BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Lingkungan bisnis yang semakin ketat persaingannya belakangan ini membuat konsumen memiliki peluang yang luas untuk mendapatkan produk atau jasa dengan sederet pilihan sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Konsentrasi pemasaran tidak lagi terpusat pada bagaimana produk atau jasa tersebut sampai kepada pelanggan, tetapi lebih fokus kepada apakah produk atau jasa tersebut telah dapat memenuhi permintaan pelanggan. Hal yang sama juga terjadi pada bisnis perbankan, seiring dengan perkembangan jaman nasabah perbankan menjadi semakin kritis karena dihadapkan oleh banyak pilihan produk dan layanan yang didukung dengan kemudahan arus informasi tentang produk dan layanan tersebut. Peta persaingan perbankan di Indonesia kian menggeliat dengan adanya berbagai kebijakan pasca krisis global. Harus diakui bahwa sektor perbankan memang memegang peran sentral dalam roda perekonomian bangsa. Disamping harus memikirkan kelanjutan dan perkembangan usaha di tengah ketatnya persaingan dengan bank-bank lain, oleh pemerintah bank dihadapkan untuk mampu menjadi mediator yang unggul dalam proses perbaikan dan pertumbuhan perekonomian negara melalui pembiayaan proyek dan usaha yang bertujuan menyerap tenaga kerja. Di sisi lainnya lagi, bank harus mentaati berbagai 1
2
ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia selaku regulator. Terkait dengan persaingan usaha, kebijakan yang diarahkan Bank Indonesia untuk industri perbankan mulai 2009 hingga ke depan ada dua hal, yakni memberikan keleluasaan penyaluran kredit perbankan dan memperkuat sistem perbankan nasional (InfoBank News, 2009:47). Kebijakan diatas tentunya akan berimbas pada arah strategi bank-bank di Indonesia. Dalam upaya memperkuat sistem perbankan nasional agar mampu memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi bangsa, maka arah ekspansi kredit lebih digiatkan ke sektor produktif untuk membiayai usaha rakyat mulai dari golongan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) hingga proyek-proyek besar. Dalam hal ini bank tentunya memerlukan dana yang lebih besar lagi dari masyarakat agar fungsi intermediasinya bisa berjalan dengan baik. Karena sesuai dengan UU tentang Perbankan No. 10/1998 disebutkan ”bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”. Ini berarti bank dituntut untuk menyeimbangkan kedua fungsi tersebut melalui upaya pemasaran agresif dalam bersaing dengan tetap memainkan perannya sebagai agent of trust (agen kepercayaan), agent of service (agen pelayanan), dan agent of development (agen pembangunan) bagi bangsa. Dalam situasi persaingan seiring tuntutan seperti yang dijelaskan sebelumnya, perbankan tentunya tidak bisa diam dan hanya menunggu kebijakan moneter yang kondusif dalam hal tingkat suku bunga untuk mampu menarik
3
nasabah. Bank-bank dituntut untuk mengeksplorasi kemampuan dirinya dengan cara memberikan pelayanan terbaik bagi nasabahnya baik nasabah yang sudah ada (existing customer) agar tidak berpindah ke bank lain, maupun untuk menarik nasabah baru (new customer) yang prospektif demi peningkatan market share. Dalam upaya menjaring new customer, berbagai strategi dilakukan oleh kalangan perbankan agar produk dan layanan mereka lebih dikenal dengan baik oleh masyarakat luas. Berbagai benefit mereka tawarkan agar produk dan jasanya dipilih oleh masyarakat. Mulai dari mass product dengan berbagai keunggulan dan hadiah menarik hingga derivative product yang peminatnya didominasi oleh kalangan masyarakat menengah ke atas (high networth wealth individual). Sedangkan dalam upaya menjaga dan mempertahankan existing customer, bank berusaha dengan berbagai cara untuk mengelola hubungan dengan