1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia karena
diperlukan terus-menerus dalam sehari-harinya untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, manusia memerlukan sumber air bersih yang dapat diperoleh baik dari tanah maupun air permukaan. Tidak semua air baku dapat digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan air minum, hanya air baku yang memenuhi persyaratan kualitas air minum yang dapat digunakan untuk air minum (Meidhitasari, 2007). Air sebagai salah satu kebutuhan utama untuk menunjang kehidupan manusia memiliki risiko berupa adanya penyakit bawaan air (water borne disease). Oleh karena itu, salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan penyediaan air bersih/ minum harus memperhatikan pencegahan terhadap penyakit bawaan air (Slamet, 1996). Kebutuhan air bersih masyarakat terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk, perkembangan sosial, ekonomi, budaya dan teknologi. Berdasarkan data teknis dari PDAM, kebutuhan air bersih di perkotaan khususnya yang dilayani oleh PDAM, tingkat pelayanannya baru mencapai 60% sehingga belum mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sebagian besar penduduk yang dapat menikmati air bersih adalah yang tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan pada umumnya belum dapat dilayani. Menurut konsensus MDG (Millenium Development Goal) untuk tahun 2015, kebutuhan air bersih minimal untuk wilayah perkotaan adalah 80% dan wilayah perdesaan 60%. Berdasarkan konsensus tersebut maka tingkat pelayanan PDAM Kab. Blora masih jauh dari yang diharapkan, sehingga di tahun-tahun yang akan datang diperlukan program yang secara strategis mampu mendekati standar pelayanan minimal tersebut. Secara umum penurunan kuantitas dan kualitas air baku untuk produksi air bersih disebabkan karena tidak adanya perlindungan terhadap sumber air, baik yang berasal dari air permukaan, air tanah dalam dan mata air. Hal tersebut diakibatkan oleh belum adanya pelaksanaan yang konsisten terhadap perundang-undangan yang menjamin konservasi air terutama di daerah tangkapan air (catchment area), disamping aspek kelembagaan yang belum sepenuhnya dapat melindungi, memantau dan menindaklanjuti setiap masalah yang ada
2 di daerah tangkapan air baik dari sisi kuantitas maupun dari sisi kualitas. Di Kabupaten Blora sendiri terdapat sumber mata air yaitu Waduk Bentolo yang diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih tersebut. 1.2.
Perumusan Masalah Kabupaten Blora pada musim kemarau sangat kekurangan air bersih terutama pada
Bulan Juni hingga Oktober. Pada Tahun 2010 penduduk Kabupaten Blora yang menggunakan air bersih dari PDAM baru sekitar 35 %, sedangkan sisanya menggunakan air bersih yang bersumber dari sumur gali dan artetis. Dari 16 kecamatan di Kabupaten Blora saat ini baru 8 kecamatan yang mendapat layanan air bersih dari PDAM, yaitu: Kecamatan Blora, Cepu, Ngawen, Kunduran, Todanan, Kedungtuban, Randublatung dan Kradenan. Cakupan pelayanan air bersih saat ini baru mencapai 60 % dengan tingkat konsumsi 120 lt/org/hari, sedangkan target yang ideal sesuai dengan Peraturan Pemerintah adalah 85 % dengan tingkat konsumsi mencapai 150 lt/org/hari (survey, 2012). Kondisi demikian dapat terjadi karena PDAM Blora sampai dengan saat ini tidak mempunyai sumber air baku yang handal dan dapat memenuhi kebutuhan produksi, sehingga PDAM tidak dapat mengembangkan tingkat pelayanannya. Dari pengamatan lapangan, Waduk Bentolo saat ini baru dipergunakan untuk mengairi sawah di sekitar waduk dan belum dimanfaatkan secara optimal. Beranjak dari permasalahan tersebut maka dilakukan suatu kajian tentang tingkat pelayanan air bersih yang ada. Dimana kajian ini dapat dilihat dari kualitas, kontinuitas dan tekanan air. Kualitas air yang dikehendaki adalah kualitas air yang memenuhi syarat atau standar yang berlaku baik itu dari parameter fisik, kimia dan bakteriologi. Mengingat cukup besarnya debit air di Waduk Bentolo diharapkan kajian ini dapat bermanfaat terutama dalam meningkatkan kebutuhan air bersih di Kecamatan Blora, Ngawen, dan Kunduran Kabupaten Blora. 1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan sumber air Waduk Bentolo
dalam mencukupi kebutuhan air bersih bagi warga di Kabupaten Blora serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam pembayaran tarip air dengan tujuan khusus adalah mengetahui karakteristik masyarakat yang memanfaatkan air bersih, besarnya nilai WTP masyarakat, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam membayar tarip air
3 Sedangkan maksud dari penelitian ini adalah memanfaatkan air dari sumber Waduk Bentolo untuk mengembangkan tingkat pelayanan air bersih dalam rangka mencukupi kebutuhan air di Kabupaten Blora. 1.4.
Manfaat Penelitian Berbagai manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari hasil penelitian ini, dapat
diambil bagi pihak-pihak terkait terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih bagi warga di Kabupaten Blora, diantaranya adalah : 1.
Sumbangan pemikiran bagi pengembangan disiplin ilmu manajemen infrastruktur, khususnya pengembangan pelayanan air bersih
2.
Memberikan pertimbangan kepada instansi terkait mengenai kelayakan sumber air Waduk Bentolo sebagai salah satu sumber air yang dapat digunakan
untuk
mengembangkan jangkauan pelayanan air bersih di Kabupaten Blora 3.
Memberikan pertimbangan mengenai besaran harga atau tarip air yang dibayarkan setiap bulannya
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Blora, Ngawen, dan Kunduran Kabupaten
Blora. Untuk lebih terfokus pada penelitian, lingkup penelitiannya adalah sebagai berikut : 1.
Lokasi penelitian adalah Waduk Bentolo Kabupaten Blora.
2.
Menganalisis kelayakan sumber air Waduk Bentolo untuk pemenuhan kebutuhan air bersih.
3.
Menganalisis air dari sumber Waduk Bentolo untuk mengembangkan jangkauan pelayanan air bersih di Kabupaten Blora.
4.
Obyek penelitian adalah masyarakat pengguna untuk kebutuhan rumah tangga seharihari.
5.
Responden terdiri dari masyarakat yang membayar tarip untuk tiga kategori, yaitu kelompok mampu, sedang dan kurang mampu.
4
1.6.
Sistematika Penulisan
Bab 1 : Pendahuluan Dalam bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan tesis Bab 2 : Tinjauan Pustaka Memuat pengertian air bersih, persyaratan kualitas air, petunjuk pengukuran debit aliran dan pengelolaan danau/ waduk. Bab 3 : Metodologi Dalam bab ini dibahas mengenai program kerja penelitian, memilih/ membatasi variabel yang sangat berpengaruh terhadap penelitian ini, metode penelitian, teknik pengumpulan data, kompilasi dan analisa data. Bab 4 : Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam bab ini menguraikan tentang analisis data yang meliputi parameter kualitas air, analisis debit Waduk Bentolo, pemetaan kondisi Waduk Bentolo, analisis pengembangan wilayah cakupan air bersih serta analisis besaran tarif air berdasarkan kemauan membayar (WTP). Bab 5 : Kesimpulan dan Saran Dalam bab ini disimpulkan tentang hasil analisis dari penelitian serta saran langkah kebijakan tentang kelayakan sumber air Waduk Bentolo sebagai pemenuhan kebutuhan air bersih dalam upaya pengembangan jangkauan pelayanan air bersih di Kabupaten Blora.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Air Bersih Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1405/menkes/sk/XI/2002, terdapat pengertian mengenai Air Bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Bagi manusia kebutuhan akan air sangat mutlak karena sebenarnya zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air yang jumlahnya sekitar 73% dari bagian tubuh. Air di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pengangkut dan pelarut bahan-bahan makanan yang penting bagi tubuh. Sehingga untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya manusia berupaya mendapatkan air yang cukup bagi dirinya (Suharyono, 1996). Dalam menjalankan fungsi kehidupan sehari-hari manusia sangat tergantung pada air, karena air dipergunakan pula untuk mencuci, membersihkan peralatan, mandi, dan lain sebagainya. Manfaat lain dari air berupa pembangkit tenaga, irigasi, alat transportasi, dan lain sebagainya yang sejenis dengan ini. Semakin maju tingkat kebudayaan masyarakat maka penggunaan air makin meningkat. Kebutuhan air yang paling utama bagi manusia adalah air minum. Menurut ilmu kesehatan setiap orang memerlukan air minum untuk bertahan hidup 2-3 minggu tanpa makan tetapi hanya dapat bertahan 2-3 hari tanpa air minum (Suripin, 2002) Air merupakan faktor penting dalam pemenuhan kebutuhan vital bagi mahluk hidup diantaranya sebagai air minum atau keperluan rumah tangga lainnya. Air yang digunakan harus bebas dari kuman penyakit dan tidak mengandung bahan beracun. Sumber air minum yang memenuhi syarat sebagai air baku air minum jumlahnya makin lama makin berkurang sebagai akibat ulah manusia sendiri baik sengaja maupun tidak disengaja. Upaya pemenuhan kebutuhan air oleh manusia dapat mengambil air dari dalam tanah, air permukaan, atau langsung dari air hujan. Dari ke tiga sumber air tersebut, air tanah yang paling banyak digunakan karena air tanah memiliki beberapa kelebihan di banding sumber-
6 sumber lainnya antara lain karena kualitas airnya yang lebih baik serta pengaruh akibat pencemaran yang relatif kecil. Akan tetapi air yang dipergunakan tidak selalu sesuai dengan syarat kesehatan, karena sering ditemui air tersebut mengandung bibit ataupun zat-zat tertentu yang dapat menimbulkan penyakit yang justru membahayakan kelangsungan hidup manusia. Berdasarkan masalah di atas, maka perlu diketahui kualitas air yang bisa digunakan untuk kebutuhan manusia tanpa menyebabkan akibat buruk dari penggunaan air tersebut. Kebutuhan air bagi manusia harus terpenuhi baik secara kualitas maupun kuantitasnya agar manusia mampu hidup dan menjalankan segala penelitian dalam kehidupannya. Ditinjau Dari Segi Kualitas (Mutu) Air Secara langsung atau tidak langsung pencemaran akan berpengaruh terhadap kualitas air. Sesuai dengan dasar pertimbangan penetapan kualitas air minum, usaha pengelolaan terhadap air yang digunakan oleh manusia sebagai air minum berpedoman pada standar kualitas air terutama dalam penilaian terhadap produk air minum yang dihasilkannya, maupun dalam merencanakan sistem dan proses yang akan dilakukan terhadap sumber daya air (Razif, 2001:4). 2.2.
Persyaratan Kualitas Air Parameter Kualitas Air yang digunakan untuk kebutuhan manusia haruslah air yang
tidak tercemar atau memenuhi persyaratan fisika, kimia, dan biologis. 2.2.1. Persyaratan Fisika Air Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisika sebagai berikut: a.
Jernih atau tidak keruh Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran koloid dari tanah liat. Semakin banyak kandungan koloid maka air semakin keruh.
b.
Tidak berwarna Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan.
c.
Rasanya tawar Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit atau asin menunjukan air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-
7 garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik. d.
Tidak berbau Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air.
e.
Temperaturnya normal Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa, yang dapat membahayakan kesehatan dan menghambat pertumbuhan mikro organisme.
f.
Tidak mengandung zat padatan Air minum mengandung zat padatan yang terapung di dalam air.
2.2.2. Persyaratan Kimia Kandungan zat atau mineral yang bermanfaat dan tidak mengandung zat beracun. a.
pH (derajat keasaman) Penting dalam proses penjernihan air karena keasaman air pada umumnya disebabkan gas Oksida yang larut dalam air terutama karbondioksida. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari pada penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH yang lebih kecil 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan tetapi dapat menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang sangat mengganggu kesehatan.
b.
Kesadahan Kesadahan ada dua macam yaitu kesadahan sementara dan kesadahan nonkarbonat (permanen). Kesadahan sementara akibat keberadaan Kalsium dan Magnesium bikarbonat yang dihilangkan dengan memanaskan air hingga mendidih atau menambahkan kapur dalam air. Kesadahan nonkarbonat (permanen) disebabkan oleh sulfat dan karbonat, Chlorida dan Nitrat dari Magnesium dan Kalsium disamping Besi dan Alumunium. Konsentrasi kalsium dalam air minum yang lebih rendah dari 75 mg/l dapat menyebabkan penyakit tulang rapuh, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi dari 200 mg/l dapat
8 menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air. Dalam jumlah yang lebih kecil magnesium dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang, akan tetapi dalam jumlah yang lebih besar 150 mg/l dapat menyebabkan rasa mual. c.
Besi Air yang mengandung banyak besi akan berwarna kuning dan menyebabkan rasa logam besi dalam air, serta menimbulkan korosi pada bahan yang terbuat dari metal. Besi merupakan salah satu unsur yang merupakan hasil pelapukan batuan induk yang banyak ditemukan diperairan umum. Batas maksimal yang terkandung didalam air adalah 1,0 mg/l
d.
Aluminium Batas maksimal yang terkandung didalam air menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 82 / 2001 yaitu 0,2 mg/l. Air yang mengandung banyak aluminium menyebabkan rasa yang tidak enak apabila dikonsumsi.
e.
Zat organik Larutan zat organik yang bersifat kompleks ini dapat berupa unsur hara makanan maupun sumber energi lainnya bagi flora dan fauna yang hidup diperairan
f.
Sulfat Kandungan sulfat yang berlebihan dalam air dapat mengakibatkan kerak air yang keras pada alat merebus air (panci/ ketel)selain mengakibatkan bau dan korosi pada pipa. Sering dihubungkan dengan penanganan dan pengolahan air bekas.
g.
Nitrat dan nitrit Pencemaran air dari nitrat dan nitrit bersumber dari tanah dan tanaman. Nitrat dapat terjadi baik dari NO2 atmosfer maupun dari pupuk-pupuk yang digunakan dan dari oksidasi NO2 oleh bakteri dari kelompok Nitrobacter. Jumlah Nitrat yang lebih besar dalam usus cenderung untuk berubah menjadi Nitrit yang dapat bereaksi
langsung
dengan
hemoglobine
dalam
daerah
membentuk
methaemoglobine yang dapat menghalang perjalanan oksigen didalam tubuh. h.
Chlorida Dalam konsentrasi yang layak, tidak berbahaya bagi manusia. Chlorida dalam jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfektan namun apabila berlebihan dan
9 berinteraksi dengan ion Na+ dapat menyebabkan rasa asin dan korosi pada pipa air. i.
Zink atau Zn Batas maksimal Zink yang terkandung dalam air adalah 15 mg/l. penyimpangan terhadap standar kualitas ini menimbulkan rasa pahit, sepet, dan rasa mual. Dalam jumlah kecil, Zink merupakan unsur yang penting untuk metabolisme, karena kekurangan Zink dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak
2.2.3. Persyaratan Mikrobiologis Persyaratan mikrobiologis yang harus dipenuhi oleh air adalah sebagai berikut: 1. Tidak mengandung bakteri patogen, missalnya: bakteri golongan coli; Salmonella typhi, Vibrio cholera dan lain-lain. Kuman-kuman ini mudah tersebar melalui air. 2. Tidak mengandung bakteri non patogen seperti: Actinomycetes, Phytoplankton colifprm, Cladocera dan lain-lain. (Sujudi,1995) a. COD (Chemical Oxygen Demand) COD yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air (Nurdijanto, 2000 : 15). Kandungan COD dalam air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air minum golongan B maksimum yang dianjurkan adalah 12 mg/l. apabila nilai COD melebihi batas dianjurkan, maka kualitas air tersebut buruk. b. BOD (Biochemical Oxygen Demand) Adalah jumlah zat terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah bahan – bahan buangan didalam air (Nurdijanto, 2000 : 15). Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya tetepi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan. Penggunaan oksigen yang rendah menunjukkan kemungkinan air jernih, mikroorganisme tidak tertarik menggunakan bahan organik makin rendah BOD maka kualitas air minum tersebut semakin baik. Kandungan BOD dalam air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air dan air minum golongan B maksimum yang dianjurkan
10 adalah 6 mg/l. Adanya penyebab penyakit didalam air dapat menyebabkan efek langsung dalam kesehatan. Penyakit-penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikro penyebabnya dapat masuk ke dalam air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 2.2.4. Standart Kualitas Air di Perairan Umum Kualitas air yang digunakan masyarakat harus memenuhi syarat kesehatan agar dapat terhindar dari berbagai penyakit maupun gangguang kesehatan yang dapat disebabkan oleh air. Untuk mengetahui kualitas air tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yang mencakup antara lain pemeriksaan bakteriologi air, meliputi Most Probable Number (MPN) dan angka kuman. Pemeriksaan MPN dilakukan untuk pemeriksaan kualitas air minum, air bersih, air badan, air pemandian umum, air kolam renang dan pemeriksaan angka kuman pada air PDAM. Khusus untuk air minum, disyaratkan bahwa tidak mengandung bakteri patogen, misalnya bakteri golongan Ecoli, Salmonella typhi, Vibrio cholera. Kuman-kuman ini mudah tersebar melalui air (Transmitted by water) dan tidak mengandung bakteri non-patogen, seperti Actinomycetes dan Cladocera. Penyediaan air bersih selain kuantitas kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Air minum yang memenuhi baik kuantitas maupun kualitas sangat membantu menurunkan angka kesakitan penyakit perut terutama penyakit diare. Sehingga pengawasan terhadap kualitas air minum agar tetap memenuhi syarat-syarat kesehatan berdasarkan Kepmenkes RI No 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum (Kepmenkes, 2002) Ditinjau dari jumlah atau kuantitas air yang dibutUhkan manusia, kebutuhan dasar air bersih adalah jumlah air bersih minimal yang perlu disediakan agar manusia dapat hidup secara layak yaitu dapat memperoleh air yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dasar sehari-hari (Sunjaya dalam Karsidi, 1999 : 18). Ditinjau dari segi kuantitasnya, kebutuhan air rumah tangga menurut Sunjaya adalah: a.
Kebutuhan air untuk minum dan mengolah makanan 5 liter / orang perhari.
b.
Kebutuhan air untuk higien yaitu untuk mandi dan membersihkan dirinya 25 – 30 liter / orang perhari.
c.
Kebutuhan air untuk mencuci pakaian dan peralatan 25 – 30 liter / orang perhari.
11 d.
Kebutuhan air untuk menunjang pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas sanitasi atau pembuangan kotoran 4 – 6 liter / orang perhari, sehingga total pemakaian perorang adalah 60 – 70 liter / hari di kota. Sumber air merupakan salah satu komponen utama yang ada pada suatu sistem
penyediaan air bersih, karena tanpa sumber air maka suatu system penyediaan air bersih tidak akan berfungsi (Sutrisno, 2000 : 13) 2.3.
Petunjuk Pengukuran Debit Aliran Pengelolaan Danau dan Waduk Berdasarkan Pada PERMEN PU NO.18/PRT/M/2007, Tentang Penyelenggaraan
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Pengukuran debit aliran bisa dilakukan dengan beberapa cara: 1. Dengan sekat Trapesoidal atau dinamai sekat Cipoletti. 2. Dengan sekat V-notch atau dinamai sekat Thomson. 3. Dengan metode pembubuhan garam 4. Pengukuran dengan Current Meter 5. Pengukuran sederhana. 2.4.
Pengelolaan Danau dan Waduk Sesuai dengan UU. No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang terdiri 3
komponen utama yaitu konservasi, pemanfaatan dan pengendalian daya rusak air. Waduk embung, situ dan danau yang merupakan sumber daya air telah banyak mengalami penurunan fungsi dan kerusakan ekosistem. Hal ini disebabkan oleh karena pengelolan waduk/ danau yang banyak mengalami kendala. Dalam UU-Sumber Daya Air telah mengamanatkan untuk melakukan pengelolaan waduk dengan melakukan konservasi, pemanfaatan, pengendalian daya rusak air. Selain itu masih ada peraturan lain seperti PP. No. 51 Tahun 1997, tentang Lingkungan Hidup; PP. No. 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; PP. No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung; Keppres No.123/2001, tentang koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat Propinsi, Wilayah Sungai, Kabupaten dan Kota serta Keputusan Menteri yang terkait tentang pengelolaan sumber daya air. Walaupun sudah banyak undang–undang atau peraturan yang diundangkan tentang pengelolaan sumber daya air yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air akan tetapi pada kenyataannya konservasi sumber daya air, pengendalian daya rusak air terhadap sumber daya air pada danau dan waduk, situ, embung dan sungai masih jauh dari harapan, malahan
12 semakin rusak baik kuantitas maupun kualitas airnya. ( Balai Lingkungan Keairan 4 dari 6 Pengelolaan Danau dan Waduk di Indonesia Pusat Litbang SDA) Beberapa faktor yang menyebabkan kendala dalam melakukan pengelolaan sumber daya air antara lain : a.
Banyaknya instansi yang terkait dalam melakukan pengelolaan DAS waduk, yaitu setiap instansi lebih mementingkan sektornya dari pada konservasinya.
b.
Banyaknya instansi yang terkait dalam pemanfaatan air danau atau waduk sehingga menimbulkan konflik kepentingan.
c.
Perbedaan batas ekologis dan administratif, sehingga ada keengganan pemerintah tempat berlokasinya danau/waduk untuk melakukan upaya konservasi yang optimal.
d.
Masih lemahnya kapasitas kemampuan instansi pengelola dalam melakukan konservasi.
e.
Kurangnya pemahaman dan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan konservasi bagi penduduk yang ada di sekitar DAS ataupun penduduk yang bermukim di sekitar danau/waduk.
2.5.
Pengelolaan Sumberdaya Air Beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah memberikan perhatian terhadap perlunya
peningkatan pengelolaan sumberdaya air. Indonesia telah memiliki kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya air ini yang dikenal dengan Prinsip-prinsip Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air (PTSDA). Pengelolaan terpadu sumberdaya air adalah suatu proses yang mengedepankan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya air, lahan, dan sumberdaya terkait lainnya secara terkoordinasi dalam rangka memaksimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan (sustainability) ekosistem yang vital. Prinsip-prinsip pengelolaan terpadu sumberdaya air ini dikembangkan sebagai respon terhadap pola pengelolaan sumberdaya air yang diterapkan selama ini cenderung terpisah-pisah ( fragmented ) sehingga menimbulkan kesulitan dalam mengkoordinasi berbagai kebijakan dan program yang berdampak timbulnya berbagai persoalan seperti banjir, intrusi air laut karena pengambilan air tanah yang berlebihan, pencemaran, dan sebagainya (GWP, 2000 dalam Rajasa, 2002). Menurut Sanim (2003) yang menjadi masalah dalam pengelolaan sumberdaya air di Indonesia adalah: 1. Adanya fragmentasi pengelolaan antar berbagai instansi Pemerintah dan sulitnya
13 koordinasi antar berbagai instansi dalam mengelola sumberdaya air. 2. Pengelolaan sumberdaya air masih terbatas dan berorientasi pada sisi penyediaan semata bukan pada sisi kebutuhan. 3. Borosnya pemakaian air untuk pertanian karena rendahnya efisiensi pemakaian air untuk sektor pertanian. Sebagai pengguna 80-90% dari seluruh pemanfaat air, sektor pertanian diperkirakan memakai air efektif untuk pertumbuhan tanaman hanya 5060%, selebihnya hilang saat pengaliran di saluran atau menggenang tidak optimal di areal sawah. Apabila saat ini air yang dialokasikan untuk irigasi sekitar 4.000 m /detik, maka peningkatan efisiensi sekitar 10% saja akan menghemat air 400m /detik. 4. Organisasi pengelolaan sumberdaya air masih tersentralisasi di pusat belum terdesentralisasi walaupun otonomi daerah telah dicanangkan sejak tahun 2000 yang lalu. 5. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengelola sumberdaya air di satu sisi dan masih belum banyak melibatkan partisipasi masyarakat lokal dalam organisasi pengelolaan sumberdaya air di sisi lain. 6. Distribusi pelayanan air tidak merata. Distribusi lebih banyak difokuskan untuk melayani kegiatan komersial yang mendukung pembangunan ekonomi. Hanya konsumen yang mampu membayar yang dapat memiliki akses terhadap air bersih. 7. Polusi air yang menyebabkan kualitas air tidak layak dijadikan sebagai air minum karena sumberdaya air yang sudah tercemar, seperti adanya kandungan bakteri e-coli dalam air tanah. 8. Ketidakmampuan Pemerintah Indonesia untuk memperluas jaringan irigasi bagi keperluan pertanian, sehingga terjadi penurunan produksi padi. 9. Berkurangnya sediaan (supply) air baik bagi air bersih maupun air minum yang disebabkan berkurangnya daerah tangkapan air akibat alih fungsi lahan.
14 2.6.
Pengertian DAS
Gambar 2.1 Daerah Aliran Sungai Fahmudin Agus dan Widianto (2004).
