BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Akhir-akhir ini persoalan perubahan iklim telah menjadi garis depan diskusi dan perhatian diantara pemerintah, bisnis dan sebagain pihak non pemerintah (Belal, Kabir, Cooper, Dey, Khan, Rahman dan Ali, 2015). Perubahan Iklim merupakan satu diantara banyak tekanan lain pada sumber air dan penilai dari pilihan penyesuaian untuk tekanan perubahan iklim dan dan non iklim di masa depan adalah perlu (Hall dan Murphy, 2011). Diperkirakan perubahan iklim di masa depan akan berpengaruh pada sumber air termasuk aliran sungai saat musim panas menurun, kemunduran sungai es, menurunnya kelembaban tanah, lebih banyak banjir dan masa kekeringan yang lebih lama (Hurlbert, Diaz, Corkal danWarren, 2009). Air merupakan sumber kehidupan yang akan sangat terpengaruh dengan perubahan iklim, seperti peningkatan suhu yang mengakibatkan kekeringan atau mencairnya es kutub, selain itu keberadaan air bersih juga semakin berkurang karena adanya pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh beberapa pihak yang kurang bertanggung jawab, setidaknya hanya 1% air yang layak konsumsi. Air merupakan sumber yang unik yang mana tidak menerima cukup perhatian perusahaan yang telah memberikan kontribusi esensinya terhadap kehidupan manusia (Fogel dan Palmer, 2013).
1
2
Seiring dengan perubahan iklim, penting untuk tetap menjaga ketersediaan air bersih untuk kelangsungan hidup manusia. Pertambahan populasi akan menghasilkan pertumbuhan permintaan akan air (Hall dan Murphy, 2011). Di abad ke 21 ini persediaan air bersih semakin sedikit, hanya sekitar 1% saja. Sebagian orang memiliki akses air bersih namun banyak juga yang tidak memiliki akses tersebut, bahkan milyaran orang terkena dampak krisis air. Setidaknya satu milyar orang tidak memiliki akses air bersih yang dapat layak konsumsi. Sedikitnya air bersih ini dapat dikarenakan beberapa faktor misalnya saja pencemaran atau kurangnya perlindungan terhadap sumber mata air bersih. Seperti yang di ungkapkan Economy (2013) bahwa menurut suatu laporan diatas 40 % sungai di Cina berpolusi dan 20% sangat mengotori kualitas air dengan tingat racun yang tinggi bahkan hanya dengan kontak dengan air tersebut. Tidak hanya di China yang mengalami krisis air bersih, namun beberapa negara berikut juga mengalami hal yang sama. MenurutSt.Cyr (2013) negara berikut merupakan tempat yang membutuhkan air bersih yang dapat diminum, antara lain Afganistan yang hanya memiliki 30% air yang dapat diminum karena kurangnya akses dan infrastruktur serta adanya polusi. Negara kedua yaitu E thiopia Afrika yang hanya 11% yang memiliki akses air bersih. India, yang sumber airnya telah terkontaminasi oleh limbah agrikultur, yang menurut Water.org sebesar 21%
penyakit menular berkaitan dengan air yang tidak
terlindungi. Negara lainnya yaitu Chad di Afrika yang kekeringan, Combadia, Laos dan Haiti, namun masih banyak negara yang membutuhkan air bersih.
3
Air juga berperan penting dalam kelangsungan operasi perusahaan seperti perusahaan manufaktur khususnya food beverage yang mana kualitas air sangat diperhatikan. Perusahaan atau bisnis ini memiliki tanggung jawab untuk melaporkan pengelolaan sumber daya yang digunakan dan setiap kegiatannya kepada para pemangku kepentingan perusahaan. Sejak perang dunia II, konten laporan keuangan perusahaan meningkat secara signifikan di banyak perusahaan di negara berkembang (Al-Arussi, Selamat, dan Hanefah, 2009). Dalam laporan tahunan tidak hanya berisi pengungkapan informasi keuangan saja, akan tetapi juga informasi non-keuangan. Meningkatnya kesadaran pada aktivitas sosial dan lingkungan memberikan tekanan yang lebih pada perusahaan untuk menyampaikan informasi mengenai aktivitas dan tanggapan untuk beberapa permintaan yang dijatuhkan oleh stakeholder
(Khlif, Guidara dan Souissi, 2015)a.
