BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, melainkan juga memberikan sarana kepada pembaca untuk menyampaikan gagasan, baik pada redaksi maupun masyarakat umum. Penyampaian gagasan tersebut diwujudkan dalam rubrik surat pembaca. Rubrik diartikan sebagai bahan dari surat kabar ataupun majalah, misalnya olahraga, seni, sastra, rubrik pikiran pembaca, bagian atau ruangan yang memuat pendapat dari pembaca tentang apa saja (Badudu dan Zain, 1994:1181). Rubrik dalam KBBI (2012:1186) merupakan „kepala atau ruangan karangan dalam surat kabar maupun majalah‟. Rubrik dapat menjadi ruang publik yang mendekatkan antara posisi pembaca dengan redaksi atau antarpembaca. Rubrik “Apa Kabar, Bo?” (selanjutnya disebut RAKB) dalam majalah Bobo merupakan salah satu surat pembaca dalam media massa cetak. Dalam surat pembaca rubrik ini berisi surat dari pembaca dan tanggapan dari redaktur terhadap surat pembaca tersebut. Surat pembaca tersebut ditulis oleh anak-anak pembaca majalah Bobo dan mengandung tuturan anak yang khas, antara lain: menggunakan struktur dan kosa kata yang sederhana, cenderung menggunakan tuturan literal, dan tidak sedinamis tuturan orang yang berusia di atasnya. Selain
itu,
berdasarkan
video
yang
diunggah
saluran
YouTube
“MajalahBobo” (http://www.youtube.com/watch?v=8ERL4EX8pH4), diketahui
1
2
bahwa majalah Bobo pertama kali terbit pada tanggal 14 April 1973. Sampai saat ini, majalah Bobo masih terbit dengan materi redaksi yang sepenuhnya dari Indonesia (sebelumnya sebagian materi merupakan adaptasi dari Jerman). Eksistensi majalah Bobo tersebut mampu menjadikan Bobo sebagai majalah yang merepresentasikan anak-anak. Struktur wacana surat pembaca RAKB terdiri atas pembuka, isi, dan penutup. Pembuka surat pembaca RAKB berisi sapaan kepada lawan tutur, sedangkan penutup berisi salam atau ucapan perpisahan. Secara dominan, tindak tutur direktif berada dalam isi surat pembaca RAKB. Walaupun demikian, beberapa tindak tutur direktif juga digunakan dalam pembuka atau penutup. Menurut Gunarwan (1994:85) tindak tutur direktif yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu, misalnya menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Dalam surat pembaca RAKB, pembaca secara dominan memanfaatkan tindak tutur direktif untuk menyampaikan keinginannya. Berikut contoh penggunaan tindak tutur direktif dalam surat pembaca RAKB pada Majalah Bobo. Apa kabar, Bo? Bo, kenapa kamu bajunya warna merah melulu enggak ganti yang lain? Misalnya warna biru kek, apa kek? Bo, bonuskan baju Bobo, ya. Sekian dulu, Bo. Bagi yang ingin bersapen denganku, silakan, alamatnya Perum Berlian Indah B9, Baluk Kebalenan, Banyuwangi 68400. Aku tunggu, ya. (edisi 29, 24 Oktober 2013) Berdasarkan contoh di atas dapat diidentifikasikan beberapa tuturan seperti (1) “Bo, kenapa kamu bajunya warna merah melulu enggak ganti yang lain? Misalnya warna biru kek, apa kek?” (2) “Bo, bonuskan baju Bobo, ya.” (3) “Bagi
3
yang ingin bersapen denganku, silakan, alamatnya Perum Berlian Indah B9, Baluk Kebalenan, Banyuwangi 68400. ” Tuturan-tuturan tersebut dapat diparafrasakan masing-masing sebagai berikut. (1a) Gantilah warna bajumu! (2) Bonuskan baju Bobo! (3) Bersahabatpenalah denganku! Masing-masing tuturan memiliki modus yang berbeda-beda. Tuturan (1) merupakan tuturan kalimat tanya (interogatif). Makna yang disampaikan oleh penutur tidak untuk menanyakan sesuatu, tetapi memiliki fungsi lain, yaitu menyuruh. (2) merupakan kalimat perintah yang bermakna memberi perintah dan (3) merupakan kalimat berita (deklaratif). Makna yang disampaikan oleh penutur tidak hanya untuk memberi tahu alamat penutur, melainkan mengajak pembaca untuk menjadi sahabat pena. Ketiga tuturan tersebut menggunakan modus yang berbeda-beda, maka makna di balik tuturan tersebut didapatkan dengan melihat konteks yang menyertainya. Oleh sebab itu, penelitian ini diharapkan mampu mengungkapkan tindak tutur direktif anak dalam media. 1.2 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan kajian pragmatik, terutama dalam pemakaian tindak tutur yang terfokus pada tuturan direktif. Pembahasan tindak tutur direktif dalam wacana surat pembaca ini melingkupi modus-modus kalimat dalam tindak tutur direktif, fungsi tindak tutur direktif, dan faktor yang memengaruhi munculnya tindak tutur direktif surat pembaca RAKB dari majalah Bobo.