Daerah aliran sungai merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia (human systems). Setiap sistem dan sub-sub sistem di dalamnya saling berinteraksi. Dalam proses ini peranan tiap-tiap komponen dan hubungan antar komponen sangat menentukan kualitas ekosistem DAS. Tiap-tiap komponen tersebut memiliki sifat yang khas dan keberadaannya tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan komponen lainnya membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem). Gangguan terhadap salah satu komponen ekosistem akan dirasakan oleh komponen lainnya dengan sifat dampak yang berantai. Keseimbangan ekosistem akan terjamin apabila kondisi hubungan timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal. (Kartodihardjo, 2008).
Gambar 2.2 Daerah Aliran Sungai satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya Limantara, .(2010)
15 Disadari atau tidak, semua manusia tinggal dan hidup di sebuah tempat yang disebut Daerah Aliran Sungai (DAS). Mereka bekerja dan menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam serta ketersediaan air yang terdapat di DAS. DAS sering didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU. No. 7, Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air).Ini menunjukkan bahwa cakupan DAS tidak hanya sekedar sungai dengan bantarannya, namun lebih dari itu. Daratan yang ada di bumi dapat dikatakan sebagai DAS. DAS dan wilayah administrasi dapat dibedakan : •
DAS dalam satu kab/kota (lokal)
•
DAS lintas kab/kota (regional)
•
DAS lintas propinsi (nasional)
•
DAS lintas negara (international)
Gambar 2.3 Siklus Hidrologi Limantara, (2010)
Yang diartikan dengan sumberdaya (resource) ialah suatu persediaan barang yang diperlukan, berupa suatu cadangan yang dapat diperoleh (Menard,1974: Obtainable reserve supply of some desirable thing). Jadi pengertian sumberdaya selalu menyangkut manusia dan kebutuhannya serta usaha atau biaya untuk memperolehnya. Oleh karena berkaitan dengan kebutuhan manusia maka sumberdaya mempunyai arti nisbi (relative).
16 Sumberdaya dapat dipilahkan atas dasar kehadirannya (existence): •
Sumberdaya alam, yang hadir karena perbuatan alam, yaitu udara, air, tanah, minyak bumi, hutan rimba dsb.
•
Sumberdaya budaya (artifactial), yang hadir karena perbuatan manusia, yaitu waduk, polder, tanah sawah, hutan budidaya, perkebunan, manusia sendiri dengan ilmu dan keterampilannya dsb. Sumberdaya dapat pula dipilahkan menurut kemantapannya terhadap pengaruh atau
tindakan manusia: •
Sangat mantap, yang dapat dikatakan tidak terkenakan atau tidak mudah terkena pengaruh atau akibat tindakan manusia, yaitu iklim, corak timbulan makro, sumber panas bumi, laut dsb.
•
Cukup mantap, yang secara berangsur dalam jangka waktu panjang dapat terpengaruh oleh tindakan manusia, yaitu tanah, hidrologi wilayah, danau, lereng dsb. Kurang atau tidak mantap, yang secara nisbi cepat terpengaruh oleh tindakan
manusia,yaitu vegetasi, marga satwa dan lain-lain masyarakat hayati. Suatu sumberdaya tertentu dapat mempunyai nilai kemantapan beraneka, tergantung dari gatranya yang diperhatikan. Misalnya, tanah sebagai tubuh mempunyai nilai kemantapan daripada kesuburannya. Mutu air jauh lebih goyah daripada jumlahnya. Manusia terang tidak dapat mengubah isipadu (volume) udara dalam troposfir, akan tetapi dia secara nisbi mudah mencemarkannya. Sumberdaya sering dipilahkan berdasar kemampuannya memugar diri (self restoring): •
Terbarukan (renewable), seperti udara,air, tanah,hutan dan ikan. Memang ditinjau secara setempat, air, tanah, hutan dan ikan dapat menyusut atau habis. Akan tetapi secara keseluruhan, mereka itu tidak akan habis selam faktor-faktor pembentuknya masih tetap bergawai (functioning). Bahkan yang habis di uatu tempat akan dapat timbul kembali jika diberi kesempatan cukup.
•
Tak-terbarukan (non-renewable), seperti minyak bumi, panas bumi dan bijih (ore) mineral. Sudah barang tentu mereka pun dapat terbentuk kembali kalau diberi kesempatan berskala kurun geologi. Akan tetapi hal ini tidak gayut dengan pengelolaan sumberdaya. Jadi perbedaan antara kedua macam sumberdaya itu pada asasnya terletak pada jangka
waktu pembaharuan yang diperlukan, yang dipertimbangkan dari segi skala waktu kehidupan generasi manusia. Di sini juga berlaku keanekaan harkat, tergantung pada gatra (aspect) yang
17 diperhatikan. Meskipun udara dan air termasuk sumberdaya terbarukan, jika dipandang dari segi bahan, namun udara dan air yang rusak karena pencemaran tidak dapat dihilangkan oleh manusia. Maka dalam hal mutu, pembaharuan udara dan air perlu ditolong oleh manusia. Ada yang membedakan pengertian “sumberdaya” dari “cadangan”. Cadangan (reserve) ialah bagian dari sumberdaya yang dapat diperoleh atau digali dengan teknologi masakini dan terijinkan oleh keadaan ekonomi saat ini. Dengan kata lain, cadangan ialah bagian sumberdaya yang dapat segera termanfaatkan. Dalam hubungan dengan ini maka pengertian sumberdaya dibatasi pada bagian barang yang ada atau bolehjadi ada, akan tetapi belum dapat diperoleh karena belum terijinkan oleh keadaan ekonomi saat ini, atau teknologi yang diperlukan belum tercipta. Dengan demikian pengertian “cadangan” lebih lagi bersifat nisbi. Apa yang sudah termasuk cadangan bagi suatu negara maju, sangat bolehjadi masih belum demikian untuk suatu negara yang sedang berkembang. DAS merupakan suatu gabungan sejumlah sumberdaya darat, yang saling berkaitan dalam suatu hubungan saling tindak (interaction) atau sa ling tukar (interchange). DAS dapat disebut suatu sistem dan tiap-tiap sumberdaya penyusunnya menjadi anak- sistemnya (subsystem), atau anasirnya (component). Kalau kita menerima DAS sebagai suatu sistem maka ini berarti, bahwa sifat dan kelakuan DAS ditentukan bersama oleh sifat dan kelakuan semua anasirnya secara terpadu. Arti “terpadu” di sini ialah, bahwa keadaan suatu anasir ditentukan oleh dan menentukan keadaan anasir-anasir yang lain. Yang dinamakan “sistem” ialah suatu perangkat rumit yang terdiri atas anasir-anasir yang saling berhubungan di dalam suatu kerangka otonom, sehingga berkelakuan sebagai suatu keseluruhan dalam menghadapi dan menanggapi rangsangan pada bagian mana pun (Dent dkk., Spedding,1979). Di samping memiliki ciri penting berupa organisasi dakhil (internal organization), atau disebut pula struktur gawai (functional structure), suatu sistem mempunyai suatu sistem yang lain, yaitu batas sistem. Batas ini memisahkan sistem dari lingkungannya, atau memisahkan sistem yang satu dari yang lain. “Lingkungan” ialah keseluruhan keadaan dan pengaruh luaran (external), yang berdaya (affect) atas hidup, perkembangan dan ketahanan hidup (survival) suatu sistem (De Santo,1978). Sumberdaya darat yang menjadi anasir DAS ialah iklim, atau lebih tepat disebut iklim hayati (bioclimate), timbulan, geologi, atau sumberdaya mineral, tanah, air (air permukaan dan air tanah), tetumbuhan (flora), satwa (fauna), manusia, dan berbagi sumberdaya budaya, seperti sawah, ladang, kebun,hutan budaya dsb. Kehadiran tanah dan wataknya ditimbulkan oleh faktor-faktor iklim, tetumbuhan, timbulan dan geologi (untuk sementara waktu tidak
18 diperhatikan dalam pembicaraan tentang DAS, karena kedudukannya yang universal). Timbulan dapat berdaya atas iklim hayati setempat, berupa penggantian (change) agihan cacak (vertical distribution) suhu udara, agihan tempat(spatial distribution) curah hujan, jumlah lenga s me mpen (effective moisture) dan lama waktu penerimaan sinar matahari. Sebaliknya, iklim dan geologi menentukan corak timbulan destruksional. Tanah dan timbulan menguasai keadaan hidrologi permukaan, keadaan vegetasi dan keadaan sumberdaya budaya. Iklim ikut mengendalikan keadaan vegetasi dan sumberdaya budaya. Iklim ikut mengendalikan keadaan vegetasi dan sumberdaya budaya. Dalam pengantar telah disebutkan, bahwa DAS mempunyai batas alamiah yang jelas. Lengkaplah sudah ciri-ciri penting bagi penunjukan DAS sebagai suatu sistem. Iklim dapat dibagi lebih jauh menjadi iklim mikro, meso dan mikro atau iklim tanah. Timbulan terbagi pula menjadi makro dan mikro. Sumberdaya mineral dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, bahan baku bangunan, mineral adi (emas, perak, platina, batu permata), atau sebagai bahan baku energi (fosil, juvenil, nuklir). Tanah dapat ditinjau dari pertanian, teknik, bahan baku bangunan (bata, genting) atau kerajinan (barang-barang tembikar). Air terpilahkan menjadi air permukaan (sungai, danau), lengas tanah (biasanya tercakup dalam pembicaraan mengenai sumberdaya tanah) dan air tanah. Dalam penggunannya, air dapat ditinjau dari segi pertanian, rumah tangga, industri, sumber energi kinetik yang dapat dialihrupakan menjadi energi mekanik atau listrik, dan prasarana perhubungan serta pengangkutan. Sumberdaya hayati dapat dimanfaatkan untuk sumber nutfah dalam usaha menciptakan bibit tanaman atau ternak unggul, bahan baku obat- obatan, cagar alam, sumber bahan bakar, bahan bangunan atau bahan industriatau bahan kerajinan, atau sebagai pengasri atau pelindung lingkungan hidup. Manusia dapat ditilik dari segi pengadaan tenaga kerja, pengembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, kerajinan dan kesenian, kewiraswastaan dan sumber peradapan (agama, hukum, adat istiadat, pandangan hidup). Dari uraian diatas jelaslah, bahwa DAS merupakan suatu sistem sumberdaya darat yang bergatra ganda dan dapat dimanfaatkan ke berbagai jurusan. Tiap-tiap sumberdaya yang menjadi anasir DAS memerlukan penanganan yang berbeda-beda, tergantung pada watak, kelakuan dan kegunaan masing-masing. Sebagai watak dan kelakuan suatu anasir DAS terbawa dari asal usulnya dan sebagian yang lain diperolehnya dari proses saling tindak (interaction) dengan anasir yang lain dari DAS yang bersangkutan. Misalnya, jumlah cadangan hara tumbuhan dalam tanah, yang menentukan kesuburan potensial tanah untuk pertanian, berasal dari bahan induk tanah (anasir geologi), sedang hara tumbuhan tersediakan
19 (available), yang menentukan kesuburan tanah aktual, ditimbulkan oleh proses saling tindak antara tanah dan air, timbulan tanah dan iklim. Misal yang lain ialah, keterampilan dan pengetahuan anasir manusia dapat menyuburkan tanah yang semula gersang. Karena berlainan kepentingan maka dapat terjadi, bahwa suatu tindakan yang baik untuk suatu anasir DAS tertentu justru merupakan tindakan yang merugikan apabila diterapkan pada anasir DAS yang lain. Misalnya, penanaman jalur hijau untuk melindungi tebing aliran terhadap pengikisan atau longsoran, dapat mendatangkan kerugian atas pengawetan sumberdaya air karena meningkatkan transpirasi yang membuang sebagian air yang dialirkan. Dapat juga terjadi persaingan antara pemanfaatan tanah untuk mendirikan bangunan dan untuk bercocok tanam, atau antara pemanfaatan untuk pertanian dan untuk sumber bahan baku dalam pembuatan barang-barang tembikar, bata atau genting. Semua hal tadi menunjukkan, bahwa perencanaan pemanfaatan DAS harus bersifat komprehensif, yang lebih mementingkan pengoptimuman kombinasi keluaran (optimization of the combined output) daripada pemaksimuman salah satu keluaran saja. DAS juga mempunyai gatra ruang (space) atau luas (size), bentuk (form), ketercapaian (accessibility) dan keterlintasan medan (terrain trafficability). Gatra-gatra ini menyangkut keekonomian penggunaan DAS, karena menentukan tingkat peluang berusaha dalam DAS, nilai praktikal kesudahan (result) usaha dan kedudukan nisbi DAS selaku sumberdaya dibandingkan dengan DAS yang lain. Gatra-gatra ruang, bentuk, ketercapaian dan keterlintasan medan bersama-sama dengan harkat anasir-anasir DAS yang telah disebutkan di atas, menentukan kedudukan DAS dalam urutan prioritas pengembangan. Kegandaan gatra dan/atau keanekaan jurusan pemanfaatan DAS menimbulkan berbagai pertimbangan kegunaan dan penggunaan alternatif menurut kepentingan yang berubah sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan keinginan. Macam dan jumlah kebutuhan serta keinginan merupakan fungsi waktu dan tempat. Maka dari itu pengertian tentang makna waktu dan tempat sangat menentukan ketepatan perencanaan tataguna DAS. Tanpa perencanaan tataguna yang memadai, penggunaan DAS dapat menjurus ke arah persaingan antar berbagai kepentingan, yang akhirnya hanya akan saling merugikan, dan pada gilirannya akan menimbukan degradasi sumberdaya DAS yang tidak terkendalikan
20 Adapun standar kebutuhan yang digunakan dalam perencanaan berdasarkan Tinjauan Teknis Bidang Air Bersih Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 1996 yang dapat dilihat pada Tabel dibawah ini: Tabel 2.1. Standar Perencanaan Kebutuhan Air Domestik
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 *) **) ***) Sumber:
Uraian Konsumsi Unit (SR) L/o/h Konsumsi Unit HU (HU) L/o/h Konsumsi Unit Non Domestik (%) *) Kehilangan air (%) Faktor Maksimum Day Faktor Peak - Hour Jumlah Jiwa per SR Jumlah Jiwa per HU Sisa Tekan di Jaringan Distribusi (MKa) Jam Operasi Volume Reservoir (%) (max day demand)
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa) > 500.000100.00020.000< 1.000.000 1.000.000 500.000 100.000 20.000 Metro Besar Sedang Kecil Desa 190
170
150
130
30
30
30
30
30
30
20 - 30
20 - 30
20 – 30
20 - 30
20 -10
20 - 30 1,1 1,5 5 100
20 - 30 1,1 1,5 5 100
20 – 30 1,1 1,5 6 100
20 - 30 1,1 1,5 6 100-200
20 1,1 1,5 10 200
10
10
10
10
10
24
24
24
24
24
20
20
20
20
20
50 : 50 s/d 80 : 20
50 : 50 s/d 80 : 20
80 : 20
70 : 30
Cakupan Pelayanan *) **) 90 Tergantung Survey Sosek 80 % perpipaan, 10 % non perpipaan 25 % perpipaan, 45 % non perpipaan Dirjen Cipta Karya, 1996
**) 90
**) 90
**) 90
70 : 30 ***) 70
SR : HU
21 Tabel 2.2. Standar Perencanaan Kebutuhan Air Non Domestik
No. 1
Uraian
Sekolah (L/murid/hari) Rumah Sakit (L/tempat 2 tidur/hr) 3 Puskesmas (M3/hari) 4 Mesjid (M3/hari) 5 Kantor (L/pegawai/hari) 6 Pasar (M3/hektar/hari) 7 Hotel (L/tempat tidur/hr) Rumah Makan (L/tempat 8 duduk/hr) 9 Komplek Militer (L/o/hari) 10 Kawasan Industri (L/dt/ha) Kawasan Pariwisata 11 (L/dt/ha) Sumber: DIRJEN Cipta Karya,1996
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa) 500.000100.00020.000< > 1.000.000 1.000.000 500.000 100.000 20.000 Metro Besar Sedang Kecil Desa 10 10 10 10 5 200
200
200
200
200
2 1-2 10 12 150
2 1-2 10 12 150
2 1-2 10 12 150
2 1-2 10 12 150
1200 90
100 60 0,2 - 0,8
100 60 0,2 - 0,8
100 60 0,2 – 0,8
100 60 0,2 - 0,8
-
0,1 - 0,3
0,1 - 0,3
0,1 – 0,3
0,1 - 0,3
-
Pada lokasi penelitian digunakan standar dengan kategori kota kecil karena jumlah penduduk yang akan dilayani tidak lebih dari 100.000. Dan standar ini yang digunakan sebagai asumsi perhitungan kebutuhan air pada detail desainnya.
22
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Deskripsi Data Pemahaman terhadap substansi penelitian merupakan syarat mutlak yang sejak awal harus dipahami. Upaya pemahaman ini dimulai sejak tahap penyusunan proposal dilakukan. Rencana kerja merupakan pedoman dalam pencapaian target penelitian, untuk itu sebelum pelaksanaan penelitian, perlu menyusun secara rinci kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama pelaksanaan penelitian termasuk penjadualan masing-masing kegiatan tersebut. Untuk mencapai tujuan, penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa tahapan. Rencana kegiatan penelitian menjadi 4 kegiatan utama yakni persiapan, survei lapangan, kompilasi dan analisis data dan kesimpulan Tabel 3.1 Tahapan Kegiatan Penelitian No. 1.
2.
3.
Tahapan dan Jenis Kegiatan Persiapan a. Penyusunan Rencana Kerja b. Survei Pendahuluan Survei lapangan a. data primer b. data sekunder Kompilasi, Analisis data
Sumber: Analisis, 2011
Tujuan
Output
Rencana kerja dan instrumen • Mempersiapkan pelaksanaan pengambilan data kegiatan • Pengumpulan data sekunder biofisik dan sosio-ekonomi Mengumpulkan data primer dan Diperoleh gambaran kondisi sekunder sebagai upaya untuk cross eksisting: check data dan mendapatkan tapak Waduk Bentolo kondisi eksisting Waduk Bentolo Penelitian Kualitas air Besaran Debit Memetakan kondisi eksisting dan Mengetahui kondisi karakteristik Waduk Bentolo eksisting Waduk Bentolo Hasil kualitas air Potensi Waduk Bentolo
23 Rincian tahapan yang ditempuh dalam kegiatan adalah sebagai berikut: 3.1.1. Tahap Persiapan Tahapan persiapan ini merupakan tahapan awal dalam pelaksanaan penelitian, antara lain: 1. Penyusunan Rencana Kerja a. Kerangka Pemikiran yang berisi jenis dan tahapan kegiatan secara efektif b. Metode pengumpulan data dan analisisnya 2. Survei pendahuluan Kegiatan survei pendahuluan dilakukan pada lokasi penelitian (berdasarkan peta tapak Waduk Bentolo), dimana data yang dikumpulkan meliputi data sekunder kondisi biofisik dan kondisi sosio-ekonomi. 3.1.2. Tahap Survei Lapangan Survei lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data primer dan sekunder sebagai upaya untuk cross check data dan untuk mendapatkan kondisi eksisting, sehingga didapatkan ”potret” kondisi lapangan baik potensi maupun pengembangan air Waduk Bentolo. Dalam rangka penyusunan penelitian ini diperlukan data. Data-data tersebut diperoleh melalui metode observasi dan survei. Untuk mengidentifikasi dan memetakan kondisi eksisting, serta permasalahan dan peluang pengembangan aspek-aspek tersebut secara lebih mendalam, maka penggalian data primer melalui: a. Diskusi dengan masyarakat pihak-pihak yang berkompeten atau yang mewakili kepentingan semua pihak yang terkait. b. Over view lapangan dan pengambilan contoh air untuk melihat kondisi nyata dari karakteristik fisik, kimia, biologi, tanah. Dalam over view dilakukan pengamatan terhadap kondisi vegetasi, bentuk morfologi lahan. 3.1.3. Tahapan Penelitian Penelitian Kelayakan ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Observasi Lapangan dan Identifikasi Karakteristik Daerah penelitian dari Sumber Air Baku (Waduk Bentolo)-Kunduran-Ngawen dan Kota Blora.
24 2. Pengumpulan Data, terdiri dari 2 macam data yaitu data sekunder dan data primer. Data Sekunder meliputi : Data Pokok Kabupaten Blora, Data Kondisi Geohidrologi, Data Demografi, Data lain yang relevan. Data Primer meliputi: Kualitas Air, Data Koordinat GPS, Peta Situasi Lokasi, Dokumentasi Foto. 3. Data-data yang telah di-entry (kompilasi) kemudian diklasifikasikan untuk diolah dan dianalisis lebih lanjut. 4. Analisis Kelayakan, meliputi : Debit Air Baku, Faktor Lokasi, Kualitas Air, Jangkauan Suplai Air Bersih. 5. Hasil dari analisis akan menghasilkan data, opini-opini dan kesimpulan baik secara teknis, sosial ekonomi, finansial, maupun kelembagaan. Namun tingkat kelayakan adalah relatif satu dengan lainnya sesuai dengan kondisi tiap aspek. Sehingga tidak ada statement kelayakan sempurna, artinya kelayakan adalah risiko yang terkecil yang akan diambil dari berbagai macam ambang batas yang ditentukan. Rekomendasi yang muncul merupakan pernyataan yang melekat terhadap hasil kuantitatif analisis, sehingga tidak bisa dipisahkan begitu saja.
3.1.4. Tahap Kompilasi dan Analisis Data Setelah seluruh data yang dibutuhkan telah diperoleh dan dikumpulkan maka dilakukan kompilasi. Kompilasi berguna untuk mengetahui apakah data yang terkumpul sudah lengkap. Data-data dan informasi yang diperoleh dalam proses pelaksanaan observasi dan survai merupakan data mentah yang akan diolah lebih lanjut. Dalam kompilasi data, dilakukan tahapan sebagai berikut: a. Verifikasi, yakni pemeriksaan data secara umum mengacu pada daftar yang telah disusun. b. Klasifikasi, yakni pengelompokan data berdasarkan kepentingan atau tujuan yang hendak dicapai, berdasarkan kesamaan aspek tertentu. c. Validasi, yakni penilaian apakah data yang sudah ada cukup valid dan representatif mewakili kondisi eksisting. d. Tabulasi, yakni proses akhir dalam penyusunan data agar mudah dibaca dan dipergunakan sesuai dengan kepentingan atau tujuan yang hendak dicapai Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk melakukan analisis terhadap data-data
25 numerik, sedangkan metode analisis kualitatif yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif utamanya digunakan untuk menganalisis sistem yang menyangkut manusia, sosial budaya masyarakat, aktivitas serta berbagai hubungan yang ada dalam sistem tersebut (Sudharto, 1996). Analisis kualitatif deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran, pengertian, mengklasifikasikan potensi wilayah, dan penjelasan terhadap kondisi kawasan penelitian. Adapun analisis yang dilakukan adalah:
3.2. Tahap Pengumpulan Data 3.2.1. Komponen Geofisik-Kimia Pada komponen geofisik-kimia ini, komponen lingkungan yang akan diuraikan meliputi fisiografi dan geologi, kualitas air permukaan dan tanah. Metode pengumpulan data untuk masing-masing komponen lingkungan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Fisiografi dan Geologi Tabel 3.2 Pengumpulan Data Fisiografi dan Geologi No. 1.
Parameter Morfologi Lahan
Metode atau Peralatan Yang dipakai
Data sekunder peta topografi, disempurnakan pengamatan di lapangan. 2. Struktur geologi dan jenis Data sekunder peta geologi, disempurnakan batuan pengamatan di lapangan Sumber: Hasil Survey, 2011
dengan dengan
26 2. Kualitas Air Tabel 3.3 Metode Analisis Kualitas Air No.
