BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap efektif. Menurut Sastrosiswojo, 1990 (Kasumbogo Untung, 1993: 56), rata-rata petani sayuran harus mengeluarkan sekitar 50% dari biaya produksi untuk pengendalian kimiawi dengan mencampur beberapa jenis pestisida. Dilaporkan juga bahwa petani sayuran rata-rata menyemprot tanaman sayurannya 16 kali dalam satu musim atau dengan interval penyemprotan 4-6 hari. Tidak sedikit petani sayuran yang menyemprot dengan interval lebih pendek daripada interval tersebut, terutama apabila turun hujan. Praktik penggunaan pestisida yang sembarangan tersebut tentunya tidak dapat dipertahankan terus karena kerugian dan bahaya yang diakibatkan
akan
semakin
mengancam
kehidupan
masyarakat
(Kasumbogo Untung, 1993: 57). Penggunaan pestisida yang berlebihan (khususnya yang bersifat sintetis) sering merugikan terhadap lingkungan. Beberapa kasus yang merugikan tersebut di antaranya: 1) kasus keracunan (lebih dari 400.000 kasus dilaporkan per tahunnya, 1,50% di antaranya fatal); 2) polusi lingkungan (kontaminasi tanah, air, udara, hasil pertanian, dan dalam jangka waktu panjang terjadi kontaminasi terhadap manusia dan makhluk hidup lainya); 3) serangga hama menjadi resisten, resurgen maupun
1
toleran terhadap pestisida (Agus Kardinan, 2000: 2). Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida sintetis dengan takaran berlebih, mendorong pemerintah untuk menggalakkan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan mengutamakan pemanfaatan agen pengendalian hayati atau biopestisida termasuk pestisida nabati sebagai komponen utama dalam sistem PHT yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1995. Menurut Aslamiyah, dkk (2010: 1), pemanfaatan agen pengendalian hayati atau biopestisida dalam pengelolaan hama dapat memberikan has`il yang optimal dan relatif aman bagi makhluk hidup dan lingkungan. Pestisida nabati merupakan bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang bisa digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat. Pestisida nabati terbuat dari bahan alami atau nabati, maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam, sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan, karena residu (sisa-sisa zat) mudah hilang (M Syakir, 2011: 10). Di Indonesia terdapat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati. Bahan dasar pestisida alami ini dapat ditemui di beberapa jenis tanaman, dimana zat yang terkandung di masing-masing tanaman memiliki fungsi berbeda ketika berperan sebagai pestisida. Menurut Agus Kardinan
2
(2002), famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial pestisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan Rutaceae karena mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, terpenoid, dan saponin. Daun sirih hijau (Piper betle L.) termasuk dalam famili Piperaceae (sirih-sirihan) yang mengandung minyak atsiri dan alkaloid (Nugroho, 2003; Handayani dkk, 2013: 4). Selain itu, daun sirih hijau (Piper betle L.) mengandung flavonoid, tanin, steroid/terpenoid, dan kuinon (Agus Aulung, dkk, 2010: 9). Senyawa-senyawa seperti sianida, saponin, tanin, flavonoid, steroid, alkaloid, dan minyak atsiri dapat berfungsi sebagai insektisida (Aminah, 1995; Handayani, dkk, 2013: 2). Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk membuktikan penggunaan ekstrak daun sirih sebagai insektisida. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Lapida Yunianti (2016) mengenai Uji Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) sebagai Insektisida Alami terhadap Mortalitas Walang Sangit (Leptocorisa acuta) menunjukkan hasil bahwa ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) berpengaruh nyata terhadap mortalitas walang sangit. Penggunaan pestisida nabati dapat diterapkan oleh petani untuk mengatasi organisme pengganggu tanaman (OPT), salah satunya dalam tanaman sayuran. Sayuran merupakan sumber gizi yang utama sebagai penghasil vitamin dan mineral. Bagi petani budidaya sayuran dapat memberikan penghasilan yang cukup dan rata-rata lebih baik daripada komoditi pangan lainnya. Diantara bermacam-macam sayuran yang dapat
3
dibudidayakan, tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai komersial dan prospek yang tinggi. Sawi merupakan jenis sayuran yang disukai oleh masyarakat Indonesia, mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan masyarakat kelas atas. Sawi mengandung protein 2,3 gr, lemak 0,3 gr, karbohidrat 4 gr, kalsium 220 miligram, fosfor 38 miligram, zat besi 2,9 miligram, vitamin A 1.940 miligram, vitamin B 0,09 miligram dan vitamin C 102 miligram (Eko Haryanto, dkk, 2003: 5-6). Tanaman sawi dapat tumbuh baik di di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Tanaman sawi juga tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau, jika penyiraman dilakukan dengan teratur maka akan tumbuh sebaik pada musim penghujan. Hama tanaman merupakan faktor kendala atau pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Kerusakan tanaman oleh serangan hama sangat besar, ditaksir rata-rata 20-30% dari potensi hasil (Kasumbogo Untung, 1993: 2). Tanaman sawi juga tidak terlepas dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), yaitu ulat Agrotis ipsilon, ulat Crocidolomia, ulat Plutella, ulat Spodoptera litura, kutu daun Aphis (Nur Tjahjadi, 1989: 107) siput setengah telanjang (Parmarion pupillaris Humb.), dan sumpil (Subulina octona). Menurut Sriniastuti, 2005 (Petrus dan Ismaya, 2014: 163) hama ulat pemakan daun sawi Plutella xylostella merupakan salah satu hama paling banyak menyerang tanaman sayur-sayuran dan menyebabkan kerusakan sekitar 12,5%. Jika kehadiran populasi hama