4
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian disusun sebagai berikut. a. Apa sajakah modus-modus kalimat dalam tuturan direktif yang terdapat dalam surat pembaca RAKB? b. Bagaimana fungsi tuturan direktif yang terdapat dalam surat pembaca RAKB? c. Mengapa muncul tindak tutur direktif dalam surat pembaca RAKB? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian disusun sebagai berikut: a. mengklasifikasikan modus-modus kalimat tuturan direktif yang terdapat dalam surat pembaca RAKB, b. memaparkan fungsi tuturan direktif yang terdapat dalam surat pembaca RAKB, c. menguraikan faktor-faktor yang memengaruhi munculnya tindak tutur direktif dalam surat pembaca RAKB. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini ada dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis penelitian ini adalah untuk membuktikan teori Searle mengenai tindak tutur direktif yang terdapat dalam surat pembaca RAKB. Penelitian ini
5
diharapkan dapat menambah referensi kajian pragmatik, terutama tindak tutur direktif yang digunakan anak dalam media. Manfaat praktis penelitian ini adalah menambah pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai tindak tutur direktif yang digunakan anak dalam surat pembaca RAKB majalah Bobo. Penelitian ini dapat membantu masyarakat untuk memahami anak dalam menyampaikan maksud yang diungkapkan melalui tuturan direktif, misalnya maksud untuk menyampaikan sebuah perintah, ajakan, nasihat, larangan, dan sebagainya. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai tindak tutur direktif menggunakan kajian pragmatik sudah pernah dilakukan. Ada beberapa tesis yang menjelaskan tindak tutur direktif dan skripsi yang menjelaskan tentang penggunaan tindak tutur dalam rubrik media massa. Sumarsih (2012) melakukan penelitian dengan judul “Tuturan Direktif Remaja dalam Media: Studi Kasus pada Surat Pembaca Majalah Hai dan Kawanku”. Penelitian ini mengidentifikasi tuturan direktif melalui modus tuturan, jenis tuturan, strategi kesantunan, dan fungsi kesantunan. Berdasarkan modus tuturan, remaja menggunakan modus imperatif, interogatif, dan modus deklaratif. Jenis tuturan direktif remaja, antara lain tuturan direktif suruhan, permohonan, permintaan, larangan, penyaranan, pengharusan, pengharapan, dan pembiaran. Strategi tuturan direktif menggunakan ucapan terima kasih, bentuk jamak, rumusan imperatif, rumusan saran, rumusan pertanyaan atau pagar (hedges), pernyataan keharusan, pernyataan permintaan, rumusan isyarat, pernyataan
6
keinginan, memberikan alasan, dan salam. Empat fungsi kesantunan, antara lain pelunak, penanda keakraban, penanda penghormatan, dan pengharapan. Lailiyah (2013) dalam penelitian berjudul “Tindak Tutur Direktif dalam Rubrik Reader’s Forum di The Jakarta Post” setidaknya terdapat tiga kesimpulan. Pertama, berdasarkan struktur atau modus kalimat, jenis tindak tutur direktif terbagi menjadi tindak tutur langsung dan tidak langsung serta berdasarkan makna kata-kata yang menyusunnya terdapat tindak tutur literal. Kedua, berdasarkan analisis konteks, maksud tindak tutur direktif yang ditemukan antara lain memerintah/menyuruh,