Satu diantaranya adalah
informasi lingkungan ( Al-Arussy et al., 2009). Pengungkapan informasi mengenai dampak ekonomi aktifitas manufaktur pada lingkungan telah menjadi perhatian yang signifikan dalam manajemen bisnis (Bewley dan Li, 2000). Beuren dan Boff (2011) menyebutkan bahwa berbagai agen telah memonitoring sumberdaya tersebut dan tuntutan yang lebih besar akan kepedulian dalam penggunaan mereka.
Banyak perusahaan mengambil
tanggungjawab untuk dampak lingkungan mereka, sebuah tanggung jawab yang dicerminkan dalam keinginan mereka untuk membuat pengungkapan publik atas perilaku dengan implikasi lingkungan (Sattipun dan Staton, 2012).
4
Pentingnya pengungkapan sosial dan lingkungan ini mendorong perusahaan
untuk
menyediakan
informasi
mengenai
tanggung
jawab
lingkungannya. Kelompok stakeholder yang berbeda, khususnya yang berkaitan dengan peraturan dan kelompok pengawas perusahaan memberikan tekanan besar pada perusahaan untuk menjadi lebih bertanggung jawab pada secara sosial (Jose dan Mei, 2007) Negara Perancis yang telah menerbitkan peraturan mengenai pengungkapan bahwa peusahaan harus menyediakan informasi mengenai dampak lingkungan atas operasi mereka, hal ini disebut dengan mandatory disclosure. Mandatory disclosure ini melingkupi informasi keuangan dan non-keuangan, dan merujuk pada dampak lingkungan operasi perusahaan (udara, air, emisi, energi, material) sebagaimana komitmen perusahaan atas perlindungan lingkungan, remidiasi, dan batasan atas konsekuensi yang merugikan atas aktivitas ekonomi pada lingkungan alam (Barbu, Dumotier, Feleaga dan Feleaga, 2014). Melalui pengungkapan informasi sosial dan lingkungan perusahaan, terdapat
beberapa
manfaat
yang
akan
diperoleh
perusahaan
dengan
menyediakannya. Pertama, Untuk sebuah perusahaan, perlindungan informasi lingkungannnya tidak hanya menaikkan reputasi, meninggikan kemampuan bersaing, tetapi juga menyediakan informasi lingkungan untuk para stakeholder diluar perusahaan (Liu, Liu, McConey dan Li, 2011). Kedua, Pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan sebagai sebuah dialog antara perusahaan dengan stakeholder nya yang mana memiliki kepentingan dalam aktivitas sosial dan
lingkungan
perusahaan,
menunjukkan
pemenuhan
tanggung
jawab
5
perusahaan kepada para stakeholder nya (Lu dan Abeysekera, 2014). Ketiga, Pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan diharapkan menjadi strategi managemen yang efektif untuk mengembangkan dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan para stakeholder (Yusoff dan Alhaji, 2012). Perusahaan air dalam praktiknya hanya mengungkapkan sedikit informasi mengenai lingkungannya. Hal tersebut dapat dikerenakan oleh otoritas pembatasan informasi. Menurut Goodman (2009) perusahaan air tidak perlu untuk mengungkapkan informasi sebanyak PDAM karena kesenjangan dalam otoritas pengawasan federal menurut laporan yang dirilis oleh auditor pemerintah. Informasi lingkungan yang dirasa kurang penting bagi stakeholder dan perusahaan (Gunawan, 2010) dapat menjadi penghambat pengungkapan informasi lingkungan. Pada kenyataannya informasi mengenai lingkungan khususnya perolehan air oleh perusahaan air merupakan informasi yang dibutuhkan bagi siapa saja yang berkepentingan. Pengungkapan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan oleh kelompok kepentingan tertentu misalnya pemegang saham atau karyawan (Dumay, 2015). Menyediakan informasi terkait produk yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan tanggung jawab sosial perusahaan yang harus dipenuhi terhadap stakeholder nya (customer). Sistem air publik harus menyediakan laporan untuk pelanggan mengenai air, paling tidak sumbernya, bukti
