganda anti agama; dan (2) ada hubungan yang erat antara negara dan agama, karena itu baik secara rigid atau mutlak maupun secara longgar atau nisbi Negara Republik Indonesia tidak mengenal doktrin pemisahan antara agama dan negara, karena doktrin semacam ini sangat bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.25 2) Teori Perundang-undangan Teori perundang-undangan (gesetzgebungstheorie), berorientasi pada mencari
kejelasan
(begripsvorming
dan dan
kejernihan
makna
begripsverheldering),
atau dan
pengertian-pengertian bersifat
kognitif
(erklarungsorientiert).26 Pengertian peraturan perundang-undangan Menurut Bagir Manan yang dikutip Oleh Maria Farida Indrati S dalam buku karangannya yang berjudul Ilmu Perundang-undangan adalah sebagai berikut :27 1. Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum.
24
Muhammad Tahir Azhary, 2010, Negara Hukum : Suatu Studi Tentang Prinsipprinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 97. 25 Ibid, h. 98. 26 Maria Farida Indarti S, 2007, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, h. 8. 27 Ibid, h. 10.
24
2. Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, status atau suatu tatanan. 3. Merupakan peraturan yang mempunyai ciri-ciri umum-abstrak atau abstrak-umum, artinya tidak mengatur atau tidak ditujukan pada obyek, peristiwa atau gejala konkret tertentu. 4. Dengan mengambil pemahaman pada kepustakaan Belanda, peraturan perundang-undangan lazim disebut dengan wet in materiele zin, atau sering juga disebut dengan algemeen verbindende voorschrift yang meliputi antara lain : de supranationale algemeen verbindende voorschriften, wet AMvB, de Ministeriele verordening, de gemeentelijke raadsverordeningen, de provincial staten verordeningen. Pembuatan hukum yang dilakukan secara sengaja oleh badan yang berwenang untuk itu merupakan sumber yang bersifat hukum yang paling utama. Kegiatan dari badan tersebut disebut sebagai kegiatan perundang-undangan yang menghasilkan substansi yang tidak diragukan lagi kesalahannya. 28 Perundang-undangan suatu negara merupakan kesatuan, artinya tidak sebuah pun dari peraturan tersebut dapat ditafsirkan seolah olah berdiri sendiri.29 Undang-undang dapat dibagi dalam dua tingkatan, yaitu undang-undang dalam tingkatan yang lebih tinggi dan undang-undang dalam tingkatan yang lebih rendah. Secara hierarki, susunan dan tingkatan undang-undang adalah dimulai dari ketentuan yang lebih tinggi baru secara berturut-turut disusul dengan tingkatan undang-undang yang lebih rendah.30 Undang-undang yang bermartabat lebih tinggi dari undang-undang biasa disebut Undang-undang Dasar (UUD) yang di dalam bahasa belanda disebut grondwet.31
28
Bambang Sutiyoso, 2006, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan Berkeadilan, UII Press , Yogyakarta, h.43. 29 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, 2008, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, PT Alumni, Bandung, h.10. 30 Chainur Arrasjid, 2006, Dasar Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.54. 31 Hilman Hadikusuma, 2010, Bahasa Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, h.45.
25
Menurut I. C van der Vlies dalam buku karangan Maria Farida Indarti S yang berjudul Ilmu Perundang-undangan, pembentukan peraturan negara yang baik (beginselen van behoorlijke regelgeving) membagi ke dalam asas formal dan material.32 Asas formal terdiri dari : a. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling). b. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ). c. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel). d. Asas dapatnya dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid). e. Asas consensus (het beginsel van consensus). Asas material meliputi : a. Asas mengenai terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke terminology en duidelijke systematiek). b. Asas tentang dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid). c. Asas perlakuan yang sama dalam Hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel). d. Asas kepastian Hukum (het rechtszekerheidsbeginsel). e. Asas pelaksanaan Hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van de individuele rechtsbedeling). Bertolak dari pemikiran yang hanya mengakui undang-undang sebagai hukum, maka Kelsen mengajarkan adanya grundnorm yang merupakan induk yang melahirkan peraturan-peraturan hukum, dalam suatu tatanan sistem hukum tertentu. Jadi antara grundnorm yang ada pada tata hukum A, tidak mesti sama dengan grundnorm pada tata hukum B. Grundnorm ibarat bahan bakar yang menggerakan seluruh sistem hukum. Grundnorm memiliki fungsi sebagai dasar mengapa hukum itu ditaati dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan hukum. 33 Peraturan hukum keseluruhannya diturunkan dari norma dasar yang berada di puncak piramid, dan semakin kebawah semakin beragam dan menyebar. Norma dasar teratas adalah bersifat abstrak dan semakin kebawah semakin konkret. 32 33
Maria Farida Indarti S, Op.Cit, h.253. Achmad Ali, Op. Cit, h. 62.
