1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu bidang kegiatan pembangunan ekonomi nasional, hakekat pembangunan nasional kita adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Yusuf Paisal, sasaran umum pembangunan ekonomi adalah tumbuh dan kembangnya sikap dan tekad hidup yang produktif, bekerjasama dalam berkompetisi, berkompetisi dalam efisien, mencapai suatu bangsa Indonesia yang unggul, melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan di berbagai sektor ekonomi dan pengembangan sistem ekonomi yang demokratif.1 Pembangunan kepariwisataan sebagai bagian dari sektor ekonomi, dilanjutkan dan ditingkatkan dengan mengembangkan dan mendayagunakan sumber dan potensi kepariwisataan nasional menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan. Penyelenggaraan
kepariwisataan
diarahkan
untuk
peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui peningkatan penerimaan negara (devisa), mempercepat pembangunan daerah, memperkaya budaya nasional dengan tetap melestarikan kepribadian bangsa dan terpeliharanya nilai-nilai
1
Yusuf Paisal, 1999, Sistem Ekonomi Pasar Berkeadilan Berdasarkan Demokrasi Ekonomi, Cet. I Penerbit Yayasan Sembilan Bintang, Jakarta, hal. 41.
1
2
agama. Penyelenggaraan kepariwisataan juga dapat mempererat persahabatan antara bangsa, memperhatikan kelestarian fungsi dan mutu lingkungan serta mendorong perkembangan, pemasaran dan pemberdayaan produk nasional melalui pemanfaatan segala potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Menurut Gamal Suwantoro, penyelenggaraan kepariwisataan melibatkan 4 (empat) komponen utama yaitu :2 1. Komponen Pemerintah; komponen pemerintah bercirikan mampu meningkatkan sumber dana terutama devisa sebanyak-banyaknya serta menciptakan lapangan kerja dan berusaha seluas-luasnya bagi seluruh warganya. 2. Komponen Penyelenggara Pariwisata; komponen penyelenggara pariwisata cenderung bertujuan agar usahanya dapat terselenggara dengan lancar dan memberikan keuntungan yang sebesr-besarnya. 3. Komponen Masyarakat Penerima Pariwisata; komponen masyarakat penerima pariwisata sebagai pemilik wilayah dan pendukung serta pelaku budaya setempat cenderung bertujuan mengupayakan kelestarian wilayah dan kehidupan di alam budayanya agar tidak terancam dan tidak tercemar. 4. Komponen Wisatawan; komponen wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara, cenderung berkeinginan untuk mendapatkan kepuasan dan kenyamanan selama berwisata. Keempat komponen utama tersebut mempunyai kepentingan yang sama, yaitu membangun dan mengembangkan pariwisata, dan juga kepentingan yang berbeda-beda terutama dalam rangka pemuasan kebutuhan masing-masing. Oleh karena itu keempat komponen ini dapat saja berjalan bersama-sama dan dapat juga menimbulkan suatu konflik kepentingan yang dapat menimbulkan berbagai masalah. Konflik kepentingan ini juga tidak hanya antar komponen utama tadi, akan tetapi juga bisa terjadi dalam suatu komponen itu sendiri.
2
Gamal Suwantoro, 2001, Dasar-Dasar Pariwisata, Penerbit Andi, Yogyakarta, Edisi Kedua, hal. 32-33.