zat pencemar dan
pemenuhan peraturan (Goodman, 2009). Pengungkapan dilakukan karena adanya motivasi manajer dalam pengelolaan perusahaan dimana manajer di dukung atas
6
keputusannya dengan menujukkan bahwa setiap tindakan atau keputusan yang diambil memberikan keuntungan bagi stakeholder perusahaan. Di negara berkembang praktik pengungkapan masih sedikit dan rendah seperti yang diungkapkan Bokpin, Ishaaq dan Nyarko (2015) negara berkembang sering dicirikan dengan praktik tatakelola dan praktik pengungkapan perusahaan yang rendah. Indonesia memiliki standar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan, akan tetapi praktik pengungkapan sosial dan lingkungan adalah sukarela “voluntary” (Djajadikerta dan Trireksani, 2012) jumlah pengungkapan yang dilakukan masih dibatasi (Gunawan, et al., 2009). Menurut penelitian Djajadikerta dan Trireksani(2012) di Indonesia memiliki Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) namun tidak ada yang secara spesifik permintaan untuk pengungkapan sosial lingkungan perusahaan, namu beberapa standar akuntansi yang berkaitan dengan industri yang peka secara lingkungan seperti PSAK 29 untuk industri minyak dan gas, PSAK 32 untuk sektor perhutanan, PSAK 33 untuk industri tambang biasa dan PSAK 34 untuk kontrak Konstruksi. Selain itu, terdapat undang undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terkait Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Menurut penelitian Elijido-ten, Kloot dan Clarkson (2010) yang menggunakan sampel perusahaan Malaysia yang merupakan negara berkembang menyatakan bahwa Malaysia memiliki permintaan mandatori untuk menyediakan pengungkapan lingkungan yang sangat terbatas. Hal tersebut menunjukkan bahwa sepertinya pengungakapan lingkungan dalam laporan tahunan dan media
7
komunikasi merupakan “voluntary” yang dibuat untuk memenuhi permintaan stakeholder (Eljido-ten et al., 2010). Eljido ten (2010) pengungkapan lingkungan laporan keuangan di Malaysia sebagian besar opsional. Stakeholder merupakan salah satu pihak yang menjatuhkan permintaan akan pengungkapan lingkungan. Elijido-ten (2011) menarik pada kerangka strategi stakeholder nya Freeman dan teori pengaturan agenda media, hasilnya menunjukkan bahwa alam dan arti penting peristiwa mempengaruhi perilaku stakeholder yang potensial yang mana pada akhirnya mempengaruhi keputusan environmental
disclosure
di
laporan
tahunan.
Elijido-ten
et
al.,(2010)
mengungkapkan bahwa suatu peristiwa lingkungan memiliki arti penting sarta memiliki dampak besar pada keputusan environmental disclosure. Pola yang dibentuk stakeholder berhubungan dengan environmental disclosure yang dilakukan perusahaan seperti penelitian Rodrigue (2014) yang meyatakan bahwa dinamika informasi yang dikandung berperan serta terdiri dari beberapa
pola
terkait.