26
Dalam proses itu, apa yang semula berupa sesuatu yang “seharusnya”, berubah menjadi sesuatu yang dapat dilakukan.34 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengamanatkan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan
yang
mencakup
tahapan
perencanaan,
penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Peraturan perundang–undangan yang dibuat merupakan aturan tertulis yang dibuat oleh pejabat negara yang berwenang dan mengandung sanksi yang tegas terhadap seseorang yang melanggar ketentuan aturan tersebut. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik menghasilkan peraturan yang tidak multitafsir. Pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus memiliki tujuan yang jelas. Aturan yang dibentuk harus mampu menciptakan rasa adil bagi seluruh rakyat dan tidak terjadi diskriminasi terhadap kaum atau golongan tertentu. Secara garis besar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus bersifat responsif yang mengandung arti bahwa peraturan perundang-undangan tersebut memang dibutuhkan oleh masyarakat. Agar suatu peraturan perundang-undangan memiliki kekuatan mengikat maka peraturan perundang-undangan harus dibentuk oleh lembaga negara. Kewenangan lembaga negara dalam membentuk peraturan perundang-undangan diatur dalam konstitusi negara tersebut. 3) Teori Kewenangan Sistem norma hukum diberlakukan berdasarkan Undang-Undang Dasar dan perangkat peraturan perundang-undangan yang secara resmi diadakan untuk
34
Ibid.
27
mengatur berbagai aspek yang berkenaan dengan penyelenggaraan kegiatan bernegara pada umumnya, akan tetapi kadang-kadang kurang terbayangkan bahwa akan ada keadaan lain yang bersifat tidak normal, dimana sistem hukum yang biasa itu tidak dapat diharapkan efektif untuk mewujudkan tujuan hukum itu sendiri.35 Norma hukum dilihat sebagai pencerminan dari kehendak masyarakat yang dilakukan dengan membuat pilihan
himpunan petunjuk hidup
yang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, karena pelangaran terhadap petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah masyarakat itu.36 Pengertian hukum sebagai norma dapat dirumuskan sebagai hukum yang baik adalah hukum yang responsif yang memiliki arti bahwa hukum yang dibentuk harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hukum yang responsif memiliki keabsahan berdasarkan pada perimbangan sistem keadilan yang bersifat substantif karena aturan-aturan tunduk pada prinsip kebijaksanaan.37 Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa :38 Bagi pemerintah dasar untuk melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan. Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga sumber yakni : atribusi, delegasi, dan mandat akan melahirkan kewenangan (bevoegdheid, legal power, competence). Dasar untuk melakukan perbuatan Hukum privat ialah adanya kecakapan bertindak (bekwaamheid) dari subyek hukum (orang atau badan hukum.
35
Jimly Asshiddiqie, 2008, Hukum Tata Negara Darurat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.1. (Selanjutnya disebut Jimly Asshiddiqie II). 36 Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, 2007, Hukum Bisnis Dalam Perspektif Modern, PT Refika Aditama, Bandung, h.9. 37 H.F. Abraham Amos, 2004, Legal Opinion Aktualisasi Teoritis dan Empiris Dengan Ekstra Suplemen Legal Audit Dan Legal Reasoning, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.39. 38 Philipus M. Hadjon, 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, introduction to the Indonesian administrative law, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h.139.