nasabah agar senantiasa memberikan keuntungan jangka panjang. Loyalitas adalah sasaran yang ingin dicapai sebagai kunci utama suatu bisnis dapat terus bertumbuh. Untuk mendapatkan nasabah yang loyal, maka sisisisi kritis yang menjadi fokus perhatian nasabah perlu mendapat perhatian utama. Hal-hal seperti kualitas pelayanan, kepuasan nasabah, terutama kepercayaan nasabah tetap harus dijaga karena bisnis perbankan adalah bisnis kepercayaan yang artinya bahwa bisnis ini bisa tumbuh atau hancur karena faktor kepercayaan itu sendiri. Untuk membentuk kelompok pelanggan yang loyal bukanlah hal yang mudah, karena saat ini pelanggan semakin terdidik dan lebih banyak menuntut hak-haknya. Banyak pelanggan yang tetap merasa kurang puas walaupun
4
perusahaan telah berusaha memenuhi keinginannya secara maksimal. Perusahaan dituntut untuk menekan seminimal mungkin rasa ketidakpuasan mereka sehingga kepuasan pelanggan dapat terpelihara bahkan meningkat yang pada akhirnya dalam jangka panjang akan tercipta loyalitas. Salah satu strategi yang sering ditempuh untuk menjaga kepuasan dan loyalitas nasabah adalah dengan penerapan konsep pemasaran relasional (relationship marketing). Terlebih saat ini dalam pemasaran produk jasa termasuk produk perbankan telah terjadi suatu pergeseran paradigma karena pemasaran tidak semata-mata dimaksudkan untuk menyampaikan produk melainkan juga menjalin hubungan akrab dengan pelanggan (Arafat, 2006:182). Dasar pemikiran dalam praktik pemasaran tersebut adalah bahwa jalinan hubungan jangka panjang dengan pelanggan dianggap sangat menghemat biaya dibandingkan dengan mencari pelanggan baru atau mendapatkan pelanggan lama yang yang sudah putus hubungan. Bank BPD Bali sebagai bank umum lokal di Bali saat ini juga menerapkan konsep pemasaran relasional. Dengan berbekal jaringan kantor yang luas hingga ke pelosok Bali sehingga memiliki peluang lebih besar untuk menjaring nasabah bukan berarti bank ini bisa diam begitu saja menunggu nasabah datang dengan sendirinya. Meskipun Bank BPD Bali selama bertahun-tahun cukup diuntungkan sebagai bank pemegang kas daerah sesuai dengan yang tersirat dalam surat perintah Mendagri No. EKON.5/5/34 tanggal 22 Maret 1976, namun tetap saja tidak bisa terlepas dari ancaman persaingan dengan bank lain.
5
Terlebih semenjak dikeluarkannya PP No. 39 Tahun 2007 yang pada salah satu pasalnya (pasal 18) menegaskan bahwa Gubernur/Bupati/Walikota menunjuk Bank Umum sesuai dengan kriteria dan persyaratan yang ditetapkan dan/atau Bank Sentral untuk menyimpan Uang Daerah yang berasal dari penerimaan daerah dan untuk membiayaai pengeluaran daerah. Ini berarti Bank BPD Bali bukan lagi sebagai satu-satunya tempat pemerintah daerah di Bali dalam menempatkan dananya. Tentunya bank-bank umum lainnya mendapat angin segar dan peluang baru untuk mendekati instansi-instansi pemerintahan daerah agar mengalihkan dananya dari Bank BPD Bali ke bank mereka. Apalagi keberadaan bank-bank tersebut cukup dikenal oleh masyarakat melalui media promosi mereka yang gencar dilakukan baik melalui media above the line maupun bellow the line. Adapun perkembangan jumlah bank umum di Bali serta jumlah kantornya masing-masing sebagai gambaran peta persaingan perbankan di Bali dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Bank Umum di Bali Tahun 2006-2009
Klasifikasi Bank Bank Devisa - Bank Pemerintah - Bank Pemerintah Daerah - Bank Swasta Nasional - Bank Asing dan Campuran Bank Non Devisa - Bank Pemerintah - Bank Pemerintah Daerah - Bank Swasta Nasional - Bank Asing dan Campuran
2006
2007
2008
2009
% Perkembangan
4 1 23 3
4 1 24 3
4 1 24 7
5 1 24 9
25% 0% 25% 200%
0 0 5 1
0 0 5 1
0 0 7 1
0 0 9 1
0% 0% 80% 0%
Sumber : Statistik Perbankan BI, 2010.
