BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Liberalisasi yang dimulai sejak tahun 1998 50 menelurkan kondisi yang
mengharuskan
masyarakat
Indonesia
“ngos-ngosan”
dalam
menghadapi arus ekonomi yang demikian cepat. Proses liberalisasi yang sedang dialami oleh Indonesia ini, turut menggambarkan bahwa efek globalisasi juga sedang berlangsung dalam dinamika masyarakat Indonesia. Globalisasi, dalam konteks ini globalisasi ekonomi, sebenarnya bukanlah fenomena baru dalam sejarah peradaban dunia. Seiring dengan berbagai perkembangan dalam berbagai aspek, fenomena globalisasi dipandang sebagai gelombang masa depan terutama sejak masa sejarah modern, khususnya sebelum memasuki abad ke-20. Dua dekade sebelum Perang Dunia I, arus uang internasional telah menghubungkan Eropa lebih erat dengan AS, Asia, Afrika, dan Timur Tengah.51 Namun bagaimanapun juga, tatanan ekonomi global yang didasarkan pada liberalisasi ekonomi telah membuat ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara negara kaya dan negara miskin semakin besar. 50
Letter of intent adalah persetujuan antara Indonesia dengan IMF dalam hal reformasi ekonomi yang ditandangani pada tanggal 15 Januari 1998 yang mengandung 50 butir kesepakatan. Letter of intent juga merupakan persetujuan program reformasi ekonomi kedua antara Indonesia dengan IMF, sebelumnya juga telah ada persetujuan yang disepakati pada tanggal 31 Oktober 1997, tetapi persyaratan pertama yang diajukan oleh IMF dirasakan berat untuk dilaksanakan, sehingga Indonesia meminta negosiasi. Walaupun pada akhirnya persetujuan yang kedua yang disebut Letter of intent ini pun tidak bertahan lama dan segera diganti dengan supplementary memorandum pada tanggal 10 April 1998, berisi 20 butir, 7 appendix dan satu matriks (hal yang khusus dalam memorandum ini adalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia). Dirangkum dari tulisan Lepi. T. Tarmidi dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Edisi Maret 1999 dengan judul Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran. Hlm. 10. 51 Budi Winarno. 2008. Globalisasi : Peluang atau Ancaman Bagi Indonesia. Jakarta : Erlangga. Hlm. 2.
1 Universitas Sumatera Utara
Pengaruh globalisasi selalu memiliki dua kecenderungan, yakni sebagai peluang dan juga sebagai tantangan terkhusus bagi negara-negara yang sedang berkembang. Ini tergantung cara (ways) negara-negara yang mengalaminya dalam pengambilan keputusan atau kebijakan untuk meminimalisir ketidakseimbangan. Pembuatan kebijakan ekonomi politik (regulasi) adalah metode akurat dan tepat yang dipakai oleh semua negara untuk mengatasi, menyaring serta mencegah masalah-masalah yang dapat ditimbulkan oleh globalisasi. Di era globalisasi pergaulan antar bangsa semakin kental, dan batas antar negara hampir tidak ada artinya. Pengaruh globalisasi memungkinkan hilangnya berbagai halangan dalam menjadikan dunia semakin terbuka dan saling bergantung satu sama lain serta menghasilkan dunia tunggal. Globalisasi menunjukkan terus meningkatnya integrasi atas ekonomiekonomi nasional menuju pasar-pasar internasional yang semakin luas dan integratif. Maka bukan tidak mungkin setiap regulasi yang ada di negaranegara mengarah kepada terciptanya pasar bebas. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, bahwa globalisasi membawa dua sisi yakni sebagai peluang dan sebagai tantangan. Seberapa ketat kebijakan, dalam konteks ini kebijakan ekonomi politik yang dibuat, akan membantu untuk menentukan sisi globalisasi yang akan dialami oleh negara tersebut. Perlu ditekankan bahwa dalam tulisan ini, penulis mengambil kasus globalisasi dalam konteks globalisasi ekonomi saja. Maka, kondisi yang berkenaan dengan globalisasi ekonomi seperti ekonomi politik, liberalisasi perdagangan atau pasar bebas, peran negara dan pemerintah, pertumbuhan
2 Universitas Sumatera Utara
ritel yang semakin meningkat serta poin-poin penting lainnya akan menjadi topik utama dalam tulisan ini. Telah menjadi suatu fenomena umum, jika liberalisasi perdagangan menjadi salah satu wujud dari globalisasi. Beredarnya barang dan jasa yang disokong oleh pemodal asing atau negara lain, adalah efek selanjutnya yang terjadi. Perkembangan zaman ini, dari bidang manapun adalah ide yang berusaha menjawab dan menjelaskan kebutuhan manusia yang tak terbatas, dan juga memberi gambaran tentang lifestyle masyarakat yang semakin instan. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari bertambahnya juga jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Bertumbuhnya aspekaspek yang demikian menjadikan permintaan akan barang dan jasa yang semakin
meningkat,
sehingga
membutuhkan
wadah
yang
dapat
menanggulanginya. Industri ritel adalah salah satu wadah tersebut. Maraknya pembangunan ritel modern yang disokong oleh investor asing menjadi salah satu citra menghilangnya batas-batas antar negara yang disebabkan oleh globalisasi. Teguh Boediyana, ketua Majelis Pakar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) mengatakan, konsekuensi dari kesepakatan liberalisasi yang
ditandatangani
pemerintah
menghasilkan
dampak
terhadap
pertumbuhan pasar di Indonesia yakni pertumbuhan pasar swalayan yang secara masif melakukan penetrasi terhadap pasar tradisional sampai ke desadesa. 52 Semua ritel modern Indonesia yang berada di bawah pengaruh investor asing merupakan kekuatan-kekuatan besar dunia yang terbangun
52
Majalah KOMPETISI KPPU, Edisi 34. Negeri Surga Ritel. 2012. Hlm. 13-14.
3 Universitas Sumatera Utara
dalam jaringan multinational corporation yang kerap melakukan penetrasi sampai ke bawah. Ritel dalam sejarahnya bukanlah jenis industri baru. Ritel berasal dari bahasa Perancis retailer yang berarti “memotong kecil-kecil”. Dalam bahasa Inggris, ritel berarti “eceran”. Ritel secara sederhana dapat juga disebut sebagai pasar. Pada Peraturan Presiden No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern telah memberikan definisi mengenai pasar, dimana pasar terbagi lagi menjadi dua bagian yaitu pasar tradisional dan pasar/toko modern. Pada pasal 1 ayat 2, bahwa definisi pasar tradisional adalah sebagai berikut : “ Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.” Sedangkan pada pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa toko modern : “ Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket,
Supermarket,
Department
Store,
Hypermarket
ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.”
4 Universitas Sumatera Utara
Dari definisi tersebut ada dua hal yang dapat digarisbawahi. Pertama, di pasar tradisional terdapat mekanisme tawar menawar. Artinya harga yang ditampilkan mungkin berbeda dari harga yang disepakati oleh pembeli dengan penjual. Mekanisme ini tidak terdapat pada toko modern. Pada toko modern harga bersifat given dan konsumen tidak dapat menawar. Kedua, di pasar modern terdapat sistem pelayanan mandiri dimana konsumen memiliki kebebasan dan keleluasaan untuk berinteraksi langsung dengan produk yang dijual, berbeda dengan pasar tradisional yang diletakkan di dalam etalase sehingga konsumen tidak memiliki keleluasaan penuh.53 Terkhusus untuk format ritel modern, banyak jenis yang dapat ditemui. Secara umum, berbagai banner atau brand pelaku usaha dapat dikelompokkan sebagai berikut54: a. Hypermarket : Carrefour, Giant, Hypermart, Lotte, Yogya, Lion Superindo b. Supermarket : Griya, Alfa, Sri Ratu, Hero, Ramayana, Naga c. Minimarket : Alfamart, Indomart, Yomart, Alfa-Midi d. Perkulakan : Makro, Indogrosir e. Convenience Store : Circle K, Starmart, AMPM f. Warehouse : Ace Hardware, Index g. Department Store : Metro, Matahari, Sogo h. Drugstore & Personal Care : Watson, Guardian, Boston, Century 53
Dikutip dari Paper yang ditulis oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2009. Position Paper KPPU terhadap Perkembangan Industri Ritel di Indonesia. Hlm. 61. 54 Ibid. Hlm. 62.
