BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Konsep desentralisasi dan otonomi daerah di Republik Indonesia sudah
berlangsung lama bahkan sebelum tahun 1945. Era reformasi menjadi titik puncak dari konsep desentralisasi dan otonomi daerah dengan keluarnya undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah dan perimbangan keuangan. Undangundang tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan. Kedua undang-undang tersebut mengalami revisi setelah dilakukannya pertimbangan yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 kemudian direvisi lagi dan kemudian menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dampak positif dari adanya desentralisasi dapat dirasakan pada pembangunan daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara. Dampak positif dari desentralisasi adalah daerah dapat berusaha mandiri yang secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional. Pengertian desentralisasi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 1, Desentralisasi adalah Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah. Otonomi
1
daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah di Indonesia dapat terselenggara karena adanya kebijakan desentralisasi dan konsep otonomi daerah merupakan aktualisasi dari adanya kebijakan desentralisasi. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dilakukan pemerintah pusat untuk memberikan kepada pemerintah daerah membangun daerahnya secara mandiri dan menyelesaikan persoalan persoalan yang terdapat di masing-masing daerah dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. Pemerintah pusat melaksanakan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah karena tidak semua masalah pembangunan bisa diselesaikan secara baik oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah lebih mengerti permasalahan-permasalahan yang ada di daerahnya masing-masing. Kemandirian ini yang diinginkan oleh pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah khususnya di dalam menyediakan fasilitas publik yang dasar untuk masyarakat daerahnya masing-masing. Akan tetapi konsep desentralisasi dan otonomi daerah saat ini terfokus hanya pada usaha untuk menata dan mempercepat pembangunan daerah masing-masing sehingga belum efisien di dalam menyediakan fasilitas pelayanan publik untuk masyakarat setempat. Di dalam perkembangan suatu daerah diperlukan kerjasama dengan daerah lainnya, khususnya daerah yang berdekatan. Potensi yang dimiliki oleh suatu daerah dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien jika melakukan kerjasama dengan daerah lain bila dibandingkan ketika daerah tersebut memanfaatkan potensinya sendiri. Selain untuk memanfaatkan
2
potensi yang ada, kerjasama antar daerah juga dapat meminimalkan potensi konflik khususnya antar daerah yang berbatasan menjadi sebuah potensi yang dapat menguntungkan bersama di dalam pembangunan. Kerjasama Antar Daerah (KAD) hanya dapat terbentuk dan berjalan apabila didasarkan pada adanya kesadaran saling membutuhkan untuk mencapai satu tujuan yang diyakini bersama. Oleh karena itu, inisiasi Kerjasama Antar Daerah (KAD) baru dapat berjalan dengan efektif apabila telah ditemukan kesamaan isu, kesamaan kebutuhan atau kesamaan permasalahan. Kesamaan inilah yang dijadikan dasar dalam mempertemukan daerah-daerah yang akan dijadikan mitra (Tarigan, 2009). Kerjasama antar daerah yang dilakukan dapat berkembang di dalam perjalanannya jika terdapat bantuan dari luar seperti dukungan masyarakat, pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat dan juga pendanaan terhadap kerjasama tersebut. Dukungan dari masyarakat merupakan salah satu komponen yang penting di dalam menyukseskan pembangunan yang dilakukan suatu daerah seperti keikutsertaan masyarakat di dalam menentukan prioritas pembangunan di wilayah tersebut. Begitu juga dengan pendanaan, setiap pembangunan yang dilakukan membutuhkan dana. Ketika dana tersedia dan program/kegiatan sudah direncanakan maka pembangunan dapat berjalan dengan baik. Akan tetapi, komponen dasar yang paling penting di dalam perkembangan kerjasama antar daerah adalah komitmen anggota yang kuat di dalam kerjasama antar daerah tersebut. Komitmen yang kuat disini memiliki arti bahwa setiap anggota memiliki komitmen di dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang sudah disepakati bersama dan lebih mementingkan kepentingan yang sudah disepakati tersebut
3
dibandingkan dengan kepentingan daerah sendiri. Komitmen ini perlu dimiliki oleh komponen-komponen yang terlibat di dalam kerjasama antar daerah tersebut seperti pimpinan, manajerial hingga tim teknis sehingga kerjasama yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar (Tarigan, 2009). Tarigan (2009) mengatakan bahwa untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh setiap pemerintah daerah, kerjasama antar daerah dapat menjadi salah satu alternatif inovasi/konsep yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas, sinergis dan saling menguntungkan terutama dalam bidang-bidang yang menyangkut kepentingan lintas wilayah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, melalui berbagai payung regulasi (peraturan pemerintah) mendorong kerjasama antar daerah. Kerjasama diharapkan menjadi satu jembatan yang dapat mengubah potensi konflik kepentingan antardaerah menjadi sebuah potensi pembangunan yang saling menguntungkan. Dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien serta untuk mensinergiskan pembangunan, saat ini beberapa kabupaten yang terdapat di Provinsi Riau telah membentuk beberapa forum kerjasama antar daerah. Kerjasama tersebut antar lain yaitu forum kerjasama antar daerah Siap Bedelau (Siak–Pelalawan–Bengkalis–Dumai– Kepulauan Meranti) dan Forum Kerjasama Antar Daerah Pekan Sikawan (Kota Pekanbaru–Siak–Kampar–Pelalawan). Adapun lingkup kegiatan dari kedua forum kerjasama tersebut meliputi: pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan, pengembangan destinasi pariwisata, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, penyelesaian tata batas pemerintahan, dan kerjasama BUMD.