4
sangat tinggi hampir seluruh permukaan daun dimakan dan hanya menyisakan tulang-tulang daun saja, sehingga dapat menyebabkan gagal panen. Penelitian Bukhari (2009) tentang Efektivitas Ekstrak Daun Mimba terhadap Pengendalian Hama Plutella xylostella L. pada Tanaman Kedele menunjukkan bahwa pada konsentrasi 5% mampu menurunkan intensitas serangan larva Plutella xylostella, yaitu 4,39% (28 HST). Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui efektivitas daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). B. Identifikasi Masalah 1. Pengendalian hama oleh petani masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis. 2. Penggunaan pestisida sintetis menimbulkan dampak negatif yaitu polusi lingkungan, serangga hama menjadi resisten, resurgen maupun toleran terhadap pestisida,. 3. Pemerintah menggalakkan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan mengutamakan pemanfaatan agen pengendalian hayati atau biopestisida termasuk pestisida nabati sebagai komponen utama dalam sistem PHT. 4. Daun sirih hijau (Piper betle L.) termasuk dalam famili Piperaceae (sirih-sirihan) yang mengandung minyak atsiri, senyawa alkaloid,
5
flavonoid, tanin, steroid/terpenoid, dan kuinon yang dapat berfungsi sebagai insektisida. 5. Hama tanaman merupakan faktor kendala atau pembatas bagi program peningkatan produksi. 6. Tanaman sawi tidak terlepas dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), yaitu ulat Agrotis, ulat Crocidolomia, ulat Plutella, ulat Spodoptera, kutu daun Aphis, siput setengah telanjang (Parmarion pupillaris Humb.), dan sumpil (Subulina octona). C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, penelitian ini dibatasi pada efektivitas pemberian pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella, pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella pada fase larva, tingkat kerusakan daun sawi (Brassica juncea L.), dan berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) dengan membandingkan antara masing-masing dosis perlakuan. D. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.)? 2. Bagaimana pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella fase larva pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) ? 6
3. Bagaimana pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap tingkat kerusakan daun sawi (Brassica juncea L.) ? 4. Bagaimana pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.) ? 5. Berapa dosis pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) yang efektif untuk pengendalian hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) ? E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap mortalitas hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.). 2. Mengetahui pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap pemendekan siklus hidup hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.) 3. Mengetahui pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap tingkat kerusakan daun sawi (Brassica juncea L.). 4. Mengetahui pengaruh pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea L.). 5. Mengetahui dosis pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) yang efektif untuk pengendalian hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.).
7
F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Petani dan Masyarakat a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat dan kandungan yang terdapat dalam larutan pestisida nabati daun sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan petani mengenai dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia. c. Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menginspirasi
masyarakat
khususnya petani agar menerapkan penggunaan pestisida nabati khususnya daun sirih hijau (Piper betle L.) dalam pengendalian hama Plutella xylostella. d. Dapat mengurangi dampak negatif pencemaran akibat penggunaan pestisida kimia. 2. Bagi Saintis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan menjadi inspirasi bagi saintis dalam mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan biopestisida untuk pengendalian hama Plutella xylostella pada tanaman sawi (Brassica juncea L.).
8
G. Batasan Operasional 1. Tanaman sawi yang akan diinfeksi oleh larva Plutella xylostella instar III adalah tanaman sawi jenis caisim (Brassica juncea L.) yang berumur 21 hari setelah tanam. 2. Hama Plutella xylostella yang digunakan adalah larva instar III dengan kisaran panjang 4-6 mm, lebar 0,75 mm, dan berwarna hijau. 3. Daun sirih yang digunakan untuk membuat pestisida nabati yaitu daun sirih hijau (Piper betle L.) yang muda, untuk menyeragamkan maka pada penelitian ini menggunakan daun sirih yang terletak nomor tiga dari ujung. Menurut Rini D Moeljanto dan Mulyono (2003), daun sirih muda umumnya kaya akan kandungan diastase, gula, dan minyak atsiri lebih banyak dibandingkan dengan daun sirih tua. Namun, memiliki kandungan tanin yang relatif sama.
9