BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tindakan kekerasan atau agresivitas menjadi isu yang terus berkembang di masyarakat sehingga hampir setiap hari pemberitaan mengenai berbagai tindakan kekerasan atau agresivitas sering dijumpai di berbagai media cetak maupun media elektronik. Bukan hanya itu, bahkan beberapa acara di televisi atau adegan di film menayangkan beberapa adegan perilaku agresi seperti memukul, menembak, membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas hampir terjadi setiap hari di seluruh dunia dan seluruh lapisan masyarakat mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa, bahkan dalam lingkungan pendidikan pun terjadi tindak kekerasan. Eyefni (2011), berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat sekitar 5-10% anak usia sekolah menunjukkan perilaku agresif. Menurut Nelson, perilaku agresif pada anak-anak dan remaja sebesar 16-22%. Survei pada tahun 2004 oleh Departemen Pendidikan Jepang menyebutkan bahwa terdapat 24.898 kasus kekerasan di sekolah. Dari jumlah tersebut, 12.307 kasus terjadi di Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Di Indonesia, fenomena agresivitas di kalangan mahasiswa sering terjadi dan menjadi sorotan banyak pihak. Beberapa perilaku agresi pada mahasiswa Indonesia, seperti di Universitas Muria Kudus, dari wawancara dengan mahasiswa A pada tanggal 7 Oktober 2010. Menurut A pada hari selasa tanggal 20 Oktober 2010 telah terjadi perkelahian antara mahasiswa fakultas teknik dengan
1
2
mahasiswa fakultas hukum. Kurang tahu penyebabnya tetapi yang jelas perkelahian tersebut sampai menimbulkan adu mulut saling mengejek dan mengucapkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan, bahkan sampai melukai fisik seperti memukul dan menendang (Guswani, 2011). Fenomena lainnya yaitu aksi tawuran antar mahasiswa yang memakan korban jiwa terjadi di Surabaya, Jawa Timur, dini hari (Rabu: 09/10/2013). Aksi tawuran terjadi antara mahasiswa Timor Leste yang kuliah di Surabaya dengan sekelompok mahasiswa lainnya. Dalam tawuran tersebut dua mahasiswa tewas akibat sabetan samurai. Tawuran antar mahasiswa ini terjadi di perkampungan Klampis, Semalang Satu Surabaya. Tawuran terjadi antar dua kelompok mahasiswa yang salah satunya berasal dari Timor Leste. Tawuran ini menggemparkan warga karena dua mahasiswa tewas akibat terluka tusukan samurai. Tawuran terjadi karena korban dan pelaku yang tinggal dalam satu rumah kos tersebut terlibat perselisihan. Saat itu korban mengajak pelaku berkelahi namun berhasil dicegah oleh teman satu kos mereka. Karena dendam, Rabu dini hari tadi, mereka kembali berkelahi hingga dua korban tewas. Hingga saat ini polisi masih belum mengetahui penyebab perselisihan diantara mahasiswa tersebut. Dalam olah tempat kejadian perkara polisi menyita sebuah samurai dan sabuk bela diri. Polisi juga masih mengejar enam mahasiswa yang diduga sebagai pelakunya (www.indosiar.com). Di fakultas psikologi Universitas Mercu Buana juga pernah terjadi beberapa perilaku agresi diantaranya, pada tahun 2010 pada saat acara OPIUM (Outbound Psychology University of Mercu Buana) yang diadakan di daerah Puncak, Bogor, terjadi aksi membentak oleh senior dan alumni fakultas psikologi kepada peserta OPIUM yang merupakan mahasiswa baru fakultas psikologi
3
Universitas Mercu Buana. Kejadian ini berlangsung pada dini hari sekitar jam 3.00 hingga jam 5.00. Kejadian ini dipicu oleh kemarahan senior dan alumni yang merasa tidak diperlakukan istimewa oleh panitia acara tersebut sehingga senior dan alumni melampiaskan kemarahannya dengan membuat kacau jadwal acara yang telah disusun oleh panitia dengan cara membangunkan peserta pada dini hari dan kemudian di bentak-bentak. Kejadian lain yang masih berkaitan dengan mahasiswa fakultas psikologi Universitas Mercu Buana terjadi di dalam kampus antara mahasiswa psikologi dengan mahasiswa teknik mesin pada tahun 2011. Berawal karena salah satu mahasiswa teknik mesin tidak menerima kedatangan A dalam acara kemahasiswaan bagi jurusan teknik mesin. A adalah mahasiswa psikologi. Ia dipukuli, disiram air, dan di tonjok oleh beberapa mahasiswa teknik mesin. Kericuhan ini terjadi di depan POP (Pusat Operasional Perkuliahan). Masih pada tahun yang sama, pada acara Dunia Kampus fakultas Psikologi UMB, beberapa senior dari Himpunan Mahasiswa Fakultas Psikologi (HMFpsi) bermaksud memberikan shock teraphy dengan cara membentak mahasiswa baru yang tidak membawa barang bawaan yang diminta panitia Dunia Kampus Fakultas secara lengkap. Lalu pada tahun 2012 dalam rangka pertandingan futsal antara fakultas psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta melawan fakultas psikologi Universitas Yarsi Jakarta yang bertempat di Universitas Atmajaya Jakarta. Kericuhan terjadi di tengah-tengah pertandingan karena salah satu pemain futsal mahasiswa Yarsi dianggap tidak sportif dalam bermain sehingga B (mahasiswa UMB) tidak terima dan akhirnya terjadi aksi saling dorong oleh beberapa pemain antara pemain fakultas psikologi Universitas Mercu Buana dengan pemain dari fakultas psikologi Universitas Yarsi.
