BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Krisis keuangan yang dimulai pada pertengahan tahun 1997 yang melanda kawasan Asia Tenggara, akhirnya melanda Indonesia dan dampaknya sangat terasa sejak awal tahun 1998 dimana krisis keuangan atau ekonomi tersebut merupakan pukulan berat bagi perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi tidak hanya membawa kehancuran bagi perekonomian negara Indonesia serta akibatnya sangat dirasakan langsung dalam kehidupan masyarakat pada saat itu, akibat dari krisis keuangan tersebut juga berdampak bagi perekonomian negara-negara lain dikawasan Asean. Krisis di Indonesia diawali dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap nilai mata uang asing terutama dollar Amerika Serikat dimana dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar memberikan sentimen negatif bagi bisnis sektor perbankan disertai juga penurunan perdagangan di lantai bursa. Dampak dari krisis keuangan serta memburuknya bisnis sektor perbankan mengakibatkan puluhan bank dilikuidasi. Penyebab dari dilikuidasinya puluhan bank akibat dari gagalnya perbankan nasional dalam mengelola resiko. Bank yang mempunyai fungsi sebagai suatu lembaga intermediasi (intermediary institution) yaitu menyerap dana dari masyarakat dan menyalurkan
1
kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk fasilitas kredit (pembiayaan). Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan dana terbesar yang diharapkan dan diandalkan oleh suatu bank yang mencapai 80% sampai 90% dari seluruh dana yang dikelola bank, dana yang dihimpun dari masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk Tabungan, Deposito dan Giro. Dalam krisis keuangan pada tahun 1998 yang mengakibatkan puluhan bank dilikuidasi akibat para nasabah bank gagal membayar kewajiban kepada pihak bank. Nasabah bank banyak yang mengalami kebankrutan usaha terutama usaha yang memerlukan barang atau komponen impor dalam produksinya. Dimana nasabah tersebut membutuhkan mata uang asing dalam membeli komponen produksinya terutama dollar Amerika Serikat yang selama ini menjadi mata uang utama dalam perdagangan internasional. Periode tahun 1997 sampai tahun 2000 merupakan kehancuran bagi dunia perbankan Indonesia, puluhan bank dilikuidasi (dibubarkan) dan puluhan bank di merger (penggabungan) serta banyak pula bank yang di take over oleh pemerintah karena secara terus menerus menderita kerugian hal tersebut terjadi baik pada bank milik pemerintah ataupun bank milik swasta nasional. Kebobrokan dunia perbankan Indonesia merupakan pelajaran yang berarti bagi para Bankir Indonesia dan juga merupakan pengalaman berharga bagi Bank Indonesia selaku bank sentral yang mempunyai fungsi mengatur dan mengawasi bank. Undang-undang RI nomor 23 tahun 1999 Bab III pasal 7 mengatur tentang tujuan Bank Indonesia yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah, dan 2
Undang-undang nomor 23 tahun 1999 dimana juga mengatur tugas-tugas Bank Indonesia yaitu sebagai berikut: a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan Moneter. b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. c. Mengatur dan mengawasi Bank. pada krisis keuangan tahun 1998 telah mengakibatkan perbankan Indonesia yang didominasi perbankan konvensional mengalami kesulitan yang sangat parah, dengan keadaan
tersebut
pemerintah
mengambil
tindakan
merestrukturisasi
dan
merekapitalisasi sebagian bank-bank yang ada pada saat itu, setelah itu pemerintah mengambil kebijakan untuk melikuidasi puluhan bank, pemerintah melalui Bank Indonesia juga mengeluarkan kebijakan supaya para pemilik bank untuk melakukan penambahan modal dan jika tidak bisa agar melakukan merger (penggabungan) dengan bank lain sehingga modal bank menjadi besar sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia. Bank Indonesia berharap bank-bank di Indonesia dapat menjalankan operasional bank dengan professional sehingga dapat mengelola resiko dengan benar dan tepat oleh karena itu bank sentral berharap krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1998 dengan dampak yang ditimbulkannya tidak terjadi lagi dimasa yang akan datang. Industri perbankan merupakan industri yang high regulated dan juga high Capital hal tersebut tercermin pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan otoritas moneter terhadap industri perbankan baik yang bersifat pengawasan 3