Parameter
Satuan
Metode Analisis
Peralatan
NTU mgl/l ˚C Pt-Co M
Organoleptik Turbiditik Gravimetrik Pemuaian Kolorimetrik Pengukuran
Turbidimeter Timbangan Analitik Termometer Kolorimeter Meteran
º/00 mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l
Potensiometrik Konduktivimetrik Titimetrik winkler Titimetrik winkler Titimetrik winkler Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik
pH Salinometer Titrasi Titrasi BOD Titrasi COD Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer
A 1. 2. 3. 4. 5. 6. B 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Sumber :
FISIKA Bau Kekeruhan Padatan tersuspensi (TSS) Temperatur Warna Kecerahan KIMIA pH Salinitas DO BOD COD Amonia Bebas Air raksa (Hg) Arsen (As) Fenol Kadmium (Cd) Khrom valensi 6 Minyak bumi Nikel (Ni) Nitrit (NO2-N) Perak (Ag) Sekenium (Se) Seng (Zn) Sulfida (S) Surfaktan Anion (MBAS) Tembaga (Cu) Timbal (Pb)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
27 Tabel 3.4 Kriteria Mutu Air berdasarkan Kelas Satuan
Temperatur Residu Terlanjut Residu Tersuspensi
ºC mg/L mg/L
I deviasi 3 1.000 50
Kelas II III FISIKA deviasi deviasi 3 3 1.000 1.000 50
400
IV deviasi 5 2.000
Keterangan Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya
400
Bagi pengolahan air minum secar konvensional, residu tersuspensi ≤5.000 mg/L Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
KIMIA ANORGANIK PH BOD COD DO Total fosfat sebagai P NO3 sebagai N
6-9
6–9
6-9
5-9
mg/L mg/L mg/L
2 10 6
3 25 4
6 50 3
12 100 0
mg/L
0,2
0,2
1
5
mg/L
10
10
20
20
NH3-N
mg/L
0.5
(-)
(-)
(-)
Arsen Kobalt Barium Boron Selenium
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,05 0,2 1 1 0,01
1 0,2 (-) 1 0,05
1 0,2 (-) 1 0,05
1 0,2 (-) 1 0,05
0,01 0,05
0,01 1
Angka batas minimum
Bagi perikanan, kandunganamonia bebas untuk ikan yang peka ≤0.02 mg/L sebagai NH3
FISIKA Kadmium Khrom (VI)
mg/L mg/L
0,01 0,05
0,01 0,05
Tembaga
mg/L
0,02
0,02
0,02
0,2
Besi
mg/L
0,3
(-)
(-)
(-)
Timbal
mg/L
0,03
0,03
0,03
1
Bagi pengolahan air minum secara konvensional,Cu ≤1 mg/L Bagi pengolahan air minum secara konvensional,Fe ≤5 mg/L Bagi pengolahan air minum secara konvensional,Pb ≤0.1 mg/L
Tabel KriteriaMutu Air berdasarkan Kelas (lanjutan hal 27) Satuan Mangan Air Raksa
mg/L mg/L
I 0,1 0,001
Kelas II III (-) (-) 0,002 0,002
Keterangan IV (-) 0,005
Seng
mg/L
0,05
0,05
0,05
2
Khlorida Sianida Fluorida
mg/L mg/L mg/L
600 0,02 0,5
(-) 0,02 1,5
(-) 0,02 1,5
(-) (-) (-)
I
II
Satuan
Kelas
Keterangan III
IV
Nitrit sebagai N
mg/L
0,06
006
0,06
(-)
Sulfat
mg/L
400
(-)
(-)
(-)
Khlorin bebas
mg/L
0,03
0,03
0,03
(-)
Belerang sebagai H2S
mg/L
- Fecal coliform
Jml/100 ml
100
1.000
2.000
2.000
- Total coliform
Jml/100 ml
1.000
5.000
10.000
10.000
- Gross-A - Gross-B
Bq/L Bq/L
0,1 1
Minyak dan Lemak Detergen sebagai MBAS FISIKA Senyawa Fenol sebagai fenol BHC Aldrin/Dieldrin Chlordane DDT Heptachlor dan heptachlor epoxide Lindane Methoxychlor
:g/L
1.000
1.000
1.000
(-)
:g/L
200
200
200
(-)
:g/L
1
1
1
(-)
:g/L :g/L :g/L :g/L
210 17 3 2
210 (-) (-) 2
210 (-) (-) 2
(-) (-) (-) 2
:g/L
18
(-)
(-)
(-)
:g/L :g/L
56 35
(-) (-)
(-) (-)
(-) (-)
0,002
0,002
Bagi pengolahan air minum secara konvensional,Zn ≤5 mg/L
0,002
(-)
Bagi pengolahan air minum secara konvensional,NO2-N ≤1 mg/L Bagi ABAM tidak dipersyaratkan Bagi pengolahan air minum secara konvensional,S sebagai H2S <0,1 mg/L
MIKROBIOLOGI
0,1 0,1 1 1 IA ANORGANIK
0,1 1
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fecal coliform ≤2.000 Jml/100 ml dan Total coliform ≤10.000 Jml/100 ml
28
29
Tabel KriteriaMutu Air berdasarkan Kelas (lanjutan hal 27) Satuan :g/L :g/L
Endrin Toxaphan Sumber :
Kelas I 1 5
II 4 (-)
Keterangan III 4 (-)
IV (-) (-)
Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Keterangan : mg
= miligram
µg
= mikrogram
ml
= mililiter
L
= liter
Bq
= bequerel
MBAS
= Methylene Blue Active Substance
ABAM
= Air Baku untuk Air Minum
Logam berat merupakan logam terlarut Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO Nilai pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum Nilai DO merupakan batas minimum Arti (-) di atas memyatakan bahwa untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak dipersyaratkan Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan; Tanda < adalah lebih kecil. Tabel 3.5 Metode Analisis Kualitas Air Sumur No.
Parameter
Satuan
Metode Analisis
Peralatan
Baku Mutu 416/MenKes/P er/1X/1990
Turbidimeter Timbangan analitik Termometer Kolorimeter
Tak berbau 25 1.500 udara ± 10 ˚ C 50 Tak berasa
pH meterr Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer
6,5 – 9,0 0,001 0,05 1,0 1,5
A. FISIKA 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bau Kekeruhan Zat padat terlarut Temperatur Warna Rasa
NTU mgl/l ˚C Pt-Co -
Organoleptik Turbiditik Gravimetrik Pemuaian Kolorimetrik Organoleptik B. KIMIA
1. 2. 3. 4. 5.
pH Air raksa (Hg) Arsen (As) Besi (Fe) Fluorida (F)
mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l
Potensiometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik
Tabel Metode Analisis Kualitas Air Sumur (lanjutan hal 29) No. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Parameter Kadmium (Cd) Kesadahan Total Khlorida (Cl) Khromium valensi 6 Mangan (Mn) Nitrat (NO3-N) Nitrit (NO2-N) Selenium (Se) Seng (Zn) Sianida (CN) Sulfat Surfaktan (MBAS) Timbal zat organik
Satuan
Metode Analisis
Peralatan
mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l mgl/l
Gravimetrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik Spektofotometrik
Timbangan elektronik Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer
30 Baku Mutu 416/MenKes/P er/1X/1990 0,005 500 600 0,05 0,5 10 0,1 0,01 15 0,1 400 0,5 0,05
C. MIKROBIOLOGI 1.
Total Koliform
MPN/100 MPN/Filtrasi ml
Tabung Fermentasi/ Tabel MPN
10
Sumber : Lampiran PerMenKes No:492/ Menkes/Per/IV/2010
3.2.2. Sumber Air Baku Fokus utama dalam penelitian potensi air baku untuk sistem penyediaan air minum adalah meng-evaluasi potensi air baku yang ada untuk digunakan apakah memenuhi syarat baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya Volume penelitian hidrologi adalah :
Pengukuran debit
Pengambilan contoh air
Uji Laboratorium
3.2.2.1. Pengukuran Debit Aliran Berdasarkan Pada PERMEN PU NO.18/PRT/M/2007, Tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Pengukuran debit aliran bisa dilakukan dengan beberapa cara: a. Dengan sekat Trapesoidal atau dinamai sekat Cipoletti. b. Dengan metode pembubuhan garam c. Pengukuran sederhana.
31 a. Sekat Trapesoidal atau dinamai sekat Cipoletti. Alat yang diperlukan -
Sekat Trapesoidal dimana sisi-sisi dalam sekat itu meruncing, dibuat dari pelat logam, (baja, alumunium dan lain-lain dari kayu lapis). Sekat ini tetap dipasang pada lokasi pengukuran atau hanya sementara waktu.
-
Penggaris, tongkat ukur atau pita ukur.
Cara Pengukuran : - Tempatkan sekat pada aliran (sungai kecil, pelimpahan mata air, dinding pelimpah dan sebagainya) yang akan diukur, pada posisi yang baik sehingga sekat betul-betul mendatar atau “h” pada kedua sisinya adalah sama; - Ukur “h” dengan penggaris, tongkat uku atau pita ukur. Perhitungan Debit Debit dihitung dengan persamaan : Q = 0,0186 b.h3/2 Kemiringan 4V=2H
Gambar 3.1 Sekat Cipoletti Limantara, (2010)
Dimana : Q dalam l/dt b dalam cm h dalam cm
(……………….3-31)
32 Keadaan untuk pengukuran : - Aliran di hulu dan di hilir sekitar harus tenang. - Aliran hanya melalui sekat, tidak ada kebocoran pada bagian atas atau samping sekat. - Air harus mengalir bebas dari sekat, tidak menempel pada sekat. - Kemiringan pintu
4:1
- (h) harus diukur pada titik dengan jarak minimal 4H dari ambang ke arah hulu saluran. - Tebal ambang ukur harus antara 0,8 s/d 2 mm - Permukaan air di bagian hilir pintu minimal 6 cm dibawah ambang ukur bagian bawah. - (h) harus > 6 cm, tetapi < L/3 - P dihitung dari saluran sebelah hulu harus > dari 2hmax, dimana hmax adalah ketinggian air yang diharapkan. - b diukur dari tepi saluran dan harus > 2hmax. - Pengukuran Kecepatan Arus Sungai. Perlu diingat bahwa distribusi kecepatan aliran di dalam alur tidak sama arah horisontal maupun arah vertikal. Dengan kata lain kecepatan aliran pada tepi alur tidak sama dengan tengah alur, dan kecepatan aliran dekat permukaan air tidak sama dengan kecepatan pada Dasar alur.
Gambar 3.2 Distribusi Kecepatan Aliran Suroso, (2008)
33
Distribusi Kecepatan Aliran: A: teoritis B: dasar saluran kasar dan banyak tumbuhan C: gangguan permukaan (sampah) D: aliran cepat, aliran turbulen pada dasar E: aliran lambat, dasar saluran halus F: dasar saluran Kasar/ berbatu 3.2.2.2.
Pengamatan Muka Air
Pengamatan muka air sungai yang ideal dilakukan setiap hari selama paling tidak 1 tahun. Dengan terbatasnya waktu penelitian, data muka air maksimum (HWL) dan muka air minimum (LWL) akan ditentukan dengan menggunakan data pengamatan dari waktu lampau yang ada dan didukung dengan data sekunder yang bisa dipercaya validitasnya. Data ini akan sangat berguna untuk memperkirakan rating curve dan debit harian. 3.2.2.3.
Pengambilan Contoh Air Untuk Sedimen Layang
Pengambilan contoh air sebaiknya juga dilakukan dengan melibatkan PDAM selama pengukuran debit sebanyak delapan belas kali. Pengambilan contoh air tersebut diusahakan mewakili pada saat muka air rendah, sedang dan tinggi. Peralatan yang digunakan adalah satu set water sample unit yang terdiri dari :
USD 49 cable suspended sample
Nxle botol dengan diameter 1/8, 3/8 dan ¼ inch
Botol contoh air dengan volume 473 ml.
Pengambilan contoh dilakukan di lokasi rencana intake pada sekurang-kurangnya 3 titik pada arah melintang lebar sungai (1/4 L, ½ L, ¾ L). Contoh air ini akan digunakan untuk mengetahui kandungan sedimen layang dan kualitas air yang akan diselidiki secara laboratoris.
3.3. Jenis Penelitian Data yang dikumpulkan dalam penelitian survai adalah data dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Jenis penelitian ini mengacu, dimana jenis-jenis penelitian terdiri dari penelitian survai, penelitian eksperimen,
grounded research, kombinasi
pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dan analisa data sekunder, Singarimbun (1987) Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari jenis penelitian ini hanya berlaku pada lokasi penelitian dan lokasi atau kondisi
34 yang tipikal dengan lokasi penelitian yang lain dengan asumsi-asumsi sama. 3.4. Metode Pengambilan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat yang menggunakan air bersih di kecamatan Blora, Ngawen dan Kunduran Kabupaten Blora. Masyarakat yang diambil sebagai sampel dalam penelitian ini adalah pelanggan rumah tangga. Responden yang digunakan sebagai sampel adalah dari kelompok masyarakat, yang terdiri dari : 50 orang di Kecamatan Blora, 25 orang di Kecamatan Ngawen dan 25 orang di Kecamatan Kunduran sehingga total responden yang diambil adalah 100 rumah tangga yang mewakili rumah tangga masyarakat pengguna air. Diasumsikan masing-masing responden dari setiap kelompok tersebut mampu mewakili pelanggan air Kelompok yang digunakan sebagai strata dalam penelitian ini adalah kelompok masyarakat pengguna air berdasarkan tingkat pendapatannya. Kelompok pertama adalah masyarakat yang digolongkan mampu. Menurut kondisi lapangan, masyarakat yang dianggap mampu adalah masyarakat yang tingkat pendapatannya di > Rp. 2.000.000,00 atau memiliki kendaraan pribadi roda empat. Kelompok kedua adalah masyarakat dengan tingkat pendapatan sedang dan menggunakan sambungan rumah. Masyarakat yang dinilai berpendapatan sedang adalah masyarakat yang tingkat pendapatannya Rp. 500.000,00 – Rp. 1.500.000,00, sedangkan kelompok ketiga adalah masyarakat dengan tingkat pendapatan kurang, adalah masyarakat yang tingkat pendapatannya < Rp. 500.000,00 ke bawah. Metode pengambilan sampel menggunakan Stratified Random Sampling (Pengambilan Sampel Acak Distratifikasi) yaitu sampel diambil dari tiap-tiap strata/ kelompok dengan berimbang. Dalam penelitian ini pengambilan sampel secara berimbang dilakukan dengan mengambil sampel dengan persentase atau perbandingan yang sama setiap kelompok. Keuntungan menggunakan metode ini adalah semua ciri-ciri populasi yang heterogen dapat terwakili dan peneliti dapat menganalisis hubungan antara satu lapisan/ kelompok dengan lapisan / kelompok yang lain, begitu juga mempertimbangkannya (Singarimbun, 1987). 3.5. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini bertujuan mengestimasi fungsi WTP dari masyarakat pengguna air bersih dan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam membayar tarip air. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari karakteristik responden, persepsi masyarakat terhadap PDAM dalam mengelola dan pengetahuannya terhadap tarip air, respon terhadap peningkatan pelayanan, dan
35 besarnya nilai WTP yang diperoleh melalui kuisioner maupun wawancara langsung dengan responden. Wawancara yang dilakukan merupakan percakapan dua arah dalam suasana yang akrab dan informal. Pertanyaan utama yang ditanyakan kepada responden adalah: “Berapa nilai maksimum kesediaan mereka membayar tarip dari sisi kualitas air (kejernihan dan kebersihan air) dan kuantitas air (jumlah debit rata-rata air yang terdistribusi ke masyarakat)”. Hasil kuesioner dan wawancara tersebut akan dimanfaatkan sebagai pendukung dari analisis WTP. Data sekunder meliputi data jaringan , potensi desa, data dari dinas-dinas terkait, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan daftar kebutuhan data, jenis dan sumber data, serta teknik pengumpulan data sebagaimana yang disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3.6 Daftar Kebutuhan Data, Jenis dan Sumber Data serta Teknik Pengumpulan Data 1 2 3
Menganalisis Karakteristik masyarakat yang menggunakan air Mengestimasi besarnya nilai WTP masyarakat terhadap peningkatan pelayanan Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam membayar iuran untuk peningkatan pelayanan
karakteristik masyarakat penguna
Data Primer Wawancara Sekunder Kuesioner Monogram Desa Besarnya biaya yang Data Primer Wawancara dan ingin dibayarkan kuesioner masyarakat Karakteristik Data Primer Wawancara dan masyarakat pengguna kuesioner terutama faktor yang berpengaruh
Sumber: Hasil Analisis, 2010
3.6.
Metode Analisis Data Penelitian ini menganalisis data yang telah diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif diolah secara deskriptif yang digunakan untuk mengetahui kondisi umum masyarakat pengguna air, penggunaan dan pengelolaan air. Metode yang digunakan untuk memperoleh data kualitatif dan kuantitatif tersebut adalah dengan wawancara dan kuesioner. Cara-cara penghitungan nilai WTP masyarakat terdiri dari metode tawar menawar (bidding game), metode referendum tertutup (dichotomus choice), metode kartu pembayaran (payment card) dan metode pertanyaan terbuka (open ended question). Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengestimasi nilai WTP masyarakat adalah dengan metode referendum tertutup ( dichotomus choice ). Metode ini dipilih karena menurut beberapa penelitian, metode ini lebih mudah dipahami maksud dan tujuan penelitiannya. Metode ini memudahkan pengklasifikasian
36 responden yang memiliki kecenderungan untuk membayar biaya pemeliharaan dan pengelolaan air sehingga kemungkinan menjawab “Ya” untuk setiap nilai yang diberikan estimasi. 3.6.1. Analisis Kesediaan Membayar Masyarakat Terhadap Peningkatan Pelayanan PDAM dalam Mengelola WTP digunakan untuk melihat tingkat kemampuan masyarakat membayar pada berbagai tingkat harga air dan sejauh mana masyarakat merasakan adanya manfaat air. Pendekatan CVM ( Contingent Valuation Method ) menggunakan dua jenis pertanyaan dalam menilai barang lingkungan, yaitu: 1.
Apakah anda bersedia membayar sejumlah Rp. X tiap bulan / tahun untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan?
2.
Apakah anda bersedia menerima sejumlah Rp. X tiap bulan / tahun sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan? Penelitian ini akan terfokus pada besarnya nilai WTP masyarakat untuk mengetahui
besarnya nilai yang bersedia dibayar oleh masyarakat untuk peningkatan pelayanan. Nilai WTP ini digunakan sebagai pendekatan ekonomi dari nilai air yang digunakan oleh masyarakat.
3.6.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelanggan Rumah Tangga Membayar Tambahan Biaya Pemeliharaan Dan Pengelolaan Air
Dalam
Fungsi WTP yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari beberapa variabel yang diduga akan mempengaruhi besarnya nilai WTP masyarakat jika ada peningkatan pelayanan . Beberapa variabel yang digunakan adalah: 1. Umur responden Masyarakat pengguna air bersih bervariasi menurut umurnya. Karena itu perlu diteliti apakah umur responden berpengaruh terhadap besarnya tarip air yang ingin dibayarkan masyarakat. Asumsi yang berlaku untuk variabel ini adalah semakin tua umur responden maka semakin tinggi tarip yang akan dibayarkan karena masyarakat yang umurnya lebih muda cenderung lebih mudah mencari sumber mata air lain yang umumnya lebih jauh dari pemukiman masyarakat. 2. Tingkat Pendidikan Responden
37 Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap sumberdaya alam yang umumnya digunakan secara bebas dan tidak memerlukan biaya. Variabel ini dinilai berpengaruh karena umumnya masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih baik cenderung lebih memahami nilai ekonomi dari sumberdaya yang semakin lama semakin terbatas jumlahnya dan menjadi barang ekonomi akibat kelangkaan yang terjadi. Asumsi yang berlaku adalah semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka makin besar pula WTP yang akan dibayarkan untuk tarip air. Dalam analisis data kuantitatif dengan analisis regresi berganda, tingkat pendidikan responden disajikan dalam bentuk numerik dengan menetapkan skor-skor sebagai berikut: 1) Skor 0 untuk responden yang tidak bersekolah 2) Skor 1 untuk responden dengan pendidikan terakhir SD/Sederajat 3) Skor 2 untuk responden dengan pendidikan terakhir SLTP/Sederajat 4) Skor 3 untuk responden dengan pendidikan terakhir SLTA/Sederajat 5) Skor 4 untuk responden dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi 3. Tingkat Pendapatan Responden Tingkat pendapatan responden sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai WTP yang ingin dibayarkan oleh masyarakat untuk tarip air. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan ekonomi masyarakat dalam membayar biaya penggunaan air yang dikonsumsinya sehari-hari. Asumsi yang berlaku adalah semakin tinggi pendapatan responden maka semakin besar pula nilai WTP yang akan dibayarkan oleh responden tersebut. Satuan yang digunakan dalam analisis regresi berganda dalam penelitian ini adalah rupiah. 4. Penilaian Masyarakat terhadap Pelayanan PDAM Pelayanan PDAM dalam mengelola air agar dapat digunakan masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari sangat menentukan pandangan masyarakat dalam menilai kualitas pelayanan pengelola dalam mendistribusikan air pada masyarakat. Semakin baik pelayanan yang dilakukan untuk mendistribusi air ke masyarakat, maka semakin baik pula pandangan masyarakat akan PDAM sebagai pihak yang dipercaya untuk mengelola, dan semakin baik pula loyalitas masyarakat dalam membayar tarip air. Asumsi yang berlaku adalah semakin baik penilaian masyarakat akan pelayanan PDAM dalam mengelola
maka semakin tinggi pula nilai WTP yang bersedia
38 dibayarkan. Dalam analisis regresi berganda, tingkat penilaian masyarakat terhadap pelayanan PDAM dalam pengelolaan ini disajikan dalam bentuk numerik dengan skor-skor. Variabel ini merupakan variabel penjelas yang memiliki skor satu untuk masyarakat yang menilai tingkat pelayanan PDAM yang dipandang baik dan skor nol untuk pelayanan PDAM yang dinilai tidak baik. Tingkat pelayanan PDAM dimasukkan dalam kategori baik jika distribusi air berjalan dengan baik dan merata kepada seluruh masyarakat yang menggunakan air, kualitas air baik (kejernihan dan sanitasi air), dan debit air yang mengalir ke masyarakat dapat mencukupi kebutuhan masyarakat seharihari. 5. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Pengguna Tentang Tarif yang Ditetapkan oleh Pihak Pengelola. Masyarakat tentunya perlu mengetahui berapa tarif air yang harus dibayarkan setiap bulannya, begitu pula dengan penetapan dan kebijakan yang menetapkan harga atau tarip air. Asumsi yang berlaku dalam variabel ini adalah semakin baik pengetahuan masyarakat tentang informasi tarip yang ditetapkan oleh PDAM, maka semakin tinggi pula nilai WTP yang rela dibayarkan. Dalam analisis regresi berganda, pengetahuan responden terhadap tarip air ini disajikan dalam bentuk numerik dengan skor-skor. Variabel ini merupakan variabel penjelas yang memiliki skor satu untuk responden yang tahu mengenai tarif air dan skor nol responden yang tidak tahu mengenai tarif air. 6. Jumlah Pemakaian Air Pembayaran tarif air yang dilakukan dalam masyarakat adalah pembayaran dengan menghitung jumlah pemakaian air yang digunakan setiap bulannya (Rp/m/bulan). Setiap kelompok masyarakat membayar dengan tarif yang berbeda-beda untuk setiap kelompok sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan. Masyarakat yang menggunakan air dalam jumlah banyak tentunya mengharapkan tarif yang lebih sedikit agar tidak memberatkan. Asumsi yang berlaku dalam variabel ini adalah semakin banyak jumlah pemakaian air maka semakin kecil nilai WTP yang rela dibayarkan masyarakat sebagai tarif air. Satuan yang digunakan dalam analisis regresi dalam penelitian ini adalah m /bulan.
39
3.6.3. Penetapan Tarif Air Penetapan tarif air awal ditentukan berdasarkan rapat Pimpinan PDAM dan masyarakat. Besarnya biaya yang dikenakan tergantung kepada tingkat pendapatan masyarakat. Masyarakat yang dinilai mampu tarif per meter kubik (>Rp. 2.500,00) sedangkan tarif untuk masyarakat ekonomi sedang tarif per meter kubik (Rp. 2.000,00-2.500,00) yang lebih murah kepada masyarakat yang kurang mampu tarif per meter kubik (Rp. 1.500,002.000,00). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.7 Tabel 3.7 Sebaran Responden Berdasarkan Tarip per kubik (Rp) Kelompok Pengguna Air NO. 1 2 3
Kelompok Pengguna Air Kelompok 1 (Mampu) Kelompok 2 (Sedang) Kelompok 3 (Kurang Mampu)
Tarip per kubik (Rp)
Frekuensi Responden (Orang)
>2.500 2.000-2.500 1.500-2.000
37 62 1
TOTAL
100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011 Keterangan Kelompok Pelanggan berdasarkan pendapatan:
3.7.
Kelompok 1
: Masyarakat Mampu (> Rp. 1.500.000,00)
Kelompok 2
: Masyarakat sedang ( Rp 500.000,00 - Rp 1.500.000,00)
Kelompok 3
: Masyarakat kurang mampu (pendapatan 0-Rp 500.000,00)
Pendekatan Institusional Untuk menjamin agar kegiatan penelitian dapat mencapai sasaran, maka dirasa perlu
selalu mengadakan koordinasi dengan Instansi terkait yang berkompeten. Disamping koordinasi dengan instansi terkait yang berada di wilayah penelitian, instansi lain yang berkompeten di masing-masing kecamatan dimana penelitian dilakukan juga akan dimintai pendapatnya demi kelancaran proses kegiatan.
