perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masyarakat pesisir dan kemiskinan merupakan dua hal yang saling terhubung untuk menjelaskan penciri kawasan pesisir di Indonesia. Dimana, saat ini tercatat bahwa
masyarakat
dikawasan
pesisir
merupakan
sumber
kantung-kantung
kemiskinan masyarakat (Salman, 2008). Kondisi ini bertentangan dengan fakta bahwa hasil laut dan perikanan merupakan salah satu penyumbang pendapatan negara terbesar sampai saat ini. Padahal, Indonesia merupakan negara maritim dengan wilayah laut dengan luas 5,8 juta km², memilki
panjang garis pantai
sepanjang 81.000 km2 , yang tentu berkorelasi dengan fakta bahwa secara geografis masyarakat Indonesia adalah bagian dari komunitas masyarakat pesisir. Sedangkan pada tahun 2012 Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia merilis data bahwa komunitas masyarakat pesisir diperhadapkan oleh empat persoalan utama yang menjadikan mereka lemah yakni; tingkat kemiskinan, kerusakan sumber daya pesisir, rendahnya kemandirian organisasi sosial desa, serta minimnya infrastruktur dan kesehatan lingkungan di pemukiman desa. Selain itu, persoalan masyarakat pesisir juga ditemui pada tiga ranah pokok yakni ranah ekologi, sosial dan ekonomi yang belum sepenuhnya berdaya pada posisi ini. Kondisi kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah di komunitas masyarakat pesisir menjadikan permasalahan tersebut semakin kompleks (Darmawan, 2006). Karena itu sebagai respon terhadap perkembangan lingkungan, adalah sebuah keniscayaan bagi Pemerintah untuk memperhatikan dinamika lingkungan sosial dalam menangani berbagai permasalahan yang ada, termasuk memanfaatkan nilai (budaya) lokal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah publik. Menurut amatan peneliti dalam menyikapi situasi komunitas masyarakat pesisir dan permasalahan didalamnya perlu dilihat pada konteks internal dan eksternalnya. Dimana dalam konteks internal, masyarakat pesisir masih dikenal yang cukup kental dengan streotip bahwa masyarakat pesisir itu miskin, tidak berdaya, minim sumberdaya dan berbagai bentuk kelemahan lainya. Namun kita paham bahwa tidak ada masyarakat yang selamanya commit tomau userterjebak dalam ketidakberdayaan,
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
apalagi pada konteks masyarakat lokal akan ada norma kolektif yang menjadi dasar masyarakat untuk berinteraksi dan saling membantu sebagai wujud solidaritas sosialnya. Pada gilirannya, kondisi tersebut menjadi pemahaman jamak terhadap konteks eksternal yang mewujud dalam kebijakan publik terkait masyarakat pesisir. Dimana secara nasional melalui kebijakan kementrian terkait, penanganan masyarakat pesisir belum sepenuhnya memperhatikan kekhasan atau budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat pesisir, apalagi situasi ini cukup kasuistik dalam artian bahwa fenomena tersebut berbeda-beda ditiap komunitas masyarakat disuatu daerah. Seperti misalnya saat ini, dikenal program yang berfokus pada pembentukan kelompok masyarakat pesisir misalnya PDPT, KUBE, PNPM, dan sebagainya. Ketika kemudian program pemerintah tersebut gagal mengidentifikasi ataupun mengakomodasi kekhasan lingkungan sosial masyarakat setempat dan cenderung menyeragamkan permasalahan yang ada, sehingga seringkali banyak ditemui bahwa banyak kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk hanya karena adanya program bantuan saja dan belum bisa survive dan suistenable dengan kelompoknya. Sedangkan pada konteks pemerintah daerah sebagai bentuk desentralisasi kekuasaan ke daerah, masih adanya potret bahwa