5 Universitas Sumatera Utara
i. Electronic Specialist : E-City, E-Solution j. Bookstore : Gramedia, Gunung Agung Di Indonesia sendiri industri ini telah berkembang sejak tahun 1960an. 55 Industri ritel merupakan industri yang strategis dalam kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Dalam konteks global, potensi pasar ritel Indonesia tergolong cukup besar. Industri ritel memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia. Industri ritel menempatkan diri sebagai industri kedua tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja Indonesia setelah industri pertanian.56 Hal ini mengindikasikan bahwa banyak orang menggantungkan hidupnya pada industri ritel. Dalam beberapa tahun terakhir kondisi pertumbuhan ritel di Indonesia adalah sebagai berikut : a. Dalam enam tahun, dari tahun 2007-2012 jumlah gerai ritel modern secara keseluruhan mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57 % per tahun. Pada tahun 2007, jumlah ritel modern masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2012 mencapai 18.152 gerai57. b. Untuk bentuk hypermart, terdapat 3 brand yang memiliki kemajuan yang sangat pesat diantaranya : Carrefour, Hypermart dan Giant. Dua diantaranya merupakan ritel modern yang berada di bawah pengaruh pemodal asing. Carrefour berasal dari Perancis,
Giant
sendiri
merupakan
ritel
asal
Malaysia.
55
Ritel modern pertama di Indonesia bernama Toserba Sarinah yang didirikan tahun 1962, dalam bentuk Departemen Store. 56 Dikutip dari Majalah Kompetisi KPPU, Negeri Surga RITEL, edisi 34 tahun 2012, Hlm. 4-5. 57 http://www.indonesianconsume.bblogspot.com/2013/02/perkembangan-baru-bisnis-ritelmoden.html#Um.KvXa nTnc. Diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pkl 20 :59.
6 Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Hypermart merupakan brand dalam negeri yang sampai tahun 2010 berada dibawah Matahari Putra Prima (Lippo Group), tetapi sekarang telah dijual dan menjadi milik pihak asing yaitu Meadow Asia Co.Ltd (anak usaha Asia Color Company yang pusatnya di Karibia). Ketiga brand ini juga merupakan ritel-ritel modern yang beromset sangat besar. Dari 10 ritel beromset terbesar di Indonesia pada tahun 2006, Ritel Asia merilis, Carrefour berada pada posisi pertama dengan omset Rp 7,2 triliun. Hypermart berada pada posisi ke empat Rp 3,5 triliun dan Giant berada pada urutan ke lima dengan omset Rp 3,2 triliun. 58 Carrefour menjadi pemimpin bidang hypermart yang menguasai pasar Indonesia dengan 47% pangsa pasar. Di Indonesia ada 3 tipe Carrefour yaitu : Carrefour ada, 87 gerai, Carrefour Express, ada 14 gerai, Carrefour Market, ada 7 gerai. Hypermart berada di posisi kedua dengan jumlah 100 gerai. Dan Giant sendiri, memiliki 46 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia. Di kota Medan sendiri, ketiga brand besar ini juga turut menguasai pasar dan pusat perbelanjaan. Jumlah gerai terbanyak dipegang oleh Giant dengan 5 gerai, sedangkan Hypermart dan Carrefour masing-masing ada 2 gerai. c. Untuk bidang minimarket, tahun 2009, Alfamart telah memiliki lebih kurang 3.098 gerai di seluruh Indonesia yang meningkat
58
Dikutip dari Majalah Gatra , No.12 TH XV Februari 2009. Hlm. 14.
7 Universitas Sumatera Utara
dari tahun 2008 yang berjumlah 2.736 gerai (meningkat 13,26%). Indomaret juga mencatat peningkatan yang cukup pesat dengan gerai sejumlah 3531 buah pada tahun 2009 meningkat dari 3093 buah (peningkatan sebesar 14,16%). Tahun 2013 total gerai Alfamart dan Indomaret mencapai 13.000. 59 Kota Medan juga tak ketingggalan dalam pertumbuhan ritel modern dengan format minimarket. Meski ada juga ritel modern asal lokal (kebanyakan tidak punya brand), tetapi Alfamart dan Indomaret masih menguasai pasar. Gerai Indomaret di kota Medan saat ini mencapai ± 200 gerai, sedangkan Alfamart mencapai ± 80 gerai. 60
Maraknya pembangunan ritel modern mengindikasikan bahwa industri ini memang menjanjikan keuntungan yang besar. Dan Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia merupakan ladang yang potensial untuk membangun bisnis waralaba. Selain itu, dengan terbitnya Keputusan Presiden No 99 Tahun 199861 yang membuka pintu masuk bagi para peritel asing, membuat bisnis ini pun semakin diminati oleh pemodal asing yang ingin menanamkan pengaruhnya di Indonesia. Kebijakan yang 59
http://www.indonesianconsume.blogspot.com/2013/02/perkembangan-baru-bisnis-ritelmoden.html#Um.KvXanTnc. Diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pukul 20 :59. 60 Dikutip dari Jurnal yang ditulis oleh Ok. Laksemana Lutfi. 2012. Dampak Keberadaan Indomaret Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang Pasar Tradisional Di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Medan. Hlm. 8. 61 Pada era 1970 s/d 1980-an, format bisnis ritel di Indonesia terus berkembang. Pada awal dekade 1990-an ini merupakan tonggak sejarah masuknya ritel asing di Indonesia. Ini ditandai dengan beroperasinya ritel terbesar Jepang “Sogo” di Indonesia. Ritel modern kemudian berkembang begitu pesat, berdasarkan Kepres No. 99 tahun 1998, bahwa pemerintah mengeluarkan bisnis ritel dari negative list bagi Penanaman Modal Asing. Sebelum Kepres No. 99 tahun 1998 diterbitkan, jumlah peritel asing di Indonesia sangat dibatasi. Dan di tahun ini pulalah liberalisasi perdagangan dimulai.
8 Universitas Sumatera Utara
ada untuk mengatur penataan dan pertumbuhan ritel modern juga tidak serta merta membuat nyali para peritel menjadi ciut, malah mereka semakin gencar untuk membangun ritel dengan brand masing-masing (terkhusus brand-brand besar) sampai ke daerah pelosok. Ekspansi ritel modern sangat agresif ini masuk hingga ke wilayah pemukiman rakyat. Ritel tradisional yang berada di wilayah pedesaan maupun pemukiman rakyat pun terkena imbasnya dengan berhadapan langsung dengan ritel modern tersebut. Persaingan diantara keduanya pun tidak terhindari. Tidak hanya itu, karena minimnya aturan zonasi untuk pembangunan ritel modern tersebut, maka ritel-ritel tradisional yang berada di kota-kota besar pun terkena imbasnya. Pemerintah sejauh ini sudah membentuk aturan atau kebijakan ritel, baik secara nasional ataupun tingkat daerah. Praktek monopoli serta persaingan usaha yang tidak sehat tertuang dalam UU No 5 tahun 1999, kemudian pemerintah juga mengeluarkan regulasi untuk membatasi pembangunan dan mengatasi penataan pasar tradisional dengan ritel modern melalui PP No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dan Permendagri No 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Sesuai dengan pasal 1 ayat 11 (sebelas) dan ayat 12 (dua belas) dalam PP No 112 Tahun 2007 mengatakan bahwa yang berhak memberi izin usaha baik dalam bentuk pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern ditanggungjawabi oleh pemerintah daerah, serta pembuatan aturan zonasi adalah wewenang pemerintah daerah. Dengan demikian, setiap daerah wajib memiliki
9 Universitas Sumatera Utara
peraturan daerah yang mengatur hal-hal yang terkait pembangunan dan penataan ritel. Kota Medan adalah salah satu kota besar yang mengalami pembangunan ritel yang boleh dikatakan sangat pesat. Ritel-ritel modern ini sudah bertebaran di setiap sudut kota Medan. Peritel juga tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga peritel-peritel asing turut meramaikan suasana perbelanjaan di kota Medan. Dari 33 kota dan kabupaten di Sumatera Utara, kota Medan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi (engine of growth) Sumatera Utara di luar sektor primer (pertanian dan pertambangan). Hasil survey yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan kota Medan di tahun 2013 pun mendapati bahwa sektor perdagangan (besar dan eceran) menjadi sektor industri unggulan dengan persentase perkembangan kontribusi sebesar 22, 99 %. 62 Namun, sama seperti kota-kota lainnya di Indonesia, kota Medan masih lemah dalam pengaturan zonasi untuk pembangunan ritel terkhusus untuk ritel modern. Peraturan Walikota No 20 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang kemudian mengalami perubahan sebanyak dua kali sehingga dikeluarkan peraturan baru yakni Peraturan Walikota No 47 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 yang menghapus tentang beberapa pengaturan sehingga semakin memberi peluang bagi pengusaha ritel untuk memperluas jaringan pertumbuhan ritel. Sebagai akibat dari perubahan peraturan ini gerai
62
Balitbang Kota Medan. 2013. Laporan Akhir Identifikasi Sektor Industri Unggulan di Kota Medan Tahun Anggaran 2013. Medan : Pemerintah Kota Medan . Hlm. 44.