melarang,
meminta,
menyarankan,
mengajak,
memperingatkan, mengharapkan, dan membiarkan. Selain itu, penelitian ini juga mengungkapkan strategi kesopanan yang digunakan penutur dalam rubrik “Reader’s Forum” dalam The Jakarta Post. Nuriyatun (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Kajian Tindak Tutur Rubrik Suara Rakyat pada Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat”. Bentuk tuturan dalam Rubrik “Suara Rakyat” dibedakan berdasarkan bentuk tuturan, proses komunikasi, dan modus kalimat. Berdasarkan bentuk tuturan dibedakan menjadi lima, yaitu tuturan berita, tanya, perintah, ajakan, dan larangan. Dalam Rubrik “Suara Rakyat” sebagian besar menggunakan bentuk tuturan berita. Berdasarkan modus komunikasinya, Rubrik “Suara Rakyat” lebih sering menggunakan tindak tutur ilokusi dan perlokusi. Rubrik “Suara Rakyat” lebih banyak menggunakan tindak tutur tidak langsung. „Aini (2012) melakukan penelitian dengan judul “Tindak Tutur Direktif Bahasa Inggris dalam Transkrip Dialog Film Nanny McPhee (Kajian Pragmatik)”.
7
Peneliti menggunakan kajian pragmatik untuk menjelaskan jenis tindak tutur direktif, makna tindak tutur direktif, dan faktor yang memengaruhi munculnya tindak tutur direktif tersebut. Dalam film “Nanny McPhee” ditemukan banyak tindak tutur direktif karena ceritanya yang berkisah tentang pengasuh dan anakanak. Peneliti menemukan jenis tindak tutur yang digunakan yaitu tindak tutur langsung-tidak langsung dan tindak tutur literal-tidak literal. Makna tindak tutur direktif yang digunakan, antara lain perintah/suruh, melarang, permintaan, menyarankan/menganjurkan, mempersilakan, mengajak, membiarkan, menyindir, mempercayakan, meminta maaf, meminta izin, dan memperingatkan. Faktor yang memengaruhi, antara lain latar belakang peserta tutur (usia, status sosial, tingkat keakraban, watak penutur), warna emosi, situasi tutur, maksud dan tujuan tuturan, dan norma. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa belum ada penelitian tindak tutur direktif anak. Oleh sebab itu, penelitian yang terfokus pada kajian tuturan direktif anak dalam media ini perlu dilakukan. 1.7 Landasan Teori Penelitian “Tindak Tutur Direktif Anak dalam Media: Studi Kasus Surat Pembaca Rubrik “Apa Kabar, Bo?” pada Majalah Bobo” ini menggunakan pendekatan linguistik struktural dan pragmatik. Pendekatan linguistik struktural, yaitu sintaksis, diperlukan untuk mengetahui bentuk tuturan direktif yang digunakan oleh anak dalam media. Prragmatik digunakan untuk mengetahui fungsi dan faktor yang memengaruhi tuturan direktif anak dalam media yang terkait konteks.