6
Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Kantor Bank Umum di Bali Tahun 2006-2009
Klasifikasi Bank Bank Devisa - Bank Pemerintah - Bank Pemerintah Daerah - Bank Swasta Nasional - Bank Asing dan Campuran Bank Non Devisa - Bank Pemerintah - Bank Pemerintah Daerah - Bank Swasta Nasional - Bank Asing dan Campuran
2006
2007
2008
2009
% Perkembangan
51 54 55 0
51 54 56 0
57 52 57 3
52 53 57 3
2% (2%) 4% 300%
0 0 129 1
0 0 129 1
0 0 132 1
0 0 132 1
0% 0 2,3% 0%
Sumber : Statistik Perbankan BI, 2010. Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 menunjukkan bahwa jumlah bank di Bali cukup banyak sehingga secara implisit dapat dijelaskan bahwa Bali merupakan lahan yang menjanjikan bagi bisnis perbankan. Sumber-sumber pendapatan dari berbagai sektor baik pertanian, perdagangan, pariwisata, maupun sektor-sektor pendukung lainnya yang menyokong perekonomian Bali menjadi incaran berbagai bank untuk menghimpun dana pihak ketiga (DPK) sekaligus sasaran empuk untuk menawarkan pembiayaan usaha melalui penyaluran kreditnya. Dalam situasi ini, selain dituntut kemampuan inovasi bank untuk menyediakan produk yang memenuhi kebutuhan mereka juga mutlak diperlukan upaya pengelolaan hubungan dengan nasabah sebaik-baiknya untuk menekan peluang perpindahan nasabah ke bank lain (brand switching). Tabel 1.2 juga menunjukkan bahwa jumlah kantor bank pemerintah daerah yaitu Bank BPD Bali itu sendiri hampir sebanding dengan total jumlah bank pemerintah dan bank swasta nasional. Namun walaupun memiliki jaringan kantor yang luas, mampu menawarkan beragam produk dana dan kredit dengan berbagai
7
variasi skim yang dimilikinya, memberikan tingkat suku bunga bersaing, dan biaya administrasi yang rendah, tetapi tetap saja diperlukan upaya teknik pendekatan kepada nasabah untuk tetap loyal kepada perusahaan. McKenna (2001:131) menyatakan bahwa dalam situasi semakin banyaknya pilihan produk, merek, dan harga, pada akhirnya membangun hubungan yang akrab dengan pelanggan merupakan satu-satunya cara untuk menjaga agar konsumen tidak mudah berpaling ke perusahaan lainnya. Salah satu bukti persaingan yang dampaknya cukup besar dirasakan oleh Bank BPD Bali seiring dengan dikeluarkannya PP No. 39 Tahun 2007 adalah ketika salah satu kabupaten di Bali yakni Jembrana memindahkan penggajian PNS
di
wilayah
pemerintahannya
ke
BRI
sejak
awal
tahun
2010
(www.beritabali.com). Meskipun banyak pakar perbankan daerah yang menilai bahwa perpindahan ini karena alasan politis, namun jika dikaji lebih lanjut dari sisi pemasaran dikaitkan dengan pendapat McKenna (2001:131) yang dipaparkan sebelumnya, tentunya bisa dilihat bahwa tingkat loyalitas nasabah dalam kasus ini belum begitu kuat sehingga masih memunculkan peluang untuk melakukan brand switching. Fenomena perpindahan nasabah seperti ini tidak hanya terjadi pada nasabah DPK saja, melainkan bisa juga dipicu oleh ketidakpuasan nasabah akan produk kredit serta layanan lain yang ditawarkan oleh Bank BPD Bali. Melihat permasalahan tersebut, tidah heran jika relationship marketing menjadi topik yang hangat saat ini dalam berbagai kegiatan bisnis termasuk bisnis perbankan. Penyedia jasa yang cerdas harus menyadari bahwa hubungan yang hangat bisa mencairkan kebekuan. Namun hubungan itu harus disadarkan oleh
8
prinsip-prinsip ketulusan dan saling mendukung, bukan sekadar hubungan transaksional yang semata-mata karena perhitungan cost and benefit. Hal ini diperkuat oleh Susan Fornier dalam Rangkuti (2006 : 145) yang menyatakan bahwa apabila konsep relationship marketing hanya didasarkan pada hubungan yang bersifat permintaan dan penawaran, tidak dikaitkan dengan hubungan yang tulus (genuine relationship), maka konsep ini akan mengalami masalah setelah diimplementasikan. Karena pada prinsipnya, relationship marketing adalah pengenalan setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan perusahaan. Untuk menghasilkan loyalitas pelanggan melalui program relationship marketing perusahaan sangat perlu memperhatikan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Menurut Chan (2003), loyalitas pelanggan tidak lagi semata-mata disebabkan oleh value, bukan saja yang