40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Obyek Penelitian
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Blora Sumber: Bappeda Kabupaten Blora, 2012
Kabupaten Blora merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa Tengah yang terletak di ujung paling timur dari Propinsi Jawa Tengah dan berbatasan dengan Kabupaten Rembang, tepatnya di antara 111°16' - 111°338' Bujur Timur dan 6° 528' - 7° 248' Lintang Selatan. Secara fisik diapit oleh dua pegunungan dan dataran rendah yaitu : jajaran pegunungan Kendeng Utara dan Pegunungan Kendeng Selatan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo di sebelah timur. Batas-batas administrasi Kabupaten Blora adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara
: Kab. Rembang dan Kab. Pati Propinsi Jawa Tengah
Sebelah Timur
: Kab. Bojonegoro Propinsi Jawa Timur
Sebelah Selatan
:Kab. Ngawi Propinsi Jawa Timur
Sebelah Barat
: Kab. Grobogan Propinsi Jawa Tengah
4.1.1. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan Dengan luas daerah seluruhnya sebesar 182.058,797 ha. Kabupaten Blora dibagi menjadi 16 Kecamatan, 271 Desa dan 24 Kelurahan, dan 941 Dukuh. Dari data teknis yang ada menunjukkan bahwa Kecamatan Randublatung merupakan daerah yang paling luas
41 dengan luas 211.131 ha. Kecamatan yang paling sempit adalah Kecamatan Cepu yaitu dengan luas 49.145 ha. Ditinjau dari segi topografinya Kabupaten Blora memiliki ketinggian tanah yang berada pada 25 m sampai 500 m dari permukaan laut. Faktor-faktor penting dan berpengaruh terhadap perkembangan suatu wilayah antara lain adalah temperatur (suhu udara), curah hujan, penguapan dan penyinaran matahari. Dari data teknis Kabupaten Blora tahun 2008 menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 271 mm dan terendah pada bulan Agustus sebesar 7 mm. 4.1.2. Geologi dan Jenis Tanah Sebagian besar Kabupaten Blora ditutupi oleh endapan alluvial yang terdiri dari lapisan lempung, serpih napal dan pasir. Kota Blora itu sendiri terletak pada dataran lembah alluvial yang diapit oleh daerah perbukitan baik di utara maupun di selatan dengan kemiringan wilayah kota umumnya landai sampai datar dengan arah kemiringan ke arah barat daya sesuai dengan arah aliran Sungai Lusi. 4.1.3. Hidrologi dan Sumber-sumber Air Wilayah Blora termasuk dalam sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dan sub DAS Sungai Lusi yang bermuara ke Wilayah Kabupaten Grobogan. Sumber-sumber air yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku sistem penyediaan air bersih perkotaan khususnya untuk Kota Blora adalah dari mata air, air tanah dalam dan air permukaan (sungai, danau, dsb). Kabupaten Blora pada musim kemarau sangat kekurangan air bersih terutama pada Bulan Juni hingga Oktober. Saat ini penduduk Kabupaten Blora yang menggunakan air bersih dari PDAM baru sekitar 35 %, sedangkan sisanya menggunakan air bersih yang bersumber dari sumur gali dan artetis. Dari 16 kecamatan di Kabupaten Blora saat ini baru 8 kecamatan yang dapat terpenuhi kebutuhan air bersihnya, yaitu: Kecamatan: Blora, Cepu, Ngawen, Kunduran, Todanan, Kedungtuban, Randublatung dan Kradenan.
Bendung, merupakan cadangan sumber air di Kabupaten Blora yang utamanya untuk memenuhi kebutuhan air irigasi. Bendung tersebar di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Blora, kecuali di Kecamatan Jati, Randublatung, Kradenan, dan Japah. Bendung di Kabupaten Blora pada umumnya mengalami penyusutan yang tajam pada saat musim kemarau, akan tetapi juga memiliki fungsi pengendali banjir saat musim penghujan.Sebagian besar dikelola oleh Cabang Dinas Pengairan Kabupaten Blora, dan
42 sebagian telah diserahkan pengelolaannya kepada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Blora.
Waduk atau Embung, di Kabupaten Blora adalah Waduk Tempuran, Waduk Greneng, Embung Kulur, Waduk Bogem dan Waduk Bradag. Diantara Waduk tersebut memiliki debit terbesar yaitu 224 Liter/detik, sedangkan untuk Waduk Bradag memiliki debit terkecil yaitu 35 Liter/detik. Waduk di Kabupaten Blora mengikuti pola sungai yang mengalami penurunan debit hingga hampir 90%.
Sungai, di Kabupaten Blora terdapat 124 sungai, baik yang merupakan anak sungai maupun sungai besar. Sungai yang cukup besar dan berpengaruh, baik untuk penyediaan air maupun saat timbulnya permasalahan, seperti bencana alam banjir di musim penghujan adalah Sungai Lusi dan Sungai Bengawan Solo. Sungai Lusi berada di Blora bagian utara.DAS Lusi merupakan bagian dari DAS JRATUN SELUNA (Jragung, Tuntang, Serang, Lusi dan Juwana). Sungai dan anak Sungai Lusi relatif kecil debit tahunan sebagaimana terpantau oleh bangunan/bendung yang ada.Secara Administratif Wilayah Sungai Bengawan Solo mencakup 17 (tujuh belas) Kabupaten dan 3 (tiga) kota yaitu: Kabupaten: Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Blora, Rembang, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tubanh, Lamongan, Gresik dan Pacitan. Kota: Surakarta, Madiun dan Surabaya.
Mata Air, adalah air tanah yang keluar kepermukaan, baik yang bersifat fluktuatif maupun yang bersifat kontiyu. Di Kabupaten Blora mata air yang telah dimanfaatkan baik untuk kepentingan irigasi atau pemanfaatan lain adalah: Sumber Biting, Sumber Klampok, Sumber Kepang Rejo, Sumber Sukorejo, Sumber Kedungrejo, Sumber Kedung Bawang, Sumber Kedung Lo, Sumber Jetak Wanger, Sumber Sari Mulyo, Sumber Kalianas dan Sumber Krocok. Mata air tersebut umumnya mengalami penyusutan pada musim kemarau dan mengalami peningkatan pada musim penghujan. Debit terbesar dari seluruh mata air adalah Sumber Klampok dengan debit 51 Liter/Detik, sedangkan sumber terkecil adalah Mata Air Sukorejo dengan debit 16 Liter/detik.
4.1.4. Sistem Penyediaan Air Bersih Yang Ada Sistem penyediaan air bersih Kabupaten Blora di bawah pengelolaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Blora yang terdiri dari : 2 kota BNA Blora dan Cepu, dan unit-unit ibukota kecamatan (IKK) yaitu Todanan, Ngawen, Kunduran, Randublatung, Kedungtuban, dan Kradenan/Menden.
43 Sistem penyediaan air bersih di Kota Blora adalah suatu proses pengolahan dari air baku menjadi air bersih yang siap didistribusikan ke konsumen dengan berbagai komponen pendukung baik perangkat keras, lunak maupun sumber daya manusia sesuai dengan aturan dan peraturan yang berlaku. Air baku sebagai bahan baku utama diambil dari Sungai Engkolan di Desa Ngampel dengan kapasitas 30 lt/dtk, Waduk Tempuran di Desa Tempuran dengan kapasitas 20 lt/dtk dan mata air kajar di wilayah Kabupaten Rembang dengan kapasitas 5 lt/dtk. Air baku dari Sungai Engkolan dan Waduk Tempuran di proses dengan sistem instalasi pengolahan lengkap (treatment plan), selanjutnya air bersih didistribusikan ke Kota Blora melalui sistem perpipaan dan pemompaan, sedangkan air baku dari mata air Kajar didistribusikan melalui pipa distribusi secara grafitasi. Untuk menjaga keseimbangan dan untuk memenuhi kebutuhan air pada jam puncak, distribusi air bersih Kota Blora dilengkapi dengan menara air yang mempunyai volume 700 m³. Sesuai dengan data teknis dari PDAM Cakupan pelayanan air bersih sampai saat ini baru mencapai 60 % dengan tingkat konsumsi pelanggan 120 lt/org/ hari, sedangkan target yang ideal sesuai dengan Peraturan Pemerintah adalah 85 % dengan tingkat konsumsi mencapai 150 lt/org/hari. Sehingga PDAM Blora sampai dengan saat ini belum dapat meningkatkan tingkat pelayanannya karena terbatas pada sumber air baku yang ada. 4.1.5. Lokasi sumber air baku Dari pengamatan lapangan, Waduk Bentolo saat ini hanya dipergunakan untuk mengairi sawah di sekitar waduk sehingga masih banyak air yang terbuang sia-sia dan belum dimanfaatkan secara optimal. Besarnya debit air yang terbuang ini diperkirakan dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan air bersih di ibukota Kecamatan Kunduran, Ngawen dan Blora. Lokasi sumber air baku berdasarkan hasil observasi merupakan lahan milik Pemda Kabupaten yang kepemilikannya atas nama Kwarda (Pramuka) Kabupaten Blora. Berdasarkan informasi dari PU Kabupaten Blora, Waduk Bentolo tidak termasuk dalam inventarisasi Bangunan Sumber Daya Air yang pengelolaannya di bawah Pemerintah Provinsi. Lokasi Sumber air baku dari sisi Tata Ruang berada di wilayah pinggir Kota (sub urban area) sehingga pengembangan infrastrukturnya lebih leluasa dibandingkan dengan instalasi di daerah Kota nya (urban area).
44
Gambar 4.2 Kondisi Waduk Bentolo Sumber: Data Primer , 2010
45
Gambar 4.3 Site Plan Waduk Bentolo Sumber: Data Primer , 2010
46
4.1.6. Gambaran Umum Daerah Aliran Sungai (DAS) Secara umum Waduk Bentolo masuk di wilayah Das Juwana. a.
Letak dan Luas DAS Juwana adalah bagian dari Satuan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai SWP DAS
Juwana . Luas wilayah DAS Juwana seluas 260.782,68 ha atau sebesar 7,6814 % dari luas seluruh wilayah BPDAS Pemali Jratun. DAS Juwana memiliki keliling DAS sepanjang 170,86 Km. Sungai Utama DAS Juwana adalah Kali Juwana dengan panjang sungai 58,34 km. Letak geografis DAS Juwana terletak di bagian utara Jawa Tengah yang melintasi 5 kabupaten yaitu mulai dari yang terluas Kabupaten Pati (195.347,38 ha), Kudus (56.712,23 ha), Blora (6.822,35 ha), Grobogan (1.883,53 ha), dan Kabupaten Jepara (17,18 ha). Tepatnya terletak pada posisi koordinat antara 110° 49' 10" - 111° 12' 57" Bujur Timur dan antara 6° 36' 48'' - 6° 59' 29'' Lintang Selatan. b.
Type Iklim Type iklim DAS Juwana menurut Smitch dan Ferguson termasuk kedalam iklim Tipe B
dan Tipe C. Dengan curah hujan terendah 1.000 mm dan tertinggi mencapai 3.000 mm pertahun dan jumlah. Suhu udara di DAS Juwana terendah berada pada 13 ° C dan suhu tertinggi mencapai 32 ° C. c.
Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai Urutan Prioritas DAS merupakan urutan prioritas penanganan Daerah Aliran sungai
berdasarkan skoring dari berbagai parameter yang telah ditetapkan. Parameter tersebut meliput: 1.
Lahan (lahan kritis 28%, Tingkat Bahaya Erosi 12,5%, Penutupan Lahan 4,2%)
2.
Hidrologi (Sedimentasi 10%, Index Penggunaan Air 4,9%, Coefisien of Varian 3,7% Kualitas Air 1,3%)
3.
Sosial ekonomi (Tekanan Penduduk 15%, Konservasi tanah 2,2%, Kemiskinan dalam DAS 4,6% Jumlah Desa Tertingal 1%)
4.
Investasi (Nilai Perlindungan terhadap bangunan air 4%, Nilai Jumlah Objek Pajak 4%)
47 5.
Kebijaksanaan (Kawasan Lindung 1,7%, Kawasan Andalan 1,5%, Kawasan Khusus 1%, Kawasan Indonesia Timur 0,5%) Hasil penetapan Urutan Prioritas DAS berdasarkan parameter tersebut diatas DAS
Juwana termasuk keadalam urutan prioritas 1 di wilayah BPDAS Pemali Jratun. DAS Juwana mempunyai 6 Sub DAS selengkapnya lihat tabel berikut ini: Tabel 4.1 Sub Daerah Aliran Sungai di DAS Juwana NO
SWP DAS
DAS
SUB DAS
LUAS HA
PROSENTASE
1
Juwana
Juwana
Gungwedi
36.334,54
13,93
2
Juwana
Juwana
Sani
49.511,42
18,99
3
Juwana
Juwana
Piji
26.400,19
10,12
4
Juwana
Juwana
Sukosungging
85.812,79
32,91
5
Juwana
Juwana
Wates
29.366,16
11,26
6
Juwana
Juwana
Landaraguna
33.357,57
12,79
JUMLAH
260.782,68
100,00
Sumber: Hasil Survey, 2010
4.2.
Sistem Penyediaan Air Bersih Yang Ada Sistem penyediaan air bersih Kabupaten Blora di bawah pengelolaan Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Blora yang terdiri dari : 2 Kota BNA Blora dan Cepu, dan unit-unit ibukota kecamatan (IKK) yaitu Todanan, Ngawen, Kunduran, Randublatung, Kedungtuban, dan Kradenan/Menden. Sistem penyediaan air bersih di Kota Blora adalah suatu proses pengolahan dari air baku menjadi air bersih yang siap didistribusikan ke konsumen dengan berbagai komponen pendukung baik perangkat keras, lunak maupun sumber daya manusia sesuai dengan aturan dan peraturan yang berlaku. Air baku sebagai bahan baku utama diambil dari Sungai Engkolan di Desa Ngampel dengan kapasitas 30 lt/dtk, Waduk Tempuran di Desa Tempuran dengan kapasitas 20 lt/dtk dan mata air kajar di wilayah kabupaten Rembang dengan kapasitas 5 lt/dtk. Air baku dari Sungai Engkolan dan Waduk Tempuran di proses dengan sistem instalasi pengolahan lengkap (treatment plan), selanjutnya air bersih didistribusikan ke kota Blora melalui sistem perpipaan dan pemompaan, sedangkan air baku dari mata air Kajar
48 didistribusikan melalui pipa distribusi secara grafitasi. Untuk menjaga keseimbangan dan untuk memenuhi kebutuhan air pada jam puncak, distribusi air bersih Kota Blora dilengkapi dengan menara air dengan volume 700 m³. Permasalahan yang dihadapi Cakupan pelayanan sampai saat ini baru mencapai 60 % dengan tingkat konsumsi 120 lt/org/hari, sedangkan target yang ideal sesuai dengan Peraturan Pemerintah adalah 85 % dengan tingkat konsumsi 150 lt/org/hari. Kondisi demikian dapat terjadi karena PDAM Blora sampai dengan saat ini tidak mempunyai sumber air baku yang handal dan dapat memenuhi kebutuhan
produksi,
sehingga
PDAM
tidak
dapat
mengembangkan
jumlah
konsumen/pelanggan. Secara singkat, permasalahan air baku yang ada adalah sebagai berikut : 1.
Instalasi Ngampel – Blora Air baku dari sungai Engkolan dengan kapasitas produksi 30 lt/dtk efektif terpakai
pada kodisi musim penghujan (bulan Desember sampai dengan Juni). Memasuki musim kemarau (bulan Juni sampai dengan Nopember) air sungai menyusut dan pada bulan Agustus sampai dengan Nopember air baku tinggal 5 lt/dtk, kondisi ini berlaku setiap tahun. 2.
Instalasi Tempuran – Blora Air baku dari Waduk Tempuran dengan kapasitas produksi 20 lt/dtk efektif terpakai
pada musim penghujan (bulan Desember sampai dengan Juni) memasuki musim kemarau (bulan Juni sampai dengan Juli), air waduk menyusut drastis dan puncaknya pada bulan Agustus sampai dengan November, Waduk Tempuran airnya habis. 3.
Mata Air Kajar – Rembang Keberadaan mata air Kajar di wilayah Kabupaten Rembang sesuai desain kapasitasnya
10 lt/dtk dan beberapa tahun belakangan ini kapasitas produksi sudah menyusut tinggal 5 lt/dtk. Penyusutan ini diakibatkan oleh kerusakan lingkungan terutama setelah adanya penebangan hutan yang tidak diimbangi dengan reboisasi kembali.
4.3.
Kebutuhan Air Bersih Besarnya kebutuhan air bersih dipengaruhi oleh kategori Kota berdasarkan jumlah
penduduk. Standar yang digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan air bersih adalah berdasarkan ketentuan dari instansi terkait dan dari literatur yang ada.
49 4.4.
Aspek-Aspek Penelitian Kelayakan
4.4.1. Aspek Teknis A. Faktor Lokasi IPA Kondisi Lokasi Rencana IPA seperti disajikan pada Gambar 4.4 berikut :
Gambar 4.4. Lokasi Rencana IPA Bentolo Sumber: Penelitian Tahun 2010 Ditinjau dari faktor lokasinya, lokasi IPA yang menggunakan sumber air baku dari Waduk Bentolo mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: a. Topografi yang relatif datar agar bangunan IPA mudah dibangun dan menguntungkan dari segi pelaksanaan. b. Pembebasan lahannya relatif mudah, sebaiknya adalah lahan milik pemerintah. B. Kondisi Geohidrologi 1. Struktur Tanah pada Lokasi Penelitian Berdasarkan formasi
litologinya di daerah penelitian dari Waduk Bentolo sampai
dengan Kota Blora ada beberapa jenis batuan. Formasi Kerek berupa batu lempung, batu pasir dan batu gamping, perselingan dengan batupasir tufaan, batu gamping dan
50 batu pasir dengan kelulusan rendah sampai sedang. Di Selatan Ngawen termasuk dalam formasi Lidah dan Mundu berupa batuan lempung dan Napal, setempat dengan sisipan batu pasir kuarsa dan batu gamping, kelulusan rendah. Di selatan Blora secara geologi merupakan daerah ladang minyak. Beberapa titik mata air berada di Barat Kabupaten Blora terutama di kaki pegunungan Kapur Utara dan beberapa daerah merupakan daerah sesar
Gambar 4.5. Peta Hidrogeologi Sumber: DGTL Lembar VII-Semarang, 2010 Secara hidrogeologi, akuifer dari arah barat Blora cenderung termasuk daerah air tanah langka. Sedangkan di Kota Blora sendiri termasuk daerah akuifer berproduksi sedang. Akuifernya dangkal, tidak menerus, tipis dengan kelulusan rendah sampai sedang dengan debit sumur kurang dari 5 liter per detik. Lokasi Waduk Bentolo termasuk di hilir akuifer bercelah dengan produksi akuifer kecil yang menutupi akuifer berproduksi tinggi. Akuifer bergamping karst dengan keterusan sangat tinggi ditutupi oleh endapan lempungan yang secara nisbi kelulusannya rendah dan bertindak sebagai lapisan perlambat. Debit sumur yang menyadap akuifer tersebut dapat mencapai 25 liter per detik. Kondisi tersebut memperkuat dugaan mengapa banyak ditemui mata air di
51 beberapa titik termasuk di sekitar Waduk Bentolo. Sehingga pada kondisi musim keringpun masih mengalir debit air yang cukup besar seperti hasil observasi di akhir 2009 yang terkait Gambar berikut:
Gambar 4.6. Kondisi Aliran di Musim Kering di sekitar waduk Bentolo Sumber: Data Primer, 2010 4.4.2. Hasil Penelitian Dari Aspek Lingkungan A. Kualitas Air Baku Aspek lingkungan yang akan dianalisis mendalam pada penelitian kelayakan ini adalah yang terkait dengan kualitas air baku yang secara teknis merupakan bagian utama sistem pengolahan air dalam sistem jaringan air bersih. Data kualitas air baku yang ada dibandingkan dengan standar kualitas air minum yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 82/2001 untuk kriteria mutu air kelas I.
Gambar 4.7. Pengukuran Kualitas Air Baku Sumber: Survey, 2010
52
Tabel 4.2. Kualitas Air Baku di Lokasi Intake Bentolo NO
1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
PARAMETER A. MIKROBIOLOGI Total Coliform E. Coli B. KIMIA ORGANIK Arsen (As) Flourida (F) Kromium, Valensi 6 Kadmium (Cd) Nitrat (NO3) Nitrit (NO2) Sianida (CN) Selenium (Se) C. FISIKA : Bau Warna jumlah zat padat terlarut (TDS) Rasa Suhu
SATUAN
HASIL PENGUJIAN
BATAS MAKSIMUM
METODE
per 100 ml per 100 ml
≤ 3 (-) Negatip
0 0
MPN MPN
mg/l mg/l
< 0,002 < 0,020
0,01 1,5
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
< 0,050 < 0,003 65,17 0,115 < 0,010 < 0,005
0,05 0,003 50 3 0,07 0,01
SNI 06-2913-1992 SNI 06-2482-1991 Po/AKL/22 (specirofotometri) SNI 06-2465-1991 SNI 06-2480-1991 SNI 06-6989,9-2004 SNI 19-1504-1989 SNI 06-2475-1991
tidak berbau
tidak berbau
0,97
15
°C
204 Tidak berasa 28,1
1.000 Tidak berasa suhu udara ±3
Skala NTU
0
5
mg/l mg/l
<0,004 0,255
0,2 0,3
Skala PtCo mg/l
1 2
Kekeruhan D. KIMIA : Aluminium (Al) Besi (Fe)
3
Kesadahan Caco3
mg/l
249,7
500
4 5
Khlorida (Cl) Mangan (Mn)
mg/l mg/l
421,36 < 0,009
250 0,1
6 7
Ph Seng (Zn)
⁻ mg/l
7,32 <0,002
6,5 s/d 8,5 3
8 9
Sulfate (SO4) Tembaga (Cu)
mg/l mg/l
8,186 0,084
250 1
10 Sisa Khlor mg/l < 0,002 11 Amonia (NH3 - N) mg/l <0,009 Sumber: Hasil uji laboratorium SUCOFINDO Semarang,2011
5 1,5
organoleptik SNI 06-2413-1991 butir 3.2 SNI 06-2413-1991 butir 4.2.1 organoleptik Termometer SNI 06-2413-1991 butir 3.3 AAS SNI 06-6989.4-2004 SNI 06-6989.122004 SNI 06-6989.192004 SNI 06-6989.5-2004 SNI 06-6989.112004 SNI 06-6989.7-2004 SNI 06-6989.202004 SNI 06-6989.6-2004 LAB/IKK/KIMAKL/31 SNI 06-2479-1991
Hasil pemeriksaan kualitas air baku di Waduk Bentolo seperti pada tabel di atas dapat diketahui bahwa pada saat pengukuran kualitas air baku mutu klorida melampui ambang batas. Sehingga perlu instalasi , sebenarnya tidak perlu pengolahan khusus. Namun dengan berkembangnya pemukiman dan kegiatan kota yang semakin ke pinggiran memungkinkan
53 adanya proses pencemaran. Sehingga pada perencanaan di lokasi digunakan instalasi standar pengolahan air.
B. Analisis Ketersediaan Air Baku
Gambar 4.8. Pengukuran kecepatan aliran permukaan Sumber: Survey, 2010
Tabel 4.3. Hasil Pengukuran Debit di Mata Air Bentolo..................(3-31) t (detik) 4,02 4,04 4,01 4,06 4,02
jarak (m) 15,00 15,00 15,00 15,00 15,00
Kecepatan (m/detik)=V 1,73 1,71 1,74 1,69 1,73
Sumber: Hasil Penelitian, 2010
b (m) 0,40 0,40 0,40 0,40 0,40
h (m)
A (m²)
0,04 0,04 0,04 0,04 0,04
0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
Q= V.A (m3/detik) 0,059701 0,059406 0,059850 0,059113 0,059701 Qrata-rata
Q (liter/detik) 59,70 59,41 59,85 59,11 59,70 59,555
54 Berdasarkan hasil observasi lapangan menggunakan penampang persegi dan metode kecepatan aliran permukaan (lihat Gambar 4.8) maka diperoleh data debit sumber sebesar 59,555 liter per detik ≈ 60 liter/detik. Detail perhitungan potensi debit disajikan pada Tabel 4.3. Rencana sumber air untuk pelayanan Kota Blora mencapai 60 liter/detik diharapkan dapat memenuhi kebutuhan 5 tahun ke depan. Berdasarkan hasil pengukuran debit lapangan potensi debitnya dapat dikatakan memadai dari segi ketersediaan. Namun untuk kebutuhan di masa mendatang peningkatan supply debit perlu ditingkatkan. Dengan adanya rencana central ground chaptering dari PDAM Kabupaten Blora, maka pengembangan pelayanan diharapkan akan mampu dilakukan lebih realistis. Langkah teknis berikutnya adalah menarik jaringan kolektor transmisi air ke Instalasi Pengolah Air di dekat Waduk Bentolo.