4
Konsep pembangunan forum yang diberi nama Siap Bedelau merupakan suatu konsep pembangunan yang tujuannya adalah merangkai wilayah dan pulau terdekat untuk bersama-sama membangun daerah. Berdasarkan dari data Bappeda Kabupaten
Siak,
pola
pembangunan
forum
kerjasama
Siap
Bedelau
mengedepankan sisi kebersamaan dengan daerah di sekitarnya, sehingga dampak dari kemajuan tersebut tidak hanya dinikmati oleh sebagian warga saja namun turut dirasakan oleh daerah lain disekitarnya. Dengan dibentuknya kerjasama Siap Bedelau, pembangunan dalam kawasan regional akan semakin sinergi, terpadu dan saling topang menopang untuk tujuan meningkatkan daya dukung ekonomi kawasan dan terciptanya simpul-simpul hubungan simbiosis mutualisme antar daerah
sehingga
akan
memberikan
multiplier
effect
bagi
peningkatan
kesejahteraan masyarakat khususnya di Kabupaten Bengkalis, Kota Dumai, Kabupaten Siak, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kepulauan Meranti dan secara umum di Provinsi Riau. Kerjasama Siap Bedelau telah menyepakati beberapa bidang-bidang yang akan dikerjasamakan oleh anggota di dalam forum kerjasama. Dari sekian banyak program-program yang direncanakan untuk mencapai tujuan dari dibentuknya forum kerjasama, hanya beberapa program yang sudah dilakukan. Sebagai tahap awal, fokus kerja sama diarahkan pada daerah-daerah perbatasan ketiga daerah. Tujuannya untuk mengeliminasi kemungkinan konflik perbatasan dan pengembangan layanan publik terutama pendidikan, kesehatan, ketersediaan air bersih dan perhubungan jalan dan tata infrastruktur jalan.
5
1.2
Rumusan Masalah Kerjasama antar daerah di Indonesia telah berkembang secara pesat dan
sudah banyak dilakukan di berbagai daerah. Akan tetapi, banyak diantaranya yang sampai saat ini tidak berhasil dan tidak memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakatnya. Begitu juga dengan forum kerjasama Siap Bedelau yang merupakan forum kerjasama yang sudah beberapa tahun berjalan. Forum kerjasama Siap Bedelau sekarang sudah beroperasi selama 4 (empat) tahun terhitung mulai disahkannya pembentukan forum kerjasama pada tahun 2011. Akan tetapi, selama 4 (empat) tahun berjalannya forum kerjasama ini hasil yang dicapai hanya sampai pada penandatangan MoU pada bidang-bidang yang ingin dikerjasamakan oleh tiap-tiap daerah saja. Semua bidang tersebut hanya sampai sebatas rencana saja tidak sampai pada realisasi program/kegiatan yang berbentuk fisik sebagai bukti konkret bahwa forum kerjasama Siap Bedelau ini sudah menghasilkan produk dan dampak yang bagus bagi masyarakat di sekitarnya. Contohnya seperti pada bidang infrastruktur (pembangunan jembatan, penyediaan ro-ro, dan pembuatan jalan) yang sampai saat ini tidak ada hasil nyata dari kesepakatan rencana pembangunan yang telah dibuat. Bahkan saat ini forum kerjasama Siap Bedelau mati suri atau stagnan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Pada saat ini forum kerjasama Siap Bedelau belum mampu menjalankan fungsinya dan mendukung pelaksanaan pelayanan publik di tingkat daerah secara optimal, dalam arti hanya beberapa bidang yang ditindaklanjuti dan berhasil, masih banyak terdapat bidang-bidang yang telah disepakati bersama, tetapi belum terlaksana kegiatannya.