Pertama,
dalam
pola
konfirmasi,
stakeholder
mengungkapkan pesan yang sesuai dengan pesan perusahaan. Kedua, pola pelengkap, stakeholder memberikan informasi melengkapi pengungkapan informasi perusahaan. Ketiga, pola oposisi yang mana stakeholder bertentangan dengan penyingkapan informasi yang dilakukan perusahaan. Pola-pola ini berbeda karena terkait dengan berbagai interaksi dari stakeholder, sedangkan yang paling telibat adalah menggabungkan pola pengungkapan yang ada sekitar isu kunci. Berkaitan dengan pengaruh stakeholder pada environmental disclosure Liu dan Anbumozhi (2009) yang meyatakan bahwa perusahaan di Cina menyediakan
8
informasi lingkungan sebagian besar hanya untuk mengurangi perhatian dari pemerintah, tekanan yang diberikan stakeholder seperti pemegang saham dan kreditor menujukkan tekanan yang lemah saat ini kemudian tumbuh dan lebih banyak perusahaan yang membuka lebih informasi lingkungan. Monteiro dan Guzman (2010) menyebutkan bahwa di portugis semenjak adanya mandatori untuk perusahaan di perancis, perusahaan mulai melakukan usaha khusus untuk mengungkapkan lebih informasi lingkungan dalam laporan keuangan mereka. Fallan dan Fallan (2009) juga menyatakan bahwa perusahaan akan menemui berbagai permintaan dari stakeholdernya tanpa adanya peraturan pemerintah, tidak ada peraturan perundang-undangan yang mempu meningkatkan dan menyesuaikan environmental disclosure mereka terhadap permintaan stakeholder nya dan mengesah keberadaan terhadap masyarakat, serta pendekatan peraturan memiliki pengaruh dan secara langsung hanya berlaku untuk environmental disclosure yang bersifat perintah dan perusahaan tidak secara penuh menuruti peraturan perundang-undangan. Menurut Ulhoi dan Madsen (2013) pada dasarnya, stakeholder theory mengasumsikan bahwa perusahaan di pegang bersama oleh koalisi atas pemegang yang memiliki kepentingan berbeda (berlandas perbedaan perhatian). Penelitian Fallan dan
Fallan (2009) menyebutkan bahwa tanpa adanya
peraturan pemerintah perusahaan akan menemui berbagai permintaan dari stakeholder, untuk perbaikan environmental disclosure tidak memerlukan peraturan, hanya berdampak langsung jika ada pengungkapan yang bersifat perintah sehingga perusahaan tidak harus memenuhi peraturan yang disyaratkan
9
peraturan perundang-undangan. Peraturan menjadi penengah atas permintaan stakeholder
perusahaan dengan perusahaan sendiri, selain itu memudahkan
perusahaan untuk menentukan apa yang harus diungkapkan dan dicantumkan dalam laporannya. Beberapa penelitian terdahulu terkait environmental disclosure diantara adalah Lu dan Abeysekera (2014) yang melakukan penelitian terkait environmental disclosure denan sampel perusahaan Cina, hasil penelitian ini adalah
bahwa
karakteristik
peusahaan
merupakan
faktor
faktor
yang
mempengaruhi environmental disclosure, stakeholder memiliki tekanan lemah pada perusahaan, pemegang saham mempengaruhi environmental disclosure, serta kreditor environmental disclosure terkait dengan kinerja lingkungan. Penelitian selanjutnya yaitu penelitian Comier et al., (2011) terkait kontribusi informasional pengungkapan sosial dan lingkungan terhadap investor, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan sosial dan environmental disclosure dapat menggantikan satu dengan yang lain dalam mengurangi asimetri informasi. Penelitan Liu dan Anbumozhi (2009) meneliti tentang faktor penentu pengungkapan informasi lingkungan perusahaan studi empiris perusahaan terdaftar di bursa efek China. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas dan ukuran pada saat itu merupakan faktor utama yang mempengaruhi upaya pengungkapan informasi lingkungan mereka, sedangkan kinerja ekonomi tidak berhubungan secara signifikan dalam kegiatan lingkungan. Perusahaan di China
10