28
Wewenang pemerintah dalam melakukan tindakan salah satunya bersumber dari perintah langsung undang-undang yang disebut dengan atribusi. Atribusi akan memberikan legalitas terhadap setiap tindakan pemerintah. Legalitas juga memberikan batasan agar pemerintah tidak bertindak secara sewenang-wenang. Nomensen Sinamo menjelaskan bahwa :39 Wewenang merupakan konsep inti dalam Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, sebab dalam wewenang tersebut mengandung hak dan kewajiban, bahkan di dalam Hukum Tata Negara wewenang dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtskracht), artinya hanya tindakan yang sah (berdasarkan wewenang) yang mendapat kekuasaan hukum (rechtkracht). Berkaitan dengan kekuasaan hukum, ada dua hal yang perlu dideskripsikan, yakni berkaitan dengan keabsahan (sahnya) tindakan pemerintahan dan kekuasaan hukum (rechtskracht), kedua hal tersebut saling berkaitan. Sah adalah pendapat atau pernyataan tentang sesuatu tindak pemerintahan, sedangkan kekuasaan hukum, adalah sesuatu yang mengenai kerjanya (lingkungan dan pengaruhnya). Suatu tindak pemerintahan sah, bilamana dapat diterima sebagai suatu bagian dan ketertiban hukum, dan suatu tindak pemerintahan mempunyai kekuasaan hukum bilamana dapat mempengaruhi pergaulan hukum. Konkritnya, bahwa wewenang itu dapat mempengaruhi terhadap pergaulan hukum setelah dinyatakan dengan tegas wewenang tersebut adalah sah, baru kemudian tindak pemerintahan tersebut mendapat kekuasaan hukum. Kekuasaan pemerintah adalah kekuasaan yang dibatasi oleh wewenang yang dimiliki. Wewenang tersebut bersumber dari atribusi, delegasi dan mandat. Tindakan pemerintah memiliki legalitas jika telah berdasarkan dari hal tersebut. Sumber kewenangan memberikan batasan terhadap tindakan otoriter pemerintah. Negara yang berdaulat adalah negara yang bertindak secara sah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
39
Nomensen Sinamo, 2010, Hukum Administrasi Negara Suatu Kajian Kritis Tentang Birokrasi Negara, Jala Permata Aksara, Jakarta, h.87.
29
4) Teori Dualisme Hubungan antara Hukum Nasional dengan Hukum Internasional sering menjadi perdebatan ketika dihadapkan dalam upaya menyelesaikan suatu permasalahan. Seringkali hubungan antara Hukum Nasional dengan Hukum Internasional menimbulkan permasalahan. Anzilotti membedakan Hukum Internasional dan Hukum Nasional menurut prinsip-prinsip fundamental dengan mana masing-masing sistem itu ditentukan. Hukum Nasional ditentukan oleh prinsip atau norma fundamental bahwa perundang-undangan negara harus ditaati, sedangkan sistem Hukum Internasional ditentukan oleh prinsip pacta sun servanda, yaitu kedua sistem itu sama sekali terpisah, dan Anzilotti lebih lanjut mengatakan bahwa kedua sistem tersebut terpisah sedemikian rupa sehingga tidak mungkin akan terjadi pertentangan diantara keduanya, yang mungkin ada adalah penunjukanpenunjukan (renvois) dari sistem yang satu ke sistem yang lain, selain daripada itu tidak terdapat hubungan apa-apa mengenai teori Anzilotti ini, cukuplah mengatakan bahwa karena alasan-alasan yang telah dikemukakan, tidak benar bahwa pacta sun servanda harus dianggap sebagai norma yang melandasi Hukum Internasional, prinsip ini hanya merupakan sebagian contoh dari prinsip yang sangat luas yang menjadi akar Hukum Internasional.40
40
J.G. Starke, 2012, Pengantar Hukum Internasional 1 Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, h. 97. (Selanjutnya disebut J.G. Starke I).
30
1.8 Metode Penelitian 1.8.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif
yang mengacu pada adanya kekosongan hukum tentang pengaturan pemulangan orang asing dengan status dwi kewarganegaraan (bipatride) yang memiliki paspor ganda. Penelitian hukum normatif adalah jenis penelitian yang lazim dilakukan dalam kegiatan pengembanan Ilmu Hukum yang di Barat biasa juga disebut Dogmatika Hukum (Rechtsdogmatiek). Mochtar Kusumaatmadja dan Koesnoe menyebutnya Ilmu Hukum Positif. Philip Hadjon menyebutnya Ilmu Hukum Dogmatik. H.Ph. Visser ‘t Hooft menyebutnya Ilmu Hukum Praktikal. Bagaimana cara kerjanya sebuah ilmu, artinya apa dan bagaimana metodenya, akan ditentukan oleh apa yang dicari oleh ilmu itu, atau dengan kata lain, apa visi dan misi dari ilmu yang bersangkutan, dan terkait padanya apa yang menjadi persoalan pokok atau persoalan inti dalam ilmu tersebut.41 Ilmu Hukum atau Dogmatika Hukum adalah ilmu yang kegiatan ilmiahnya mencakup kegiatan menginventarisasi, memaparkan, menginterpretasi dan mensistematisasi dan juga mengevaluasi keseluruhan hukum posistif (teks otoritatif) yang berlaku dalam suatu masyarakat atau negara tertentu, dengan bersaranakan konsep-konsep (pengertian-pengertian), kategori-kategori, teoriteori, klasifikasi-klasifikasi, dan metode-metode yang dibentuk dan dikembangkan 41
Bernard Arief Sidharta, 2013, Penelitian Hukum Normatif : Analisis Penelitian Filosofikal dan Dogmatikal, . Dalam : Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Editor. Sulistyowati dan Shidarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, h. 142.