pemerintah daerah belum bisa menjadi sarana bagi penyaluran kepentingan masyarakat daerah. Pemerintah Daerah terkesan masih menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat dan kebijakannya didaerah (Purwosantoso, 2002). Belum lagi kontestasi politik daerah yang kemudian sarat kepentingan kelompok tergantung siapa elite yang berkuasa didaerah, efek negatif dari ini adalah adanya bangunan kelompok-kelompok masyarakat yang akan didahulukan dalam program pemerintah sebagai sebuah balas budi politik. Karenanya, hal ini menjadikan program pemerintah khususnya untuk masyarakat pesisir masih saja merupakan program pemerintah pusat, belum ada afirmative action yang jelas untuk lebih memperhatikan kondisi kekhususan masyarakat pesisir yang terpinggirkan. Beberapa persoalan diatas menjadi cukup dilematis karena masyarakat pesisir merupakan salah satu potret realitas kemiskinan didaerah, namun disisi lain dalam tiap-tiap komunitas pesisir tentu commit memiliki serangkaian kemampuan mengelola to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
dirinya sendiri atau masyarakatnya dalam memecahkan masalah-masalah publik di lingkungan dengan pendekatan nilai budaya lokal masyarakat. Seperti misalnya perlu dicermati juga bahwa dalam konteks masyarakat utamanya didaerah masih cukup kental dengan budaya lokal dan kepemimpinan lokal dalam menangani beberapa masalah publik misalnya konflik warga, cekcok keluarga, konflik tanah, pengorganisasian masyarakat untuk mengakses modal, perkelahian pemuda hingga pada upaya-upaya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Mencermati kondisi seperti ini kemudian memberikan pemahaman bahwa komunitas masyarakat juga bisa mengatasi berbagai masalah sosial disekitarnya, yang mana tangan pemerintah (state) belum sampai untuk mengatasi persoalan tersebut. Dalam perkembangan global dipandang bahwa pemerintah (state) seringkali tidak tuntas dalam penyelesaian persoalan-persoalan publik secara sepihak saja. Keterlibatan institusi publik lainnya bahkan masyarakat adalah sebuah keniscayaan dalam melihat persoalan-persoalan publik, yang diperhadapkan pada perubahan lingkungan yang cepat dan unpredictable (Sudarmo, 2008). Sehingga kolaborasi antara state, non state bahkan supra state dalam kerangka governance, akan sangat memungkinkan karena ada hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan dengan efektif oleh tindakan sepihak (Koiiman, 1993; dalam Stoker, 2003). Paradigma governance kemudian lebih menekankan pada kemungkinan adanya kolaborasi antara pemerintah dan stakeholder non-pemerintah termasuk swasta dan masyarakat (komunitas) (Sudarmo, 2011:170). Sekalipun kemudian ketiga inststusi tersebut memiliki kemampuan sendiri-sendiri dalam mengelola organisasinya, namun pemerintah (state) masih tetap diperlukan untuk melakukan governance untuk kemudian bisa saling mendukung. Karena memang, sebagian kalangan berpendapat bahwa pemerintah terkadang tidak mampu mengatasi berbagai persoalan-persoalan publik dengan efektif. Olehnya itu, masyarakat atau dalam hal ini komunitas juga bisa mengatasi atau turut mengidentifikasi masalah publik melalui jaringan atau social capital yang dimilikinya. Kapasitas komunitas (community) dipandang dalam kerangka governance, dimana hal ini menjelaskan bahwa ada kemampuan masyarakat dalam mengatur dirinya sendiri serta membangun sejumlah hubungan kerjasama dengan berbagai pihak utamanya pemerintah, dengancommit tujuan to untuk userturut membantu dalam mengatasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
persoalan-persoalan
publik.