10 Universitas Sumatera Utara
Indomaret dan Alfamart yang berdiri hampir di sepanjang jalan dan pusat kota Medan tidak lagi berjarak minimal 500 meter, bahkan sudah ada yang bersebelahan ataupun bersebrangan, sebab peraturan baru sudah tidak membatasi jarak. Tidak sedikit juga gerai Indomaret dan Alfamart yang belum resmi memiliki izin.63 Meski ada hukum yang mengatur hal tersebut yakni Perda Pemkot Medan No 5 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Ditambah lagi, sebagian dari ritel-ritel modern ini berdampingan juga dengan pasar tradisional, walaupun secara jelas kedua kebijakan di atas mengatur hal-hal yang demikian. Contohnya saja Carrefour Citra Garden yang berada di samping Pajak Pagi (pasar tradisional yang terletak di Pasar V,Padang Bulan Medan). Ramayana Pringgan yang berada di samping Pajak Pringgan, begitu juga Ramayana Aksara, juga berdampingan dengan Pajak Aksara. Ada pula Plaza Medan Fair, dan Medan Plaza yang berdekatan dengan Pajak Petisah. Melihat betapa negara ini sudah menjadi “surganya ritel”, dapat dikatakan bahwa liberalisasi yang dimulai sejak tahun 1998 itu mengharuskan masyarakat Indonesia “mau tidak mau” harus menghadapi proses keluar-masuk arus ekonomi, dan agar tidak menjadi mangsa pasar bebas, maka regulasi yang ketat wajib segera diciptakan. Hal ini yang menjadikan globalisasi dan kebijakan ekonomi politik suatu negara berhubungan dan berkaitan satu sama lain. Lemah kuatnya kebijakan dalam suatu negara juga akan mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh
63
Ok. Laksemana Lutfi. Loc.cit.
11 Universitas Sumatera Utara
provinsi, kabupaten/kota, bahkan sampai tingkat pemerintahan terendah di negara tersebut. Tulisan ini memakai studi perkaitan (interlinkages) sebagai acuan untuk meneliti masalah. Dalam interlinkages, ada beberapa variabel yang akan diamati kemudian dianalisis sehingga menghasilkan intervening variable atau fakta lain di luar kondisi yang telah ada misalnya fakta psikologis. Studi ini membahas tentang siapa aktor-aktor atau unit-unit politik dan ekonomi yang saling terkait, dan sebuah dependensi dapat terjadi dalam bentuk dominasi salah satu pihak dalam interaksinya.64 Merujuk kepada latar belakang dan studi perkaitan (interlinkages) yang telah dipaparkan di atas, maka penulis memberi judul penelitian ini, “ Pengaruh Globalisasi terhadap Kebijakan Ekonomi Politik (Studi Interlinkages
Kebijakan
Ekonomi
Politik
Terhadap
Maraknya
Pembangunan Ritel di Kota Medan”. B. Rumusan Masalah Terdapat 3 (tiga) poin yang menjadi garis besar dalam tulisan ini, yakni Globalisasi, Kebijakan Ekonomi Politik dan Maraknya Pembangunan Ritel (terkhusus ritel modern) di Kota Medan. Ketiga hal tersebut adalah arah yang akan dituju oleh penelitian ini dan perlu dijawab dan dicarikan jalan pemecahannya. Karena itu, berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh globalisasi terhadap kebijakan ekonomi politik dalam kasus maraknya pembangunan ritel di kota Medan?
64 Yanuar Ikbar. 2002. Ekonomi Politik Internasional : Studi Pengenalan Umum. Jakarta :Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (kalangan terbatas). Hlm. 6.
12 Universitas Sumatera Utara
C. Pembatasan Masalah Untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan untuk dapat menghasilkan uraian yang sistematis, diperlukan adanya pembatasan masalah. Adapun lingkup pembahasan masalahnya adalah: 1. Bagaimana keterkaitan antara globalisasi dan kebijakan ekonomi politik dengan maraknya pembangunan ritel modern di Medan? 2. Apa fakta dan intervening variable yang dihasilkan oleh keterkaitan globalisasi, kebijakan ekonomi politik dan peristiwa maraknya pembangunan ritel modern di Medan (lokasi sampel : Jalan Jamin Ginting, Kecamatan Medan Baru)? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendeskripsikan dan mengeksplor pengaruh globalisasi terhadap pembuatan kebijakan ekonomi politik nasional dan kota Medan yang berkaitan dengan pembangunan ritel modern serta kondisi maraknya pembangunan ritel modern di kota Medan. 2. Untuk menganalisis fakta dan intervening variable yang dihasilkan oleh keterkaitan globalisasi, kebijakan ekonomi politik dan peristiwa maraknya pembangunan ritel modern di kota Medan. E. Manfaat Penelitian Setiap penelitian dan tulisan selalu diharapkan mampu memberi manfaat bagi masyarakat. Secara khusus dimaksudkan juga guna membantu perkembangan ilmu pengetahuan.
Adapun yang menjadi manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini adalah :
13 Universitas Sumatera Utara
1. Secara Teori, penelitian ini diharapkan mampu menganalisis dan memberikan informasi tentang pengaruh Globalisasi terhadap Kebijakan Ekonomi Politik. Hal yang dikaji adalah Keterkaitan antara Globalisasi dan Kebijakan Ekonomi Politik dengan Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan 2. Secara Lembaga, penelitian ini diharapkan mampu untuk menjadi bahan rujukan tentang Studi Interlinkages antara Globalisasi dan Kebijakan Ekonomi Politik dengan Pembangunan Ritel Modern secara khusus di kota Medan, bagi akademisi terlebih dalam membantu mempelajari kajian Ekonomi Politik dan kajian Kebijakan Publik. Terkhusus bagi mahasiswa/i Departemen Ilmu Politik, FISIP USU 3. Bagi masyarakat, penelitian ini semampunya dapat memberikan informasi dan sebagai bahan bacaan tentang Pengaruh Globalisasi terhadap Kebijakan Ekonomi Politik, bagi
pemerintah dan
masyarakat kota Medan. F.
Kerangka Teori F.1. Teori Ekonomi Politik Proses perkembangan ekonomi politik sesungguhnya banyak
ditentukan oleh empat variabel dasar yakni, ekonomi, politik, struktur sosial dan kebudayaan. 65 Tetapi pada perkembangan yang lebih lanjut, variabelvariabel tersebut seakan terpisah dan muncul sendiri-sendiri secara monodisiplin. Sedangkan untuk ekonomi politik sendiri juga membentuk
65
Ibid. Hlm. 1.
14 Universitas Sumatera Utara
paradigmanya sendiri, baik kontensi maupun kontektualitas yang berskala domestik maupun internasional. Sebagai suatu disiplin ilmu, ekonomi politik lahir dari pemikiran untuk menemukan sinergi, mengisi kekosongan yang tidak dijumpai dalam disiplin ekonomi dan disiplin politik. Istilah ekonomi politik diambil dari bahasa Yunani, polis yang berarti kota dan oikonomike yang maknanya mengacu pada manajemen rumah tangga. Kombinasi kedua kata ini menunjukkan eratnya keterkaitan antara fakta-fakta produksi, keuangan dan perdagangan dengan kebijakan pemerintah di bidang moneter, fiskal dan komersial. Untuk memahami ekonomi politik secara umum, dapat diperhatikan pendapat beberapa orang pakar, diantaranya : a. Lord Robbin 66 , mengatakan bahwa ekonomi politik dapat mengandung dua versi. Pertama, versi ekonomi politik klasik yang memberi pengertian ekonomi politik sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh dari pembahasan, sejak ilmu ekonomi itu sendiri sampai dengan teori-teori kebijakan ekonomi yang meliputi analisis dari bekerjanya ekonomi pasar, alternatif sisitem kebijakan dan prinsip-prinsip keuangan negara. Kedua, ekonomi politik versi modern yaitu ekonomi politik yang membahas bagaimana sistem ekonomi itu bekerja, dapat bekerja, harus dibuat bekerja dan memungkinkan diriya bekerja.
66
Ibid. Hlm. 20.
