BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk dalam satu dekade terakhir menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya konsumsi energi nasional. Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar I.1, diperkirakan pada tahun 2009-2019 pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan sebesar 6,1% pertahun dan pada periode yang sama, pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan sebesar 1,1% pertahun. Dengan keadaan ini diperkirakan akan membuat meningkatnya laju konsumsi energi nasional akan sebesar 7,1% pertahun dengan perkiraan konsumsi energi nasional pada tahun 2009 sebesar 712 juta billion oil equivalent (BOE) menjadi 1,316 juta BOE pada tahun 2019 [1].
Gambar I.1 Perkiraan laju pertumbuhan ekonomi dan penduduk dan efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi [1] Elastisitas energi merupakan salah satu parameter efisiensi konsumsi energi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat elastisitas energi yang masih di atas satu menunjukkan bahwa konsumsi energi di Indonesia masih belum
1
2
efisien [2]. Hal ini dikarenakan peningkatan konsumsi energi masih lebih besar dari pada pertumbuhan ekonomi.
Gambar I.2 Grafik elastisitas energi di Indonesia pada rentang tahun 2001-2011 [2] Konsumen energi di Indonesia dapat dibedakan menjadi empat sektor yaitu, sektor industri, rumah tangga, transportasi, dan komersial. Dari keempat sektor tersebut sektor industri adalah konsumen terbesar dengan presentase komsumsi mencapai 41,1% atau setara dengan 320,4 BOE [1]. Beberapa industri yang sangat membutuhkan energi untuk kegiatan produksinya antara lain adalah industri baja, pembangkitan listrik, tekstil, dan juga semen. Industri semen membutuhkan jumlah energi yang besar untuk berproduksi. Hampir sekitar 50% biaya produksi berasal dari pembelian energi yang terdiri dari 75% dalam bentuk panas dan 25% dalam bentuk listrik [3]. Produksi semen dilakukan dengan melalui 6 tahapan, yaitu raw material extraction, raw material preparation, raw meal preparation, clinker production, cement grinding, dan packing[4]. Dari keenam tahapan tersebut, raw meal preparation dan clinker production merupakan tahapan yang memerlukan energi paling besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini raw meal preaparation material awal dibakar pada calcier dengan temperatur mencapai 900oC. Sedangkan pada tahapan clinker production material akan dibakar di rotary kiln sampai dengan temperatur sebesar 1.520oC [4]. Dengan temperatur pembuatan yang sangat tinggi produksi semen
3
akan menghasilkan sisa produk berupa gas sisa pembakaran dan udara panas yang tak dapat digunakan untuk proses produksi yang sering disebut sebagai gas buang. Gas buang pada proses produksi semen berasal dari gas sisa pembakaran bahan bakar pada kiln dan udara panas yang berasal dari proses pendinginan clinker. Sebuah studi menunjukkan bahwa temperatur gas buang dan udara panas yang keluar dari kedua komponen tersebut masih berkisar 320-340oC [4]. Gas dan udara panas tersebut pada umumnya di Indonesia belum dimanfaatkan untuk kepentingan lain selain untuk mengurangi kandungan air di dalam material pembuat semen dan bahan bakar. Teknologi untuk memanfaatkan panas buang dari sisa produksi semen sudah dibuat secara komersil sejak tahun 1970 oleh Kawasaki Heavy Industry (KHI) dengan menggunakan siklus Rankine. Selain siklus Rankine, siklus Organic Rankine Cycle (ORC) juga telah digunakan untuk pemanfaatan panas buang dari industri ini [4]. Sedangkan untuk di Indonesia pemanfaatan panas buang untuk pembangkitan daya baru pada tahun 2012 diterapkan di Semen Padang, Sumatra Barat dengan kapasitas produksi mencapai 8,5 MW [5]. Salah satu perusahaan semen terbesar di Indonesia adalah PT Holcim Indonesia Tbk. yang memiliki kapasitas produksi mencapai jutaan ton per tahun. Salah satu lokasi pabrik terbesar milik PT Holcim berada di Cilacap. Pabrik ini mampu memproduksi sekitar 8.000 ton clinker per hari dengan potensi panas buang berasal dari gas buang yang menuju electrostatic preciperator (EP) dengan temperatur berkisar antara 184,78-336,55 oC. Dengan kondisi yang industri semen yang sangat intensif energi dan akan terus
berkembang selama
masih
ada
pembangunan
infrastruktur
yang
menggunakan semen sebagai bahan dasar pembuatanya. Seharusnya dapat dilakukan upaya-upaya untuk melakukan efisiensi dan konservasi energi di industri ini. Salah satu teknologi yang sudah terbukti mampu meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar di industri semen adalah pembangkitan energi listrik dengan memanfaatkan gas buang yang masih memiliki potensi pemanfaatan cukup besar.
4
Perumusan Masalah Elastisitas energi di Indonesia yang masih di atas satu menandakan terjadinya inefisiensi konsumsi energi. Sektor industri merupakan salah satu konsumen energi terbesar di Indonesia dengan tingkat konsumsi mencapai 44% dari jumlah konsumsi energi nasional. Industri semen merupakan industri yang memerlukan energi dengan jumlah yang sangat besar dalam proses produksinya. Salah satu hasil sisa produksi semen yang masih memliki potensi untuk dimanfaatkan adalah gas buang yang mampu mencapai 320-340oC. Teknologi pemanfaatan gas buang telah terbukti dan sudah diterapkan di berbagai tempat. Di Indonesia pemanfaatan gas buang telah dilakukan oleh PT Semen Padang dengan kapasitas produksi mencapai 8,5 MW. PT Holcim Indonesia merupakan salah satu produsen semen terbesar di Indonesia. Salah satu pabrik terbesar yang mereka miliki adalah PT Holcim Indonesia Cilacap Plant dengan jumlah produksi clinker mencapai 8000 ton/hari dengan temperatur gas buang yang berada di electrostatic preciperator (EP) mecapai 184,78-336,55oC. Tujuan Tujuan dari analisis perancangan konseptual ini adalah untuk mempelajari seberapa besar energi listrik yang mampu dibangkitkan beserta analisis energi untuk mengetahui karakteristik dari rancangan model sistem kogenerasi dengan memanfaatkan gas buang pabrik semen. Batasan Masalah 1.
Kondisi operasi sistem pembuatan semen dan pembangkitan adalah tunak.
2.
Sistem pembangkitan yang dirancang adalah sistem ideal dengan komponen utama: pompa, heat exchanger, waste heat boiler, rekuperator, turbin, generator, dan kondenser.
3.
Pemodelan dilakukan dengan asumsi suhu lingkungan sebesar 25oC dan tekanan 1,013 atm.
5
4.
Laju aliran massa gas buang dalam kondisi operasi tunak diasumsikan sama dalam satu tahun.
5.
Tidak menyertakan analisis ekonomi.
Manfaat Manfaat analisis perancangan konseptual ini adalah untuk memberikan gambaran
potensi
pembangkitan
dan desain pembangkit
energi
listrik
memanfaatkan gas buang yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan di pabrik semen milik PT Holcim Indonesia Cilacap Plant, Indonesia.