4
Aksi perilaku agresif lainnya tercermin dalam demonstrasi yang berlangsung ricuh, berawal dari kedatangannya wapres Boediono dalam kunjungannya ke UIN Jakarta, wapres Boediono menyampaikan kuliah umum mengenai ekonomi dan demokrasi, namun hal ini tidak diikuti damainya demo yang dilancarkan oleh sebagian mahasiswa UIN yang menolak kedatangan Boediono. Demo yang berlangsung di sepanjang jalan Ir. Juanda depan kampus UIN berujung ricuh. Akibat bentrokan ini sebanyak 7 mahasiswa ditangkap, dan 12 mahasiswa masuk ruang UGD RS Syahid UIN. Insiden ini menjadi catatan tersendiri bagi mahasiswa yang menjadi korban bentrokan di penghujung tahun. (Taufik, 2011). Berdasarkan fenomena diatas, agresivitas yang dilakukan oleh mahasiswa berawal dari bentuk kekerasan verbal yang berujung pada kekerasan fisik. Sebelum mahasiswa melakukan serangan fisik, terjadi kekerasan verbal antara pelaku dan korban. Hal ini semakin memperkuat bahwa kekerasan verbal memberikan pengaruh yang cukup besar bagi mahasiswa untuk selanjutnya melakukan kekerasan lain yaitu kekerasan fisik. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya, mahasiswa juga sering melalukan kekerasan verbal dengan cara memanggil nama teman dengan nama hewan, selain itu memberikan julukan dengan ungkapan-ungkapan kasar. Agresi yang seperti ini seolah menjadi hal yang biasa dan dianggap wajar bagi kalangan mahasiswa karena salah satu karakteristik mahasiswa yaitu berkumpul dengan teman-temannya sehingga mengharuskan mahasiswa menyesuaikan untuk diterima dalam lingkungannya dengan cara-cara unik termasuk memanggil nama teman dengan nama hewan ataupun ungkapan kasar lainnya.
5
Agresivitas yang terjadi di kalangan mahasiswa menjadi sorotan banyak pihak karena mahasiswa dinilai sebagai orang yang berintelektual, memiliki perencanaan dalam bertindak, berpikir kreatif dan mandiri. Menurut Suryabrata dalam Simbolon (2012), pada usia 18 tahun sampai 25 tahun disebut sebagai usia mahasiswa sebenarnya. Pada usia tersebut mahasiswa digolongkan dalam masa dewasa awal. Menurut Hurlock, salah satu tugas perkembangan dewasa awal yaitu memiliki tanggung jawab sebagai warga negara. Salah satu bentuk tanggung jawab sebagai warga negara adalah menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengendalikan diri agar tidak mendapatkan penilaian negatif di mata masyarakat. Selain itu cara berpikir mereka yang cenderung kritis sehingga dapat memiliki kemampuan mengatasi permasalahan secara lebih matang daripada anak-anak dan remaja. Namun berdasarkan fenomena yang muncul, bentuk perilaku agresi yang dilakukan mahasiswa mencerminkan bahwa mahasiswa kurang matang dalam mengatasi permasalahan, selain itu tindakan agresivitas mahasiswa bukan hanya merugikan korban dan pelaku, tetapi juga pihak-pihak lainnya seperti universitas dan fakultas. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku agresi, salah satunya yaitu bagaimana respon keluarga dalam menyikapi tingkah laku anak. Keluarga memberikan kontribusi yang sangat penting bagi pembentukan tingkah laku, watak dan moral anak. Disamping itu, orang tua mempunyai peran untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk tingkah laku yang diinginkan. Hal-hal yang dilakukan orang tua dalam mendidik, mengarahkan dan membentuk tingkah laku anak tercermin dalam pola asuhnya. Menurut Harlock, pola asuh orang tua dikategorikan menjadi tiga, yaitu: otoriter, demokratis dan permisif. Dari pola
6
asuh tersebut timbul suatu perilaku baru yang muncul akibat diterapkannya pola asuh dalam suatu keluarga. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Agresivitas Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta”. 1.2. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan agresivitas pada mahasiswa fakultas psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta? 1.3. Tujuan Penelitian Mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan agresivitas pada mahasiswa fakultas psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya di bidang ilmu psikologi sosial dan psikologi perkembangan. 1.4.2. Manfaat Praktis 1.
Memberikan kontribusi dan pedoman bagi pihak universits dan fakultas sebagai usaha pencegahan agresivitas pada mahasiswa Bagi mahasiswa fakultas psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta.
2.
Memberikan kontribusi dan pedoman kepada mahasiswa agar tidak melakukan agresivitas.
7
3.
Memberikan kontribusi dalam menerapkan pola asuh yang tepat sehingga dapat meminimalisir perilaku agresi pada mahasiswa.