Tentunya,
kondisi
tersebut
berkenaan
dengan
kepemilikan social capital masyarakat untuk dapat membangun jaringan (network) dengan berbagai pihak termasuk pemerintah. Perspektif ini menganggap bahwa adanya kemungkinan potensi yang dimiliki komunitas sebagai tatanan sosial untuk mengelola kompleksitas kehidupan yang kadang tidak mampu diatasi oleh state (pemerintah) maupun market (swasta) yang self interested (Sudarmo, 2008). Karena itu, kajian ini relevan dengan perkembangan kajian administrasi publik saat ini yakni dalam konteks dinamika lingkungan pada aras publik. Dalam konteks Indonesia, sejak perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik pada zaman orde baru yang cenderung menyeragamkan masyarakat sampai pada tingkatan desa, kini lebih menekankan pada adanya penghargaan kepada entitas lokal untuk bisa mengembangkan diri dengan memanfaatkan sumberdaya kolektif. Melalui UU No 22 Tahun 1999 kemudian disempurnakan lagi pada UU No.32 Tahun 2004, menjadi momentum penting bagi terbukanya partisipasi publik dalam berbagai bentuk. Termasuk konteks ini adalah pada adanya keterlibatan komunitas dalam mengatasi persoalan-persoalan publik di daerah, atau kontribusi paling minimal adalah dalam mengidentifikasi persoalan publik di daerah atau tingkatan komunitasnya oleh karena pengetahuan lokal komunitas terhadap tatanan sosial yang terjadi. Idealnya kondisi ini dapat menjadi sarana bagi adanya kontribusi dari masyarakat dalam penciptaan good governance. Pada studi administrasi publik gejala ini kemudian dilihat sebagai potensi yang dimiliki oleh adanya hubungan atau jaringan negara (state) dan masyarakat (society) yang lebih baik. Maka, pemerintah saat ini mesti mulai memperhatikan potensi oleh beragamnya entitas komunitas masyarakat dan potensinya masing-masing yang berbasis pada kearifan lokal (local indigineous) di daerah. Tentu dengan keberadaan entitas komunitas masyarakat tersebut diharapkan adanya kontribusi positif yang bisa diberikannya untuk kemudian turut memecahkan masalah-masalah publik yang semakin kompleks saja. Penelitian ini berkenaan dengan penguatan kapasitas komunitas (community) dalam governance melalui social capital, dengan mengambil setting di komunitas lokal masyarakat pesisir Kota Baubau. Ada tiga pertimbangan penting bagi penulis mengkaitkan konsep dalam penelitian ini dengan komunitas lokal masyarakat pesisir commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Kota Baubau; pertama, eksistensi masyarakat pesisir baik secara nasional dan lokal merupakan bagian dari potret kemiskinan masyarakat dan kerentanan, padahal tercatat bahwa masyarakat pesisir memiliki karakteristik identitas nilai lokal yang kuat dan beragam, kedua, menghadirkan komunitas masyarakat pesisir dalam perkembangan terkini pada ruang akademik administrasi publik, akan memberikan khasanah lain untuk memahami keterkaitan nilai lokal dan governance dalam kontestasi kebijakan publik serta penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis ditingkat lokal. ketiga, sebagai daerah kepulauan Kota Baubau secara umum menjadi komunitas masyarakat pesisir, jelas pembangunan daerah sebagian besar seyogyanya berpusat pada pengembangan sumberdaya pesisir. Mengkaji penguatan kapasitas masyarakat pesisir untuk terlibat dalam governance di tingkat lokal melalui jaringan atau social capital yang dimiliki masyarakat adalah tujuan penelitian tesis ini. Pokok persoalan dalam penelitian ini yakni pada perspektif asumtif bahwa terdapat social capital masyarakat yang ditunjukkan komunitas masyarakat pesisir melalui aktivitas dan interaksi yang dilakukannya, dapat memperkuat kapasitas masyarakat dalam governance di tingkat lokal. Dalam pengertian disini adalah bagaimana komunitas masyarakat mampu mengorganisir dirinya dalam organisasi lokal atau sejenisnya dan membangun jaringan kerjasama dengan berbagai pihak termasuk pemerintah daerah. Selain itu, konteks masyarakat pesisir dipilih dengan indikasi bahwa corak pedesaan yang masih melingkupi komunitas masyarakat pesisir menjadikan masih terpeliharanya solidaritas sosial yang berasal dari budaya lokal setempat, hal ini kemudian memungkinkan komunitas masyarakat pesisir masih memiliki perasaan saling percaya, hubungan timbal balik hingga norma kolektif yang ditaatinya bersama. Kota Baubau merupakan salah satu daerah pesisir di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dengan luas wilayah