8
1.7.1 Sintaksis Bidang linguistik yang mendasari bidang linguistik lainnya adalah bidang yang menyangkut struktur-struktur dasar tertentu, yaitu struktur bunyi bahasa yang bidangnya disebut “fonetik” dan “fonologi”, struktur kata yang disebut “morfologi”, struktur antarkata dalam kalimat yang bernama “sintaksis”, dan masalah arti atau nama yang dikaji dalam “semantik” (Verhaar, 2008:9). Pendekatan linguistik struktural yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sintaksis. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 1983:17). Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat suruh (Ramlan, 1983:26). Situasi tersebut adalah tanggapan lawan tutur terhadap sebuah kalimat yang dapat mengidentifikasi kalimat, misalnya kalimat berita akan ditanggapi dengan perhatian atau anggukan, kalimat tanya akan ditanggapi dengan jawaban, dan kalimat suruh ditanggapi dengan perbuatan. Kalimat berita atau kalimat deklaratif berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang diharapkan hanya berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian (Ramlan, 1983:26). Kalimat berita isinya memberitakan sesuatu kepada pembaca atau pendengar. Berita tersebut dapat berupa informasi, pesan, kabar, dan sebagainya. Menurut ciri-cirinya, kalimat berita diakhiri dengan tanda titik dan bila dilisankan nada akhir cenderung turun. Kalimat berita terkadang tidak digunakan untuk memberi makna „memberitakan sesuatu‟. Pada kenyataannya,
9
kalimat berita dapat memiliki makna lain, misalnya menyuruh, meminta, dan sebagainya. Penggunaan ini bergantung pada konteks. Sebagai contoh, jika udara sangat dingin dan penutur mengatakan,”Dingin sekali di sini.”, mitra tutur langsung menutup jendela. Perbuatan yang dilakukan mitra tutur merupakan tingkat keberhasilan penyampaian maksud penutur. Kalimat tanya atau interogatif umumnya berfungsi untuk menanyakan sesuatu (Ramlan, 1983:28). Menurut ciri-cirinya, kalimat tanya diakhiri dengan tanda tanya dan memiliki nada akhir naik. Kalimat tanya ditandai oleh kata tanya, antara lain apa, siapa, mengapa, kenapa, bagaimana, mana, bilamana, kapan, bila, dan berapa. Selain itu, kalimat tanya dapat dibentuk melalui partikel yang menyertainya, yaitu partikel –kah. Tidak berbeda dengan kalimat berita, kalimat tanya juga dapat difungsikan untuk memerintah, menyindir, meminta, dan sebagainya. Kalimat suruh atau imperatif mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak bicara (Ramlan, 1983:37). Isinya memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu seperti yang diinginkan penutur. Menurut ciri-cirinya, kalimat suruh biasanya diakhiri oleh tanda seru dan memiliki nada akhir tinggi. Walaupun demikian, ciri-ciri tersebut tidak selalu tampak dalam kalimat imperatif. Berdasarkan strukturnya, kalimat suruh dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu (Ramlan, 1983:38):
10
a. Kalimat Suruh yang Sebenarnya Ditandai dengan pola intonasi suruh. Selain itu, apabila P-nya terdiri dari kata verba intransitif, bentuk kata verbal itu tetap, hanya partikel – lah dapat ditambahkan pada kata verbal itu untuk menghaluskan perintah. S-nya boleh dilesapkan, boleh juga tidak. b. Kalimat Persilaan Selain ditandai dengan pola intonasi suruh, kalimat persilaan ditandai dengan penambahan kata silakan atau dipersilakan yang diletakkan di awal kalimat. c. Kalimat Ajakan Berdasarkan fungsinya, kalimat ini juga mengharapkan suatu tanggapan yang berupa tindakan, hanya perbedaannya tindakan itu dilakukan oleh lawan tutur dan penutur. Ditandai dengan adanya katakata ajakan ayo atau mari yang diletakkan di awal kalimat. Partikel – lah juga dapat ditambahkan. S-nya boleh lesap, boleh tidak. d. Kalimat Larangan Kalimat larangan selain menggunakan intonasi suruh juga ditandai dengan kata jangan. Partikel –lah dapat ditambahkan untuk memperhalus larangan dan S-nya boleh lesap, boleh juga tidak. 1.7.2 Pragmatik Pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat dengan konteks (Wijana, 2011:13). Penggunaan bahasa bergantung pada situasi dan kondisi ketika tuturan itu berlangsung. Hal ini tampak dalam makna kontekstual yang disampaikan
11
dalam tuturan. Pragmatik dan semantik mengkaji makna. Makna dalam kajian pragmatik merupakan makna terikat konteks, sedangkan makna dalam semantik merupakan makna bebas konteks. Makna yang terikat konteks dalam tuturan terkadang tidak selalu sesuai dengan makna semantiknya, makna tersebut mengacu pada hal yang lain atau bahkan berkebalikan dengan makna semantiknya. Selain itu, makna dalam pragmatik dipandang sebagai makna yang disampaikan penutur dan ditafsirkan oleh lawan tutur. Makna ini merupakan maksud-maksud yang ingin disampaikan oleh penutur. Salah satu batasan pragmatik yang berterima adalah bidang pragmatik, yaitu bidang di dalam linguistik yang mengkaji maksud ujaran, bukan makna kalimat yang diujarkan tersebut (Gunarwan, 1994:83). Makna kalimat dikaji dalam bidang semantik, sedangkan maksud daya (force) dikaji dalam pragmatik. Pragmatik juga mempelajari fungsi tuturan. Tuturan diujarkan dengan tujuan yang berbeda-beda. 1.7.2.1 Aspek Situasi Tutur Sehubungan
dengan
bermacam-macamnya
makna
yang
mungkin
dikemukakan, sejumlah aspek senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik (Wijana:2009:15). Aspek-aspek tersebut digunakan untuk memahami maksud-maksud penutur. Sejumlah aspek tersebut adalah sebagai berikut (Leech, 1993:19).