maupun yang bersifat pengendali moneter. Akan tetapi karena memanasnya suhu perekonomian dan tidak kondusifnya pengelolaan perbankan pada waktu yang lalu ditambah lagi pada masa itu Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter berfungsi tidak saja sebagai regulator moneter tetapi juga memiliki peran ganda sebagai operator moneter yang pada akhirnya menjadikan kondisi pengelolaan perbankan kurang kondusif dan sangat rentan terhadap perilaku ekonomi baik domestik maupun internasional (Aviliani - Ekonom Indef dan Komisaris Bank BRI). Jika kita lihat fakta yang ada pada perbankan nasional dan masyarakat hanya dioperasikan dalam bisnis yang memberikan rasa aman bagi bank yang bersangkutan. Perbankan dirasakan terlalu aktif dalam melakukan Penempatan Uang Antar Bank (PUAB), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tindakan yang dilakukan pihak perbankan hanya untuk mencari keuntungan operasional dengan resiko yang sangat rendah. Spread yang diperoleh dari penempatan dana terhadap penghimpunan dana untuk jangka pendek memang memberikan keuntungan bagi perbankan itu sendiri akan tetapi tidak mamberikan nilai lebih bagi pertumbuhan perekonomian nasional, disamping rendahnya kinerja perbankan pada saat itu, penataan terhadap industri perbankan melalui Arsitektur Perbankan Indonesia (API) (Mangasa:2007). Dalam penilaian kinerja dapat dilakukan melalui analisis laporan keuangan suatu bank. Laporan keuangan berupa neraca yang berisi tentang informasi kinerja keuangan bank dalam suatu periode sehingga dengan informasi tersebut baik masyarakat, stake holder (pemegang saham), Bank Indonesia ataupun investor dapat mengambil manfaat dari laporan keuangan yang disajikan. 4
Bank Indonesia yang mempunyai fungsi sebagai regulator dan pengawas mengeluarkan beberapa ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang secara nyata menunjukkan arah dari bank sentral untuk menjadikan perbankan Indonesia menjadi bank yang kokoh serta mampu menjadi motor penggerak roda perekonomian nasional. Sektor perbankan Indonesia juga mempunyai kesibukan internal yaitu melakukan pembenahan internal untuk meningkatkan CAR (Capital Adequacy Rasio), menurunkan NPL (Non Performance Loan) serta kebijakan internal lainnya seperti hapus buku kredit (Write Off ) serta kebijakan merger (Sipahutar:2007). Peraturan Bank Indonesia (PBI) diciptakan untuk mengatur aktifitas perbankan, mengatur transaksi perbankan, pengaturan besarnya modal sampai ketentuan-ketentuan yang terkait prinsip kehati-hatian bank, baik yang berhubungan dengan operasional bank termasuk juga dalam pemberian kredit atau pembiayaan serta mengatur transaksi jasa-jasa yang ada. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/ 1/PBI/2009 yang mengatur tentang modal untuk mendirikan bank baru yang diklasifikasikan yaitu modal bank umum sebesar Rp 3 triliun dan modal bank umum syariah sebesar Rp 1 triliun, harapan Bank Indonesia dengan adanya ketentuan baru tersebut supaya bank-bank di Indonesia mempunyai modal yang besar dan kuat sehingga mampu membiayai operasional bank dan mampu melakukan ekspansi meluaskan jaringan berupa cabang, kantor kas ataupun outlet-outlet dan membeli teknologi informasi (IT) guna menunjang operasional bank tersebut dan yang tidak kalah penting adalah agar dengan modal yang besar perbankan dapat menyerap resiko pasar yang timbul. 5
Terkait dengan itu semua sejalan dengan semakin kompleknya usaha dan tingkat resiko yang semakin tinggi Bank Indonesia sangat concern dengan tingkat kesehatan bank dimana hal tersebut bagi Bank Indonesia merupakan sarana pengawasan terhadap pengelolaan terhadap manajemen (Kasmir:2008). Kondisi perbankan selalu berubah secara dinamis maka cara penilaian terhadap tingkat kesehatan bank juga terjadi penyempurnaan dari waktu kewaktu, terkait dengan fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral yang mempunyai tugas yaitu sebagai mengatur dan mengawasi bank agar aktifitas perbankan di Indonesia dapat berjalan secara sehat (Riyadi:Edisi 3), selain itu juga kondisi kesehatan perbankan bagi Bank Indonesia sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan bank. Sebagai suatu kegiatan usaha, mengelola suatu bank mempunyai ciri khas tersendiri yang berbeda dengan mengelola industri lain. selain harus dikelola dengan profesional (perencanaan, pengetahuan tentang produk, sumber daya manusia dan fungsi kontrol) faktor kepercayaan dari masyarakat merupakan faktor utama dalam menjalankan bisnis perbankan. Agar kegiatan perbankan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan mendapatkan keuntungan yang ditargetkan maka menjadi hal yang penting untuk memahami pengelolaan bank secara profesional dan keterbukaan (Kasmir:2008). Disaat puluhan bank dilikuidasi dan sebagian bank dibekukan kegiatan usahanya serta ada sebagian bank yang melakukan merger salah satu bank yang berhasil keluar dari krisis keuangan tahun 1998 dengan melakukan penambahan modal adalah bank milik pemerintah yang sejak tahun 1999 operasionalnya 6