kawasan pesisir tercatat sebesar 55,29 km2, praktis masyarakatnya merupakan komunitas masyarakat pesisir. Secara umum masyarakat pesisir Kota Baubau masih bercorak pedesaan, pengertian desa disini adalah pada aktivitas masyarakat yang masih kental oleh ikatan budaya lokalnya. Melalui budaya lokal tersebut menjadi dasar aktivitas sosial masyarakat dalam pola-pola relasi sosialnya utamanya dalam upaya pengorganisasian masyarakat, ataupun dalam menghadapi beberapa masalah sosialcommit di komunitasnya to user atau kelompoknya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Peneliti menganggap bahwa adanya nilai lokal yang termanifestasi sebagai solidaritas sosial, jaringan dan norma di masyarakat pesisir menjadi salah satu jalan mengetengahkan kemampuan masyarakat dalam turut terlibat dalam konteks governance lokal dalam mengatasi persoalan-persoalan sosialnya. Dengan kearifan lokal masyarakat pesisir setidaknya juga memiliki pengaruh dalam ranah sosial kemasyarakatan Kota Baubau pada umumnya, hal ini mewajah dalam pranata sosial budaya (tokoh adat/budaya, tokoh agama) atau pimpinan informal yang kuat dan masih dipercayai oleh masyarakat setempat (Mustari, 2012). Dengan begitu masyarakat akan lebih mudah diorganisir dalam kelompok-kelompok masyarakat pesisir, serta kemampuannya dalam membangun jaringan dengan berbagai pihak. Dalam khasanah penciptaan good governance memandang peran penting komunitas masyarakat tersebut sebagai bagian dalam domain penyelenggaraan pemerintahan yang responsif, akuntabel dan transparan. Modal sosial atau social capital merupakan salah satu jenis atau bentuk governance karena ia melalui community governance mampu menjadi alternatif pemecahan masalah atau mengelola sebuah urusan atau persoalan publik (Sudarmo, 2011: 192). Sehingga kondisi tersebut menjadi menarik untuk menjadi daya dukung bagi pemerintah dalam melakukan pendekatan untuk menangani masalah-masalah sosial dimasyarakat, khususnya masyarakat pesisir di Kota Baubau yang saat ini menjadi bagian terbesar dari angka 12,01 persen masyarakat miskin Kota Baubau secara keseluruhan pada tahun 2012. Kembali melihat potensi lokal dalam proses organisasi masyarakat kemudian menjadi penting bukan saja mengenai pemecahan masalah publik maupun pemberdayaan masyarakat, namun juga dalam penyediaan layanan publik yang berorientasi terhadap kebutuhan (basic need orientation) masyarakat di Kota Baubau. Beberapa potret permasalah publik yang kemudian belum efektif dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Baubau terhadap masyarakat pesisir yakni ketika masalah sosial ditangani hanya melalui pembenahan infrastruktur kota (Darmawan, 2008). Pemberdayaan ekonomi masyarakat lebih kepada pemberian modal (finansial) dalam bentuk kredit usaha yang diberikan terhadap usaha masyarakat (Suhufan, 2008). Pada gilirannya, program tersebut hanya mengarahkan masyarakat pada perilaku konsumtif belaka, bukan commit pada bentuk to userdukungan terhadap kemandirian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
masyarakat yang dapat dilakukan melalui organisasi lokalnya. Belum lagi kecenderungan ditemukannya praktek nepotisme dimana aparat pemerintah lebih mengutamakan keluarga atau golongannya dalam penerimaan bantuan yang ada. Sehingga pada tataran laten kondisi ini secara tidak langsung membangun distrust antara masyarakat pesisir dan pemerintah daerah. Kondisi yang timpang tersebut memberikan pemahaman bahwa mesti ada jembatan antara apa yang bisa disediakan komunitas masyarakat pesisir dan seperti apa bentuk dukungan pemerintah daerah terhadap kemampuan itu tersebut. Melalui kelembagaan masyarakat yang terbentuk dan mampu secara simultan sebagai bentuk penguatan kapasitasnya dalam proses governance dapat memberikan efek positif terhadap penyelenggaran pemerintahan daerah. Kondisi ini bukan ingin melihat bahwa aktivitas yang dilakukan masyarakat akan melemahkan posisi pemerintah pada level komunitas masyarakat pesisir, betapapun demikian juga disadari bahwa masyarakat pun memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu yang mana itu bisa diperkuat hanya dengan merawat hubungan baik dengan pemerintah daerah. Penelitian ini kemudian mengkerangkakan aktivitas organisasi masyarakat pesisir sebagaimana yang dipahami dalam proses community governance, yakni pada manajemen tingkat masyarakat dan pengambilan keputusan-keputusan yang dilakukan oleh, dengan, atau atas