12
1) Penutur dan Petutur Sejumlah faktor seperti usia, tingkat sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan lain-lain merupakan aspek penting dalam tuturan penutur dan lawan tutur. 2) Konteks Tuturan Konteks merupakan aspek-aspek yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial tuturan, misalnya latar belakang yang dimiliki penutur dan mitra tutur (background knowledge). 3) Tujuan Tuturan Dalam pragmatik, setiap tuturan selalu memiliki tujuan, seperti menyapa, mendeklarasikan, menyuruh, dan sebagainya. 4) Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Kegiatan: Tindak Ujar Pragmatik menangani bahasa tidak hanya sekadar tata bahasa saja, melainkan tuturan sebagau entitas konkret antara penutur dan mitra tutur. 5) Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal Tuturan merupakan bentuk tindak verbal sebagai hasil kebahasaan yang dapat diidentifikasi melalui situasi penggunaannya. 1.7.2.2 Tindak Tutur Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang terjadi dalam situasi tertentu (Wijana, 2011:17). Tuturan sebagai bentuk yang lebih konkret dibandingkan tata bahasa, merupakan hasil dari tindak verbal yang disebut sebagai tindak tutur. Satuan analisis pragmatik bukanlah kalimat (karena kalimat
13
adalah satuan bahasa), melainkan tindak ujaran atau tindak tutur (speech act) (Gunarwan, 1994:84). Tindakan-tindakan yang tercerminkan dari tuturan penutur, misalnya, ketika orang meminta maaf, tuturan orang tersebut tidak hanya mengungkapkan penyesalannya, tetapi juga merupakan sebuah tindakan meminta maaf itu sendiri. Menurut Searle (dalam Wijana, 2011:21) secara pragmatis setidaktidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. 1. Tindak Lokusi Tindak Lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu (Wijana, 1996:17). Tindak tutur ini disebut The Act of Saying Something. Tindak tutur ini memahami sebuah tuturan sebagai informasi yang disampaikan penutur pada lawan tutur. Pada tindak tutur ini, tidak ditemukan kecenderungan usaha penutur untuk melakukan sesuatu atau bahkan memengaruhi lawan tutur. Tujuan dari tindak tutur ini adalah memberi tahu lawan tutur mengenai sesuatu. 2. Tindak Ilokusi Tindak Ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu (Wijana, 1996:18). Tindak tutur ini disebut The Act of Doing Something. Tindak ilokusi merupakan bagian utama dalam memahami tindak tutur. Dalam tindak tutur ilokusi, tuturan seseorang tidak hanya memberi informasi melainkan juga meminta seseorang untuk
14
melakukan sesuatu untuk penutur. Sebagai contoh, ketika seseorang menuturkan kondisi ruangan yang panas dan jendela ruangan belum terbuka, penutur tidak hanya menginformasikan bahwa dia kepanasan, tetapi juga meminta agar lawan tutur membuka jendela agar ruangan lebih dingin. 3. Tindak Perlokusi Tindak perlokusi merupakan tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk memengaruhi lawan tutur (Wijana, 1996:20). Tindak tutur ini disebut The Act of Affecting Someone. Tuturan dalam tindak perlokusi memiliki daya untuk memengaruhi lawan tutur. Daya pengaruh ini bisa terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Menurut Searle (dalam Nadar, 2009:16), tindak ilokusioner yang merupakan bagian sentral dalam kajian tindak tutur dibagi menjadi lima, yaitu: 1. Representatives
„representatif‟
seperti
hypothesise
„membuat
hipotesis‟, suggest „menyarankan‟, swear „bersumpah‟. 2. Directives
„direktif‟
seperti
command
„memerintah‟,
request
„meminta‟, invite „mengundang‟. 3. Commisives „komisif‟ seperti undertake „mengusahakan‟, promise „berjanji‟, threaten „mengancam‟. 4. Expressives „ekspresif‟, seperti thank „berterima kasih‟, congratulate „mengucapkan selamat‟, welcome „menyambut‟. 5. Declarations „deklarasi‟, seperti declare „menyatakan‟, named „menamakan‟.