Gambar 4.9. Pengukuran Debit Mata Air Sumber: Survey, 2010
55 Tabel 4.4. Pengukuran Debit Air NO 1
PERALATAN
WAKTU PENGAMATAN PAGI 1. 1.1 detik SIANG 1. 1.1 detik SORE 1. 1.1 detik
GELAS UKUR
KETERANGAN Pagi pukul 09.30 - air jernih siang pukul 13.15 - air jernih sore pukul 16.00 - air jernih
2
PAGI 1. 4 CM SIANG 2. 4 CM SORE 2. 4 CM
BEJANA PLAT Aliran air 4 cm diatas plat
30 cm
40 cm
pagi pukul 10.00 siang pukul 13.30 sore pukul 16.00
80 cm
100 cm
Hasil Penelitian, 2010 C. Jangkauan Suplai Air Bersih di Lokasi Penelitian Berdasarkan hasil simulasi kebutuhan air bersih dari 3 kecamatan (Kunduran-NgawenKota Blora), maka diperoleh bahwa dengan tingkat cakupan layanan standar dengan debit 60 liter per detik hanya akan mencapai tahun 2014, meskipun di tahun 2015 bisa terlayani tapi diperkirakan pada jam puncak tidak dapat terlayani dengan optimal. Seperti disajikan pada Tabel 4.5. berikut ini. Sehingga untuk meningkatkan pelayanan perlu meningkatkan supply intakenya. Tabel 4.5. Analisis Kebutuhan Air 5 Tahun Ke Depan di 3 Kecamatan Kebutuhan Air Jam Rata-rata Harian Maksimum Jam Puncak CakupanLayanan
Satuan Liter/detik Liter/detik liter/detik %
2010 1,96 2,16 3,23 55
2011 6,43 7,07 10,60 60
2012 16,89 18,58 27,87 80
2013 21,54 23,69 35,54 80
2014 34,24 37,67 56,50 90
2015 40,75 44,82 67,24 90
Penduduk Terlayani
Jiwa
11,685
17,878
24,314
31,001 37,945
45,155
Sumber: Survey, 2010
56 Dari hasil analisis kebutuhan rencana pelayanan di Kota Blora, pada tahun 2014 debit 60 liter per detik masih memungkinkan untuk melayani pelanggan pada kebutuhan harian maksimum saja. Tetapi pada kebutuhan standar Jam puncaknya hanya sampai tahun 2014. Kebutuhan air sebagaimana dijelaskan disajikan selengkapnya pada tabel berikut. Tabel 4.6. Debit Kebutuhan Air Bersih Kabupaten Blora di Lokasi Penelitian (Kota Blora) Berdasarkan Jangkauan Layanan Standar Cipta Karya Tiap Tahun Prediksi untuk 5Tahun Ke depan (dalam liter/detik) No 1 2 3 4
Uraian
Satuan
Jumlah Penduduk Tingkat Pelayanan Penduduk Terlayani Pelayanan Domestik Sambungan Rumah % Pelayanan Pelayanan Domestik Pemakaian Air Kebutuhan Air Hidran Umum % Pelayanan Pelayanan Domestik Pemakaian Air Kebutuhan Air
Jiwa % Jiwa
Pelayanan Non 5 Domestik % dari Kebutuhan Domestik Kebutuhan Air 6 Kehilangan Air % dari Distribusi Kebutuhan Air 7 Kebutuhan rata-rata Kebutuhan Hari 8 Maksimum Kebutuhan Jam 9 Puncak
Kecamatan Blora 2010 2011 2012 2013 2014 2015 58426 59594 60786 62002 63242 64507 20 30 40 50 60 70 11685 17878 24314 31001 37945 45155
% Jiwa Liter/Org/hari liter/detik
15 1753 60 1,22
15 2682 130 4,04
30 7294 130 10,98
30 40 40 9300 15178 18062 130 130 130 13,99 22,84 27,18
% Jiwa Liter/Org/hari liter/detik
5 584 30 0,20
10 1788 30 0,62
15 3647 30 1,27
15 4650 30 1,61
15 5692 30 1,98
15 6773 30 2,35
% Liter/detik
15 0,21
15 0,70
15 1,84
15 2,34
15 3,72
15 4,43
% Liter/detik Liter/detik
20 0,327 1,96
20 1,071 6,43
20 2,816 16,89
20 3,590 21,54
20 5,707 34,24
20 6,791 40,75
Liter/detik
2,16
7,07
18,58
23,69
37,67
44,82
Liter/detik
3,23
10,60
27,87
35,54
56,50
67,24
Sumber: Survey, 2010 Namun perlu diperhatikan bahwa suplai pada kondisi musim kemarau perlu diantisipasi cadangan air dengan cara membuat Ground Reservoir.
57 4.4.3. Analisis Kelayakan Finansial Dari hasil perhitungan perencanaan, anggaran yang dibutuhkan untuk membangun jaringan air bersih dari Waduk Bentolo sampai Kota Blora di butuhkan Anggaran sebesar Rp. 42.042.000.000,- (Empat puluh dua milyard empat puluh dua juta rupiah). ..............Lihat perhitungan pada lampiran. Payback period merupakan suatu periode yang diperlukan untuk untuk dapat, menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan proceeds atau aliran kas neto. Jika payback period dari suatu investasi yang diusulkan lebih pendek dari periode payback maksimum, maka proyek tersebut dapat diterima. Sebaliknya jika Jika payback period dari suatu investasi yang diusulkan lebih panjang dari periode payback maksimum, maka proyek tersebut dapat ditolak.
Tabel 4.7. Payback Period ( x 106) Jumlah Investasi Proceeds tahun 2010 Proceeds tahun 2011 Proceeds tahun 2012 Proceeds tahun 2013 Proceeds tahun 2014 Proceeds tahun 2015 Proceeds tahun 2016 (Sept)
Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.
42.420,00 1.377,68 41.042,32 1.945,83 39096,49 2.852,39 36.244,10 4.571,32 31.672,78 6.977,87 24.694,91 11.039,42 13.655,49 13.655,49 0
Sumber: PDAM Blora Diolah, Th 2008
Berdasarkan Pay back Period maka proyek penambahan kapasitas produksi diterima, karena memiliki Pay back Period 6 tahun 9,09 bulan yang lebih pendek dari periode payback maksimum selama 10 tahun.
a.
Metode Net Present Value
Metode net present value didasarkan kelemahan-kelemahan pada metode payback period yang tidak memperhatikan nilai waktu uang. Dalam metode ini proceeds atau aliran
58 kas dan pengeluaran modal (jumlah investasi) didiskontokan atas dasar biaya modal atau tingkat keuntungan yang diharapkan. Jika jumlah present value dari keseluruhan proceeds yang diharapkan lebih besar dari present value dari investasinya maka usulan investasi tersebut diterima. Dan sebaliknya jika jumlah present value dari keseluruhan proceeds yang diharapkan lebih kecil dari present value dari investasinya maka usulan investasi tersebut ditolak. Tabel 4.8. Present Value Tahun
DF 12%
2010 0,8929 2011 0,7972 2012 0,7118 2013 0,6355 2014 0,5674 2015 0,5066 2016 0,4523 2017 0,4039 2018 0,3606 2019 0,3220 Jumlah Present Value Proceeds Jumlah Present Value Investasi Net Present Value
Proceeds (Rp) 1.377,08 1.945,83 2.852,39 4.571,32 6.977,87 11.039,42 18.022,82 30.462,08 53.187,55 99.408,85
P.V dari Proceeds (x 10 6 Rp) 1.229,59 1.551,22 2.030,33 2.905,07 3.959,24 5.592,57 8.151,72 12.303,63 19.179,43 32.009,65 88.912,46 42.420,00 46.492,46
Sumber: PDAM Blora Diolah, Th 2008
Berdasarkan present value maka proyek penambahan kapasitas produksi diterima, karena memiliki net present value yang positif (Rp 46.492,46) dengan tingkat keuntungan yang diharapkan sebesar 12%. b. Metode Internal Rate of Return Metode internal rate of return juga metode yang memperhatikan nilai waktu dari uang. Internal rate of return merupakan tingkat suku bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari proceeds yang diharapkan sama dengan jumlah nilai sekarang dari pengeluaran modal (investasinya). Jika internal rate of return sama atau lebih besar dari tingkat keuntungan yang disyaratkan atau diinginkan maka usulan investasi tersebut dapat diterima. Dan sebaliknya Jika internal rate of return lebih kecil dari tingkat keuntungan yang disyaratkan atau diinginkan maka usulan investasi tersebut harus ditolak.
59 Tabel 4.9. Internal Rate of Return Tahun
DF 12%
Proceeds (Rp)
2010 0,8929 1.377,08 2011 0,7972 1.945,83 2012 0,7118 2.852,39 2013 0,6355 4.571,32 2014 0,5674 6.977,87 2015 0,5066 11.039,42 2016 0,4523 18.022,82 2017 0,4039 30.462,08 2018 0,3606 53.187,55 2019 0,3220 99.408,85 Jumlah Present Value Proceeds Jumlah Present Value Investasi Net Present Value
P.V dari Proceeds ( x 106 Rp) 1.229,59 1.551,22 2.030,33 2.905,07 3.959,24 5.592,57 8.151,72 12.303,63 19.179,43 32.009,65
DF 30% 0,76922 0,59172 0,45517 0,35013 0,26933 0,20718 0,15937 0,12259 0,0943 0,07254
P.V dari Proceeds 945,83 917,89 924,15 1.017,15 1.066,34 1.158,67 1.299,14 1.508,30 1.808,81 2.321,98 12.968,26 42.420,00 -29.451,74
i2 -i1 IRR= i1-NVP1 NPV2-NPV1
30 - 12 IRR= 12 – 46.492,46 -29.451,74 – 46.492,46
IRR = 23,02 % Berdasarkan internal rate of return maka proyek penambahan kapasitas produksi diterima, karena memiliki internal rate of return yang cukup tinggi, yaitu proyek tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan dana pinjaman dengan tingkat bunga maksimum 23,02 %. c. Metode Accounting Rate of Return Metode ini tidak memperhatikan nilai waktu uang, metode Accounting Rate of Return atau average rate of return merupakan persentase keuntungan neto sesudah pajak dari average investment atau initial investment. Metode ini tidak memperhatikan nilai waktu uang, Jika Accounting Rate of Return lebih besar dari minimum Accounting Rate of Return maka usulan investasi tersebut dapat diterima. Dan sebaliknya jika Accounting Rate of Return lebih
60 kecil dari minimum Accounting Rate of Return maka usulan investasi tersebut harus ditolak. Minimum Accounting Rate of Return merupakan besarnya nilai yang dianggap wajar oleh perusahaan. ARR PROYEK
= Rp 2.984,52 x 100 % = 108,37 % Rp 21.210,00
Berdasarkan Accounting
maka proyek penambahan kapasitas produksi
Rate of Return
diterima, karena memiliki Accounting Rate of Return yang tinggi, yaitu diatas dengan tingkat bunga deposito.
4.4.4. Analisis Kelayakan Sosial Ekonomi. Di dalam melaksanakan analisis ekonomi diperlukan Quisener yang diperlukan untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang air bersih, tingkat layanan dan kemampuan bayar masyarakat tentang air bersih. a. Kelompok Penguna Air. Karakteristik responden di Wilayah penelitian ini dilihat dari beberapa hal diantaranya umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan jumlah pemakaian air untuk kebutuhan sehari-hari setiap bulannya. Berikut adalah tabel sebaran responden berdasarkan kelompok masyarakat pengguna Air. Jumlah responden ini diharapkan dapat menggambarkan keseluruhan masyarakat pangguna air. Tabel 4.10 Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Pengguna Air NO.
Kelompok Pengguna Air
Responden(orang)
Persentase %
1 2 3
Kelompok Mampu (1) Kelompok Sedang (2) Kelompok Kurang Mampu (3)
47 50 3
47,00 50,00 3,00
TOTAL
100
100,00
Sumber : Hasil Analisis, 2011 Keterangan Kelompok Pelanggan: Kelompok Mampu (1) Penghasilan Rp. 1.500.000 - 2.000.000 Kelompok Sedang (2) Penghasilan Rp. 500.000 - 1.500.000 Kelompok Kurang Mampu (3) Penghasilan Kurang dari 500.000
61
Gambar 4.10. Diagram Sebaran Responden Berdasarkan Kelompok Pengguna Air Sumber : Hasil Analsisis, 2011 Berdasarkan klasifikasi kelompok pengguna air, maka dari 100 responden diperoleh responden untuk kelompok pertama sebanyak 47 persen dari keseluruhan responden, 50 persen dari kelompok kedua, dan 3 persen dari kelompok ketiga. Adapun penggolongan masyarakat pengguna air ini dibagi berdasarkan tingkat pendapatan masyarakat tersebut. Seperti yang telah dijelaskan di depan, masyarakat yang dinilai cukup mampu digolongkan dalam kelompok pertama, untuk yang tingkat pendapatannya sedang digolongkan dalam kelompok kedua, dan masyarakat yang kurang mampu digolongkan dalam kelompok ketiga. Penggolongan ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi ekonomi pengguna air yang bertujuan untuk mengidentifikasi masyarakat yang tidak bersedia membayar tarip air meskipun telah ada peningkatan pelayanan dan perbaikan fasilitas penyaluran air ke masyarakat. Karakteristik responden dapat dilihat dari beberapa variabel yaitu umur, pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat pelayanan PDAM dalam mendistribusi air, pengetahuan responden tentang tarif air, jumlah pemakaian air rata-rata setiap bulan, dan kelompok pengguna air. b.
Kelompok Umur
Responden pengguna air berkisar antara umur
(>20) tahun - (< 60) tahun. Umur
seseorang dinilai dapat mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu tersebut. Semakin tua umur responden akan mempengaruhi kemauan dalam pengambilan keputusan. Penyebaran pelanggan menurut umur tercantum pada Tabel. 4.11
62 Tabel 4.11. Sebaran Responden Pengguna Air dengan Menurut Penggolongan Umur
NO.
Kelompok Umur
Responden (orang)
Persentase %
1 2 3 4 5 6
<20 20 - 29 30 - 39 40 - 49 50 - 59 > 60
0 9 29 31 24 7
9,00 29,00 31,00 24,00 7,00
100
100,00
TOTAL Sumber : Hasil Analsisis, 2011
Gambar 4.11. Gambar diagram Sebaran Responden Pengguna Air Menurut Penggolongan Umur Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pelanggan yang menjadi responden cenderung dalam umur yang masih produktif. Hal ini ditunjukkan oleh persentase terbesar yaitu 31 persen berkisar antara umur 40 – 49 tahun, 29 persen berkisar antara 30 - 39 tahun, 24 persen berkisar antara umur 50 – 59 tahun, 9 persen berkisar antara umur 20-29, dan presentase terkecil sebesar 7 persen berumur > 60. Berdasarkan Tabel dapat dilihat bahwa pelanggan yang menjadi responden cenderung dalam umur yang masih produktif sehingga sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan.
63
c. Tingkat Pendidikan Menurut tingkat pendidikan, dari 100 orang responden yang tidah bersekolah sebesar 1 persen, berpendidikan Sekolah Dasar (SD / Sederajat) yaitu sebesar 30 persen, berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP / Sederajat) sebesar 22 persen, berpendidikan Sekolah lanjutan Tingkat Atas (SLTA / Sederajat) sebesar 32 persen dan yang berpendidikan Akademi/ Perguruan tinggi 15 persen. Penyebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan tercantum pada Tabel dibawah ini: Tabel 4.12 Sebaran Responden Pengguna Air dengan Menurut Tingkat Pendidikan
NO.
Tingkat Pendidikan
Responden (orang)
Persentase %
1 2 3 4 5
Tidak Bersekolah SD / Sederajat SLTP / Sederajat SLTA / Sederajat Akademi/ Perguruan Tinggi
1 30 22 32 15
1,00 30,00 22,00 32,00 15,00
100
100,00
TOTAL Sumber : Hasil Analsisis, 2011
Gambar 4.12 Gambar diagram Sebaran Responden Pengguna Air Menurut Tingkat Pendidikan Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
64 Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden pengguna air dengan cenderung masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari persentase responden tidak pernah bersekolah sebanyak 1 orang dan yang berpendidikan hanya setingkat SD sebanyak 30 orang. Sedangkan yang berpendidikan setingkat SLTP 22 orang, SLTA sebanyak 32 orang dan 15 orang yang melanjut hingga ke tingkat Perguruan tinggi. Masyarakat berpendidikan rendah pada umumnya disebabkan karena alasan terbentur masalah ekonomi sehingga anak-anak pada umumnya lebih diajarkan untuk bertani atau melakukan pekerjaan rumah. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya kesadaran orangtua zaman dahulu akan pentingnya pendidikan bagi generasi berikutnya. Rendahnya tingkat pendidikan ini menjadi gambaran pandangan masyarakat terhadap sumberdaya alam, khususnya dalam hal ini sumberdaya air. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap air sebagai barang publik dan barang ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai WTP yang rela dibayarkan masyarakat sebagai tarip air lebih kecil dari tarip air yang berlaku selama ini. Selanjutnya akan dibahas pada nilai WTP rata-rata masyarakat untuk peningkatan pelayanan PDAM dalam mengelola . d. Tingkat Pendapatan Tingkat Pendapatan Responden pengguna air akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan terhadap penetapan harga air. Semakin besar pendapatannya kemauan dan kemampuan
untuk membayar tarif air semakin besar pula. Besar prosentase tingkat
pendapatan responden dapat dilihat pada table sebagai berikut:
Tabel 4.13 Sebaran Responden Pengguna Air dengan Menurut Tingkat Pendapatan
NO.
Tingkat Pendapatan (Rp/ Bulan)
Responden (orang)
Persentase %
1 2 3 4 5
< 500.000 500.000 - 1.000.000 1.000.000 - 1.500.000 1.500.000 - 2.000.000 > 2.000.000
3 10 39 44 4
3,00 10,00 39,00 44,00 4,00
100
100,00
TOTAL Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
65
Gambar 4.13 Gambar diagram Sebaran Responden Pengguna Air Menurut Tingkat Pendapatan Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011 Menurut tingkat rata-rata pendapatan tiap bulan, kebanyakan responden berpendapatan sebesar Rp. 1.500.000,00–Rp. 2.000.000,00 yaitu sebanyak 44 orang (44 persen). Masyarakat yang berpendapatan Rp.1.000.000,00-Rp1.500.000,00 sebanyak 39 orang (39 persen), berpendapatan Rp. 500.000,00 – Rp. 1.000.000,00 sebanyak 10 orang (10 persen) di atas Rp. 2.000.000,00 sebanyak 4 orang (4 persen), dan masyarakat yang tingkat pendapatannya di bawah Rp. 500.000,00 sebanyak 3 orang (3 persen). e. Jumlah Pemakaian Air Berdasarkan Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa umumnya responden menggunakan air antara 5-10 m³/bulan yaitu sebesar 76 persen, berikutnya adalah masyarakat yang menggunakan air sebanyak 10–15 m³/bulan sebesar 20 persen, 0–5 m³/bulan sebesar 2 persen, sedangkan masyarakat yang menggunakan air anara 15-20 m³/bulan sebesar 2 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat pengguna air pada umumnya menggunakan air secara hemat untuk keperluan air rumah tangga sehari-hari dan menggunakan air seperlunya.
66 Tabel 4.14 Sebaran Responden Pengguna Air dengan di Menurut Jumlah Pemakaian Air NO.
Jumlah Pemakaian Air (m³/bulan)
Responden (orang)
1 2 3 4
0-5 5 - 10 10 - 15 15 - 20
2 76 20 2
Persentase % 2,00 76,00 20,00 2,00
100
100,00
TOTAL Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
Gambar 4.14 Diagram Sebaran Responden Pengguna Air dengan di Menurut Jumlah Pemakaian Air Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
f. Tingkat Layanan Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel responden adalah sebaran responden pengguna air menurut tingkat pelayanan PDAM. Dari 100 responden yang diperoleh terdapat satu orang yang termasuk dalam kelompok kurang mampu. Sehingga, meskipun adanya peningkatan pelayanan tapi tidak setuju dengan adanya peningkatan tarif. Hal ini menunjukkan tingkat pemahaman masyarakat akan pentingnya air dan kelangkaannya yang masih rendah.
67 Variabel yang kontinyu dalam penelitian ini adalah umur responden (U), tingkat pendidikan responden (PDDKN), tingkat pendapatan responden (PDPTN), jumlah pemakaian air (JPA), dan kelompok responden (KLPK). Variabel penjelas yang bersifat Dummy yaitu tingkat pelayanan PDAM dalam mengelola
(PLYN) dan tingkat pengetahuan masyarakat
pengguna air terhadap penetapan tarip (PGTH) yang dijelaskan sebagai berikut: 1.
Penilaian Responden terhadap Tingkat Pelayanan PDAM dalam mengelola Pelayanan terhadap kualitas dan tersedianya air sering menjadi masalah yang meresahkan anggota masyarakat pengguna. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa masyarakat pengguna air dengan
dijelaskan bahwa terdapat sekelompok
masyarakat yang tidak mendapatkan air, mendapatkan debit air yang kecil, keruh dan sebagainya sehingga muncul keluhan mengenai distribusi air. Oleh karena itu pihak pengelola (PDAM) mencoba mencari cara untuk mengatasi masalah kekurangan air ini dan mengatasi masalah distribusi air dengan memperbaiki dan meninjau kembali pipa yang disalurkan kepada masyarakat.
NO. 1 2
Tabel 4.15 Sebaran Responden penggunaan air menurut tingkat pelayanan Persentase Tingkat Pelayanan Responden (orang) % Baik 9 9,00 Tidak Baik 91 91,00 TOTAL
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
100
100.00
68
Gambar 4.15 Diagram Sebaran Responden penggunaan air menurut tingkat pelayanan Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011 Dalam penelitian ini tidak semua responden menyatakan bahwa pelayanan PDAM dalam pengelolaan baik. Tingkat pelayanan PDAM dimasukkan dalam kategori baik jika distribusi air berjalan dengan baik dan merata kepada seluruh masyarakat yang menggunakan air, kualitas air baik (kejernihan dan sanitasi air), dan debit air yang mengalir ke masyarakat dapat mencukupi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Masyarakat yang menyatakan tingkat pelayanan PDAM dalam mengelola tidak baik adalah masyarakat yang menerima air dalam jumlah sedikit atau bahkan tidak mengalir selama beberapa hari dan masyarakat yang menerima air yang keruh. Terdapat 91 orang ( 91 %) responden menyatakan dalam pengelolaan pelayanan PDAM kurang baik dan 9 orang (9%) menyatakan baik. Alasan utama mereka adalah pasokan air yang tidak lancar, jumlah debit air yang mereka peroleh tidak seperti biasanya dan kualitas air yang keruh terlebih jika terjadi hujan. Kondisi ini menyebabkan masyarakat resah dan mulai menggunakan kembali mata air yang letaknya jauh atau menggunakan sumur. Pemungutan tarip air juga mengalami kendala akibat masalah ini, karena air jarang mengalir masyarakat tidak mau membayar tarip. Untuk mengatasi hal tersebut maka ada baiknya dilakukan perbaikan dalam pelayanan PDAM.
69 g. Pengetahuan Masyarakat terhadap Tarip Air Pada umumnya masyarakat telah mengatahui tarip dan penetapan tarip air yang dipungut oleh PDAM. Karena setiap waktu pembayaran tagihan air tercantum berapa tarif yang ditetapkan dan berapa m³ air yang digunakan selama sebulan. Informasi tarip air biasanya disampaikan pada awal mendaftar serta tertera pada bukti pembayaran Tabel 4.16 Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Tarip Air NO.
Tingkat Pengetahuan
Responden (orang)
1 2
Tahu Tidak Tahu
100 0
Persentase % 100,00 -
100
100,00
TOTAL Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
Gambar 4.16 Gambar Diagram Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Tarip Air Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011 Berdasarkan hasil wawancara responden sebesar 100 persen mengetahui tarip yang ditetapkan oleh PDAM. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah cukup mengetahui tarif air sehingga membantu pihak pengelola dalam pemungutan tarip air dan menghindari kesalah pahaman dari masyarakat menganai tarip air.
70
Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Pengguna Air Tabel 4.17 Nilai Willingness to Pay Rata-rata Kelompok Masyarakat Pengguna Air No
Nama Kecamatan
Jenis kelamin
1
2
3
-
Jum-
Setuju
Tingkat
lah
tgkt layanan
lynn PDAM
Memahami
Setuju
Alasan tidak
Tarif Air
Membayar ?