3
Untuk mengantisipasi dan mengatasi serta menjamin terselenggaranya kegiatan usaha industri pariwisata ini dengan baik dan terarah, maka kegiatan usaha ini telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, dan berbagai peraturan pelaksanaannya. Pengertian Pariwisata di dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009, disebutkan : “Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah Daerah”. Kepariwisataan menurut Pasal 1 angka 4 UndangUndang No. 10 Tahun 2009, ditentukan : “Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pengusaha”. Sedangkan “Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata” (Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009). Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2009). Berdasarkan ketentuan tersebut, kegiatan usaha periwisata meliputi penyediaan jasa pariwisata, seperti alat transportasi, penyediaan dan pengusaha obyek wisata baik alam maupun buatan, dan pengadaan sarana wisata, seperti hotel, wisma, restoran, bar, penginapan, permandian dan lainnya. Kesemuanya ini memerlukan dana yang cukup besar dan kerjasama semua komponen terkait. Salah satu pariwisata yang sangat terkenal di Bali adalah Taman Wisata Garuda
4
Wisnu Kencana (GWK). Taman wisata ini terletak di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali.Garuda Wisnu Kencana berada tepat di Bukit Unggasan Jimbaran (263 meter di atas permukaan laut) yang memiliki kawasan sangat menarik untuk dikunjungi.Para wisatawan yang datang berkunjung ke Garuda Wisnu Kencana dapat berkeliling ke Wisnu Plaza. Area ini adalah tempat wisata utama di mana terdapat patung Dewa Wisnu menunggang Garuda yang dikelilingi oleh air mancur serta air sumur yang dipercaya oleh penduduk Bali sebagai air suci. Konon air sumur ini tidak pernah kering bahkan saat memasuki musim kemarau.Tempat air suci berada ini disebut sebagai Parahyangan Somaka Giri.Tidak hanya patung Dewa Wisnu, di berbagai sudut area objek wisata tersebut banyak terdapat patung dan arca dewa dan dewi umat Hindu. Sebagai alternatif infrastruktur pariwisata buatan abad ke-21, GWK Cultural Park saat ini tengah berkembang menjadi taman budaya yang menyuguhkan berbagai acara yang meliputi pameran budaya, acara dan atraksi hiburan serta menjadi forum informasi dan komunikasi untuk budaya lokal setempat, nasional, regional dan bahkan internasional. Dimana dalam penyelenggaraan kepariwisataan ada yang namanya pengelola.Bahwa dari Tahun 1999 Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana sudah dikelola oleh PT. Garuda Adhimatra Indonesia (GAIN), I Nyoman Nuarta selaku Direktur Utama. Dimana sebelum pembangunan GWK tersebut di laksanakan bahwa masyarakat yang tinggal dari jaman dulu di lahan tersebut akan diberikan Relokasi Pemukiman GWK bagi 18 kepala keluarga yang direalisasikan oleh pengelola GWK tersebut.
5
Lalu dibuatlah point-point kesepakatan oleh masyarakat Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan dengan management PT. Garuda Adhimatra Indonesia pada tanggal
22 April 2000 Nyoman Nuarta selaku
pengelola GWK. Dalam point-point kesepakatan tersebut, ada beberapa point yang disepakati bersama-sama yaitu: 1. Akses jalan Rurung Agung diberikan seluas-luasnya untuk keperluan acara adat kepada masyarakat Dusun Suka Duka Giri Dharma, dan Warga Desa Ungasan pada umumnya, sesuai dengan masterplan kawasan GWK; 2. Jalan Lingkar dan Limbah; 3. Letak Banjar Suka Duka Dan Balai Kesenian Gandrung; 4. Fasilitas Listrik Dan Air bagi masyarakat di lingkungan relokasi pemukiman GWK; 5. Tenaga Kerja bagi Masyarakat Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma dan Warga Desa Ungasan pada umumnya sebagai prioritas utama bagi pelamar kerja di GWK; dan 6. Sanksi apabila tidak dilaksanakan oleh pihak pengelola GWK. Pada Tahun 2012 PT. Alam Sutera Realty Tbk. telah menyelesaikan akuisisi 90,3% saham PT. Garuda Adhimatra Indonesia, pemegang hak atas tanah yang terletak di taman Budaya garuda wisnu Kencana (GWK) Bali, dengan total dana sebesar Rp 812,6 miliar.3Akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau oleh kelompok investor. Sejak PT. Alam Sutra Realtry Tbk
3
Anonim, Alam Sutera Realty Annual Report 2014 Indonesia Investments, tersedia dalam URL: http://www.indonesia-investments.com/upload/bedrijfsprofiel/461/Alam-Sutera-RealtyAnnual-Report-2014-Indonesia-Investments.pdf, diakses pada tanggal 31 Desember 2014.