melakukan pengungkapan hanya untuk mengurangi perhatian dari pemerintah. Tekanan pemegang saham dan kreditor berperan lemah. Penelitian Al Arussi et al., (2009) menetili faktor –faktor penentu pengungkapan keuangan dan pengungkapan lingkungan melalui internet oleh perusahaan Malaysia. Hasil penelitian Al Arussi et al., (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara level of technology, ethnicity of CEO, dan Firm Size terhadap Financial and environmnetal disclosure. Hasil ini mendukung pendapat bahwa pengungkapan lingkungan dan keuangan memiliki faktor penentu yang sama. Djajadikerta dan Trireksani (2012) meneliti Corporate social and environmental disclosure perusahaan di Indonesia pada website masing-masing peruahaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia masih memiliki pemahaman yang kurang terkait corporate social and environmental disclosure dan keuntungannya. Djajadikerta dan Trireksani (2012) perusahaan di indonesia melakukan corporate social and environmental disclosure dengan tujuan memperoleh pengakuan sosial atas kecukupan perilaku sosial perusahaan. Penelitian Fallan dan
Fallan (2009) yang membandingkan antara
environmental disclosure dengan konteks suka rela dengan telah adanya regulasi yang mengatur. Hasil penelitian Fallan dan Fallan (2009) adalah environmental disclosure dengan pendekatan sukarela telah meningkatkan jenis environmental disclosure namun perusahaan menghadapi berbagai macam permintaan dari stakeholder , pendekatan peraturan memiliki arti penting yang hanya berdampak
11
pada mandatory environmental disclosure yang mana perusahaan tidak harus memenuhi semua tuntutan seperti peraturan perundang undangan. De Villiersdan Van Staden (2010) membandingkan permintaan pemegang saham untuk environmental disclosure. Hasil penelitian De Villiersdan
Van
Staden (2010) menemukan dukungan bahwa sebagian besar pemegang saham meminta informasi yang lebih khusus, informasi lingkungan yang telah diaudit dari perusahaan untuk kepentingan pembuatan keputusan. Perusahaan memberikan alasan yang berbeda untuk informasi lingkungan yang spesifik yang akan mereka gunakan, bukan hanya pernyataan langsung yang pemegang saham minta atas environmental disclosure untuk berbagai alasan dari pada pembuatan keputusan, namun menunjukkan bahwa perusahaan perlu mengungkapkan perbedaan item informasi dengan menemukan perbedaan permintaan pemegang saham. Penelitian
ini menunjukkan banwa pemegang
saham memiliki peran aktif dalam environmental disclosure. B. Perumusan Masalah Penelitian ini bertujuan meneliti kembali pengaruh stakeholder terhadap environmental disclosure
dengan sampel perusahaan tambang di Indonesia,
Malaysia, Thailand dan Filipina yang terdaftar di Bursa Efek masing-masing negara. Banyak peneliti yang melakukan penelitian terkait pengaruh stakeholder terhadap environmental disclosure (Elijido-ten, 2011; Elijido-tenet al., 2010; Fallan dan Fallan, 2009; Rodrigue, 2014; Liu dan Anbumozhi, 2009). Gunawan (2010) menyebutkan bahwa informasi lingkungan dirasa kurang penting bagi stakeholder dan perusahaan.
12
Penelitian De Villiersdan Van Staden (2010) menyatakan pemengang saham terbukti memiliki kepentingan bahwa mereka diberitahu mengenai bebagai hal lingkungan yang mempengaruhi investasi mereka serta pemegang saham membutuhkan informasi lingkungan yang detail dan spesifik dan telah diaudit untuk mengurangi asimetri informasi. Stakeholder antara lain shareholder (pemegang saham), supplier, kreditor, pemerintah, karyawan, serta kelompok kepentingan khusus (Freeman, 1984; Robert,1992; Rodriguez,2002; Ulhoi dan Madsen, 2013). Berdasarkan latar belakang terkait fenomena alam, perubahan iklim dan pencemaran lingkungan yang ada, baik secara langsung maupun tidak akan mempengaruhi ketersediaan air layak konsumsi. penelitian ini hanya berfokus pada environmental disclosure sektor air di perusahaan tambang. Djajadikerta dan Trireksani (2012) menyebutkan negara Indonesia (negara berkembang) memiliki pengungkapan yang masih dibatasi hal tersebut karena kurangnya pemahaman akan keuntungan adanya pengungkapan. Di negara berkembang seperti Indonesia dan Malaysia environmental disclosure masih termasuk voluntary meskipun telah ada peraturan terkait tanggung jawab lingkungan. Perusahaan tambang merupakan perusahaan ektraktif yang melakukan eksplorasi terbesar pada lingkungan. Berdasar uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Apakah kepemilikan manajer (managerial ownership) memiliki pengaruh terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan tambang?