Setuju Membayar Sebesar
Harga
setuju membayar
Kebutuhan Air Bulanan (m3)
L
P
(KK)
ya
tdk
Baik
Tdk
Ya
Tdk
ya
tdk
1
2
3
4
1500 2000
2000 2500
2500 3000
Terjangkau
Tak terjangkau
0-5
5 - 10
10 15
15 20
Blora
43
7
50
50
0
0
50
50
0
50
0
0
0
0
0
18
32
0
50
0
2
48
0
0.00
prosentase
86,0%
14,0%
100,0%
0,0%
0,0%
100,0%
100,0%
0,0%
100,0%
0,0%
0,0%
0%
0%
0%
36,0%
64,0%
0,0%
100,0%
0,0%
4,0%
96,0%
0,0%
0,0%
prosenkomul
51,8%
41,2%
50,0%
1,0%
0,0%
0,0%
54,9%
50,0%
0,0%
50,0%
0,0%
0,0%
0%
0%
0%
56,3%
47,8%
0,0%
50,0%
0,0%
100,0%
63,2%
0,0%
0,0%
Ngawen
25
0
25
25
0
0
25
25
0
25
0
0
0
0
0
6
19
0
25
0
0
9
15
1
prosentase
100,0%
0,0%
100,0%
0,0%
0,0%
100,0%
100,0%
0,0%
100,0%
0,0%
0,0%
0%
0%
0%
24,0%
76,0%
0,0%
100,0%
0,0%
0,0%
36,0%
60,0%
4,0%
prosenkomul
30,1%
0,0%
25,0%
25,0%
0,0%
0,0%
27,5%
25,0%
0,0%
25,0%
0,0%
0,0%
0%
0%
0%
18,8%
28,4%
0,0%
25,0%
0,0%
0,0%
11,8%
75,0%
50%
25
Kunduran
15
10
prosentase
60,0%
40,0%
prosenkomul
18,1%
58,8%
Jumlah
83
17
prosentase
83,0%
17,0%
Alasan tidak setuju membayar
25
0
9
16
25
0
25
0
0
0
0
0
8
16
1
25
0
0
19
5
1.00
100,0%
0,0%
36,0%
64,0%
100,0%
0,0%
100,0%
0,0%
0,0%
0%
0%
0%
32,0%
64,0%
4,0%
100,0%
0,0%
0,0%
76,0%
20,0%
4,0%
25,0%
25,0%
0,0%
9,0%
17,6%
25,0%
0,0%
25,0%
0,0%
0,0%
0%
0%
0%
25,0%
23,9%
100,0%
25.0%
0,0%
0,0%
25,0%
25,0%
50,0%
100
100
0
9
91
100
0
100
0
0
0
0
0
32
67
1
100
0
2
76
20
2
100,0%
0,0%
9,0%
91,0%
100,0%
0,0%
100,0%
0%
0%
0%
0%
0%
32,0%
67,0%
1,0%
100,0%
0,0%
2,0%
76,0%
20,0%
2,0%
:
1 = Tidak Terjangkau , 2 = Tdk menggunakan PDAM , 3 = Tidak mampu , 4 = lainnya
71 Hasil kuesioner responden dirangkum dalam bentuk tabel untuk memudahkan dalam mengenali kemauan membayar responden terhadap besaran tarif air yang diberlakukan saat ini.
h. Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Pengguna Air di Kabupaten Blora. Tabel 4.18 Nilai Willingness to Pay Rata-rata Kelompok Masyarakat Pengguna Air di Kabupaten Blora.
NO. 1 2 3
Kelompok Pengguna Air Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
Tarip per kubik (Rp)
Frekuensi Responden (Orang)
2.500 - 3.000 2.000 - 2.500 1.500 - 2.000
32 67 1
TOTAL
100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
Gambar 4.17 Diagram Nilai Willingness to Pay Rata-rata Kelompok Masyarakat Pengguna Air di Kabupaten Blora Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
72 Dari data Tabel dan grafik diatas besarnya harga yang disetujui oleh para responden adalah Rp.1.500,00 – Rp. 2.000,00 sebanyak 32 %, Rp. 2.000,00 –Rp 2.500,00 sebanyak 65 % dan Rp. 2.500,00- Rp. 3.000,00 sebanyak 1%. Menurut sebagian besar responden harga Rp. 2.000,00- Rp. 2.500,00 cukup terjangkau dan sesuai dengan tarif air saat ini dan kemampuan membayar para responden.
i. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Pengguna Air dalam Membayar Tarip Air Setelah Ada Peningkatan Pelayanan dan Perbaikan Distribusi Air Dengan melihat tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kemauan membayar (Willingness to pay) tarif air bersih konsumen di pengaruhi oleh faktor-faktor berikut : 1.
Persepsi terhadap tarif air yang diberlakukan saat ini;
2.
Kegunaan utama air;
3.
Kualitas Air;
4.
Kuantitas sumber air.
73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Hasil pemeriksaan kualitas air baku di Waduk Bentolo diketahui bahwa pada saat pengukuran kualitas air baku mutu klorida melampui ambang batas. Sehingga perlu instalasi , sebenarnya tidak perlu pengolahan khusus. Namun dengan berkembangnya pemukiman dan kegiatan kota yang semakin ke pinggiran memungkinkan adanya proses pencemaran. Sehingga pada perencanaan di lokasi digunakan instalasi standar pengolahan air. 2. Dari hasil observasi sumber air baku air Bersih dari Waduk Bentolo untuk pelayanan Kota Blora mencapai 60 liter/detik, dengan kondisi debit air ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan 5 tahun ke depan. 3. Dari hasil analisis kebutuhan rencana pelayanan di Kota Blora, pada tahun 2014 debit 60 liter per detik masih memungkinkan untuk melayani pelanggan pada kebutuhan harian maksimum. 4. Berdasarkan Pay back Period maka proyek penambahan kapasitas produksi diterima, karena memiliki Pay back Period 6 tahun 9,09 bulan yang lebih pendek dari periode payback maksimum selama 10 tahun. 5. Karakteristik utama dari masyarakat pelanggan air adalah umur responden mayoritas berkisar antara 19-80 tahun, tingkat pendidikan sedang, tingkat pendapatan relatif tinggi mayoritas tersebar pada skala Rp 1.000.000,- sampai dengan Rp 2.500.000,-. Tingkat penggunaan terhadap air tidak terlalu banyak, hanya sesuai dengan keperluan rumah tangga sehari-hari. 6. Nilai WTP rata-rata dari keseluruhan responden diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan tarip selanjutnya setelah adanya peningkatan pelayanan 7. Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata (signifikan) dalam model yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah faktor tingkat pendapatan dan faktor kelompok masyarakat pengguna air. 8. Dengan adanya Penelitian ini maka Sumber Air Waduk Bentolo dinyatakan “Layak di jadikan sebagai sumber Air Baku di Kabupaten Blora”.
74 5.2 Saran Dari hasil penelitian saran yang dapat diberikan adalah: 1. Perlu dipertimbangkan lebih lanjut, adanya Investasi pembangunan jaringan Air Bersih Air Baku yang di ambil dari Sumber Mata Air Waduk Bentolo, sehingga persoalan minimnya air bersih di Kota Blora bisa teratasi. 2. Pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya air bersih, sehingga masyarakat dapat berperan serta mendukung pihak pengelola agar program peningkatan pelayanan dapat berjalan dengan baik. 3. Meningkatkan manajemen pengelolaan (PDAM) untuk mengoptimalkan dan meningkatkan pelayanan (perbaikan, peningkatan jumlah debit air, dan distribusi air) sehingga dapat berjalan dengan baik.
75
DAFTAR PUSTAKA -
De Santo, R. S. 1978. Concepts of Applied Ecology. Springer-Verlag. New York.
-
Droste, Ronald L., Teory and Practice of Water and Wastewater Treatment , John Wiley&Sons, Inc., 1997.
-
Fahmudin Agus dan Widianto (2004). “Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering “. Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 3 – 4
-
Garrod, G and Kenneth G. W. 1999. Economic Valuation of the Environment. Edward Elgar Publitions . USA. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.
-
Hasil Olah data Primer, 2011
-
Karsidi, 1999. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Pendapatan dengan Penggunaan Air Sungai oleh Penduduk di Sekitar Sungai Kali Jajar Demak. Semarang : Skripsi.
-
Kepmenkes RI No 907/Menkes/SK/VII/2002, Tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.
-
Kepmenkes RI Nomor:1405/menkes/sk/XI/2002, Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
-
Keppres Nomor 83 Tahun 2002, Tentang Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.
-
-
Lestari, D. K. 2006. Analisis Willingness to Pay Konsumen Rumah Tangga Terhadap Peningkatan Pelayanan PDAM dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Skripsi . Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Limantara, Lily Montarcih (2010). Hidrologi Praktis.Penerbit Lubuk Agung, Bandung. Limantara, Lily Montarcih (2010). Hidrologi Teknik Dasar.Penerbit CV. Citra Malang, Malang. Medhitasari,V.2007. Evaluasi Dan Modifikasi Instalasi Pengolahan Air Minum Miniplant Dago Pakar. Skripsi. Program Studi Teknik Lingkungan. IAIN Sunan Ampel. Nurdijanto, 2000. Kimia Lingkungan. Pati. Yayasan peduli Lingkungan.
-
Perpem No.20 Tahun 1990, Tentang Pengendalian Pencemaran Air.
-
Permen PU No. 18PRT/M/2007, Tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Pengukuran Debit Aliran.
-
PP. No. 27 Tahun 199, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
-
PP. No. 82 Tahun 2001, Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
-
PP. No. 32 Tahun 1990, Tentang Kawasan Lindung.
-
Putri, A. T. 2007. Analisis Ekonomi Kebijakan Tarif Air PDAM Kota Bandung serta Respon Pelanggan Terhadap Peningkatan Tarif. Skripsi . Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
-
Rajasa, M. H. 2002. Tantangan dan Peluang dalam Sumberdaya Air di Indonesia.Gramedia. Jakarta.
-
76 -
Razif, M. 2001. Pengolahan Air Minum. Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
-
Sanim, B. 2003. Ekonomi Sumberdaya Air dan Manajemen PengembanganSektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. IPB Press. Bogor.
-
Sudharto, (1996), Analisis deskriptif utamanya digunakan untuk menganalisis sistem yang menyangkut manusia, sosial budaya masyarakat, aktivitas serta berbagai hubungan yang ada dalam sistem tersebut.
-
Suharyono. 1996. Diari Akut Klinik dan Laboratorik. Rineka Cipta. Jakarta.
-
Sujudi. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi Bina Rupa Aksara. Jakarta.
-
Suripin, 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi Offset.
-
Sutrisno, C Totok, 2000. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta :Rineka Cipta. Singarimbun, M dan S Effendi. 1987. Metode Penelitian Survai. Penerbit LP3ES. Jakarta. Slamet, J.S. 1996, Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta Walpole, R. E. 1997. Pengantar Statistika Edisi ke – 3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
-
77
LAMPIRAN KUESIONER PENELITIAN
No. Responden: KUESIONER Penelitian Ketersediaan Air Waduk Bentolo Sebagai Dasar Pengembangan Air Bersih di Ibukota Kabupaten Blora Thomasonan Lutfie Prananto (L4A006146)
A. Karakteristik Responden 1. Nama
: …………………………………………………………….
2. Umur
: ………………… tahun
3. Alamat
: …………………………………………………………….
4. Pendidikan formal terakhir: a. SD / Sederajat b. SLTP / Sederajat c. SLTA / Sederajat d. Akademi e. Perguruan Tinggi 5. Apa pekerjaan saudara sehari-hari? a. PNS / Pegawai Negeri Sipil b. Petani c. Wiraswasta d. Lainnya, sebutkan …………………………………………………… 6. Rata-rata pendaparan saudara per bulan: a. Rp. 0 – Rp. 500.000 b. Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 c. Rp. 1.000.000 – Rp. 1.500.000 d. Rp. 1.500.000 – Rp. 2.000.000 e. > Rp. 2.000.000
78 B. Informasi tentang Kesediaan Membayar (WTP) 1. Apakah Saudara setuju dengan adanya program peningkatan pelayanan ? a. Ya b. Tidak 2. Menurut Saudara, bagaimana tingkat pelayanan sejauh ini ? a. Baik b. Tidak Baik 3. Apakah anda tahu mengenai tarip yang ditetapkan PDAM untuk ? a. Tahu b. Tidak tahu 4. Apakah saudara bersedia membayar tarip setelah ada peningkatan pelayanan? a. Ya b. Tidak 5. Jika saudara menjawab “Tidak”, sebutkan alasannya: …………………………………………………………………………..................... …………………………………………………………………………..................... …………………………………………………………………………..................... 6. Jika Saudara menjawab “Ya”, berapa besarnya biaya yang bersedia Saudara bayarkan per kubik? a. Rp.1500 - Rp. 2.000 c. Rp. 2.000 – Rp. 2.500 d. Rp.2500 – Rp.3000 7. Alasan Saudara memilih besarnya biaya yang bersedia Saudara bayarkan per bulan: …………………………………………………………………………..................... …………………………………………………………………………..................... …………………………………………………………………………..................... 8. Berapa debit air rata-rata yang Saudara gunakan per bulan? a. 0 m – 5 m b. 5 m – 10 m c. 10 m – 15 m d. 15 m – 20 m
79 Tabel a: Karekteristik Responden Kecamatan Blora No
Jenis kelamin
Nama Kepala Keluarga
Umur
Pekerjaan
(th)
L
P
Setuju tgkt layanan
Tingkat
Memahami
lynn PDAM
Tarif Air
Setuju
Harga
Setuju Membayar Sebesar
Alasan tidak
Membayar ?
setuju membayar
ya
tdk
Baik
Tdk
Ya
Tdk
ya
tdk
1
2
3
4
1500 2000
2000 2500
2500 3000
Terjangkau
Kebutuhan Air Bulanan
Tak terjangkau
(m3) 05
510
10 15
15 20
1
Agus Pramono
1
0
44
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
2
Arifin
1
0
75
Wiraswasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
3
Basuki
1
0
39
Wiraswasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
4
Damin
1
0
51
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
5
Damis
0
1
41
Wiraswasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
6
Djasmani
1
0
46
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
7
Edy Kusworo
1
0
36
Pelaut
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
8
H. Suratno
1
0
60
Wiraswasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
9
1
0
39
Wiraswasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
1
0
35
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
11
Haryanto Setyo Budi Innuk Kriswanto N, SE Jaelani
1
0
38
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
12
Jaman
1
0
47
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
13
Jasman
1
0
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
14
Joko Sri Mulyono
1
0
50
PNS
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
15
Kasdi
1
0
53
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
16
Kasiyono
1
0
33
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
17
Kasmini
0
1
60
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
18
Kaspin
1
0
51
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
19
Madi Seger
1
0
44
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
20
Mindar
1
0
42
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
21
Ngaijan
1
0
61
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
22
Pagiman
1
0
48
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
23
Pardi
1
0
51
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
24
Parjan
1
0
45
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
25
Priyanto
1
0
40
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
26
Ramin
1
0
47
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
27
Saeran
1
0
56
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
28
Sarno
1
0
37
Wiraswasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
10
80
29
Selamet
1
0
57
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
30
Siswati
0
1
61
PNS
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
31
Siti Chadidjah
0
1
70
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
32
Subariadi
1
0
59
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
33
Sudiyanto
1
0
38
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
34
Sumidjan
1
0
52
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
35
Sumindar
0
1
59
buruh
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
36
Suntari
1
0
38
Wiraswasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
37
Supardi
1
0
48
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
38
Suparman
1
0
29
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
39
Suparti
0
1
54
Wiraswasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
40
Supatmi
0
1
80
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
41
Supriyanto, S.Pd
1
0
32
Petani Guru/ Dosen
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
42
Suroto
1
0
49
Swasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
43
Sutoyo
1
0
45
Wiraswasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
44
Sutrisno
1
0
70
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
45
Suyatno
1
0
44
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
46
Totok Gunadi
1
0
53
Pedagang
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
47
Tumino
1
0
34
Wiraswasta
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
48
Wasiman
1
0
53
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
49
Yasir
1
0
52
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
50
Yatimin
1
0
54
Petani
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
43
7
50
0
0
50
50
0
50
0
0
0
0
0
18
32
0
50
0
2
48
0
0
Jumlah -
Alasan tidak setuju membayar
:
1 = Tidak Terjangkau , 2 = Tdk menggunakan PDAM , 3 = Tidak mampu , 4 = lainnya
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
81 Tabel b: Karekteristik Responden Kecamatan Ngawen
No
Nama Kepala Keluarga
Jenis kelamin
Umur (th)
Pekerjaan
Anggota Keluarga
Setuju tgkt layanan
Setuju Tingkat lynn PDAM
Memahami Tarif Air
Setuju Membayar Sebesar
`Alasan tidak setuju membayar
Membayar ?
Terjangkau
Tak terjangkau
1
Ahmad Muhadi
1
0
37
Wiraswasta
2
3
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
2
Darman
1
0
35
Wiraswasta
2
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
3
Damuri
1
0
33
Wiraswasta
2
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
4
Didik Darmadi
1
0
26
Wiraswasta
2
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
5
Kasno
1
0
63
Swasta
3
3
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
6
Mariyono
1
0
37
Wiraswasta
3
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
7
Marsono
1
0
41
Petani
0
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
8
Maryoto
1
0
35
Petani
3
3
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
9
Mustofa Mahubesy
1
0
52
Swasta
2
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
10
Nyamidi
1
0
40
Petani
1
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
11
Pujiyanto
1
0
40
Petani
3
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
12
Slamet
1
0
27
Swasta
1
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
13
Slamet Sutrisno
1
0
30
Swasta
3
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
14
Sucipto
1
0
32
0
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
15
Sugito
1
0
39
3
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
16
Sugito
1
0
36
Wiraswasta Pegawai Swasta Swasta
2
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
17
Sukarlin
1
0
36
Swasta
2
3
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
P
L
P
ya
tdk
Baik
Tdk
Ya
Tdk
ya
tdk
1
2
3
4
2500 3000 0
Kebutuhan Air Bulanan (m3)
1500 2000 0
L
2000 2500 1
Harga
05
510
10 15
15 20
18
Sunardi
1
0
47
Petani
2
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
19
Suprapto
1
0
54
Petani
1
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
20
Supyan
1
0
30
Wiraswasta
2
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1
21
Sutikno
1
0
44
Swasta
2
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
22
Sutikno
1
0
39
Wiraswasta
2
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
23
Suwarno
1
0
36
Wiraswasta
1
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
82
24
Suyatno
1
0
52
Wiraswasta
1
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
25
Wardji
1
0
54
Perangkat Desa
1
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
Jumlah
25
0
46
44
25
0
0
25
25
0
25
0
0
0
0
0
6
19
0
25
0
0
9
15
1
-
Alasan tidak setuju membayar
:
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
1 = Tidak Terjangkau , 2 = Tdk menggunakan PDAM , 3 = Tidak mampu , 4 = lainnya
83 Tabel c: Karekteristik Responden Kecamatan Kunduran Nama Kepala
Umu r
Jenis
No Keluarga
kelamin L
Pekerjaan
(th)
P
Anggota
Setuju
Keluarga
tgkt layanan
L
P
ya
td k
Tingkat lynn PDAM Bai k
Td k
Memaham i
Setuju
Alasan tidak
Tarif Air
Membaya r?
setuju membayar
Ya
Tdk
ya
tdk
1
2
3
Setuju Membayar Sebesar
4
Harga
Kebutuhan Air Bulanan (m3)
150 0200 0
200 0250 0
250 0300 0
Terjangka u
Tak terjangka u
0 5
510
10 15
15 20
1
Agung Budhi
0
1
19
Polisi
2
3
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
2
Ahmad Khozin
1
0
27
PNS
2
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
3
Darji
1
0
51
Petani
2
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
4
DASman
1
0
41
Polisi
2
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
5
Jami
0
1
46
Wiraswasta
3
3
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
6
Kasmijan
1
0
27
PNS
3
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
7
Markomah
0
1
40
Petani
0
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
8
Midi
0
1
52
Wiraswasta
3
3
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
9
Muh. Adib
1
0
28
Petani
2
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
10
Paojan
1
0
50
Petani
1
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
11
Partini
0
1
48
Wiraswasta
3
2
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
12
Sariten
0
1
44
PRT
1
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
13
Siti Halimah
0
1
22
PRT
3
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
14
Sukadi
1
0
42
Petani
0
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
15
Sulastri
0
1
41
PNS
3
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
16
Sunarko
1
0
49
Petani
2
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
17
Sungkono
0
1
38
PNS
2
3
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
18
Suparman
1
0
29
ABRI
2
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
19
Sutrisno
1
0
32
PNS
1
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
20
Suyoto
1
0
34
PNS
2
2
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
21
Tarno
1
0
46
Wiraswasta
2
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
22
Teguh Setiawan
1
0
24
PNS
2
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
23
Wardjono
1
0
38
PNS
1
2
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
84 24
Watini
0
1
27
Karyawati
1
2
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
25
Yusup
1
0
35
ABRI
1
2
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
Jumlah
15
10
46
44
25
0
9
16
25
0
25
0
0
0
0
0
8
16
1
25
0
0
19
5
1
-
Alasan tidak setuju membayar
:
1 = Tidak Terjangkau , 2 = Tdk menggunakan PDAM , 3 = Tidak mampu , 4 = lainnya
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2011
85
LAMPIRAN DESAIN
86 A. Desain Engineering Detail Jaringan Air Bersih Di Lokasi Studi 1. Standar Kebutuhan Air Bersih Standar kebutuhan air yang digunakan pada perencanaan ini menggunakan Standar Cipta Karya, 1996. Seperti disajikan pada Tabel berikut. Tabel d : Standar Kebutuhan Air Bersih DOMESTIK No.
Uraian
1
Konsumsi Unit (SR) L/o/h Konsumsi Unit HU (HU) L/o/h Konsumsi Unit Non Domestik (%) *) Kehilangan air (%) Faktor Maksimum Day Faktor Peak - Hour Jumlah Jiwa per SR Jumlah Jiwa per HU Sisa Tekan di Jaringan Distribusi (MKa) Jam Operasi Volume Reservoir (%) (max day demand)
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 *) **) ***)
SR : HU Cakupan Pelayanan *) Tergantung Survey Sosek 80 % perpipaan, 10 % non perpipaan 25 % perpipaan, 45 % non perpipaan
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa) 500.000100.00020.000> 1.000.000 1.000.000 500.000 100.000 Metro Besar Sedang Kecil
< 20.000 Desa
190
170
150
130
30
30
30
30
30
30
20 - 30
20 - 30
20 – 30
20 - 30
20 -10
20 - 30 1.1 1.5 5 100
20 - 30 1.1 1.5 5 100
20 – 30 1.1 1.5 6 100
20 - 30 1.1 1.5 6 100-200
20 1.1 1.5 10 200
10
10
10
10
10
24
24
24
24
24
20
20
20
20
20
50 : 50 s/d 80 : 20 **) 90
50 : 50 s/d 80 : 20 **) 90
80 : 20 **) 90
70 : 30 **) 90
70 : 30 ***) 70
87 NON DOMESTIK
No.
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (Jiwa) 500.000100.00020.000> 1.000.000 1.000.000 500.000 100.000
Uraian
1
Sekolah (L/murid/hari)
2
Rumah Sakit (L/tempat tidur/hr) 3
< 20.000
Metro
Besar
Sedang
Kecil
Desa
10
10
10
10
5
200
200
200
200
200
2
2
2
2
1200
3
Puskesmas (M /hari)
4
Mesjid (M3/hari)
1-2
1-2
1-2
1-2
-
5
Kantor (L/pegawai/hari)
10
10
10
10
-
6
Pasar (M3/hektar/hari)
12
12
12
12
-
7
Hotel (L/tempat tidur/hr)
150
150
150
150
90
8
Rumah Makan (L/tempat duduk/hr)
100
100
100
100
-
9
Komplek Militer (L/o/hari)
60
60
60
60
-
10
Kawasan Industri (L/dt/ha)
0,2 - 0,8
0,2 - 0,8
0,2 – 0,8
0,2 - 0,8
-
11
Kawasan Pariwisata (L/dt/ha)
0,1 - 0,3
0,1 - 0,3
0,1 – 0,3
0,1 - 0,3
-
Sumber: DIRJEN Cipta Karya,1996
2. Standar Tekanan Air Menurut Departemen Kimpraswil air yang telah diolah pada instalasi pengolahan air pada sistem jaringan air bersih, kemudian dialirkan melalui pipa transmisi dan distribusi adalah untuk dapat melayani konsumen yang terjauh dengan tekanan air minimal sebesar 10 meter kolom air atau sebesar 1 atm. B. Desain Instalasi IPA dan Pelengkapnya Intake Tipe intake yang digunakan adalah river intake yang dilengkapi dengan screen, pintu air dan bangunan penampung. Bangunan intakenya dilengkapi bendung dengan tinggi 1 meter yang berguna untuk mempertahankan muka air pada saat debit sungai minimum. Besarnya kapasitas sadap rencana sebesar 300 l/dt.