6
(ASRI) menjadi pemilik saham terbesar dalam proyek GWK tersebut, kesepakatan-kesepakatan terdahulu yang telah di sepakati oleh PT. GAIN dengan warga Banjar Suka Duka Giri Dharma telah di sepelekan dan diingkari. PT. Alam Sutera Realty Tbk. kemudian mengingkari point kesepakatan yang pertama yaitu menutup akses jalan Rurung Agung yang menjadi jalan adat yang memang milik adat, sebagai akses jalan ke kuburan, digunakan sebagai upacara keagamaan dan juga jalan Rurung Agung itu jalan yang menghubungkan antara kuburan dengan titik terjauh dari masyarakat di wilayah tersebut. Sebelum terjadinya sengketa atas pihak pemegang saham yang baru yaitu PT. Alam Sutera Realty Tbk. dengan masyarakat setempat bahwa Klian Banjar Suka Duka Giri Dharma yaitu Bapak Kurma sendiri telah melakukan negosiasi dan musyawarah kepada pihak pengelola agar tidak munutup akses Jalan Rurung Agung. Padahal dalam industri pariwisata GWK tersebut masyarakat setempat pun
banyak
berperan
demi
kesuksesan
pembangunan
pariwisata
itu
sendiri.Dimana kearifan lokal juga sangat berpengaruh terhadap kebudayaan tersebut. Masyarakat akhirnya melakukan protes karena pihak investor PT. Alam Sutera Realty Tbk. tidak memenuhi kewajibannya kepada masyarakat yang telah membuat kesepatan terdahulu bersama PT. Garuda Adhimantra Indonesia dan masyarakat merasa hak-hak mereka tidak dipedulikan lagi oleh pengelola GWK, padahal mereka sudah melakukan negosiasi dan musyawarah. Tetapi pihak PT. Alam Sutera Realty Tbk. tidak mendengarkan Bapak I Wayan Kurma selaku Klian Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma dan tetap
7
menutup akses Jalan Rurung Agung tersebut.Walaupun GWK dari dulu sudah beberapa kali pergantian pengelola tapi kesepakatan awal antara masyarakat Banjar Suka Duka Giri Dharma dengan pihak PT. Garuda Adhimatra Indonesia harus dilaksanakan oleh semua pengelola yang mengelola GWK. Dimana Jalan Rurung Agung adalah jalan adat yang memang milik adat dan juga sebagai akses ke kuburan, digunakan sebagai upacara keagamaan.Juga Jalan Rurung Agung itu jalan yang menghubungkan antara kuburan dengan titik terjauh dari masyarakat di wilayah tersebut. Jadi, dalam kesepakatan dengan pengelola sebelum bahwa telah disepakati Jalan Rurung Agung tersebut selebar 3 meter milik desa adat dan bukan pemilik dari investor GWK. Padahal masyarakat setempat dari awal pembangunan GWK hingga sekarang mau dan ikut serta dalam memperlancarkan pembangunan pariwisata tersebut.Juga dalam setiap ada penyelenggaraan acara di GWK masyarakat setempat selalu berpartisipasi dalam acara tersebut. Jadi, PT. Alam Sutera Realty Tbk. telah mengingkari kesepatan yang telah disepakati oleh pengelola sebelumnya dengan menutup akses Jalan Rurung Agung tersebut. Warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma tidak terima dengan perlakuan oleh investor baru tersebut karena telah mengingkari kesepatan dan tidak mau mendengarkan musyawarah dari perwakilan masyarakat setempat yaitu Bapak Wayan Kurma selaku Klian Banjar Suka Duka Giri Dharma. Maka dari itu terjadilah sengketa karena PT. Alam Sutera Realty Tbk. menutup akses Jalan Rurung Agung.
8
Pihak investor yang baru ini tidak dapat memenuhi hak dan kewajibannya untuk memfasilitasi masyarakat setempat dengan kesepatan terdahulu yang sudah disepakati bersama-sama.Melihat dari cara PT. Alam Sutera Realty Tbk. tersebut msayarakat pun tidak mau lepas dari hak-hak dan kewajiban dalam beragama atau adat istiadat tersebut.Masyarakat pun harus tegas dalam membicarakan tentang penutupan akses Jalan Rurung Agung tersebut karena mengganggu aktifitas adat istiadat dengan cara menutup akses Jalan tersebut. Jika terjadi sengketa dalam kegiatan bisnis pariwisata pada saat sekarang sudah tersedia dua jenis lembaga penyelesaian sengketa, yaitu lembaga penyelesaian sengketa secara litigasi (Pengadilan) dan lembaga penyelesaian sengketa secara non litigasi atau di luar lembaga peradilan (melalui Mediasi). Penyelesaian sengketa bekerjasama di bidang usaha pariwisata ini, lembaga yang akan menyelesaikannya adalah tergantung dari kesepakatan para pihak yang bersengketa. Mediasi salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang kerap digunakan oleh masyarakat Indonesia, termasuk di Bali.Mediasi muncul sebagai jawaban atas ketidakpuasan yang berkembang pada sistem peradilan yang bermuara pada persoalan waktu, biaya, dan kemampuannya dalam menangani kasus yang kompleks. “Mediation is not easy to define”. Beberapa alasan mengapa mediasi sebagai altemetif penyelesaian sengketa mulai mendapat perhatian yang lebih di Indonesia, antara lain :4
9
1. Faktor Ekonomis, dimana mediasi sebagai altematif penyelesaian sengketa memiliki potensi sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu. 2. Faktor ruang lingkup yang dibahas, mediasi memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel. 3. Faktor pembinaan hubungan baik, dimana mediasi yang mengandalkan cara-cara penyelesaian yang kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya hubungan baik antar manusia (relationship), yang telah berlangsung maupun yang akan datang. Berdasarkan latar belakang diatas pada umumnya memilih cara penyelesaian sengketa yang tidak terfokus pada pengadilan yaitu penyelesaian sengketa alternatif dan mediasi merupakan terobosan bagi penyelesaian sengketa non litigasi. Mediasi muncul sebagai jawaban atas ketidakpuasan yang berkembang pada sistem peradilan yang bermuara pada persoalan waktu, biaya, kemampuannya dalam menangani kasus yang kompleks, dan win-win solution yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, dan berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat ditarik sebuah judul yang akan dibahas yaitu: “Mediasi Sebagai Pilihan Penyelesaian Sengketa Antara PT Alam Sutera Realty Tbk. Dengan Warga Banjar (Dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan, Kabupaten Badung”.