nama masyarakat, oleh kelompok masyarakat stakeholder (Bowles dan Gintis, 2002; Totikidis, Armstrong & Francis, 2005; Sudarmo, 2011), tentunya dalam rangkaian aktivitas tersebut kemudian dikuatkan dengan keberadaan social capital di masyarakat masyarakat pesisir. Pemahaman dasar peneliti bahwa proses community governance komunitas masyarakat pesisir di Kota Baubau diperkuat melalui interaksi yang intens dalam social capital masyarakat. Selain itu, kajian ini akan memberikan pandangan bahwa kuatnya modal sosial berkorelasi dengan efektivitas governance (Halsell, 2012). Peran penting komunitas masyarakat pesisir di Kota Baubau, seperti ditunjukkan dalam penjelasan tersebut akan dikaji pada proses yang ditunjukkan dari komunitas pesisir di Kelurahan Sulaa dan Kelurahan Kalialia. Setidaknya melalui dua wilayah pesisir ini menunjukkan dinamika kelompok masyarakat pesisir, serta indikasi masih terpeliharanya budaya lokal masyarakat pesisir menjadi dasar pertimbangan ini. Disamping itu, pekerjaan yang didominanasi jenis oleh commit masyarakat to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
nelayan, petani, pembudidaya rumput laut dan penenun sarung, sehingga memudahkan pendekatan pengkajian berdasarkan solidaritas kelompok berbasis profesi. Prestasi masyarakat secara komunitas maupun kelompok-kelompok kecil didalamnya juga menjadi pertimbangan, dimana untuk komunitas masyarakat kelurahan kalialia pada tahun 2012 dan kelurahan Sulaa tahun 2013 menjadi kelurahan teladan dalam hal partisipasi warga dalam menjaga kebersihan dan perilaku hidup bersih (PHBS), sedangkan dalam konteks kelompok yakni kelompok nelayan Sulaa menjadi kelompok berprestasi tahun 2013 sebagai kelompok dengan manajemen organisasi terbaik. Selain itu, sebagai representasi wilayah pesisir dan dinamika masyarakatnya, dimana Kelurahan Sulaa sebagai kawasan masyarakat pesisir wilayah perkotaan dan Kelurahan Kalialia sebagai kawasan masyarakat pesisir pinggiran kota. Beberapa penelitian sebelumnya yang serupa membantu memberikan konstruk berpikir dalam penelitian ini. Dimana penelitian terdahulu menemukan bahwa peran komunitas masyarakat dapat diamati dalam institusi lokal mereka, dan keberadaan mereka turut memastikan layanan publik yang efektif dan efisien di komunitasnya. Konteks global, Penelitian yang dilakukan Bowles & Gintis (2002) mengemukakan bahwa komunitas merupakan bagian dari good governance karena mereka dapat menyelesaikan masalah yang tidak dapat di tangani oleh individu atau oleh pasar dan pemerintah. Hal ini juga didukung oleh penelitian Dave Adamson dan Richard Bromiley (2013) yang mengemukakan bahwa atas dasar kepercayaan (trust) anggota masyarakat berpartisipasi dalam kemitraan lokalnya, disamping itu mereka juga mampu
mempengaruhi
keputusan
pengembangan
modal
manusia
terkait
kesejahteraan komunitasnya. Konteks penelitian tersebut melihat potensi yang dapat dimiliki sebuah komunitas masyarakat secara general. Sehingga tidak berlebihan jika kemudian Robyn Eversole (2011:51-71) mengemukakan peran penting dari sebuah komunitas masyarakat terhadap pemerintahnya, dalam memecahkan permasalahan mereka dan melakukan proses governance. Menurut Eversole, Pemerintah terkadang tidak efektif karena cenderung birokratis
dan
berbelit,
namun
kemudian
ternyata
komunitas
masyarakat
memperlihatkan proses yang berbeda dari to pemerintah. Yakni pada tindakan yang commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
personal dan relasional, berdasar pada jaringan kepercayaan dan pengaruh, peraturan dan norma informal, penyelenggaraan melalui tekanan sosial, dan dilakukan secara sukarela dan tidak dibayar dari hasil kesepakatan masyarakatnya, untuk itulah seringkali komunitas lebih efektif mengidentifikasi permasalah disekitar mereka. Karena proses itu pula, kemudian mampu menjadi sarana bagi penguatan modal sosial masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan bersama di masa yang akan datang. Untuk itu dalam konteks masyarakat Indonesia, penelitian oleh Andriyono (2010) terhadap Komunitas Pedagang Kaki Lima Pasar Umum Sunggingan Boyolali, menunjukkan adanya interaksi dalam bentuk bonding, bridging dan linking social capital yang dilakukan komunitas dapat menyelesaikan masalah-masalah pedagang. Sementara itu, Ismail (2011) yang meneliti Modal Sosial perempuan nelayan di Tidore Kepulauan menemukan, bahwa dalam menghadapi masalah ekonomi perempuan nelayan