• •
Screen Kriteria desain terpilih
Tebal batang screen (w)
: 8 mm
Jarak antar batang screen (b)
: 25 mm
Kemiringan batang dari horisontal (θ)
: 900
Faktor bentuk batang screen (β)
: 1,79
•
Perhitungan
Debit air baku (Q)
: 0,30 m3/dtk
88 Lebar Screen (B)
: 0,60 m
Elevasi air minimum (H)
: 0,50 m
Luas bidang screen (A),
A = B× H A = 0,6 × 0,5 A = 0,30 m 2
Jumlah batang screen (n), (n+1)b + nw = B nb + b + nw
=B
0.025n + 0.025 + 0.008n = 0,60 0,033n = 0,60 – 0,025 n = 17,42 ~ 17 buah Jumlah bukaan antar batang (S), S =n+1 S = 17 + 1 S = 18 buah Luas bukaan antar batang (Ab),
Ab =
(B − nw) H sin θ
[0,60 − (17 × 8 × 10 )]× 0,50 = −3
Ab
sin 90o
Ab = 0,23m 2 Kecepatan melalui screen (vb), vb =
Q Ab × β
0,30 0,23 ×1,79 vb = 0,73 m / dtk vb =
Velocity head (hv), 2
hv =
vb 2g
hv =
(0,73)2 2(9,81)
hv = 0,027 m
89
Headloss (hL), 4
⎛ w⎞ 3 hL = β ⎜ ⎟ hv sin θ ⎝b⎠ ⎛ 0.008 ⎞ hL = (1,79 )⎜ ⎟ ⎝ 0.025 ⎠ hL = 0,02m
4
3
(0,027 )(sin 90 o )
- Saluran pembawa •
Kriteria desain terpilih :
Saluran pembawa berupa saluran terbuka segi empat Kecepatan minimum (vmin)
: 0,3 m/dtk
Kecepatan maksimum (vmaks)
: 1,2 m/dtk
Koefisien kekasaran Manning (n)
: 0,013
Kemiringan saluran pembawa (I)
: ≥ 0,001
•
Perhitungan
Debit saluran pembawa (Q’)
: 0,30 m3/dt
Lebar Saluran (B)
: 0,60 m
Panjang Saluran (L)
: 10 m
Tinggi Muka Air dalam Saluran (H) : 0,50 m Luas penampang basah saluran pembawa (A), A = B× H A = 0,60 × 0,50 A = 0,30 m 2 Jari – jari hidrolis (R), R=
A B + 2H
0,30 m 2 0,6 + 2 ∗ 0,5 m R = 0,19 m R=
Kecepatan aliran dalam saluran (v), dengan Slope (I) = 0,001
1 × R2 / 3 × I 1 / 2 n 1 v= × 0,19 2 / 3 × 0,0011 / 2 0,013 v = 0,80 m / dtk ≤ 1,2 m / dt (ok ) v=
90
- Pintu air Direncanakan terdiri dari 1 buah pintu air •
Perhitungan
Debit yang melalui tiap pintu air (Q) : 0,30 m3/dtk Lebar Pintu Air (B)
: 0,60 m
Tinggi Bukaan Pintu Max (H)
: 0,5 m
Luas bukaan pintu air (A), A = B× H A = 0,60 × 0,50 A = 0,30 m 2 Headloss (h), Q = 0,6 BH 2 gh Q = 0,6 A 2 gh h=
Q2 0,6 2 A 2 2 g
h=
(0,30)2 (0,6)2 (0,30)2 2(9,81)
h = 0,142m
- Bak pengumpul •
Desain terpilih
Waktu detensi (td)
: 5 menit
Elevasi air (H)
:3m
•
Perhitungan
Volume bak pengumpul (V), V = Q × td V = 0,3 × (5 × 60 ) V = 90 m 3 Dimensi bak pengumpul,
91 V H 90 A= 3 A = 30 m 2 A=
direncanakan dimensi bak: panjang
= 10 m
lebar
=3m
- Pipa Transmisi Air Baku
•
Kriteria desain Perpipaan terdiri dari pipa inlet pompa (pipa hisap), outlet pompa dan pipa header transmisi. : 2 - 3 m/dtk Kecepatan pada Pipa Hisap (vh) : 1 - 2 m/dtk Kecepatan pada Outlet Pompa (vo) : 1 - 2 m/dtk Kecepatan pada Outlet Header (vH) Debit yang di ambil 100 l/dt
•
Perhitungan
a. Pipa Hisap Terdapat 2 buah pipa hisap Kecepatan pada pipa hisap (vh) Debit masing-masing pipa (Qh) Panjang pipa hisap (Lh) = 5 m o Luas penampang pipa hisap (Ah),
= 2 m/dtk = 0,05 m3/dtk
Qh vh 0,05 Ah = 2 Ah = 0,025 m 2 o Diameter pipa hisap (Dh), Ah =
Dh = Dh =
4 Ao
π 4(0,025)
π
Dh = 0,178m maka pipa hisap digunakan pipa dengan diameter 8 inch (200 mm) o luas penampang pipa (A),
92
1 2 A = πDi 4 1 A = π (0,20) 2 4 A = 0,03m 2 dan kecepatan alirannya menjadi Q A 0,05 v= 0,03 v = 1,67 m / dtk v=
o Headloss sepanjang pipa hisap (h) :
Headloss mayor (hf) : ⎛v⎞ hf = 6,28⎜ ⎟ ⎝C ⎠
1,85
⎛ 1,67 ⎞ hf = 6,28⎜ ⎟ ⎝ 100 ⎠ hf = 0,11 m
L D
1,85
1,167
5 (0,20)1,167
Headloss minor (hm) : hm =
k .v 2 (Peavy, 1985) 2g
hm 1 (Foot valve)
=
0,8 x1,67 2 = 0,11m 2 x9,81
hm 2 (bend 90°)
=
0,25 x1,67 2 = 0,03m 2 x9,81
Jumlah headloss total sepanjang pipa hisap : h = hf + hm1 + hm2 = 0.11 + 0.11 + 0.03 m = 0,25 m b. Outlet Pompa Terdapat 2 buah pipa outlet Kecepatan pada pipa outlet pompa (vo) = 1,5 m/dtk Debit masing-masing pipa (Qo)
= 0,05 m3/dtk
Panjang pipa Outlet (Lo) o Luas penampang pipa outlet (Ao),
= 3,5 m
93
Ao =
Qf vi
0,05 1,5 Ao = 0,03 o Diameter pipa outlet pompa (Do), Ao =
4 Ao
Do =
π 4(0,03)
Do =
π
Do = 0,195m maka pipa outlet pompa digunakan pipa dengan diameter 8 inch (200 mm) o luas penampang pipa (A), 1 2 A = πDi 4 1 A = π (0,20) 2 4 A = 0,03m 2 dan kecepatan alirannya menjadi Q A 0,05 v= 0,03 v = 1,67 m / dtk v=
Panjang pipa outlet pompa sampai pipa header transmisi air baku 3,5 m Headloss mayor sepanjang pipa outlet (h) : Headloss mayor (hf) ⎛v⎞ hf = 6,28⎜ ⎟ ⎝C ⎠
1,85
⎛ 1,67 ⎞ hf = 6,28⎜ ⎟ ⎝ 100 ⎠ hf = 0,074m
L D
1,85
1,167
3,5 (0,20) 1,167
Headloss minor (hm) 0,6 x1,67 2 = 0,085m 2 x9,81
hm 1 (check valve)
=
hm 2 (bend 90°)
0,25 x1,67 2 = = 0,035m 2 x9,81
94 1,4 x1,67 2 = 0,2m 2 x9,81
hm 3 (tee 300x250x300)= hm 4 (butterfly valve)
=
0,25 x1,67 2 = 0,035m 2 x9,81
Jumlah headloss total sepanjang pipa outlet pompa : h = hf + hm1 + hm2 + hm3 + hm4 = 0.074 + 0.085+ 0.035+ 0,2 + 0,035 m = 0,43 m c. Pipa Header Transmisi Kecepatan pada pipa Header (vH) Debit pipa Header (QH) Panjang Pipa Header (LH) o Luas penampang pipa Header (AH), AH =
QH vH
AH =
0,1 1,5
= 1,5 m/dtk = 0,10m3/dtk = 90 m
AH = 0,07 m 2 o Diameter pipa Header (DH), DH = DH =
4 AH
π 4(0,07 )
π
DH = 0,299 m maka pipa Header digunakan pipa dengan diameter 12 inch (300 mm) o luas penampang pipa (A), 1 2 A = πDi 4 1 A = π (0,30) 2 4 A = 0,07 m 2 dan kecepatan alirannya menjadi Q A 0,1 v= 0,07 v = 1,43m / dtk Panjang pipa header transmisi air baku Sampai ke bak koagulasi 90 m v=
95 o Headloss sepanjang pipa header transmisi air baku (h) :
Headloss mayor (hf) ⎛v⎞ hf = 6,28⎜ ⎟ ⎝C ⎠
1,85
L D
⎛ 1,43 ⎞ hf = 6,28⎜ ⎟ ⎝ 100 ⎠ hf = 0,89 m Headloss minor (hm) :
1,85
1,167
90 (0,30)1,167
hm 1 (Gate valve)
=
0,12 x1,43 2 = 0,013m 2 x9,81
0,25 x1,43 2 = 0,18m 2 x9,81 Jumlah headloss total sepanjang pipa header transmisi :
hm 2 (7 buah bend 90°)
=7x
h = hf + hm1 + hm2 + V2/2g = 0,89+ 0,013 + 0,18 + (1,432/ 2 x 9,81)m = 1,08 + 0,1 m = 1,18 m Total headloss pada pipa transmisi air baku adalah jumlah headloss yang terjadi pada pipa hisap, pipa outlet pompa dan pada pipa header transmisi, Total HL
= HLhisap + HLoutlet + HLheader = 0,25 + 0,43 + 1,18 = 1,86 m
- Pompa air baku (Pompa intake)
•
Desain terpilih
Jumlah pompa air baku 3 unit (2 pompa + 1 pompa cadangan)
•
Perhitungan
Debit pengambilan air baku (Q)
= 100 l/dtk = 8.640 m3/hari
Beda tinggi intake dan koagulasi (Hs)
= 14,50 m
Headloss pipa transmisi air baku (HL)
= 1,86 m
Head pompa yang dibutuhkan
= Hs + HL = 14,50 + 1,86 = 16,36 m
96
karena debit air baku 8.640 m³/hari maka pompa air baku (pompa intake) yang digunakan direncanakan berjumlah 2 unit pompa yang beroperasi dan 1 unit pompa cadangan. Debit masing-masing pompa (Qp) Qp = Q/2 = 100/2 = 50 l/dtk Daya pompa teoritis, P = P=
γ .g.Q Hs .η
(w)
1.000 × 9,81× 0,05 × 16,36 0,90
P = 8,9Kw dari debit pompa tersebut dapat ditentukan pompa yang akan digunakan. Pompa yang digunakan adalah pompa jenis Centrifugal NK.200-400 dengan kapasitas 50 l/dtk.
- Koagulasi Jenis koagulasi yang digunakan adalah dengan cara hidrolis dengan sistem terjunan. Dengan memanfaatkan energi jatuhnya air dalam terjenunan, diinjeksikan bahan kimia koagulan dan klor untuk preklorinasi. Pembubuhan koagulan bertujuan untuk menyisihkan parameter warna, kekeruhan dan logam tembaga, sedangkan preklorinasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan zat organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi serta senyawa-senyawa yang menyebabkan rasa dan bau, dalam hal ini terukur sebagai phenol dan COD.
- Bak Koagulasi
•
Kriteria desain terpilih
Pengadukan dengan cara hidrolis dengan terjunan Waktu detensi (td)
: 60 dtk
Gradien kecepatan (G)
: 500 /dtk
Viskositas kinematik (υ)
: 0,893 x 10-6 m2/dtk
Percepatan gravitasi (g)
: 9,81 m/s2
Massa jenis air (ρ)
: 997 kg/m3
•
Perhitungan
Debit pengolahan (Q) Volume bak pengadukan (V),
: 100 l/dt
97 V = Q × td V = 0,100 × 60 V = 6 m3 Dimensi bak, Panjang (p)
=2m
Lebar (l)
=2m
Kedalaman (H)
= 1,5 m
Tinggi terjunan (h),
⎡ g .h ⎤ G=⎢ ⎣υ .td ⎥⎦ h=
1
2
G 2 ×ν × td g
500 2 × 0,8.10 −6 × 60 9,81 h = 1,2 m h=
Nilai G x td
= 500 x 60 = 30.000
Outlet Koagulasi/Inlet Flokulasi Terdapat 1 buah pipa outlet Kecepatan pada pipa outlet (vo) = 1,5 m/dtk = 0,10 m3/dtk Debit masing-masing pipa (Qo) Luas penampang pipa outlet (Ao), Q Ao = o vo A0 =
0,10 1,5
A0 = 0,07 m 2 Diameter pipa outlet koagulasi (Do), 4 Ao Do =
π
Do =
4(0,07 )
π
Do = 0,299 m maka pipa outlet Koagulasi digunakan pipa dengan diameter 12 inch (300 mm) maka luas penampang pipa (A),
98
1 2 A = πDi 4 1 A = π (0,30) 2 4 A = 0,07 m 2 dan kecepatan alirannya menjadi Q A 0,10 v= 0,07 v = 1,43m / dtk v=
- Ukuran bak koagulan Jumlah bak yang direncanakan 3 buah dan berbentuk empat persegi panjang, maka dimensi per bak : h
=1 m
V=Axh A =
1,0 1
= 1 m2 direncanakan p
=1m
l
=1m
Free board = 0,25 m sehingga tinggi total adalah 1,25 m.
- Preklorinasi
Selain pemberian koagulan, pada saat koagulasi juga dilakukan preklorinasi yaitu penambahan Sodium Hypochloride (NaOCl) yang bertujuan untuk memecah molekul organik sehingga mudah diproses. Bahan kimia ini diinjeksikan dengan pompa secara otomatis. Penambahan preklorinasi menggunakan NaOCl berfungsi untuk pengoksidasi zat organik, mengurangi bau, dan mencegah berkembangbiaknya bakteri. Spesifikasi preklorinasi adalah sebagai berikut : Formula = NaOCl Warna
= kekuning-kuningan
PH
= ± 12,00
Specific Gravity
= min 1,19 Kg/lt
Kandungan Cl2
= min 10,00 %
99
Kandungan NaOH= max 1 % Kandungan SO42- = max 3 % Sistem pembubuhan klorin pada preklorinasi ini dilakukan dengan menggunakan pompa pembubuh (dosing pump). Berdasarkan perhitungan debit klorin yang dibutuhkan dan besarnya volume per stroke (lihat spesifikasi teknis dosing pump) dapat ditentukan jenis dosing pump yang
digunakan serta setting panjang strokenya dengan menggunakan grafik. Gambar dan spesifikasi teknis dosing pump selengkapnya terdapat dalam lampiran.
- Flokulasi
Unit flokulasi yang direncanakan dilakukan secara hidrolis menggunakan sistem Buffle Channel Vertical dengan penampang saluran vertical berbentuk segi empat. Pada
pengadukan vertical ini titik berat pengadukan adalah konstraksi pada celah antar buffle dan beda tinggi antar ruang. Pengadukan menggunakan system Buffle Channel Vertical menghasilkan flok yang cukup baik karena sekat antar bak dapat diatur bukaannya untuk mendapatkan nilai gradient kecepatan yang tepat. Pertimbangan lain adalah dengan sistem ini tidak memerlukan lahan yang luas dan konstruksi bangunannya lebih mudah dan efisien.
•
Kriteria desain terpilih
Pengadukan dengan cara hidrolis (Buffle Channel Vertical) Jumlah bak
: 6 bak
Bentuk penampang bak
: Segi Empat
Kedalaman awal (H1)
:5m
Jumlah channel (n)
: 6 buah
Jumlah belokan (n-1)
: 5 buah
Gradien kecepatan (G)
: 20 - 70 1/dtk
Waktu detensi (td)
: 20 menit (1200 dtk)
Viskositas kinematik air (υ )
: 0,893 x 10-6 m2/dtk
G x td
: 104 - 105
•
Perhitungan
a. Volume bak total (V), V = Q × td V = (0,10 ) × (1.200) = 120 m 3
100
b. Volume per bak (V1),
V1 = V / n V = 120 / 6 = 20m 3 c. Kedalaman bak 1 dibuat 5 m ,maka luas area per bak A, V1 H 20m 3 A= 5m A=
A = 4 m2 Dimensi bak flokulasi, Panjang (p)
=2m
Lebar (l)
=2m
Kedalaman Awal (H) = 5 m d. Headloss per channel (h), ⎛ g .h ⎞ G=⎜ ⎟ ⎝ υ .td ⎠ h=
1
2
G 2υ .td g
¾ Tahap I (h1),
G
= 70
Td
= 200 dtk
h 1= h 1=
G 2υ .td g
(70)2 (0,893 × 10 −6 )(200) = 0,089m 9,81
¾ Tahap II ,
G = 60 /dt Tinggi muka air di bak 2 (H2) = H1 – h1 = 5 m – 0,089 m = 4,91 m Waktu detensi di bak 2 (td)
101
V Q 4 × 4,91 td = = 196dt 0,100 td =
Headloss channel 2 (h2), h2 = h2 =
G 2υ .td g
(60)2 (0,893 × 10 −6 )(196) = 0,064m 9,81
¾ Tahap III (h3),
G = 50 /dt , Tinggi muka air di bak 3 (H3) = H2 – h2 = 4,91 m – 0,064m = 4,85 m Waktu detensi di bak 3 (td) V Q 4 × 4,85 td = = 194 dt 0,100 td =
Headloss channel 3 (h3), h3 = h3 =
G 2υ .td g
(50)2 (0,893 × 10 −6 )(194) = 0,044 m 9,81
¾ Tahap IV (h4),
G = 40 /dt Tinggi muka air di bak 4 (H4) = H3 – h3 = 4,85 m – 0,044 m = 4,80 m Waktu detensi di bak 4 (td) V Q 4 × 4,8 td = = 192 dt 0,100
td =
Headloss channel 4 (h4),
102
h4 = h4 =
G 2υ .td g
(40)2 (0,893 × 10 −6 )(192) = 0,028 m 9,81
¾ Tahap V (h5),
G = 30 /dt Tinggi muka air di bak 5 (H5) = H4 – h4 = 4,80 m – 0,028 m = 4,77 m Waktu detensi di bak 5 (td) V Q 4 × 4,77 td = = 191 dt 0,100 td =
Headloss channel 5 (h5), G 2υ.td h5 = g h5 =
(30)2 (0,893 × 10 −6 )(191) = 0,016m 9,81
¾ Tahap VI (h6),
G = 20 /dt Tinggi muka air di bak 6 (H6) = H5 – h5 = 4,77 m – 0,016 m = 4,75m Waktu detensi di bak 6 (td) V Q 4 × 4,75 td = = 190dt 0,100
td =
Headloss channel 6 (h6),
103
h6 = h6 =
G 2υ.td g
(20)2 (0,893 × 10 −6 )(190) = 0,007 m 9,81
Jadi headloss channel total (hchannel), hchannel = Σh = 0,25 m e. Luas bukaan antar bak (Ap), ¾ Antara bak 1 dan bak 2 (Ap1),
Beda tinggi bak 1 dan bak 2 (h1) = 0,089 m Kecepatan aliran (v1), v1 = =
2.g .h 1 2 × 9,81 × 0,089
= 1,32 m/dtk Luas bukaan pintu 1 (A1), Ap1= Q v1 = 0,100 1,32 = 0,076 m2 dengan lebar pintu (B) = 0,70 m , maka Tinggi bukaan pintu (Hp1) : Hp1= Ap1 B = 0,076 0,7 = 0,11 m ¾ Antara bak 2 dan bak 3 (Ap2),
Beda tinggi bak 2 dan bak 3 (h2) = 0,064 m Kecepatan aliran (v2), v2 = =
2.g .h 2 2 × 9,81 × 0,064
= 1,12 m/dtk Luas bukaan pintu 2 (Ap2), Ap2= Q v1 = 0,100 1,12
104
= 0,09 m2 dengan lebar pintu (B) = 0,70 m , maka Tinggi bukaan pintu (Hp2) : Hp2= Ap 2 B = 0,09 0,7 = 0,13 m ¾ Antara bak 3 dan bak 4 (Ap3),
Beda tinggi bak 3 dan bak 4 (h3) = 0,044 m Kecepatan aliran (v3), v3 = =
2.g.h 3 2 × 9,81 × 0,044
= 0,93 m/dtk Luas Bukaan (Ap3), Ap3= Q v3 = 0,100 0,93 = 0,12 m2 dengan lebar pintu (B) = 0,70 m , maka Tinggi bukaan pintu (Hp3) : Hp3= Ap3 B = 0,12 0,7 = 0,17 m ¾ Antara bak 4 dan bak 5 (Ap4),
Beda tinggi bak 4 dan bak 5 (h4) = 0,028 m Kecepatan aliran (v4), v4 = =
2.g .h 4 2 × 9,81 × 0,028
= 0,74 m/dtk Luas Bukaan (Ap4), Ap4= Q v 4 = 0,10 0,74 = 0,14 m2 dengan lebar pintu (B) = 0,70 m , maka Tinggi bukaan pintu (Hp4) : Hp4= Ap 4 B
105
= 0,14 0,7 = 0,20 m ¾ Antara bak 5 dan bak 6 (Ap5),
Beda tinggi bak 5 dan bak 6 (h1) = 0,016 m Kecepatan aliran (v5), v5 =
2.g.h 5 2 × 9,81 × 0,016
=
= 0,56 m/dtk Luas Bukaan (Ap5), Ap5= Q v5 = 0,10 0,56 = 0,18 m2 dengan lebar pintu (B) = 0,70 m , maka Tinggi bukaan pintu (Hp5) : Hp5= Ap5 B = 0,18 0,7 = 0,26 m -Sedimentasi
Unit sedimentasi berfungsi untuk memisahkan makroflok yang telah saling berikatan dari air. Makroflok memiliki massa jenis melebihi masa jenis air sehingga dengan sendirinya akan mengendap ke dasar bak sedimentasi. Pengkondisian aliran air dalam bak agar selalu laminer adalah syarat utama agar efisiensi pengendapan tinggi. Untuk meningkatkan efisiensi pengendapan lumpur digunakan plat setler yang dipasang dengan kemiringan 600. Kemudian lumpur yang mengendap ditampung dalam limas penampung lumpur. - Bak pengendap
Sifat aliran yang diharapkan untuk memperoleh hasil sedimentasi yang baik adalah aliran yang bersifat laminer. Oleh karena itu, diperlukan suatu modifikasi bak sedimentasi untuk mengurangi turbulensi aliran. Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah dengan penggunaan plat settler.
•
Kriteria desain terpilih
Kecepatan pengendapan pada 10oC (So)
: 0,40 mm/s
Viskositas kinematik air (υ)
: 0,893 x 10-6 m2/dtk (T = 25oC) : 1,306 x 10-6 m2/dtk (T = 10oC)
106
Waktu detensi dalam bak (td)
: 0,5 - 1 jam
Kedalaman bak (H)
: 3,6 – 4,5 m
Bilangan Reynolds (Re)
: < 2000
Bilangan Froude (Fr)
: > 10-5
Jumlah bak sedimentasi
: 2 bak
Beban permukaan (Q/A)
: 1,5 – 3 gpm/ft2 (3,8 – 7,5 m/jam)
Kecepatan maksimum pada plate settler (vt) : 0,15 m/menit Waktu detensi pada plate settler (tdt)
: > 4 menit
Jarak plate settler (w)
: 0,05 m
Tinggi plate settler (h)
: 0,55 m
Kemiringan plate settler (α)
: 60o
•
Perhitungan
Beban permukaan (Q/A), SoT o C =
w Q A h cosα + w cos 2 α
3,4 × 10− 4 =
Q 0,05 A 0,55 cos 60 + 0,05 cos 2 60
Q = 1,955 × 10− 3 m / dtk = 7,04m / jam A Luas permukaan bak pengendap (A), Q = 1,955 × 10 −3 A 0,1 A= 1,955 × 10 −3 A = 51,15m 2 Dimensi bak pengendap p:l =3:1 A =pxl 51,15 = 3l2 l = 4,13 m p =3xl = 12,39 m dimensi bak yang digunakan: panjang
= 12,5 m
lebar
=4m
107
maka luas permukaan bak menjadi: A = 12,5 x 4 A = 50 m2 Kecepatan maksimum pada plate settler (vt), Q A sin α 0,1 vt = 50 sin 60 vt = 2,3 × 10 −3 m / dtk = 0,14m / mnt vt =
Ketinggian pengendapan partikel pada plate settler (z), z = (w/sin α) tan α = (0,05/sin 60) tan 60 = 0,1 m Waktu detensi pada plate settler (tdt), td t =
z So
0,1 3,4 × 10 −4 td t = 294,12dtk = 4,9mnt td t =
Tinggi plate settler dari dasar (H1), H1 = td x So = (2,5 jam x 3.600 dtk/jam) x (3,4 x 10 –4) =3m Ketinggian zona sedimentasi (H2), H2 = H 1 + h = 3 + 0,55 = 3,55 m Jumlah plate settler (n), n=
p (w sin α )
12,5 (0,05 sin 60) n = 217buah n=
Kontrol aliran R = w/2
108
= 0,05/2 = 0,025 m Bilangan Reynolds (Re), Re = Re =
vt R
υ
(2,3 × 10 )(0,025) −3
0,893 × 10 −6 Re = 64,38
Bilangan Froude (Fr), 2
Fr =
vt gR
(2,3 × 10 ) Fr =
−3 2
(9,81)(0,025)
Fr = 2,16 × 10 − 5 - Ruang lumpur
•
Kriteria desain terpilih
Terdapat 2 ruang lumpur berbentuk limas pada setiap bak Dosis maksimum koagulan yang digunakan (Cal)
: 52 mg/l
Kekeruhan air baku
: 38 mg/l
Zat padat terlarut
: 490 mg/l
Rasio zat padat terhadap kekeruhan (R)
: Zat padat/Kekeruhan
Kadar zat padat dalam lumpur
: 5%
Massa jenis zat padat, ps
: 2.600 kg/m3
Massa jenis air pada, pA
: 996,2 kg/m3
•
Perhitungan
a. Massa Jenis Lumpur, pL pL
= pA + Cp (ps – pA) = 996,2 + 0,05 (2.600 – 996,2) = 1.076,39 kg/m3
b. Produksi lumpur kering (S), Q = 0,05 m3/dtk = 4.320 m3/hr R = zat padat/kekeruhan
109
= 490 / 38 = 12,89 S = [koagulan (mg/l) + (kekeruhan x R)] x Q = [52 mg/l + (38x12.89)mg/l]x 10-6kg/mg x 103l/m3 x 4320m3/hr = 2.340,66 kg/hr c. Volume lumpur (V), V= V=
(S / 5%) ρ
(2340.66 / 5%) 1076,39
V = 10,87 m 3 / hr d. Dimensi Ruang Lumpur Ruang lumpur direncanakan berbentuk limas terpancung dengan : - Lebar atas
:5m
- Panjang atas
: 4,25 m
- Kedalaman
:1m
- Volume ruang lumpur; Vbk Volume = =
1 x tinggi x As 3 1 x 1 x (4,25 x 5,0) 3
= 7,0125 m³ Ada 2 ruang lumpur jadi volume total = 14,025 m³ e. Waktu Pengurasan tc
Vbk VL 14,025 = 10,87 =
= 1,29 hari = 31 jam sekali - Filtrasi
Unit filtrasi berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel yang masih terlarut yang belum berhasil diendapkan pada unit sedimentasi. Besar kekeruhan maksimal air yang boleh difiltrasi < 5 NTU. Dengan menggunakan filtrasi beberapa parameter yang dapat didegradasi
110
antara lain: kekeruhan, warna (yang disebabkan oleh kandungan lumpur), dan zat organik. Jenis bangunan filtrasi IPA Losari adalah saringan pasir cepat (rapid sand filter) dengan mengggunakan pasir silika sebagai media penyaringnya. Air masuk melalui inlet dan terdistribusi rata lewat gutter kemudian disaring dengan pasir silika, air bersih yang hasil saringan melewati nozzle kemudian lubang orifice pada pipa lateral dan dikumpulkan manifold menuju reservoir penampung air bersih. Metode pembersihan unit filtrasi WTP Tuntang menggunakan 2 langkah yaitu blower dan backwash. Blower dengan menggunakan udara terkompresi dilakukan selama ± 5 menit bertujuan untuk merusak struktur pasir yang telah memadat dan membuka kembali pori-porii pasir, kemudian dilanjutkan dengan proses backwash selama ± 5 menit untuk melarutkan kotoran dan dibuang melalui saluran over flow.