4
Anonim, Alasan keberadaan BaMI, Http://www.badanmediasi.com, diakses pada tanggal 6 Mei 2013.
tersedia
dalam
URL:
10
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengangkat beberapa permasalahan akan dibahas lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Apakah pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi antara PT. Alam Sutera Realty Tbk. dengan warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan dapat berjalan efektif ? 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi efektifitas penyelesaian sengketa melalui mediasi ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah Dalam penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah, perlu ditegaskan mengenaimateri yang diatur didalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari menyimpangnya pembahasan materi dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, sehingga dapat diuraikan secara sistematis. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1.
Dalam permasalahan pertama, ruang lingkup permasalahannya yaitu terbatas pada PT. Alam Sutera Realty Tbk. dan warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan memilih Mediasi sebagai upaya penyelesaian sengketa, dan terbatas pada efektifnya penyelesaian sengketa melalui mediasi.
11
2.
Dalam permasalahan kedua, ruang lingkup permasalahan dibatasi pada adanya faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penyelesaian sengketa melalui mediasi.
1.4 Orisinalitas Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana maka penelitian dengan judul Mediasi Sebagai Pilihan Penyelesaian Sengketa Antara PT. Alam Sutera Realty Tbk. Dengan Warga Banjar (Dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan, Kabupaten Badung, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya. Namun pada Universitas Udayana ditemukan penelitian sejenis yang terkait dengan mediasi sebagai penyelesaian sengketa, telah dilakukan penelusuran diantaranya sebagai berikut: 1. Luh Anastasia Trisna Dewi, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, pada Tahun 2015 dengan judul “Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi” dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran dan fungsi mediator dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial? 2. Bagaimanakah mediasi sebagai salah satu cara di dalam upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial? 2. Ayu Komang Sari Merta Dewi, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, pada Tahun 2014 dengan judul “Efektifitas Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Mediasi pasa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Denpasar” dengan rumusan masalah sebagai berikut:
12
1. Bagaimanakah efektifitas penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Denpasar? 2. Bagaimanakah akibat hukum dari penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi pada Badan Penyelesaian Konsumen Kota Denpasar? Dengan melihat dua judul dan rumusan masalah diatas bahwa penelitian ini tidak ada kesamaan dan dapat dijamin keasliannya. 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.5.1
Tujuan umum Adapun tujuan umum dari judul skripsi diatas untuk lebih mahamami mengenai penyelesesaian sengketa melalui mediasi.
1.5.2
Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian sengketa melalui mediasi antara PT. Alam Sutera Realty Tbk. dengan warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan dapat berjalan efektif. 2. Untuk menyelidiki dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penyelesaian sengketa melalui Mediasi.
1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1
Manfaat teoritis
13
Penelitian ini dapat dijadikan referensi tambahan untuk acuan ataupun pengembangan Ilmu Hukum, khususnya mengenai penyelesaian sengketa melalui mediasi. 1.6.2
Manfaat praktis Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan pnyelesaian sengketa melalui mediasi , antara lain: 1. Bagi kalangan akademisi yang berminat terhadap kajian pnyelesaian sengketa non litigasi (diluar pengadilan) menggunakan mediasi dapat dijadikan bahan informasi awal dalam melakukan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam, dan 2. Bagi masyarakat mediasi dapat dijadikan pedoman atau rujukan dalam melakukan upaya hukum apabila terjadi sengketa.