31
khusus untuk melakukan semua kegiatan tersebut, yang keseluruhan kegiatannya itu diarahkan untuk mempersiapkan upaya menemukan penyelesaian yuridik terhadap masalah hukum (mikro maupun makro) yang mungkin terjadi di dalam masyarakat. Ilmu Hukum secara langsung terarah untuk menawarkan alternatif penyelesaian yuridik terhadap masalah hukum konkret. Alternatif penyelesaian yang ditawarkan itu dirumuskan dalam bentuk sebuah putusan hukum yang disebut juga proposisi hukum. Proposisi hukum ini memuat penetapan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban subyek hukum tertentu yang artinya memuat kaidah hukum.42 1.8.2
Jenis Pendekatan Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan
yakni penelitian
hukum normatif, maka Jenis pendekatan yang digunakan pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah pendekatan kasus, pendekatan sejarah, pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan sistematis. Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundangundangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.43 Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk meneliti kekosongan hukum tentang pemulangan orang asing dengan status dwi kewarganegaraan (bipatride) yang memiliki paspor ganda. Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep yang digunakan terkait dengan pemulangan orang asing dengan status dwi kewarganegaraan
42
Ibid. Johnny Ibrahim, 2012, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif Edisi Revisi, Bayumedia Publishing, Malang, h. 302. 43
32
(bipatride) yang memiliki paspor ganda. Pendekatan sistematis yang dilakukan adalah dengan memperhatikan hirarki peraturan perundangan-undangan secara vertikal
dan
horizontal.
mengkonstruksikan
Pendekatan
peraturan
kasus
perundang-undangan
yang
bertujuan
Indonesia
agar
untuk dapat
digunakan sebagai dasar hukum pihak pemerintah dalam melakukan pemulangan orang asing dengan status dwi kewarganegaraan (bipatride) yang memiliki paspor ganda sebagai wujud tanggung jawab negara tentang penanganan orang asing di Indonesia. 1.8.3
Sumber Bahan Hukum Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar
yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data sekunder, sehingga seorang peneliti tidak perlu mengadakan penelitian sendiri dan secara langsung terhadap faktor-faktor yang menjadi latar belakang penelitiannya sendiri. 44 Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. 1.8.3.1 Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundangundangan dan putusan-putusan hakim.45 Dalam kaitannya dengan karya tulis ilmiah ini bahan hukum primer yang digunakan yaitu Undang-Undang Nomor 6 44
Soerjono Soekanto, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.24. 45 Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 181.
33
Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 tentang Standar Operasional Prosedur Rumah Detensi Imigrasi, dan Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor : 09/A/Kp/Xii/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah. 1.8.3.2 Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan semua publiksasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.46 Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah bersumber dari bukubuku hukum, jurnal para sarjana yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. 1.8.3.3 Bahan Hukum Tertier Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum. A good law dictionary is needed to understand the language of the law. For many years, the definitions in most law dictionaries have been almost as obscure and archaic as the terms defined.47
46
Ibid. Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research, West Group, ST. Paul, Minn, h. 10. 47
34
1.8.4
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penulisan karya ilmiah ini
adalah dengan cara mengelaborasi antara bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum yang dielaborasi adalah pasal-pasal dalam UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, dan pasal dalam Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor : 09/A/Kp/Xii/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah, dengan teori–teori dan konsep-konsep Hukum yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 1.8.5
Teknik Analisis Bahan Hukum Pada penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan teknik deskripsi, teknik
penafsiran, dan teknik konstruksi Peraturan Perundang-undangan. Teknik deskripsi yaitu menguraikan keadaan atau posisi hukum berdasarkan bahan yang telah dikumpulkan. Teknik penafsiran yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah teknik penafsiran gramatikal yaitu teknik penafsiran berdasarkan asal kata dari suatu aturan dengan tidak mengurangi maksud dan tujuan dari pembuat undang-undang dan teknik penafsiran sistematis yaitu penafsiran yang mengaitkan antara pasal yang satu dengan pasal yang lain dalam peraturan perundang-undangan. Teknik konstruksi peraturan perundang-undangan adalah melakukan analisa dengan metode penafsiran secara sistematis sesuai dengan
35
hirarki peraturan perundang-undangan dan mengkaitnya dengan konsep dan teori hukum yang relevan dengan permasalahan .