BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menerapkan asas-asas pelayanan publik yang di dalamnya meliputi : transparansi, akuntabilitas, partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak, dan kewajiban. Bangsa Indonesia selalu dihadapkan kepada masalah bagaimana membangun pemerintah yang bersih dan baik (Good Governance and Clean Government). Birokrasi yang diharapkan mampu menjadi motivator dan sekaligus menjadi katalisator dari bergulirnya pembangunan, tidak mampu menjalankan perannya sebagai birokrasi modern yang tidak hanya mengedepankan kemampuan menyelenggarakan tugas dan fungsi organisasi saja tetapi juga mampu merespon aspirasi publik ke dalam kegiatan dan program organisasi dan mampu melahirkan inovasi baru yang bertujuan untuk mempermudah kinerja organisasi dan sebagai bagian dari wujud aparat profesional. 1
2
Sebagai salah satu implementasi dari akuntabilitas kinerja pemerintah, maka dilaksanakan kewajiban pertanggungjawaban yang dimulai dari proses perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan atas tugas dan fungsi pemerintah dalam mewujudkan visi dan misi serta tujuan yang telah ditetapkan sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk penetapan anggaran. Proses penganggaran menggunakan pendekatan kinerja diatur dalam Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Penilaian kinerja pada organisasi pemerintah sangatlah penting untuk dilakukan, agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik. Penilaian kinerja tersebut digunakan untuk menilai keberhasilan kinerja sebuah organisasi publik dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat, karena pada dasarnya orientasi organisasi publik bukan untuk mencari laba (Profit Oriented), tetapi lebih mengutamakan pelayanan publik (Service Public Oriented). Selain itu, penilaian kinerja pada organisasi publik digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja pada periode yang lalu, untuk digunakan sebagai dasar penyusunan strategi perusahaan selanjutnya (Srimindarti, 2004). Kondisi ini mendorong organisasi publik untuk dapat mengelola jasa pelayanan publik secara baik dan bertanggungjawab. Sebab, apabila dikelola secara baik dan bertanggungjawab, organisasi publik tersebut akan memberikan kontribusi pemasukan kepada kas daerah, yang nantinya akan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan
3
organisasi yang profesional sehingga mampu menciptakan suatu organisasi publik yang berorientasi pada Value for Money (Efectifity, Efficiency, Economy) (Mardiasmo, 2004). Value for Money akan dapat terwujud jika didukung adanya komitmen semua individu dalam organisasi atau yang sering disebut komitmen organisasi. Komitmen organisasi adalah komitmen yang diciptakan oleh semua komponenkomponen individual dalam menjalankan operasional organisasi. Komitmen tersebut dapat terwujud apabila individu dalam organisasi, menjalankan hak dan kewajiban mereka sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing dalam organisasi, karena pencapaian tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua anggota organisasi yang bersifat kolektif (Robbins, 2007). Organisasi harus memberi perhatian yang penuh dan membuat karyawan percaya terhadap organisasi, sehingga akan diperoleh komitmen karyawan. Jika komitmen karyawan telah diperoleh akan didapatkan karyawan yang setia, dan mampu bekerja sebaik mungkin untuk kepentingan organisasi. Keadaan ini sangat baik bagi pencapaian tujuan organisasi, karena organisasi mendapat dukungan penuh dari anggotanya sehingga bisa berkonsentrasi secara penuh pada tujuan yang diprioritaskan. Komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Dimana
4
loyalitas, keterlibatan, dan penerimaan terkait dengan kinerja organisasi (Robbins, 2008). Faktor yang tidak kalah penting berpengaruh pada kinerja organisasi selain komitmen organisasi adalah budaya organisasi. Budaya organisasi yang baik tentunya akan mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang baik pula. Kualitas pelayanan sendiri sebenarnya dipengaruhi oleh banyak aspek salah satunya adalah budaya organisasi dan cara pengorganisasiannya. Dalam organisasi tentunya banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mencapai tujuannya, sedangkan jalannya organisasi dipengaruhi oleh perilaku banyak individu yang memiliki kepentingan masing-masing. Oleh sebab itu, budaya organisasi sangat penting, karena merupakan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam organisasi. Kebiasaan tersebut mengatur tentang norma-norma perilaku yang harus diikuti oleh para anggota organisasi, sehingga menghasilkan budaya yang produktif. Budaya yang produktif adalah budaya yang dapat menjadikan organisasi menjadi kuat dan tujuan perusahaan dapat tercapai (Tjiptono, 2000). Menurut Nawawi (2003) yang dikutip dari Cushway B dan Lodge D, mengemukakan bahwa budaya organisasi adalah suatu kepercayaan dan nilai-nilai yang menjadi falsafah utama yang dipegang teguh oleh anggota organisasi dalam menjalankan atau mengoperasionalkan kegiatan organisasi. Dari berbagai definisi budaya organisasi yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik sebuah pemikiran bahwa budaya organisasi dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota pemerintah daerah dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi
5
sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam suatu pemerintah daerah untuk mencapai tujuan publik yang telah ditetapkan. Kinerja organisasi juga dipengaruhi oleh faktor kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja karyawan merupakan hal yang bersifat individual tentang perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda. Kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktorfaktor pekerjaan, karakteristik individual, serta hubungan kelompok di luar pekerjaan itu sendiri. Sehingga dapat disimpulkan, kepuasan kerja adalah perasaan dari individu terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama pimpinan dan sesama karyawan dalam sebuah organisasi (Kreitner, 2005). Salah satu sasaran penting dalam manajemen sumberdaya manusia pada suatu organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja anggota organisasi yang bersangkutan. Kepuasan kerja tersebut diharapkan dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi yang lebih baik. Kepuasan kerja karyawan adalah salah satu aspek yang dapat meningkatkan kinerja karyawan, sehingga kepuasan kerja karyawan mempengaruhi kinerja unit secara keseluruhan. Sejalan dengan pendapat Handoko (2002; 122) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan para karyawan dalam memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
6
seseorang terhadap pekerjaannya ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Dalam konteks organisasi publik, kinerja adalah suatu ukuran prestasi atau hasil dalam mengelola dan menjalankan suatu organisasi dimana berhubungan dengan segala hal yang akan, sedang dan telah dilakukan organisasi tersebut dalam kurun waktu tertentu. Pengukuran kinerja organisasi publik penting dilakukan karena berguna sebagai acuan untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut agar lebih baik lagi di masa yang akan datang. Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa penilaian kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, yaitu : (1) Membantu memperbaiki kinerja pemerintah; (2) pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan; dan (3) mewujudkan pertanggungjawaban
organisasi
publik
dan
memperbaiki
komunikasi
kelembagaan. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi publik. Beberapa faktor di antaranya adalah komitmen organisasi, dan budaya organisasi. Hal ini mengingat karena beberapa faktor tersebut dapat meningkatkan kinerja karyawan dalam mencapai tujuan suatu organisasi. Pemerintah Kota Bandung saat ini telah mendapatkan fakta dimana kinerjanya dinilai kurang baik. Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jawa Barat, Haneda Tri Lastoto, memaparkan sebanyak 18 SKPD di Pemerintah Kota Bandung termasuk dalam kategori zona merah, 11 SKPD masuk dalam zona kuning dan hanya satu saja SKPD yang masuk dalam predikat zona hijau (tingkat kepatuhan tinggi) terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
7
tentang pelayanan publik. Penilaian tersebut berdasarkan variabel dan indikator kepada kepatuhan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik (Bandung Juara, 2014). Walikota Bandung, Bapak M. Ridwan Kamil menyatakan akan segera membentuk tim khusus independen terkait laporan Ombudsman yang menyatakan 18 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berada dalam zona merah dalam hal bidang pelayanan. Tim khusus yang dinilai secara objektif, dan akan membentuk tim internal seperti Ombudsman untuk menjadi pelayanan pada masyarakat lebih baik lagi. Pembentukan tim khusus tersebut dinilai akan memudahkannya melakukan aksi tindakan bila ada kekurangan dalam bidang pelayanan, tim khusus tersebut membuat laporan dari tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) setiap tiga bulan sekali yang akan dilaporkan kepada Walikota Langsung (Bandung Juara, 2014). Adanya permasalahan terhadap 18 SKPD ini menunjukan bahwa kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bandung dianggap tidak terlaksana dengan baik. Sehingga hal ini menyebabkan harus adanya pemetaan terhadap faktor yang menyebabkan tidak baiknya kinerja SKPD. Penulis dalam hal ini memandang bahwa komitmen organisasi dan budaya organisasi menjadi dua hal yang cukup menarik untuk diteliti lebih lanjut terkait dengan hubungannya terhadap kinerja satuan kerja perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizki (2011) yang melakukan penelitian pada Pemerintah Daerah Kabupaten Demak. Penelitian dengan judul