memanfaatkan sumberdaya yang ada melalui jaringan sosial di dalam komunitasnya, jaringan ini kemudian berwujud komunitas jojobo/arisan atau dibo-dibo dengan adanya jaringan ini kemudian mempengaruhi kekuatan saling percaya diantara perempuan nelayan dan berimplikasi pada peningkatkan ekonomi rumah tangga mereka. artinya, melalui kelompok arisan/jojobo tersebut masyarakat selain dapat memelihara bonding social capital juga dapat memperkuat bridging social capital mereka. Penelitian yang dilakukan Kurniawan Arianto (2012) yang mengkaji mengenai Modal Sosial dalam bidang kemandirian masyarakat di bidang kesehatan pada masyarakat desa Sri Katon, Bengkulu Tengah. Menjelaskan bahwa nilai-nilai modal sosial seperti networks, trust, values serta tindakan pro active yang diwujudkan dalam collective action masyarakat kemudian mampu memecahkan permasalahan mereka. Hal ini juga didukung dengan adanya homogenitas dan peran aktor dalam komunitas masyarakat desa tersebut. Penelitian dalam tesis ini akan mengkaji proses organisasi lokal masyarakat pesisir Kota Baubau sebagai konsep community governance. Tentu hal ini erat kaitannya dengan berbagai proses interaksi dan aktivitas masyarakat dalam komponen organisasi lokalnya, karena itu penguatan organisasi masyarakat dikaitkan dengan konsep penguatannya melalui social capital pada tataran bonding, bridging dan linking social capital masyarakat pesisir. Menariknya tesis ini memiliki konteks pada masyarakat di wilayah pesisir commit Kota Baubau. to user Dimana pada ranah daerah Kota
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Baubau belum ada penelitian serupa dilakukan, kemudian kontennya juga pada komunitas masyarakat pesisir yang posisinya dalam melakukan proses governance di tingkat lokal, menjadi wacana yang berbeda di dalam kajian administrasi publik dan pemerintahan daerah untuk saat ini.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan kondisi diatas kemudian dapat ditegaskan bahwa dalam penelitian ini disusun berdasarkan permasalah yang terjadi di wilayah masyarakat pesisir. Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Penguatan Kapasitas Community Governance melalui Social Capital Masyarakat pesisir di Kota Baubau ?”. Adapun pertanyaan penelitian (research question) sebagai batasan studi dari penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana karakteristik komunitas masyarakat pesisir di Kota Baubau dan proses governance? 2. Bagaimana bentuk kapasitas community governance masyarakat pesisir Kota Baubau berlangsung? 3. Bagaimana keterkaitan social capital masyarakat terhadap kapasitas community governance masyarakat pesisir Kota Baubau?
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai Community Governance diperkuat melalui Social Capital Masyarakat pesisir disini bertujuan, untuk : 1. Mendeskripsikan karakteristik masyarakat pesisir di Kota Baubau terkait latarbelakang aktivitas dan interaksi yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk governance di komunitas masyarakat pesisir. 2. Menganalisa bentuk penguatan kapasitas community governance masyarakat pesisir di Kota Baubau. 3. Mengkaji hubungan social capital dan kapasitas community governance masyarakat pesisir di Kota Baubau.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu ; 1. Manfaat Teoritis (akademis) Diharapkan penelitian ini kemudian memberikan khasanah dan tambahan wacana terhadap issue Administrasi Publik dalam studi tentang community governance dengan fokus pada masyarakat pesisir, studi tentang modal sosial (social capital), dan studi tentang komunitas masyarakat dalam governance di tingkat lokal khususnya pada masyarakat pesisir. 2. Manfaat Praktis Secara praktis dalam penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah Kota Baubau dan pihak lainnya dalam memahami potensi yang dimiliki kelompok masyarakat pesisir berbasis modal sosial (social capital). Sehingga studi ini juga nantinya dapat menjadi salah satu referensi dalam mencermati bentuk partisipasi masyarakat pada kebijakan publik, program pemerintah daerah maupun dalam melihat perencanaan partisipatif di daerah, khususnya lagi adalah kaitanya terhadap berbasis komunitas masyarakat pesisir. Pada gilirannya secara praktis penelitian ini tentunya menjadi masukan memahami hal tersebut, yang bukan saja terbatas pada kemampuan masyarakat pesisir Kota Baubau namun juga di beberapa daerah pesisir lainnya.
commit to user