1.7 Landasan Teoritis Pengkajian mengenai mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa antara PT. Alam Sutera Realty Tbk. dengan Warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan, ada beberapa konsep atau teori yang nanti digunakan sebagai landasan teoritis dalam mengkaji dan menganalisis masalah ini. 1.7.1
Teori Efektifitas Hukum
14
Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :5 1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang). 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 1.7.2
Teori Mediasi Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.Ada beberapa teori-teori dalam mediasi yaitu : 1. Mediasi adalah proses langkah demi langkah yang terstruktur; 2. Mediasi bersifat amat rahasia dan berlangsung dengan cepat; 3. Ada
pertemuan
terpisah,
kemudian
pertemuan
bersama
jika
dimungkinkan; 4. Mengklarifikasi masalah; 5. Menciptakan Pilihan; dan 5
Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal. 8.
15
6. Mencari solusi menguntungkan atau win-win solution. Dalam teori mediasi tersebut, penyelesaian perselisihan atau sengketa lebih banyak muncul dari keinginan dan inisiatif para pihak, sehingga mediator berperan membantu mereka mencapai kesepakatankesepakatan.6 1.7.3
Teori Alternatif Penyelesaian Sengketa Menurut Takdir Rahmadi, istilah alternatif penyelesaian sengketa merupakan
terjemahan
dari
istilah
Inggris
“Alternative
Dispute
Resolution” yang lazim disingkat dengan sebutan ADR.7 Pasal 1 angka 10 UU No. 30 Tahun 1999, Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Secara umum ada beberapa asas yang berlaku pada Alternatif Penyelesaian Sengketa antara lain: a. Asas itikad baik; yaitu keinginan para pihak untuk menentukan penyelesaian sengketa yang akan maupun sedang mereka hadapi; b. Asas kontraktual; yaitu adanya kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk tertulis tentang cara penyelesaian sengketa;
6
Allan J. Stitt, 2004, Mediation: A Practical Guide, London: Routlegde Cavendish, hal.
22. 7
Takdir Rahmadi, 2011, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, PT RajaGrafindo, Jakarta, hal. 10.
16
c. Asas mengikat; yaitu para pihak wajib untuk mematuhi kesepakatan yang dibuat; d. Asas kebebasan berkontrak; yaitu para pihak yang bersengketa bebas menentukan hal yang diatur dalam perjanjian asal tidak bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan dan kesusilaan; e. Asas kerahasiaan; yaitu penyelesaian atas suatu sengketa dilakukan hanya oleh para pihak dan tidak dapat dihadiri oleh pihak lain.8 Kelebihan
dari
penyelesaian
sengketa
melalui
Alternatif
Penyelesaian Sengketa yang dilakukan secara non litigasi dapat dikatakan sebagai penyelesaian sengketa yang berkualitas tinggi karena sengketa yang diselesaikan akan dapat selesai tuntas tanpa meninggalkan sisa kebencian dan dendam.9 1.7.4
Teori Perjanjian a. Menurut teori lama yang disebut perjanjian adalah hukum berdasarkan
kata sepakat untuk memberikan akibat hukum. dari definisi ini telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (timbul/lenyapnya hak dan kewajiban).10 b. Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan
perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
8
Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, Visimedia, Jakarta, hal. 11. 9
I Wayan Wiryawan dan I Ketut Artadi, 2009, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Udayan University Press, Denpasar, hal. 4. 10
161.
Salim, 2011, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, hal.
17
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut teori baru : 1. Tahap Pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan 2. Tahap Contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak
antara para pihak 3. Tahap Post Contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.11
1.7.5
Doktrin Mengenai Mediasi
1. Takdir Rahmadi dalam bukunya Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat disebutkan, bahwa mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus.12 2. Menurut Witanto, mediasi adalah metode penyelesaian yang termasuk dalam kategori tripartite karena melibatkan bantuan atau jasa pihak ketiga.13 3. Menurut Bambang Sutiyoso, mediasi yaitu sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan sudah lama dipakai dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup, perburuhan, pertanahan, perumahan, sengketa konsumen, dan sebagainya yang
11
Ibid.
12
Takdir Rahmadi, op.cit, hal. 12.
13
Witanto, 2011, HUKUM ACARA MEDIASI, Dalam Dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Alfabeta, Bandung, hal. 17.