15 Universitas Sumatera Utara
b. Paul Samuelson67, menyebut ekonomi politik sebagai sebuah studi mengenai sistem ekonomi itu sendiri, yang diartikan sebagai cara suatu masyarakat mengatasi masalah ekonomi fundamental yang serupa dimanapun. Jadi, menurut Paul bahwa ekonomi politik adalah praktek dari ilmu ekonomi itu sendiri. c. Warren F. Ilchman dan Norman T. Uphoff 68 , berpendapat bahwa ekonomi politik adalah suatu integrated social science of public purpose. Dikatakan bersifat politik karena membahas segi otoritas negara dalam masyarakat. Dikatakan bersifat ekonomi karena membahas masalah alokasi dan pertukaran sumber-sumber yang langka, termasuk di dalamnya sumbersumber sosial dan politik. d. Martin Staniland mengatakan dalam bukunya What is Political Economy? A Study of Social Theory and Underdevelopment, bahwa ekonomi politik adalah studi tentang teori sosial dan keterbelakangan.69 Ekonomi politik tidak dapat dipandang melalui masalah intelektual saja, melainkan juga terkait dengan ideologi dan budaya yang sangat beragam. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa kita harus melihat ekonomi politik dari dua level pengamatan, yaitu dari sisi isi (content) dan dari sisi konteks (context). Dari sisi isi ada beberapa macam teori ekonomi politik. Kriteria untuk mengidentifikasi ialah : apakah teori 67
Ibid. Hlm. 20-21. Ibid. Hlm. 21. 69 Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta : Erlangga. Hlm. 8. 68
16 Universitas Sumatera Utara
tersebut memperlihatkan suatu hubungan yang sistematis antara peristiwaperistiwa ekonomi dengan proses-proses politik atau tidak. Hubungan sistematis antara ekonomi dan proses politik tersebut dapat dilihat dari tiga kemungkinan sebagai berikut70 ; Pertama, terdapat hubungan kausal antara ekonomi dan proses politik. Ini lazim disebut sebagai model ekonomi ekonomi politik “deterministik”. Model ini mengasumsikan bahwa ada hubungan deterministik antara ekonomi dan politik, di mana politik menentukan
aspek-aspek
ekonomi
dan
institusi-institusi
ekonomi
menentukan proses-proses politik. Kedua, ada hubungan timbal balik antara ekonomi dan proses politik. Ini yang disebut dengan model ekonomi politik “interaktif”, yang menganggap fungsi-fungsi politik dan ekonomi berbeda, tetapi saling mempengaruhi satu sama lain. Ketiga, terdapat hubungan perilaku yang berlanjut atau kontinu ( a behavioral continuity) antara ekonomi dan politik. Dilihat dari sisi konteks, teori-teori ekonomi politik tersebut secara kasar dapat dibagi atas dua kelompok saja. Kelompok pertama disebut Liberal, sedangkan kelompok lainnya adalah pengkritik kelompok Liberal.71 Aliran Liberal (mencakup ekonomi politik Liberal Klasik, ekonomi politik Neoklasik, ekonomi politik Baru dan Neoliberalisme), adalah kelompok yang sangat menekankan alasan-alasan logika ekonomi rasional dan proses mekanisme pasar. Sedangkan aliran kedua adalah aliran pengkritik Liberal (mencakup Marxisme, Aliran Kelembagaan, Strukturalis, dan Dependensia), yang lahir dari dialektika pemikiran Marxisme yang banyak menggunakan
70 71
Ibid. Hlm. 13. Ibid. Hlm. 14.
17 Universitas Sumatera Utara
analisis konflik dan kekuasaan dalam menelaah keputusan ekonomi yang merupakan hasil dari proses politik. Sesuai dengan pemahaman yang tertera diatas, bahwa ekonomi politik mencakup sistem kebijakan, praktek ekonomi, alokasi dan pertukaran sumber-sumber yang langka (termasuk sumber sosial dan politik) serta masalah keterbelakangan. Semua hal ini, jika ditelaah, mengarah kepada hubungan timbal balik antara negara dan masyarakat, kemudian hubungan timbal balik antara negara dan negara lainnya (ketergantungan). Negara-negara yang tidak memiliki sumber daya yang memadai membutuhkan sokongan dari negara lain, atau paling tidak, mengadakan kerjasama bilateral ataupun multilateral agar kebutuhan masyarakat dan negara terpenuhi. Seiring dengan berjalannya bantuan ataupun kerjasama antar negara, muncullah sebuah arus global yang memungkinkan terjadinya perdagangan bebas, yang kemudian disebut sebagai globalisasi. Di bawah ini akan dijelaskan konsep globalisasi. F.1.1. Globalisasi F.1.1.1. Pengertian Globalisasi Globalisasi
berarti
suatu
proses
yang
mencakup
keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak nampak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata. Dalam keadaan global, tentu apa saja dapat masuk sehingga sulit untuk disaring atau dikontrol. Terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, makna globalisasi memiliki dimensi luas dan kompleks yaitu bagaimana suatu negara yang memiliki batas-batas teritorial dan kedaulatan tidak akan berdaya untuk
18 Universitas Sumatera Utara
menepis penerobosan informasi, komunikasi dan transportasi yang dilakukan oleh masyarakat di luar perbatasan. Esensi globalisasi pada dasarnya adalah peningkatan interaksi dan integrasi di dalam perekonomian baik di dalam maupun antar negara, yang meliputi aspek-aspek perdagangan, investasi, perpindahan faktor-faktor produksi dalam bentuk migrasi tenaga kerja dan penanaman modal asing, keuangan dan perbankan internasional, serta arus devisa. Globalisasi bukan sekadar keterbukaan suatu negara terhadap arus modal atau valuta asing, atau liberalisasi perdagangan internasional melainkan bahwa mitra dagang suatu negara bersifat multilateral dan didominasi oleh kekuatan global sehingga transaksi setiap negara secara individual dapat dikatakan tidak memiliki pengaruh. 72 Kennedy dan Cohen menyimpulkan transformasi ini telah membawa bangsa-bangsa dalam suatu jaringan kinerja (network) yang mendunia atau global. 73 Ciri globalisasi adalah adanya pembagian kerja di dalam produksi
karena
perusahaan
multinasional
mengorganisir
proses
produksinya lintas negara yang didasarkan pada sumber-sumber daya ekonomi yang terpencar-pencar di seluruh dunia. Ciri globalisasi berikutnya adalah adanya mobilitas dana internasional dalam jumlah besar yang dikendalikan oleh arbitrase dana. Dua kata kunci di dalam globalisasi yakni interaksi dan integrasi.
72
Mahmud Thoha. 2002. Globalisasi, Krisis Ekonomi dan Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan. Jakarta : Pustaka Quantum. Hlm. 3. 73 Elly M Setiadi dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial- Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta : Kencana. Hlm. 691.
19 Universitas Sumatera Utara
Menurut Group of Lisbon, globalisasi dapat ditengarai dari dua aspek yaitu ruang lingkup dan intensitasnya.74 Pada satu sisi, globalisasi merupakan satu himpunan atau rangkaian proses yang cakupannya meliputi sebagian besar belahan dunia atau beroperasi di seluruh dunia, oleh karena itu mempunyai konotasi spasial atau ruang. Pada sisi lain, globalisasi juga mempunyai implikasi pada intensifikasi, interaksi, interkoneksi, atau dependensi antara negara-negara dan masyarakatnya yang merupakan komunitas dunia. Dengan demikian seiring dengan semakin meluasnya rentangan atau lingkupnya, maka proses globalisasi juga semakin mendalam. Menurut Malcolm Waters, globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan sosialbudaya menjadi kurang penting, yang terjelma di dalam kesadaran orang. 75 Emmanuel Ritcher berpendapat, globalisasi adalah jaringan kerja global yang secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencarpencar dan terisolasi ke dalam saling ketergantungan dan persatuan dunia. F.1.1.2. Fenomena Globalisasi Fenomena globalisasi yang sedang diperhadapkan kepada umat manusia semenjak abad ke-20 dapat ditandai oleh beberapa hal, di antaranya adalah76 a. Arus Etnis, ditandai dengan mobilitas manusia yang tinggi dalam bentuk imigran, turis, pengungsi, tenaga kerja dan pendatang. Arus manusia ini telah melewati batas-batas teritorial negara.