berasal dari kualitas produk dan harga produk, melainkan mengarah ke unique need yaitu kebutuhan unik yang berbeda dari setiap pelanggan. Mempertahankan pelanggan lama bukan berarti tanpa menonjolkan manfaat (benefit) seperti halnya ketika menarik nasabah baru. Justru dalam upaya mempertahankan pelanggan lama harus mampu memperlihatkan manfaat secara kontinyu sebagai alasan nasabah untuk tetap loyal. Karena itu relationship marketing menurut Hennig-Thurau dkk. (2002) di dalamnya mencakup manfaat kepercayaan (confidence benefits), manfaat sosial (social benefits), dan manfaat perlakuan istimewa (special treatment benefits). Ketiga manfaat tersebut merupakan hal-hal mendasar sebagai keuntungan yang diperoleh
9
pelanggan dalam menjalin hubungan dengan perusahaan atau dikenal dengan istilah manfaat relasional (relational benefits). Ketiga manfaat di atas saling berhubungan dan terikat dalam menciptakan hubungan yang lebih erat lagi kepada pelanggan sehingga terjalin persahabatan (Hennig-Thurau dkk., 2002). Disamping itu, ketiga manfaat tersebut jika diterapkan dengan konsisten diharapkan dapat menciptakan kepuasan pada diri pelanggan sehingga timbul suatu komitmen untuk setia (loyal) menggunakan produk dan jasa yang disediakan oleh perusahaan bersangkutan. Ketiga jenis relasi tersebut juga selalu diupayakan oleh manajemen Bank BPD Bali dengan tujuan untuk memberikan yang terbaik bagi nasabahnya sehingga tetap setia sebagai nasabah Bank BPD Bali. Namun, sampai tahun 2010 studi atau penelitian yang menguji hubungan ketiga variabel tersebut belum pernah dilakukan. Berpijak dari pemaparan di atas, maka manfaat dari hubungan dengan pelanggan atau manfaat relasional (relational benefits) yang dijabarkan dalam tiga bentuk yaitu manfaat kepercayaan, manfaat sosial, dan manfaat perlakuan istimewa perlu segera diteliti untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kepuasan serta loyalitas nasabah Bank BPD Bali.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat disusun rumusan permasalahan dalam penelitian ini, meliputi:
10
1. Apakah manfaat relasional yang terdiri atas manfaat kepercayaan, manfaat sosial, dan manfaat perlakuan istimewa berpengaruh terhadap kepuasan nasabah Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar? 2. Apakah manfaat relasional yang terdiri atas manfaat kepercayaan, manfaat sosial, dan manfaat perlakuan istimewa berpengaruh terhadap loyalitas nasabah Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar? 3. Apakah kepuasan berpengaruh terhadap loyalitas nasabah Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat disusun tujuan penelitian dalam penelitian ini, meliputi: 1. Untuk mengetahui pengaruh manfaat relasional yang terdiri atas manfaat kepercayaan, manfaat sosial, dan manfaat perlakuan istimewa terhadap kepuasan nasabah Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. 2. Untuk mengetahui pengaruh manfaat relasional yang terdiri atas manfaat kepercayaan, manfaat sosial, dan manfaat perlakuan istimewa terhadap loyalitas nasabah Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar. 3. Untuk mengetahui pengaruh kepuasan terhadap loyalitas nasabah Bank BPD Bali Cabang Utama Denpasar.
11
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam menambah khasanah perbendaharaan informasi bagi ilmu pengetahuan manajemen pemasaran, terutama dalam hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan manfaat relasional yang terdiri atas manfaat kepercayaan, manfaat sosial, dan manfaat perlakuan istimewa dalam kaitannya dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan yang diharapkan bisa menjadi dasar penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dalam industri perbankan sebagai suatu standar bentuk manfaat yang perlu dikembangkan dalam upaya pemasaran
relasional
(relationship
marketing)
yang
bertujuan
untuk
menciptakan kepuasan dan loyalitas nasabah. Khusus untuk Bank BPD Bali, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan strategis di bidang pemasaran terutama dalam upaya mempertahankan dan mengelola existing customer agar tetap loyal dan mampu memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan.
12