melandaskan pada prinsip syariah yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM). Secara struktural, Bank Syariah Mandiri berasal dari Bank Susila Bhakti (konvensional) yang merupakan salah satu anak perusahaan lingkup Bank Mandiri (eks.Bank Dagang Negara) setelah mendapatkan suntikan dana (modal) dari Bank Mandiri kemudian dikonversikan menjadi bank syariah secara penuh. Bank Syariah Mandiri telah menjalankan operasional bank secara professional sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI). Sejak berdiri dan beroperasi dari tahun 1999 Bank Syarih Mandiri terus tumbuh dan besar bahkan hingga beberapa tahun menjadi leader yang menguasai market share ( pangsa pasar ) terbesar diantara pelaku perbankan syariah di Indonesia. Sejak periode tahun 2000 perbankan Indonesia tidak hanya menghimpun dana-dana dari masyarakat seperti melalui produk Tabungan, Deposito dan Giro yang kemudian dana tersebut disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan sehingga pada akhirnya mendapatkan pendapatan usaha tetapi sektor perbankan sudah mulai melirik pendapatan lain selain bentuk simpanan yaitu berupa Payment System dan Payroll System dimana kedua jenis produk tersebut merupakan sumber pendapatan baru bagi bank yang disebut Fee Based Income (FBI) walaupun dalam mewujudkan hal tersebut
perbankan
memerlukan
investasi
yang
besar
untuk
membangun
infrastrukturnya. Persaingan perbankan untuk tahun-tahun mendatang sangat ketat karena kondisi pasar, kompetisi, selera konsumen, gaya hidup masyarakat dan teknologi akan mewarnai ranah masa depan perebutan pasar. Sehingga diharapkan
7
lembaga keuangan harus dengan cepat mengantisipasi, beradaptasi dan berinovasi agar bisa memiliki masa depan. Bauran pemasaran seperti promosi dan distribusi produk untuk mendekati konsumen tidak lagi bersifat konvensional tetapi juga merambah dunia maya jika tidak maka market share akan tergerus. Beleid baru Bank Indonesia (BI) yang menggolongkan bank menjadi empat katagori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) seperti mengarahkan bank menuju Universal Banking atau dalam bahasa popular disebut konglomerasi bank dengan adanya ini akan berdampak yaitu tersingkirnya bank-bank kecil karena dengan adanya konglomerasi bank ini yang melibatkan modal besar, ukuran besar. Dengan adanya Universal Banking atau Konglomerasi bank, bank bebas mempunyai anak usaha yaitu berupa Multifinance, perusahaan Asuransi jiwa atau Asuransi umum, perusahaan sekuritas dan bahkan mempunyai bank (bank syariah maupun bank umum) pada saatnya nanti bank yang tidak memiliki modal dan dukungan yang kuat akan tersingkir. Menurut Sigit Pramono ketua umum perhimpunan bank-bank Nasional (Perbanas) “ ada tiga tantangan terbesar perbankan yaitu: Modal, Sumber daya manusia dan Teknologi ” ( InfoBank Vol.XXXV ) bahkan Avialiani mengatakan dalam acara talk show (Economic Challenges) di MetroTv pada tanggal 15 April 2013 “ Ekspansi yang akan dilakukan oleh bank membutuhkan kecukupan modal yang kuat ”, sedangkan Ketut Rindjin (2008) mengatakan “ sumber keuntungan bank sangat ditentukan oleh usaha yang dilakukan bank ”.
8
Berdasarkan kondisi tersebut maka penulis melihat bahwa pengaruh modal menjadi penting bagi usaha perbankan maka penulis mencoba mengkaji dan menganalisa kondisi ini yang tertuang dalam skripsi dengan judul : “Analisa Pengaruh Modal Terhadap Pertumbuhan PT. Bank Syariah Mandiri”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya maka penulis mengajukan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: a) Bagaimana modal mempengaruhi pertumbuhan aset PT. Bank Syariah Mandiri ? b) Bagaimana modal mempengaruhi pertumbuhan pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri ? c) Apakah dengan bertambahnya modal dapat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan PT. Bank Syariah Mandiri ?
1.3 Batasan masalah Berdasarkan keterbatasan yang datang dari penelitian ini khususnya dalam hal tenaga, waktu, biaya dan pengkajian teori-teori yang relevan, (Studi kasus: PT Bank Syariah Mandiri). Pembatasan ini dilakukan terhadap: a. Laporan keuangan triwulan PT. Bank Syariah Mandiri. b. Profil perusahaan (Company Profile). 9
1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh modal bagi pertumbuhan PT. Bank Syariah Mandiri secara organik maupun Non organik serta strategi apa saja yang akan dilakukan manajemen untuk menjadi leader perbankan syariah dengan modal yang tersedia. 1.4.2. Manfaat Penelitian Penelitian dapat memberikan manfaat kepada banyak kalangan, diantaranya : a) Penulis: Memberikan pemahaman dan menambah pengetahuan tentang pengaruh modal terhadap tingkat pertumbuhan bank serta sebagai syarat untuk mendapat gelar kesarjanaan. b) Pihak lain: Memberikan pengetahuan kepada masyarakat sehingga menambah keyakinan masyarakat untuk menjadi nasabah bank dan memberikan kenyamanan serta keamanan dalam menempatkan atau menginvestasikan dananya. c) Bank Indonesia: Bagi Bank Indonesia dapat menjadi sarana pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja manajemen bank.
10