74
Mahmud Thoha. Loc.cit. Jurnal yang ditulis oleh Rowland B.F. Pasaribu. 2012. Globalisasi dan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Hlm. 469. 76 Ibid. Hlm. 472. 75
20 Universitas Sumatera Utara
b. Arus Teknologi, ditandai dengan mobilitas teknologi, munculnya multinational corporation dan transnational corporation yang kegiatannya dapat menembus batas-batas negara. c. Arus Keuangan, yang ditandai dengan makin tingginya mobilitas modal, investasi, pembelian melalui internet penyimpanan uang di bank asing. d. Arus Media, yang ditandai dengan makin kuatnya mobilitas informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik. Berbagai peristiwa di belahan dunia seakan-akan berada di hadapan kita karena cepatnya informasi. e. Arus Ide, yang ditandai dengan makin derasnya nilai baru yangmasuk ke suatu negara. Dalam arus ide ini muncul isu-isu yang telah menjadi bagian dari masyarakat internasional. Isu-isu ini merupakan isu internasional yang tidak hanya berlaku di suatu wilayah nasional negara. F.1.1.3. Trens Era Globalisasi Era globalisasi yang akan terus berlanjut dalam abad 21, pada mulanya merupakan wujud perubahan dan perkembangan sistem informasi, telekomunikasi serta transportasi dengan fenomena yaitu dapat mempersingkat jarak dalam hubungan antar negara atau antar wilayah dalam batas ruang dan waktu. Perkembangan demikian, dimungkinkan oleh kemajuan-kemajuan yang cepat dan menakjubkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Tentu saja kemajuan-kemajuan Iptek tersebut dapat dicapai berkat adanya kemampuan ekonomi dunia melalui aliran modal tanpa batas untuk mendukungnya. Sebagaimana yang sedang kita saksikan, adanya keterkaitan antara kedua faktor Iptek dan kemampuan ekonomi ini telah menimbulkan perubahan-perubahan yang cepat dan luar
21 Universitas Sumatera Utara
biasa di seantero dunia, serta tingkat kompetisi yang tinggi, dan tidak terkecuali pada masyarakat Indonesia. Adapun beberapa trens tentang globalisasi, dapat dijelaskan sebagai berikut77 : a. Perubahan Akseleratif, yaitu merupakan perubahan yang sangat cepat dalam segala bidang terutama yang berhubungan dengan interdependensi atau ketergantungan dengan ekonomi, teknologi informasi dan komunikasi di antara negara-negara di dunia. b. Aliran Modal Tanpa Batas, yaitu tumbuhnya iklim investasi yang mencakup
berbagai
produk.
Banyak
perusahaan-perusahaan
multinasional yang melakukan ekspansi ke negara-negara lain untuk mendapatkan komponen-komponen produk yang tidak lagi dari anak perusahaannya, tapi dapatjuga dari perusahaan-perusahaan lain sehingga terwujud produk barang jadi. c. Ekonomi Pengetahuan, yaitu bahwa globalisasi telah membawa hubungan ekonomi antar bangsa yang ditandai saling ketergantungan antara negara-negara maju dan negara berkembang dengan segala implikasi yang ditimbulkannya. Hal ini menjadi kajian ilmu pengetahuan bagi para akademisi, ekonom, perumus kebijakan baik pemerintah maupun dunia usaha. d. Hiper Kompetisi, yaitu segala daya upaya yang dilakukan baik dari dunia usaha, dunia industri maupun pemerintah yang selalu berkompetisi untuk memperoleh simpati dan segmen pasar yang
77
Ibid. Hlm. 473-474.
22 Universitas Sumatera Utara
sebanyak-banyaknya. Pemanfaatan media komunikasi dan informasi sangat gencar dalam publikasi untuk menawarkan produk-produk unggulan yang berkualitas dengan segala kelebihannya sesuai dengan trens yang ada di dalam masyarakat. e. Global dan Kompleks, yaitu segala hal yang terkait dengan transnasional
produk telah terjadi saling ketergantungan yang
memerlukan tingkat manajemen tinggi dan kompleks. Oleh sebab itu, globalisasi telah memberikan implikasi analisis pemikiran yang integrated dan komprehensif. Trens
atau
karakteristik
globalisasi
abad
21
dapat
digambarkan sebagai berikut :
Perubahan Akseleratif Global dan
Abad 21
Aliran Modal Kompleks
Tanpa
Batas
Hiper
Ekonomi Kompetisi
Pengetahuan
Gambar 1.1. Trens globalisasi abad 21
23 Universitas Sumatera Utara
F.1.1.4. Pelaku Atau Subjek Globalisasi Para pelaku atau subjek dari globalisasi yang berperan dalam tumbuh-kembangnya tatanan dunia global, dapat digambarkan sebagai berikut 78: a. Negara-negara yang dipetakan secara dikotomis, yaitu negara-negara besar dan negara-negara kecil, negara-negara maju dan negaranegara berkembang, negara- negara yang kuat dan yang lemah secara ekonomi, negara-negara yang berdiri sendiri atau yang bergabung dengan negara lain, dan lain sebagainya. b. Organisasi-organisasi antar pemerintah (IGO atau InternationalGovermental Organizations) seperti ASEAN, NATO, Europian Community dan lain sebagainya. c. Perusahaan internasional yang dikenal dengan Multinational Corporation (MNC) atau Transnational Corporation atau Global Firms. Perusahaan-perusahaan ini dengan modalnya yang besar dan bersifat deteritorialis meluaskan jaringannya ke segala penjuru dunia. Pemerintah, pada khususnya negara-negara berkembang merasa perlu mendapatkan modal dan teknologinya. d. Organisasi internasional atau transnasional yang non pemerintah (INGO - International Non-Governmental Organizations) seperti Palang Merah Internasional di dirikan tahun 1867, Workingmen’s Association (Sosialist International) tahun 1860-an, International Women’s League for Peace and Freedom. Organisasi konvensional
78
Ibid. Hlm. 475-476.
24 Universitas Sumatera Utara
seperti: Vatikan, Dewan
Gereja-gereja Sedunia, Rabiyatul
Islamiyah. Yang modern seperti Amnesty International, GreenPeace International, World Conference on Religion and Peace, World Federation of United Nations Associations, Trans-Parency International,
Worldwatch, Human Rights Watch dan Refugee
International. Organisasi global ini lebih tepat disebut aktivis professional. Pendapat umum dan kebijakan dunia ternyata banyak sekali dipengaruhi oleh organisasi aktivis ini. Gagasan-gagasan mereka banyak disalurkan melalui media massa elit dunia, seperti International Herald Tribune, The Guardian, Times, dan The Economist. e. Organisasi-organisasi non formal, rahasia dan setengah rahasia. seperti: mafia, teroris, pembajak, penyelundup, preman global, tentara bayaran, hacker computer. F.2. Teori Kebijakan Publik Istilah kebijakan cenderung disepadankan dengan kata policy yang dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom) maupun kebajikan (virtues). Bagi para policy maker dan orang-orang yang menggeluti kebijakan, penggunaan istilah-istilah tersebut tidak menimbulkan masalah, tetapi bagi orang luar struktur pengambilan kebijakan tersebut mungkin akan membingungkan. Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau defenisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan. Setiap defenisi bisa memberi penekanan yang berbeda-beda, yang tergantung kepada orang yang mengartikannya, dan setiap orang tentu memiliki latar belakang yang
25 Universitas Sumatera Utara
berbeda, sehingga tidak mengherankan jika poin-poin yang ditekankan dalam memberi defenisi bagi kebijakan. Perserikatan
Bangsa-Bangsa
(PBB)
memberikan
definisi
kebijakan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini bisa amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya yang seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu program, mengenai aktivitasaktivitas tertentu atau suatu rencana.79 Thomas Dye mengatakan bahwa kebijakan adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan. 80 James E. Anderson sebagai pakar kebijakan publik mendefinisikan kebijakan sebagai hal yang telah ditetapkan oleh bada-badan dan aparat pemerintah. 81 Richard Rose, sebagai seorang pakar ilmu politik menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dimengerti sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri. Kebijakan menurutnya dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu. Sementara Laswell dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dan
79
Solichin Abdul Wahab. 2004. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 2. 80 Drs. AG. Subarsono, M.Si., MA. 2005. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hlm. 2. 81 Ibid. Hlm. 2.