15
1.7.2.3 Tindak Tutur Direktif Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang memiliki maksud agar lawan tutur melakukan sesuatu sesuai yang diharapkan penutur. Menurut Gunarwan (1994:85), tindak tutur direktif yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu, misalnya menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Tuturan direktif memberi rangsangan terhadap mitra tutur, sehingga mitra tutur menangkap maksud dan sebagai timbal baliknya melakukan maksud penutur. Menurut Yule (2006:93), direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Tindak tutur direktif merupakan pernyataan atas keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran, dan kalimatnya dapat berupa kalimat positif atau negatif. Rahardi menyebut tindak tutur direktif sebagai wujud pragmatik imperatif. Sebuah tuturan imperatif akan tampak dengan benar-benar jelas, apabila tuturan itu muncul bersama dengan bentuk dan wujud tanggapannya (Rahardi, 2005:11). Tanggapan tersebut merupakan konteks situasi tutur, dapat berupa tindakan verbal maupun nonverbal. Dengan wujud pragmatik imperatif yang tidak selalu berupa konstruksi imperatif, makna tuturan sangat ditentukan oleh konteksnya. Wujud pragmatik imperatif merupakan realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia
apabila
dikaitkan
dengan
melatarbelakanginya (Rahardi, 2005:93).
konteks
situasi
tutur
yang
16
Dalam penelitian Rahardi (2005:93) ditemukan tujuh belas macam makna pragmatik, antara lain sebagai berikut. No. Makna 1. Perintah 2. 3
Suruhan Permintaan
4
Permohonan
5
Desakan
6
Bujukan
7
Imbauan
8
Persilaan
9
Ajakan
10 11
Permintaan izin Mengizinkan
12 13
Larangan Harapan
14
Umpatan
15 16
Ucapan selamat Anjuran
17
Ngelulu
Identifikasi Biasanya menggunakan verba di awal kalimat dan ringkas. Secara struktural, dapat menggunakan kata coba. Dapat menggunakan penanda kesantunan tolong atau frasa lain yang bermakna „minta‟. Dapat pula menggunakan penanda kesantunan mohon. Biasanya menggunakan penanda kesantunan mohon dan partikel –lah. Biasanya menggunakan kata mari atau ayo. Kadangkadang menggunakan kata harap atau harus untuk memberi penekanan maksud desakan. Menggunakan kata ayo atau mari sebagai penanda. Dapat pula menggunakan kata tolong. Lazimnya menggunakan partikel –lah dan diikuti penanda kesantunan harap atau mohon. Lazimnya digunakan penanda kesantunan silakan atau untuk suasana yang lebih formal menggunakan dipersilakan. Biasanya menggunakan penanda kesantunan ayo atau mari. Biasanya menggunakan penanda kesantunan mari atau boleh. Penanda kesantunan silakan juga dapat digunakan untuk makna mengizinkan. Biasanya ditandai dengan pemakaian kata jangan. Biasanya ditunjukkan dengan penanda kesantunan harap dan semoga. Banyak ditemukan dalam komunikasi keseharian. Dapat menggunakan kata dasar, kurang ajar, lancang, dan sebagainya. Ucapan selamat dapat berupa ucapan ketika hari raya, apresiasi atas keberhasilan, dan salam. Ditandai dengan penggunaan kata hendaknya dan sebaiknya. makna yang sesungguhnya melarang tapi diungkapkan seakan-akan mendukung lawan tutur dan meneruskan yang telah dilakukan.