13
b. Apakah kepemilikan pemerintah (government ownership) memiliki pengaruh terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan tambang? c. Apakah kepemilikan institusional (institutional ownership) memiliki pengaruh
terhadap
environmental
disclosure
sektor
airperusahaan
tambang? d. Apakah kepemilikan asing (foreign ownership) memiliki pengaruh terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan tambang? e. Apakah Creditor memiliki pengaruh positif terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan tambang? f. Apakah External auditor memiliki pengaruh environmental disclosure sektor air perusahaan tambang? C. Tujuan penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui : 1. Pengaruh besarnya managerial ownership terhadap environmental sektor air perusahaan tambang. 2. Pengaruh besarnya government ownership terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan tambang. 3. Pengaruh institutional ownership terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan tambang. 4. Pengaruh foreign ownership terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan tambang.
14
5. Pengaruh creditor terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan tambang. 6. Pengaruh external auditor terhadap environmental disclosure sektor air perusahaan tambang. 7. Bagaimana managerial ownership, government ownership, institutional ownership, foreigan ownership, creditor, external auditor dan jumlah produksi air minum secara bersama-sama mempengaruhi environmental disclosure sektor air perusahaan tambang. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi pihak-pihak berikut: 1. Akademisi Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan bukti empiris mengenai pengaruh stakeholder terhadap environmental disclosure. Hasil penelitian ini juga diharapkan akan menjadi referensi dan dapat memberikan ide yang akan memunculkan penelitian-penelitian baru di masa mendatang. 2. Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris mengenai pentingnya environmental disclosure bagi perusahaan serta menjadi bahan untuk mempertimbangkan informasi yang akan diungkapkan dalam laporan keuangan. 3. Pembuat Peraturan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan pertimbangan dalam membuat peraturan maupun kebijakan terkait environmental disclosure.
15
4. Pihak yang berkepentingan Penelitian ini diharapkan akan mampu menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan pengawasan pada pengelolaan perusahaan, yang khususnya berkaitan dengan environmental disclosure.
E. Orisinalitas Penelitian Penelitian terkait environmental disclosure telah banyak dilakukan, beberapa dianatarannya yaitu Al Arussi et al., (2009), Lu dan Abeysekera (2014), dan Liu dan Anbumozhi (2009). 1. Penelitian ini mengguanakan sampel data dari populasi perusahaan tambang yang ada di negara Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina. Sampel penelitian ini berbeda dengan penelitian Al Arussi et al., (2009), yang menggunakan sampel perusahaan Malaysia tahun 2005, berbeda dengan penelitian Lu dan Abeysekera (2014) yang menggunakan sampel perusahaan di China tahun 2008 dan berbeda dengan Liu dan Anbumozhi (2009) yang menggunakan perusahaan di China. 2. Penelitian ini menggunakan sampel data perusahaan selama 3 tahun yaitu tahun 2012 hingga tahun 2014 3. Perusahaan menggunakan indeks pengungkapan dari beberapa sumber serta lingkup pengungkapan dalam penelitian ini adalah pengungkapan lingkungan sektor air.
16
F. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian bagi pihak pihak berkepentingan, orisinilitas penelitian serta sistematika penulisan penelitian.
BAB II
: LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Bab ini berisi tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini, penelitian sebelumnya serta perumusan hipotesis.
BAB III
: METODE PENELITIAN Bab tiga ini berisi ulasan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian, metode penelitian ini meliputi: populasi dan sampel, variabel, definisi operasional, dan mekanisme pengujian hipotesis.
BAB IV
: HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini akan dibahas dan dicantumkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian
BAB V
: KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan yang disarikan atas hasil penelitian dari permasalahan, tujuan penelitian, analisis data, serta pembasan hasil analisis.Bab ini juga berisi keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian-penelitian berikutnya.