26 Universitas Sumatera Utara
menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan, berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek.82 Studi mengenai kebijakan publik dapat dipahami dari dua prespektif. 83 Pertama, perspektif politik, bahwa kebijakan publik di dalam perumusan, implementasi, maupun evaluasinya pada hakikatnya merupakan pertarungan berbagai kepentingan publik di dalam mengalokasikan dan mengelola sumberdaya (resources)
sesuai dengan visi, harapan, dan
prioritas yang ingin diwujudkan. Kedua, perspektif administratif, bahwa kebijakan publik merupakan ikhwal yang berkaitan dengan
sistem,
prosedur, dan mekanisme, serta kemampuan para pejabat publik (official officers) di dalam menterjemahkan dan menerapkan kebijakan publik, sehingga visi dan harapan yang ingin dicapai dapat diwujudkan di dalam realitas. Memahami kebijakan publik dari kedua perspektif tersebut secara berimbang dan menyeluruh akan membantu kita lebih mengerti dan maklum mengapa suatu kebijakan publik tersebut meski telah terumuskan dengan baik namun di dalam implementasinya sulit terwujudkan. F.2.1. Kerangka Kerja Kebijakan Publik Kerangka kerja kebijakan publik akan ditentukan oleh variabel berikut84 : 1. Tujuan yang akan dicapai. Ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka akan semakin sulit mencapai kinerja kebijakan.
82
Said Zainal Abidin. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah. Hlm. 21. Dr. H. Tachjan, M.Si. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung : AIPI & Puslit KP2W Unpad. Hlm. V. 84 Subarsono. Op.cit. Hlm. 7-8. 83
27 Universitas Sumatera Utara
2. Preferensi nilai. Suatu kebijakan yang mengandung variasi nilai akan jauh lebih sulit untuk dicapai dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu nilai. 3. Sumberdaya yang mendukung kebijakan. 4. Kemampuan atau kualitas aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. 5. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan. 6. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Dapat bersifat topdown approach atau bottom-up approach, otoriter atau demokratis. F.2.2. Proses Kebijakan Publik Proses ini adalah serangkaian aktivitas intekektual yang dilakukan daam proses kegiatan yang bersifat politik. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, penilaian kebijakan (evaluasi).
Dalam pandangan Ripley85, tahapan/proses kebijakan publik adalah sebagai berikut:
Penyusunan 85 Ibid.Agenda Hlm. 11.
Agenda Pemerintah
Hasil
28 Universitas Sumatera Utara
Formulasi & Legitimasi Kebijakan Implementasi Kebijakan
Diikuti Hasil Diperlukan
Hasil Evaluasi thd implementasi, kinerja & dampak kebijakan
Kebijakan
Tindakan Kebijakan
Diperlukan Kinerja & Dampak Kebijakan
Kebijakan Baru
Gambar 1.2. Tahapan Kebijakan Publik Ripley
F.2.3. Ekonomi Politik dalam Sebuah Kebijakan Publik Keterkaitan suatu sistem ekonomi dan proses politik merupakan dua sisi dari satu mata uang, sehingga disiplin ilmu ekonomi dan ilmu politik tidak dapat dipisahkan begitu saja. Dalam negara manapun suatu pertukaran pasti terjadi, maka tidak ada negara yang tidak memiliki pasar. Akan tetapi, pasar harus tetap di-governed dalam suatu sistem kekuatan kelembagaan yang bernama negara, bahkan negara dapat mendikte tingkat suplai uang, suatu sistem accounting dalam pertukaran yang saat ini dianggap paling efisien. Untuk dapat mengerti dan memahami mengapa pemerintah harus mengatur pasar, mengapa dan bagaimana para politisi sibuk dan getol sekali pada nuansa pemerataan pendapatan, atau bagaimana
29 Universitas Sumatera Utara
kekuatan pasar dapat mempengaruhi hasil akhir atau outcome politik, falsafah ilmu ekonomi dan ilmu politik tidak hanya harus dipahami secara lebih menyeluruh, tetapi juga harus diletakkan pada perspektif teori yang sama. Perspektif teori itulah yang kemudian dikenal dengan ekonomi politik. Ekonomi politik dimaksudkan untuk membahas keterkaitan antara berbagai aspek, proses, dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi (produksi, investasi, pembentukan harga, perdagangan, konsumsi, dan lainlain). Penelusuran mendalam tentang ekonomi politik biasanya didekati dari format dan pola hubungan antara pemerintah, swasta, masyarakat, partai politik, organisasi buruh, lembaga konsumen, dan sebagainya. 86 Ekonomi politik jelas tidak dapat dipisahkan dari suatu kebijakan publik, mulai dari proses perancangan, perumusan, sistem organisasi dan implementasinya. Sesuai dengan perkembangan ekonomi politik, kebijakan publik, terutama tentang ekonomi adalah suatu pilihan (terbaik) yang diperoleh melalui suatu perjuangan para kelompok kepentingan, yang berlangsung pada suatu setting institusi politik yang sedang berkuasa saat ini, bukan semata setting pasar. Artinya, negara juga punya kewajiban membangun suatu struktur kelembagaan yang mampu mendorong inisiatif para pelaku dan agen ekonomi sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, sekaligus wajib menciptakan suatu proses dan kesempatan agar struktur kelembagaan itu dapat dimodifikasi jika kondisi sosial ekonomi memungkinkan.
86
Bustanul Arifin dan Didik J. Rachbini. 2001. Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik. Jakarta : Grasindo. Hlm. 3.
30 Universitas Sumatera Utara
Sistem ekonomi akan dapat bekerja dengan baik dan menjadi viable apabila aransemen kelembagaan yang ada mampu secara jelas mencegah, melarang, dan mengatasi dampak sosial yang merugikan. Sistem hak dan kewajiban individu tidak akan pernah terwujud dengan baik apabila tidak ada struktur penegakan yang baik pula. Inilah esensi nation state yang tidak lain adalah sistem otoritas yang berfungsi untuk memberikan legitimasi kepada seluruh transaksi, bukan malah menjadi pemangsa sistem pasar. Dalam hal ini, ekonomi nasional Indonesia harus memulai langkah rekonstitusi sistem ekonomi. Dalam artian bahwa suatu nation state memerlukan lebih dari sekadar adanya pemerintahan baru, walau dibentuk berdasarkan hasil keputusan sosial yang sangat demokratis sekalipun. Upaya-upaya rekonstitusi dan reformasi kebijakan ekonomi dapat dilihat sebagai suatu langkah sistematis beberapa komponen negara, terutama tingkah laku pemerintah atau cara pemerintah menentukan pilihan yang dapat mempengaruhi roda perekonomian. Tingkah laku pemerintah diletakkan sebagai faktor endogen dari keseluruhan proses perumusan kebijakan ekonomi. Kebijakan ekonomi tidak terbentuk dari suatu proses optimalisasi saja, yang jelas pasti terdistorsi oleh kepentingan pribadi, tetapi sebagai suatu produk kompromis dari sekumpulan kepentingan yang mengatasnamakan kepentingan bersama dan dibawa oleh para politisi dengan segala ambisi dan tujuannya dalam suatu proses transaksi politik.87 Domain ekonomi politik selalu concerned dengan peranan kelembagaan
87
Ibid. Hlm. 7.
31 Universitas Sumatera Utara
dalam
setiap
perumusan,
organisasi,
dan
implementasi
kebijakan
pembangunan. Hal
yang perlu diperhatikan adalah caranya untuk
menerangkan siapa yang mendapat manfaat dan siapa yang menanggung beban akibat adanya suatu regulasi/kebijakan atau aturan ekonomi. Dalam setiap regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pasti memiliki tujuan tertentu, dan selain manfaat yang diharapkan, sering pula datang secara bersamaan dampak negatif yang disebabkan oleh regulasi tersebut. Karena itu diperlukan sebuah analisis untuk melihat besaran manfaat dan kerugian dari suatu regulasi ekonomi. Didik J. Rachbani menjelaskan analisis ini dengan Teori Regulasi Ekonomi.88 Secara lebih luas teori regulasi ditujukan untuk melihat manfaat dan kerugian individu di dalam suatu kelompok, yang bisa dikaitkan dengan Teori Optimal Pareto. Arti Teori Optimal ini adalah suatu proposisi karena proses alokasi sumber-sumber ekonomi, tetapi tanpa mengakibatkan kerugian pada individu lainnya. 89 Teori regulasi ekonomi tidak lepas dari proposisi tersebut karena regulasi harus diinstitusikan dengan manfaat sebanyak mungkin pada publik atau konstituen yang dikenai regulasi tersebut dengan dampak negatif kerugian yang minimal atau bila perlu tanpa harus menyebabkan yang lainnya merugi. Keseluruhan aspek di atas, secara jelas juga merujuk kepada sebuah pembangunan (terkhusus dalam bidang ekonomi politik) dalam sebuah negara. Adanya perkembangan pasar secara global zaman ini, 88
Didik J. Rachbani. 2004. Ekonomi Politik : Kebijakan dan Strategi Pembangunan. Jakarta : Granit. Hlm. 10-11. 89 Ibid. Hlm. 11.