8
Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Organisasi Publik, hasilnya menunjukan bahwa budaya organisasi adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, baik secara langsung ataupun tidak langsung memiliki pengaruh terhadap kinerja organisasi dan juga kepuasan kerja adalah efek atau respon berupa rasa emosional dari individu terhadap berbagai aspek yang ada di dalam sebuah organisasi. Aspek tersebut dapat berupa rasa senang atau tidak senang, situasi kerja, interaksi dengan orang lain, dan perasaan nyaman akan pekerjaannya itu. Sehingga faktor tersebut memberikan rasa puas kepada individu, dan menjadikan individu itu bekerja lebih keras dan mampu meningkatkan kinerja organisasi. Dalam penelitian ini Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja berpengaruh positif terhadap Kinerja Organisasi Publik. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Wati (2013) yang melakukan penelitian pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Tanah Datar. Penelitian dengan judul Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi Terhadap Hubungan Partisipasi Penyusunan Anggaran dengan Kinerja Pemerintah Daerah, hasilnya menunjukan bahwa dengan menyusun anggaran secara partisipatif diharapkan kinerja unit kerja organisasi akan meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan atau standar yang ditetapkan dan karyawan juga memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta terlibat dalam penyusunan anggaran. Dengan
9
tercapainya target penyusunan anggaran, kinerja suatu organisasi dinilai baik secara finansial dan juga budaya organisasi sebagai seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, untuk menyelesaikan permasalahan internal maupun eksternal. Dalam hubungannya dengan partisipasi, keterlibatan merupakan faktor kunci dari budaya organisasi untuk menciptakan keefektifan. Organisasi dengan tingkat keikutsertaan, keterlibatan dan partisipasi yang tinggi dapat bergantung pada sistem manajemen yang terbentuk berdasarkan konsensus atau kesepakatan bersama. Budaya organisasi yang kuat dan tingkat partisipasi tinggi yang dianut pihak manajer secara konsisten, maka hal ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menciptakan kinerja yang unggul. Dalam penelitian ini Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi berpengaruh positif terhadap Hubungan Partisipasi Penyusunan Anggaran dengan Kinerja Pemerintah Daerah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, waktu, variabel penelitian dan tempat yang dilakukan oleh peneliti. Dengan latar belakang masalah di atas, penelitian ini diberi judul “Pengaruh Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bandung”.
1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Bandung. 2. Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Bandung.
10
3. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi dan budaya organisasi secara simultan terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Bandung.
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh komitmen organisasi dan budaya organisasi secara simultan terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat dan relevan, yang dapat digunakan oleh : 1. Penulis Diharapkan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis tentang masalah yang diteliti, sehingga dapat diperoleh gambaran yang luas dan lebih jelas mengenai kesesuaian fakta lapangan dengan teori yang ada. Diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur Akuntansi Sektor Publik (ASP).
11
2. Pemerintah Pusat dan Daerah Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan otonomi daerah khususnya dalam komitmen organisasi dan budaya organisasi yang baik terhadap kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) agar terciptanya pemerintah yang baik. 3. Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan bagi peneliti selanjutnya dalam bidang yang sejenis. 4. Bidang Ilmu Sebagai pengetahuan di bidang Akuntansi Sektor Publik, terutama berkenaan dengan Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan objek penelitian, analisis data, dan interpretasi hasil penelitian tentang Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui Pemerintah Daerah yaitu di SKPD Kota Bandung Jalan Wastukencana No. 2 Bandung. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan selesai.