17
1.7.2.4 Wacana Dialog Berdasarkan jumlah penutur, wacana dibagi dua yaitu wacana monolog dan wacana dialog. Wacana dialog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih (Mulyana, 2005:53). Tuturan dilakukan bergantian antara satu penutur dengan satu penutur lainnya. Wacana dialog dapat berbentuk lisan atau tulis. Wacana dialog tulis memiliki bentuk yang sama dengan wacana drama, misalnya dialog skenario, dialog ketoprak, lawakan, dan sebagainya (Mulyana, 2005:53). Dalam wacana dialog tulis, penutur merupakan penulis, sedangkan lawan tutur merupakan pembaca. 1.8 Data dan Metode Penelitian Penelitian terbagi dalam tiga tahap, yaitu penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5). Data penelitian ini terbatas pada tuturan direktif penutur yang terkandung dalam surat pembaca RAKB dari Majalah Bobo. RAKB merupakan wacana dialog antara penutur (penulis surat pembaca) dan lawan tutur (redaktur Bobo). Data diambil dengan teknik studi pustaka dari tuturan anak berusia 8-12 tahun yang dituliskan dalam surat pembaca. Sampel merupakan delapan belas edisi majalah Bobo secara berurutan, terbit setiap Kamis pada bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Kedelapan belas edisi tersebut adalah edisi 22, 26 sampai dengan edisi 42. Terdapat kemungkinan bahwa tuturan anak tersebut telah disunting oleh redaktur atau orangtua penutur sebelumnya.
18
Metode yang digunakan dalam penyediaan data yaitu metode simak atau observasi. Metode simak dilakukan dengan menyimak data. Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap karena peneliti tidak masuk di dalam percakapan, hanya berperan sebagai pengamat atau pemerhati penggunaan bahasa. Berikutnya, dengan teknik catat, data dicatat kemudian diklasifikasikan sesuai dengan tujuan penelitian. Setelah data diklasifikasikan, analisis dilakukan dengan menggunakan metode padan pragmatis. Metode padan, alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Teknik yang digunakan yaitu teknik pilah unsur penentu atau disebut PUP dan dikombinasikan dengan teknik ubah ujud parafrase. Adapun alat teknik PUP ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993:21). Hasilnya merupakan data yang diklasifikasi sesuai dengan kategori masing-masing tujuan penelitian. Teknik parafrasa digunakan untuk mengetahui maksud tuturan yang dilakukan dengan mengubah ujud tuturan dengan kesamaan informasi. Selain itu, analisis juga dilakukan dengan metode kontekstual untuk memperjelas fungsi tuturan tersebut. Penyajian analisis data dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode formal dan metode informal (Sudaryanto, 1993:145). Dalam penelitian ini, penyajian analisis hasil data menggunakan metode informal, yaitu penyajian hasil data dengan
kata-kata
biasa
yang dilakukan secara
sistematis
dalam
mendeskripsikan masalah, dan metode formal untuk memetakan analisis dalam bagan. Tahapan ini dilakukan setelah proses analisis selesai dilakukan.
19
1.9 Sistematika Penelitian Penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab I terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II berisi klasifikasi modus-modus tindak tutur direktif surat pembaca RAKB pada majalah Bobo. Bab III berisi analisis fungsi tindak tutur direktif yang digunakan dalam tindak tutur direktif surat pembaca RAKB pada majalah Bobo. Bab IV berisi faktor yang memengaruhi penggunaan tindak tutur dalam tindak tutur direktif rubrik surat pembaca RAKB pada majalah Bobo. Bab V berisi kesimpulan dan penutup. Halaman selanjutnya daftar pustaka dan lampiran data. Penomoran data dilakukan secara berkesinambungan mulai dari Bab II sampai dengan Bab IV. Dimungkinkan terdapat data yang berulang karena adanya kreasi data yang menyesuaikan dengan topik pembahasan. Jika ada data yang berulang, digunakan penomoran yang sama sesuai dengan nomor data yang sudah muncul sebelumnya. Namun, tuturan yang merupakan bagian dari tuturan yang lebih besar dan berulang dalam data berikutnya menggunakan nomor yang berbeda. Penyajian data disajikan secara otentik sesuai dengan data asli dalam surat pembaca RAKB.