32 Universitas Sumatera Utara
mewajibkan seluruh komponen di dalam sebuah negara memasang kondisi siap siaga. Pembangunan adalah upaya untuk membuat kehidupan yang lebih baik untuk setiap orang. Negara memberi regulasi yang dapat mendukung setiap pergerakan dan aspirasi serta memberi status kepada manusia sebagai masyarakat sosial, kemudian memberi wadah pasar (ekonomi baik secara nasional maupun global) dalam mendukung pemenuhan kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Pembangunan dalam sebuah negara tidak dapat diartikan sebagai pembangunan jika hanya mengarah kepada bertumbuhnya perkonomian. Tetapi dalam segala aspek yang turut membantu membuat setiap masyarakat dalam negara tersebut memiliki kesempatan untuk merasakan kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian, sebuah tatanan ekonomi politik, secara lebih spesifik, keterlibatannya di dalam sebuah kebijakan publik harus melindungi kepentingan masyarakat. G. Definisi Konsep Definisi
Konsep
dimaksudkan
untuk
membatasi
istilah
serta
memperjelasnya agar tidak mengalami makna ganda (ambigu). Maka defenisi konsep dalam penelitian ini adalah : G.1. Ritel Perdagangan ritel adalah suatu kegiatan menjual barang atau jasa kepada seseorang untuk keperluan diri sendiri, keluarga, maupun dalam rumah tangga. Ritel adalah usaha bisnis yang menjual barang-barang terutama untuk konsumsi rumah tangga dan digunakan secara non bisnis.
33 Universitas Sumatera Utara
Ritel disebut juga pasar. Secara umum, jenis ritel dapat dibagi menjadi dua yaitu; ritel modern dan ritel tradisional. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dalam Peraturan Presiden No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern telah memberikan definisi mengenai pasar, dimana pasar terbagi lagi menjadi dua bagian yaitu pasar tradisional dan pasar/toko modern. Pada pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa definisi pasar tradisional adalah sebagai berikut : “ Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.” Sedangkan pada pasal 1 ayat 5 disebutkan bahwa toko modern : “ Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket,
Supermarket,
Department
Store,
Hypermarket
ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.” Dibawah ini akan djelaskan mengenai perbedaan karakteristik ritel modern dan tradisional.
34 Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Perbedaan Karakteristik Ritel Modern dan Tradisional90 No
Aspek
Ritel Modern
Tradisional
1
Histori
Fenomena Baru
Evolusi panjang
2
Fisik
Baik dan mewah
Umumnya
kurang
baik
meski sebagian ada yang baik 3
Pemilikan/Kelembagaan Umumnya
Milik
perorangan/swasta 4
Modal
masyarakat/desa,
pemda, sedikit swasta
Modal kuat/ digerakkan Modal swasta
lemah/subsidi/swadaya masyarakat
5
Konsumen
Umumnya menengah ke Menengah ke bawah atas
6
Metode
Swalayan
Tawar-menawar
7
Status tanah
Tanah perorangan/swasta
Tanah
negara,
sedikit
swasta 8
Pembiayaan
Tidak disubsidi
Kadang-kadang disubsidi
9
Pembangunan
Swasta
Pemda/Desa
10
Pedagang yang masuk
Pemilik
modal
pedaganngnya
juga Beragam, massal
(tunggal)
atau beberapa pedagang formal skala menengah dan besar
90
Skripsi Ahmad Reza Safitri. Op.cit. Hlm. 43.
35 Universitas Sumatera Utara
11
Peluang
Terbatas,
masuk/Partisipasi
pedagang
umumnya Bersifat massal tunggal
dan
menengah ke atas 12
Jaringan
Sistem rantai koorporasi Pasar regional, pasar kota, atau
bahkan
terkait pasar kawasan
dengan modal luar negeri
G.2. Studi Interlinkages91 Tulisan ini memakai studi perkaitan (interlinkages) sebagai acuan untuk meneliti masalah. Secara singkat, bahwa apa yang dinamakan dengan perkaitan (interlinkages), persoalannya tidaklah terletak pada siapa penyebab dan siapa penerima akibat, juga bukan karena efek langsung dari akibat, tetapi adanya hubungan sub ordinasi lingkaran di antara sub variabel akibat tersebut. Perkaitan antar variabel lebih ditentukan oleh suatu bentuk hubungan yang bersifat interlinkages yakni adanya kaitan hubungan dari efek-akibat sehingga menimbulkan peristiwa tertentu baik terhadap variabel yang mempengaruhi
maupun
variabel
yang dipengaruhi
sehingga
menghasilkan fakta tertentu yang dapat dihubungkan satu sama lain. Di samping itu, jika interlinkages berlangsung maka terdapat unsur yang bersifat intervening variable misalnya faktor psikologis. Namun ia juga terbentuk karena adanya unsur rangkaian antara variabel tertentu dengan variabel yang lain sekalipun terjadi perbedaan materi dalam objek dan subjeknya. Dalam implementasinya suatu peristiwa sub ordinat tertentu
91
Yanuar Ikbar. Loc.cit.
36 Universitas Sumatera Utara
yang tidak secara langsung memiliki kaitan dapat menimbulkan keterhubungan secara interlinkages yakni melalui suatu apa yang sering dikenali sebagai “benang merah”. H. Metodologi Penelitian H.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran (mixed methods). Penelitian merupakan suatu langkah penelitian dengan menggabungkan dua bentuk penelitian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Menurut pendapat Sugiyono92, bahwa mixed methods adalah
suatu
metode
penelitian,
yang
mengkombinasikan
atau
menggabungkan antara metode kualitatif dengan metode kuantitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian , sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable, dan objektif. Menurut Creswell 93 , terdapat 3 strategi dalam mixed methods, yaitu : 1. Sequential mixed methods 2. Concurent mixed methods 3. Transformation mixed methods Penelitian ini menggunakan Sequential mixed methods (metode campuran bertahap), yang mana metode ini merupakan strategi bagi peneliti untuk menggabungkan data yang ditemukan dari satu metode dengan metode lainnya. Strategi ini dilakukan dengan interview terlebih dahulu 92
Dikutip dari buku Prof. Dr. Sugiyono, tahun terbit : 2011 dengan judul Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)-Bandung : Alfabeta, hlm. 404 oleh Titin Ariska Sirnayatin dalam skripsi. 2013. Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembelajaran Sejarah. Bandung : Univ. Pendidikan Indonesia. Bab 3 Metodologi Penelitian. Hlm. 49. 93 Dikutip dari buku John W. Creswell, tahun terbit :2010 dengan judul Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed-Jakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 316-324.
37 Universitas Sumatera Utara
untuk mendapatkan data data kualitatif, lalu diikuti dengan data kuantitatif dalam hal ini menggunakan survey. Strategi ini menjadi tiga bagian, yaitu : Strategi eksplanatoris sekuensial, tahap pertama dalam strategi ini adalah mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif. Bobot atau prioritas ini diberikan kepada data kualitatif. Strategi ekploratoris sekuensial, merupakan kebalikan dari strategi eksplanatoris sekuensial, pada tahap pertama peneliti mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif kemudian mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif yang didasarkan kepada hasil tahap pertama. Bobot utama strategi ini adalah pada data data kualitatif. Strategi transformatif sekuensial, dima apada strategi ini peneliti menggunakan perspektif teori untuk membentuk prosedur-prosedur tertentu dalam penelitian. Dalam model ini, peneliti boleh memilih untuk menggunakan salah satu dari dua metode dalam tahap pertama , dan bobotnya diberikan pada salas satu dari keduanya atau dibagikan secara merata pada masing-masing tahap penelitian. Dalam penelitian ini, memakai metode ekploratoris sekuensial. H.2. Jenis Penelitian Dalam penelitian ilmu sosial
rancangan penelitian umumnya
terbagi atas 3 (tiga) bentuk, yaitu penelitian eksploratif, penelitian deskriptif, dan penelitian eksplanatori/penjelasan. 94 Penelitian eksploratif
94
Laporan Praktek Kerja Lapangan Mantily dkk. 2014. Peran Biiro Otonomi Daerah dan Kerjasama
Dalam Mengevaluasi Daerah Otonomi Baru. Medan. Hlm. 15-16.
38 Universitas Sumatera Utara
adalah jenis penelitian yang berusaha mencari ide-ide atau hubunganhubungan yang baru. Sedangkan, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menguraikan sifat-sifat atau karakteristik dari suatu fenomena tertentu. Terakhir, penelitian eksplanatori merupakan penelitian yang bertujuan menganalisis hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Melihat pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berjenis penelitian eksploratif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini ingin melihat dan mencari hubungan dan fakta-fakta baru dari permasalahan yang ada.