18
merupakan perwujudan tuntutan masyarakat atas penyelesaian sengketa yang cepat, efektif, dan efisien.
1.8 Metode Penelitian Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan penelitian secara ilmiah, hal tersebut berarti suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa permasalahan dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalahmasalah yang timbul. Untuk dapat dinyatakan sebagai skripsi, maka diperlukan suatu metodologi yang tentunya bertujuan untuk mengadakan pendekatan atau penyelidikan ilmiah yang bersahaja. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.8.1
Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian yuridis empiris (sosiologis), yakni penelitian yang menggunakan faktafakta empiris yang melakukan kajian terhadap mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa antara PT. Alam Sutera Realty Tbk. dengan warga Banjar (dusun) Suka Duka Giri Dharma Desa Ungasan, Kabupaten Badung, merupakan penelitian hukum yang memakai sumber data primer. Penelitian ini dilakukan dengan menghubungkan permasalahan dengan
19
ketentuan yang mengatur permasalahan ini dan pemecahannya dalam kehidupan masyarakat.
1.8.2
Jenis Pendekatan Dalam penelitian hukum terdapat beberapa jenis pendekatan, antara lain : 1. Pendekatan Perundang-undangan (the statute approach) Menurut
Peter
Mahmud
Marzuki,
pendekatan
undang-undang
dilakukan penulis dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Peraturan yang dimaksud dalam skripsi ini adalah dari aspek instrumen hukum nasional, yakni Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pearturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, dan Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Pariwisata. 2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.dengan mempelajari pandang-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertianpengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-
20
pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi yang dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki. 3. Pendekatan Kasus (The Case Approach) Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan kasus dilakukan dengan cara menelaah kasus-kasus terkait dengan isu yang sedang dihadapi, dan telah menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kasus ini dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah rasio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan.14 Secara praktis ataupun akademis, pendekatan kasus mempunyai kegunaan dalam mengkaji rasio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum. Perlu pula dikemukakan bahwa pendekatan kasus tidak sama dengan studi kasus (case study). Di dalam pendekatan kasus (case approach), beberapa kasus ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum. Sedangkan Studi kasus merupakan suatu studi dari berbagai aspek hukum.
1.8.3
Sumber Data 14
hal. 94
Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, cetakan ke-11, Jakarta : Kencana,
21
Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua yaitu data primer dan data sekunder. 1. Data primer menurut Soerjono Soekanto, yaitu data yang diperoleh di lapangan melalui penelitian.15 Hasil penelitian berupa data dari observasi secara langsung dari Wawancara dengan : a. Kelian Banjar Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan, Kabupaten Badung, b. PT. Alam Sutera Realty Tbk., dan c. Mediator. Kemudian penyebaran Quisioner ke masyarakat Banjar Suka Duka Giri Dharma, Desa Ungasan, Kabupaten Badung. 2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan cara membaca dokumen-dokumen resmi, buku-buku, literatur dan perundangundangan.16 Adapun Peraturan Perundang-undangan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa b. Pearturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan c. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Pariwisata.
1.8.4
Teknik Pengumpulan Data
15
Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UIPress), Jakarta, hal. 12. 16
Ibid.
22
Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan teknik observasi, teknik interview (wawancara), dan teknik penyebaran kuisioner. a. Teknik Observasi Ada dua teknik observasi yaitu:
Teknik Observasi Langsung adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung atau tanpa alat terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki baik pengamatan dilakukan dalam situasi yang sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi buatan, yang khusus diadakan.
Teknik
Observasi
pengumpulan
data
Tidak
Langsung
dimana
peneliti
adalah
teknik
mengadakan
pengamatan terhadap gejala-gejala subyek yang ditelitinya dengan perantaraan sebuah alat. b. Teknik Wawancara yaitu melakukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan. c. Penyebaran Quisioner membuat suatu kuis dan disebarkan kepada responden.
1.8.5
Pengolahan dan Analisis Data Penelitian dengan teknik analisa kualitatif maka keseluruhan data yang
terkumpul baik data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis
23
dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya. Pengelolaan dan analisis data dalam skripsi ini menggunakan Analisa Kualitatif, menurut Soerjono Soekanto analisa kualitatif yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif-analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga prilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.17 Dengan kata lain, penulis mempergunakan analisa kualitatif ini, tidak semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi untuk memahami kebenaran tersebut.
17
Soerjono Soekanto, op.cit, hal. 250.
24