6
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, maka yang menjadi pertanyaan dari penelitian yang akan dilakukan adalah: 1. Bagaimanakah kinerja forum kerjasama antar daerah Siap Bedelau dalam pengembangan wilayah? 2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kinerja forum kerjasama Siap Bedelau ?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan dengan permasalahan yang ada di daerah penelitian,
dirumuskan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut : 1.
Untuk mengevaluasi kinerja forum kerjasama antar daerah Siap Bedelau.
2.
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kinerja forum kerjasama Siap Bedelau.
1.4
Manfaat Penelitan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan masukan di dalam upaya pengembangan wawasan akademik dan pengetahuan praktis di bidang kerjasama antar daerah. 2. Memberikan masukan kepada pemerintah yang tergabung di dalam forum kerjasama Siap Bedelau dalam melakukan kerjasama antar daerah. 3. Memberikan sumbangan pemikiran tentang kerjasama antar daerah dan menjadi masukan bagi penelitian-penelitian lain pada bidang kerjasama antar daerah dalam pelayanan publik.
7
1.5
Keaslian Penelitian Setiap penelitian memiliki tiga pilar utama yang secara struktural
membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling melengkapi. Tiga pilar yang dimaksud adalah lokasi, fokus dan metode penelitian. Berdasarkan tiga pilar tersebut, maka keaslian penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: Lokasi
: 5 (lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Fokus
: Forum kerjasama Siap Bedelau
Metode
: Deduktif kualitatif
Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian dengan permasalahan tentang kerjasama antar daerah telah banyak dilakukan sebelumnya, akan tetapi untuk penelitian kerjasama antar daerah yang berlokasi di Provinsi Riau belum ada yang melakukannya terutama forum kerjasama Siap Bedelau. Beberapa penelitian tentang kerjasama antar daerah yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain yaitu :
8
Tabel 1.1. Keaslian Penelitan No. 1.
2.
3.
4.
Judul Tesis Pengembangan Kerjasama Pengelolaan Pembangunan Wilayah Perbatasan antara Kabupaten Sragen Jawa Tengah dan Kabupaten Ngawi Jawa Timur Kerjasama Pembangunan Daerah (Studi Kasus Kabupaten Ketapang dengan Kabupaten Sukamara) Kerjasama Antar Daerah melalui skema Kartamantul dalam Penanganan dan Pengelolaan Air Limbah (Studi Kasus IPAL Sewon) Kerjasama Pengelolaan Sarana dan Prasarana Drainase Kartamantul
Penulis Dwi Cahyani (2007)
Pokok Bahasan Lokasi Fokus Wilayah Perbatasan Mengidentifikasi kerjasama, menyusun dan antara Kabupaten menguji model kerjasama antar daerah dalam Sragen Jawa Tengah pengelolaan wilayah perbatasan dan Kabupaten Ngawi Jawa Timur
Metode Deduktif Kualitatif
Chandra Fuji Asmara(2008)
Kabupaten Ketapang dengan Kabupaten Sukamara
Pokok bahasan melihat dari kacamata stakeholder seperti apakah kerjasama pembangunan yang diharapkan merupakan pensinergian pembangunan kedua daerah
Deduktif Kualitatif
R. Budhi Harso Suwarno (2010)
Kota Yogyakarta, Kab. Sleman dan Kab. Bantul
Induktif Kualitatif
Marcel Yan Alfredo Souhoka (2010)
Kota Yogyakarta, Kab. Sleman dan Kab. Bantul
Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kerjasama antar daerah dalam penanganan dan pengelolaan air limbah. Peran secretariat bersama yang ditinjau dari tingkat kemanfaatan dan dukungan dari lembaga teknis daerah yang terlibat Pokok bahasan mengenai kebijakan dan dukungan Pemerintah dalam kerjasama pengelolaan sarana dan prasarana khususnya drainase
Penelitian Penerapan dengan pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.
Sumber : Analisis peneliti (2015)
9