H.3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah kota Medan, secara spesifik adalah lokasi ritel yaitu Carrefour , Alfamart, Indomaret (lokasi sampel : Simpang Kampus USU - Pasar V, Kecamatan Medan Baru) dan Pasar Tradisional (Pasar Pagi, dan Pasar Sore), yang semuanya berada di Jalan Jamin Ginting, kecamatan Medan Baru. H.4. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga Kecamatan Medan Baru. H.6. Sampel Penelitian Dalam hal ini peneliti menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Maksudnya, peneliti menentukan sendiri sampel
39 Universitas Sumatera Utara
yang diambil karena ada pertimbangan tertentu. Maka, informan kunci (key informan) yang dipilih ialah Pemerintah kota Medan (Bidang Perekonomian dan Pembangunan), Ketua KPPU Kota Medan, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Medan, dan Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu kota Medan, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data secara kualitatif. Sedangkan untuk data kuantitatif dilakukan kepada masyarakat, yaitu konsumen ritel modern ( Carrefour, Alfamart dan Indomaret) dan konsumen di pasar tradisional (Pasar Pagi/Pasar Sembada dan Pasar Sore). Untuk data kuantitatif akan digunakan teknik Accidental Sampling (teknik sampling kebetulan). Teknik ini dilakukan apabila pemilihan anggota sampelnya dilakukan terhadap orang yang kebetulan ada atau dijumpai.95. Penentuan jumlah sampling diambil dengan menggunakan rumus Taro Yamane96 yaitu :
n
N Nd 2 1
n = Jumlah Sampel N = Jumah Populasi d = presisi (yang ditetapkan 10% dengan derajat kepercayaan 90%) Jumlah penduduk di Kecamatan Medan Baru, tercatat sebanyak 39577. Maka sesuai dengan rumus di atas, maka jumlah sampelnya adalah sebagai berikut : (
)
95
Husaini Usman & Purnomo Setiadi Akbar. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara. Hlm. 45. 96 Jalaluddin Rakhmat. 1991. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Hlm. 81.
40 Universitas Sumatera Utara
n dibulatkan menjadi 100. Lokasi penelitian ada 5 titik yaitu Carrefour , Alfamart, Indomaret, Pasar Pagi/Pasar Sembada, dan Pasar Sore maka 100 responden akan dibagi kedalam 5 titik tersebut, maka tiap titik terdapat 20 responden.
H.7. Teknik Pengumpulan Data Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penelitian kualitiatif, yakni ; wawancara, observasi, dokumen(studi pustaka) dan focus group discussion. Dalam penelitian ini, peneliti memakai wawancara, observasi dan dokumen (studi pustaka) sebagai instrumen penelitian. Untuk teknik pengumpulan data secara kuantitatif digunakan metode kuesioner/angket. a. Wawancara Wawancara merupakan alat re-checking atau pembuktian terhadap
informasi
atau
keterangan
yang
diperoleh
sebelumnya. 97 Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam
(in-depth
interview).
Wawancara
mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya-jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan. 97
Pupu Saeful Rahmat. Op.cit. Hlm. 6.
41 Universitas Sumatera Utara
b. Observasi Beberapa informasi yang diperoleh dari observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, perbuatan, kejadian atau peristiwa, dan waktu. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, dan untuk membantu mengerti perilaku manusia. Dalam hal ini, peneliti ingin mencantumkan bagaimana masyarakat
juga
memiliki
keterlibatan
dalam
masalah
penelitian ini. c.
Kuesioner/Angket Kuesioner/ angket adalah suatu daftra berisikan ramgkaian pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidangyang akan diteliti. Kuesioner dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan fakta dan intervening variable dari masyarakat karena maraknya pembangunan ritel modern di kota Medan.
d. Dokumen (Studi Pustaka) Data dalam bentuk dokumen, bersifat tak terbatas pada ruang dan waktu, sehingga memberi peluang bagi peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Secara detail dokumen berbentuk surat-surat, buku atau catatan, dokumen pemerintah atau swasta, data pada server atau website, laporan, dan lain sebagainya. Maka, peneliti akan
42 Universitas Sumatera Utara
mengumpulkan data yang tentu saja berhubungan dengan masalah penelitan ini. H.8. Teknik Analisis Data Analisis data yang dilakukukan dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif. a. Analisis Data Kualitatif Menurut Miles dan Hubermas, data kualitatif dianalisis dengan cara, reduksi data, display data, conclusion drawing (verifikasi).98 Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Setelah mereduksi data, dilanjutkan dengan display data yaitu dengan mengklasifikasikan dan mennyajikan data sesuai dengan pokok permasalahan yang diawali dengan pengkodean pada setiap subpokok permasalahan. Lalu, untuk penarikan kesimpulan (conclusion) atau verifikasi data kualitatif dilakukan dengan cara triangulasi. Triangulasi dalam penelitian adalah dengan membandingkan informasi dari informan yang satu dengan informan yang lain. Kemudian langkah selanjutnya dengan cara member check yang berguna untuk memeriksa keabsahan data. Analisis
data kualitatif ini
dimaksudkan untuk
menjawab
pembatasan masalah yang pertama yaitu keterkaitan antara globalisasi dan kebijakan ekonomi politik dengan maraknya pembangunan ritel modern di kota Medan dan menemukan hipotesis dan fakta awal.
98
Titin Ariska Sirnayatin dalam skripsi. 2013. Op.cit. Hlm. 61.
43 Universitas Sumatera Utara
b. Analisis Data Kuantitatif Analisis data kuantitatif dimaksudkan untuk menjawab pembatasan masalah kedua yaitu fakta dan intervening variable baru yang dihasilkan oleh keterkaitan globalisasi, kebijakan ekonomi politik dan peristiwa maraknya pembangunan ritel modern di kota Medan. Dengan kata lain menguji hipotesis yang ada dalam analisis kualitatif. Teknik analisis ini bersifat eksplorasi, seperti misalnya ingin mengetahui frekuensi belanja masyarakat, persepsi konsumen terhadap maraknya pembangunan ritel modern, atau pilihan konsumen terhadap pasar tradisional dan ritel modern. Urutan analisis akan dijelaskan melalui bagan berikut ini :
Qualitative
Quantitative
Interpretation based on Qualitative Quantitative results
Gambar 1.3. Desain Tipe Exploratory Secara lebih rinci dapat digambarkan bagan di bawah ini :
Metode Kualitatif : Menemukan Hipotesis
Masalah dan Potensi
Pengumpulan dan Analisis Data
Kajian Teori
Temuan Hipotesis
Metode Kuantitatif : Menguji Hipotesis Populasi dan Sampel
Pengumpulan Data
Analisis Data
Kesimpulan dan Saran
44 Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.4. Langkah-langkah Metode Kombinasi (Mixed Methods) Sequential Exploratory Design I.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dimaksudkan untuk menjabarkan rencana
penulisan agar lebih mudah dan terarah dalam menyusun penelitian. Maka, peneliti membagi sistematika penulisan ini menjadi 4 bab, yakni : BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah yang akan diteliti, perumusan masalah pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II
: PROFIL KOTA MEDAN DAN KEBIJAKAN / REGULASI INDUSTRI RITEL KOTA MEDAN
Bab ini akan menjelaskan tentang profil kota Medan yang secara khusus akan mengungkapkan perkembangan dan pertumbuhan (statistik) ekonomi terkhusus dalam hal perdagangan, serta perkembangan regulasi industri ritel di Indonesia dan Medan dengan menguraikan beberapa pokok penting dalam PP No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern , Permendagri No 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, Peraturan Walikota Medan No 20 tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, dan Perubahan Pertama dan Keduanya.
45 Universitas Sumatera Utara
BAB III
:
PENGARUH
KEBIJAKAN
GLOBALISASI EKONOMI
TERHADAP
POLITIK
INTERLINKAGES TERHADAP
DAN
MARAKNYA
PEMBANGUNAN RITEL DI KOTA MEDAN Dalam bab ini, menguraikan secara garis besar hasil penelitian sekaligus memperlihatkan adanya fakta atau intervening variable yang dihasilkan dari penelitian mengenai pengaruh globalisasi terhadap kebijakan ekonomi politik dan keterkaitannya terhadap maraknya pembangunan ritel. BAB IV : PENUTUP Dalam bab terakhir ini, hal yang akan dibahas adalah kesimpulan dari hasil penelitian yang serta merta juga akan menjawab pertanyaan terhadap penelitian yang dilakukan. Kemudian akan berisikan saran-saran yang diharapkan memberi manfaat bagi lembaga yang terkait dan juga kepada penulis.
46 Universitas Sumatera Utara