- Bak filter
•
Kriteria desain terpilih Kecepatan filtrasi (va) Kecepatan backwash (vb) Lebar : panjang Ketinggian air di atas filter (Ha)
•
: 7 m3/m2/jam : 20 m3/m2/jam :1:2 : 2,2 m
Perhitungan Jumlah minimum filter yang dibutuhkan (N), N = 12Q0,5 = 12(0,10)0,5 = 4 buah Debit masing-masing filter (Qf), Qf = Q/N = 0,10/4 = 0,025 m3/dtk Luas permukaan filter (Af), v = 7 m/jam = 2,00 x 10-3 m/dtk Af = Qf/v = 0,025/(2,0 x 10-3) = 12,5 m2 Dimensi bak filter Af = 12.5 m2 Af = p x l 12,5 = 2l2 l = 2,5 m p =5m sehingga Af menjadi: Af = p x l = 5 x 2,5 = 12,5 m2
111 - Media filter
•
Kriteria desain terpilih Media filter terdiri dari media penyaring dan media penahan. Media penyaring yang digunakan adalah pasir. Karakteristik pasir yang digunakan sebagai media penyaring terdapat pada Tabel berikut:
Material - Pasir
Faktor bentuk (ψ) 0,92
Tabel e: Karakteristik Media Filter yang Digunakan ES Koef. Berat jenis Porositas (d10) Keseraga (Ss) (e) man (U) 2,65 0,42 0,5 1,4
Tebal media (L) 0,6
Sumber: Droste, 1997
•
Perhitungan Distribusi ukuran media diperoleh dengan mengeplotkan d10 dan d60 dari masingmasing media pada kertas probabilitas dan menggambar garis lurus yang melalui kedua titik tersebut: Pasir : d60 = Ud10 = (1,4)(0,5 mm) = 0,70 mm Distribusi ukuran media filter hasil pengeplotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel berikut ini: Tabel f : Distribusi Media Filter Persentil berasarkan berat media 5 – 20 20 – 40 40 – 60 60 – 80 80 – 95 a
Diameter rata-rata, d =
Sumber: Droste, 1997
d1 (mm)
d2 (mm)
da (mm)
0,46 0,55 0,64 0,70 0,82
0,55 0,64 0,70 0,82 0,99
0,50 0,59 0,67 0,76 0,90
d1d 2 dimana d1 dan d2 diperoleh dari hasil plot probabilitas
PERSENTILES(BY WEIGHT) DARI MEDIA (%)
Persentil Media (%)
112 99.9
0.1
99.8
0.2
99.5
0.5
99
1
98
2
95
5
90
10
80
20
70
30
60
40
50
50
40
60
30
70
20
80
10
90
5
95
2
98 99
1
99.5
0.5
99.8
0.2 0.1 0.1
0.2
0.3
0.4 0.5 0.6
0.8
1
2
99.9 3
SIZE OF SEPERATION, mm
Ukuran Media (mm)
Gambar a: Distribusi Ukuran Media Filter Sumber: Droste, 1997 Sedangkan media penahan yang digunakan adalah lapisan gravel dengan faktor bentuk 0,98 (bulat) dan porositas 0,5. Susunan media penahan adalah sebagai berikut: Tabel g : Susunan Media Penyangga (Gravel) Susunan - Lapis 1 - Lapis 2
d1 (mm) 2 5
d2 (mm) 5 9
d (mm) 3,16 6,71
L (mm) 100 100 200
Sumber: Droste, 1997 - Sistem underdrain Sistem underdrain direncanakan menggunakan nozzel yang bertumpu pada lapisan
plat baja di dasar filter. Nozzle yang digunakan merupakan nozzle paket dengan spesifikasi sebagai berikut: - Jumlah kisi nozzle
: 36 buah
- Lebar kisi nozzle
: 0,0005 m
- Tinggi kisi nozzle
: 0,025 m
113
- Tinggi per slot
: 0,30 m
- Diameter nozzle
: 0,020 m
- Luas kisi nozzle Asl = 0,0005 x 0,025 = 0,0000125 m2 Luas total nozzel = 36 x 0,0000125 = 0,00045 m2 – Jumlah nozzle perbak, ( n ) dengan,
Luas media filter (Abk)= 12.5 m2 Kriteria luas bukaan underdrain ( p) = 0,45 % luas media Luas bukaan Nozzle (Anz)
n
=
Abk × p Anz
=
12.5 × 0,45 % 0,00045
= 0,00045 m2
= 125 buah -
Debit (Qnz) dan Kecepatan pada nozzle (Vnz), Debit masing-masing filter (Qf),
= 0,025 m3/dtk
Luas bukaan nozzle (Anz),
= 0,00045 m2
Jumlah nozzle (n)
= 125buah
Qnz = Qf/ n = 0,025/125 = 0,0002 m3/dt Vnz = Qnz/Anz = 0,0002/0,00045 = 0,44 m/dt - Desinfeksi
Desinfeksi dilakukan untuk membunuh mikroorganisme yang berbahaya agar air yang dihasilkan tidak mengandung bakteri pathogen.Umumnya, dosis kaporit pada awal produksi di titik injeksi reservoir sekitar 5-8 ppm menurun hingga 2,5 ppm pada kondisi normal setelah dinding bangunan dan saluran pipa/ selang telah jenuh terdesinfeksi. Dosis kaporit yang dibutuhkan sebenarnya tergantung dari hasil tes pemeriksaan kadar khlor di reservoir.
•
Kriteria desain terpilih
114
Desinfektan yang digunakan berupa kaporit (Ca(OCl)2.14H2O) Sisa klor minimum
: 0,2 mg/l
Dosis pembubuhan klorin maksimum (C) : 5 mg/l Kandungan klorin dalam kaporit
: 70%
Konsentrasi larutan
: 2%
Massa jenis kaporit
: 86 gr/100 ml
Waktu pencampuran
: 8 jam
Jumlah bak
: 2 bak
•
Perhitungan
Debit air pengolahan = 100l/dt Kebutuhan kaporit (Ckap), 100 .Q.C 70 100 = (100)(5) 70 = 714,28mg / dtk
C kap = C kap C kap
C kap = 61,71kg / hari Volume kaporit (Vkap),
Vkap =
C kap
ρ
61,71 0,86 = 71,76l / hari
Vkap = Vkap
Volume pelarut (Vp), Vp
=
100% − 2% × 71,76 2%
= 3516,24 l/hari Volume larutan kaporit (Vlar), Vlar
= Vkap + Vp = 71,76 + 3516,24 = 3.588 l/hari = 1.196 liter/8 jam = 2.491,67 cc/menit
jadi volume bak yang harus dibuat = 1,5 m3
115 Dimensi bak desinfektan, Panjang (p)
= 1,5 m
Lebar (l)
=1m
Kedalaman (H)
=1m
Freeboard (fb)
= 0,2 m
- Reservoir Reservoir berfungsi sebagai penampung air sementara setelah mengalami pengolahan di unit filtrasi. Kemudian air bersih siap disalurkan ke konsumen yang meliputi wilayah kawasan industri di sebelah selatan Ungaran dan penduduk di sekitarnya, untuk mengetahui jumlah air yang tertampung reservoir ini juga dilengkapi dengan level control.
•
Kriteria desain terpilih: Reservoir yang digunakan adalah ground reservoir. Kapasitas efektif reservoir adalah mampu menampung air yang diproduksi selama minimum satu jam. Kedalaman reservoir (H)
:3m
Jumlah reservoir
: 1 unit 2 kompartemen
Elevasi muka air minimum
: 15 cm dari dasar
•
Perhitungan
Kapasitas reservoir (V), V = Q x td = 0,30 x 1 x 3.600 = 1080 m3 Kapasitas reservoir dibuat 1.080 m3 Dimensi reservoir, Kedalaman reservoir (H) Luas Area (A), A = V/H = 1.080 / 3 = 360 m2 Panjang (p)
= 36 m
Lebar (l)
= 10 m
Dalam
=3m
Freeboard (fb) = 0,5 m
=3m
116 C. Desain Bangunan Sipil Jaringan Air Bersih 1. Desain Struktur Beton Bertulang a. DESAIN BAK INTAKE
Gambar b: Desain Struktur Beton Bertulang Sumber : Hasil Analisis, 2011 Tumpuan pegas pada pile cap memiliki konstanta kv=1,8 kg/cm3. Momen yang terjadi dengan kombinasi U = 1,2DL + 1,6LL : Untuk pile cap th=60 cm M11 = 23,59 ton.m/m’ (D19-150) M22 = 5,83 ton.m/m’ (D19-150) Untuk dinding struktur th=25 cm M11 = 9,43 ton.m/m’ (D16-150) M22 = 7,65 ton.m/m’ (D16-150) Pada Tumpuan pile cap M22 = 15,38 ton.m/m’ (D16-75) ada penebalan vote Kolom 25x25 menggunakan penulangan 12,77 cm2 = 8D16 Lendutan untuk kombinasi pembebanan DL+LL yang terjadi δmaks = 0,017 meter
117
Gambar c: Momen M11 untuk bak Intake
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Gambard: Momen M22 untuk bak Intake
Sumber : Hasil Analisis, 2011
118 b. DESAIN IPA
Gambar e: Desain IPA
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Tumpuan pegas pada pile cap memiliki konstanta kv=1,8 kg/cm3. Momen yang terjadi dengan kombinasi U = 1,2DL + 1,6LL : Untuk pile cap th=60 cm M11 = 25,137 ton.m/m’ (D19-150) M22 = 27,74 ton.m/m’ (D19-150) Untuk dinding struktur th=25 cm M11 = 8,77 ton.m/m’ (D16-150) M22 = 5,70 ton.m/m’ (D16-150) Kolom 25x25 menggunakan penulangan 17,62 cm2 = 8D19 Lendutan untuk kombinasi pembebanan DL+LL yang terjadi δmaks = 0,044 meter
119
Gambar f: Momen M11 untuk bak IPA
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Gambar g: Momen M22 untuk bak IPA
Sumber : Hasil Analisis, 2011
120 c. DESAIN RESERVOIR
Tumpuan pegas pada pile cap memiliki konstanta kv=1,8 kg/cm3. Gambar h: Desain Reservoir
Sumber : Hasil Analisis, 2011 Momen yang terjadi dengan kombinasi U = 1,2DL + 1,6LL : Untuk pile cap th=60 cm M11 = 6,44 ton.m/m’ (D16-150) M22 = 7,07 ton.m/m’ (D16-150) Untuk dinding struktur th=25 cm M11 = 2,26 ton.m/m’ (D16-150) M22 = 2,64 ton.m/m’ (D16-150) Kolom 25x25 menggunakan penulangan 6,25 cm2 = 4D19 Lendutan untuk kombinasi pembebanan DL+LL yang terjadi δmaks = 0,0046 meter
121
Gambar i: Momen M11 untuk bak Reservoir
Sumber : Hasil Analisis, 2011
Gambar j: Momen M22 untuk bak Reservoir
Sumber : Hasil Analisis, 2011
122 D. KAPASITAS DESAIN PELAT TH=60 DAN TH=25 Analisis Perhitungan Penulangan Slab Beton Bertulang KONDISI : Slab tidak menahan gaya aksial - Faktor Reduksi Kekuatan [Ø]=0,8 Tebal plat [cm] = 60 Selimut [cm] = 5 Mutu fy baja tulangan [kg/cm2] = 3.900 Mutu beton fc [kg/cm2] = 186 Diameter tulangan [mm] = 19 Jarak d tul.terluar [cm]= 54,05 Jarak d tul.kedua dari luar [cm]= 52,15 pmin = 0,002 pmak = 1,56625874125874E-02 Hasil Perhitungan Mu [kg.cm/m] ---------------------------------------------------------------------Tulangan Tul^ Tul^^ Status ---------------------------------------------------------------------D19-25 11518214 10722656 p = pmak D19-50 8.328.079 7.991.792 OK D19-75 5.827.252 5.603.061 OK D19-100 4.473.639 4.305.496 OK D19-125 3.628.447 3.493.932 OK D19-150 3.051.226 2.939.130 OK D19-175 2.632.185 2.536.103 OK D19-200 2.314.219 2.230.148 OK D19-225 2.064.728 1.989.998 OK D19-250 1.863.759 1.796.502 OK ---------------------------------------------------------------------Analisis Perhitungan Penulangan Slab Beton Bertulang KONDISI : Slab tidak menahan gaya aksial - Faktor Reduksi Kekuatan [Ø]=0.8 Tebal plat [cm] = 60 Selimut [cm] = 5 Mutu fy baja tulangan [kg/cm2] = 3.900 Mutu beton fc [kg/cm2] = 186 Diameter tulangan [mm] = 16 Jarak d tul.terluar [cm]= 54.2 Jarak d tul.kedua dari luar [cm]= 52.6 pmin = 0,002 pmak = 1,56625874125874E-02 Hasil Perhitungan Mu [kg.cm/m] ---------------------------------------------------------------------Tulangan Tul^ Tul^^ Status ---------------------------------------------------------------------D16-25 11.114.551 107.12.909 OK D16-50 6.180.043 5.979.222 OK D16-75 4.258.422 4.124.541 OK D16-100 3.245.714 3.145.303 OK D16-125 2.621.481 2.541.153 OK
123 D16-150 2.198.407 2.131.467 OK D16-175 1.892.822 1.835.444 OK ---------------------------------------------------------------------Analisis Perhitungan Penulangan Slab Beton Bertulang KONDISI : Slab tidak menahan gaya aksial - Faktor Reduksi Kekuatan [Ø]=0.8 Tebal plat [cm] = 25 Selimut [cm] = 5 Mutu fy baja tulangan [kg/cm2] = 3900 Mutu beton fc [kg/cm2] = 186 Diameter tulangan [mm] = 19 Jarak d tul.terluar [cm]= 19.05 Jarak d tul.kedua dari luar [cm]= 17.15 pmin = 0.002 pmak = 1.56625874125874E-02 Hasil Perhitungan Mu [kg.cm/m] ---------------------------------------------------------------------Tulangan Tul^ Tul^^ Status ---------------------------------------------------------------------D19-25 1.430.815 1.159.636 p = pmak D19-50 1.430.815 1.159.636 p = pmak D19-75 1.430.815 1.159.636 p = pmak D19-100 1.430.815 1.159.636 p = pmak D19-125 1.150.543 1.016.028 OK D19-150 986.306.874.210 OK D19-175 862.254.766.172 OK D19-200 765.529.681.458 OK D19-225 688.115.613.384 OK D19-250 624.807.557.550 OK D19-275 572.101.510.957 OK D19-300 527.553.471.505 OK ---------------------------------------------------------------------Analisis Perhitungan Penulangan Slab Beton Bertulang KONDISI : Slab tidak menahan gaya aksial - Faktor Reduksi Kekuatan [Ø]=0.8 Tebal plat [cm] = 25 Selimut [cm] = 5 Mutu fy baja tulangan [kg/cm2] = 3.900 Mutu beton fc [kg/cm2] = 186 Diameter tulangan [mm] = 16 Jarak d tul.terluar [cm]= 19,2 Jarak d tul.kedua dari luar [cm]= 17,6 pmin = 0,002 pmak = 1,56625874125874E-02 Hasil Perhitungan Mu [kg.cm/m] ---------------------------------------------------------------------Tulangan Tul^ Tul^^ Status ---------------------------------------------------------------------D16-25 1.453.437 1.221.290 p = pmak D16-50 1.453.437 1.221.290 p = pmak D16-75 1.329.782 1.195.901 OK D16-100 1.049.234 948.823OK
124 D16-125 864.297.783.969 OK D16-150 734.087.667.147 OK D16-175 637.691.580.313 OK D16-200 563.540.513.334 OK D16-225 504.768.460.141 OK D16-250 457.059.416.895 OK D16-275 417.567.381.054 OK D16-300 384.342.350.872 OK ----------------------------------------------------------------------
1. Desain Pondasi Bak Instalasi Pengolahan Air a. Berat Struktur a.1. Strukttur untuk bak pengumpul dan ruang pompa Ruang Pompa Berat sendiri beton = Bak Pengumpul Berat sendiri beton =
(4,5*0,25*2+8,5*2*0,25)*3,5*2,4 4,5*8,5*0,6*2,4
= = TOTAL
54,6 55,08 109,68
ton ton ton
(3,5*2*0,25+10,5*2*0,25)*5*2,4 3,5*10,5*0,6*2,4
= =
84 52,92
ton ton
= TOTAL
183,75 320,67
ton ton
= = = = = = =
74,46 5,796 120 248,826 79,665 75,5568 228,816
ton ton ton ton ton ton ton ton
= =
157,41 794,5
ton ton
TOTAL
1785.03
ton
= = =
240 44,07 555,282
ton ton ton
= TOTAL
1.928,063 ton 2.767,415 ton
Berat tampuangan air = 3,5*10,5*5*1
a.2. Struktur bak untuk koagulas, fokulasi, sedimentasi dan filtrasi Berat sendiri beton =
7,3*(2,6*3+4,6*2)*0,25*2.4 0,25*4,6*2,1*2,4 (4,75*4*0,25+7*3*0,25)*5*2,4 (14*2*0,25+11,35*4*0,25)*5,65*2,4 (5,50*3*0,25+7*0,25)*5,65*2,4 7,95*6,6*0,6*2,4 14*11,35*0,6*2,4
Berat tampuangan air = 7,95*6,6*3*1,0 14*11,35*5*1,0
a.3. Struktur reservoir Berat sendiri beton =
10*0,25*8*5*2,4 36,725*2*0,25*2,4 36,725*10,5*0,6*2,4
Berat tampuangan air = 36,725*10,5*5*1
125 E. Kapasitas Dukung Tanah Berdasarkan data sondir berdasarkan referensi jenis tanah setipe dihasilkan nilai qc rata2 = 8 kg/cm2 untuk asumsi kedalaman hingga 20 meter, sehingga pada permukaan tanah besarnya kapasitas dukung tanah ijin (qsafe) = qc/30 = 8/30 = 0,26 kg/cm2.
F. Desain Pondasi Tegangan Tanah yang Terjadi 1. Strukttur untuk bak pengumpul dan ruang pompa Ruang Pompa Berat Total (P) = Luas Alas Pondasi (A) = Tegangan Tanah (Teg) =
Bak Pengumpul Berat Total (P) = Luas Alas Pondasi (A) = Tegangan Tanah (Teg) =
109,68
ton
38,25
m2
2,867451
ton/m2
320,67
ton
36,75
m2
8,725714
ton/m2
2. Struktur bak untuk koagulas, fokulasi, sedimentasi dan filtrasi Berat Total (P) = Luas Alas Pondasi (A) = Tegangan Tanah (Teg) =
1.785,03
ton
211,37
m2
8,445048
ton/m2
2.767,415
ton
385,6125
m2
7,176672
ton/m2
3.Struktur reservoir Berat Total (P) = Luas Alas Pondasi (A) = Tegangan Tanah (Teg) =
Tegangan tanah yang terjadi pada dasar pondasi struktur bak rata-rata mencapai 0,8 kg/cm2 sehingga telah melebihi kapasitas dukung tanah ijin (qsafe) sebesar 0,26 kg/cm2. Untuk itu diperlukan terucuk minipile untuk perbaikan tanahnya. Pada perhitungan terucuk minipile akan ditinjau jika tiang dihitung berdasarkan kelompok tiang dengan kapasitas dukung kelompok tiang.
126 G. Desain Terucuk Minipile 20x20 Tiang direncanakan memiliki kedalaman segmen tiang 6m dengan jarak antar tiang (as ke as) adalah 3xd atau 3x20 = 60 cm. Spesifikasi bahan yang digunakan disajikan pada Tabel berikut:
Spesifikasi Reinforced Concrete Mini Pile BENTUK Mutu Beton Tulangan Utama Beugel Panjang Section Daya Dukung izin Material Tiang
Persegi 20x20 K-350 4 D 13 φ6 6,00 M 26,8 Ton
Segitiga 32x32x32 K-350 3 D 16 φ6 6,00 M 29,3 Ton
Berikut disajikan perhitungan kapasitas dukung tiang minipile dengan peninjauan terhadap kapasitas dukung kelompok tiang: Dalam Wesley (1977) disebutkan kapasitas dukung tiang ijin untuk tiang adalah : Qijin
= (qc . Aujung)/3 + (Tf . O)/5 Qujung
Qijin qc Tf Aujung O
= = = = =
Qfriksi
Kapasitas ijin pondasi tiang tunggal (kg) Perlawanan Ujung sondir (kg/cm2) Total friction sondir (kg/cm’) Luas permukaan ujung tiang (cm2) Keliling tiang (cm)
Untuk dimensi tiang 20x20 maka, Luas ujung tiang (A) = 20x20 = 400 cm2 Keliling tiang (O) = 20x4 = 80 cm Pada kedalaman 6 meter : qc = 8 kg/cm2 Tf = 250 kg/cm Qijin
= (qc . A)/3 + (Tf . O)/5 = (8 x 400)/3 + (250 x 80)/5 = 5.066 kg
Qkelompok = Qijin x Efisiensi x jumlah tiang = 5,0 x 0.7 * 4 = 14,186 ton. Jika tegangan yang terjadi pada dasar pondasi struktur bak (Teg) = 8,725714 ton/m2, maka per meter persegi harus mampu menahan = 8,72 ton < Qkelompok .... Aman.
127 Perbedaan besarnya Qkelompok dan beban yang bekerja untuk mengantisipasi besarnya penurunan yang terjadi pada pondasi. Sebagai ilustrasi desain pondasi, disajikan Gambar 5.27 s/d 5.28 untuk susunan tiang dan jumlah tiang di tiap instalasi yang ada.
BAK PENGUMPUL
RUANG POMPA
02
03
BAK PENGUMPUL
RUANG POMPA
POTONGAN 01 01
INTAKE
Gambar k: Struktur bak pengumpul dan ruang pompa Sumber : Hasil Analisis, 2011
128
SEDIMENTASI
FLOKULASI
POTONGAN 04
06
07
FILTRASI
08
05
04
. KOAGULASI
FLOKULASI
SEDIMENTASI
FILTRASI
129
RUANG POMPA DISTRIBUSI
POTONGAN 09
11
10
09
RESERVOIR
Gambar l: Struktur bak Reservoir Sumber : Hasil Analisis, 2011
H. Bangunan Intake Bendung Intake berfungsi untuk menaikkan muka air agar air sumber bisa masuk ke dalam sumur intake yang elevasinya lebih rendah daripada dasar sungainya atau sumbernya. Bangunan Intake pada IPA di lokasi perencanaan direncanakan untuk fungsi central ground
130 (Pusat Intake) untuk beberapa sumber potensi air baku, karena dimensi tingginya tidak terlalu besar hanya sekitar 3 meter, maka apabila terjadi debit yang amat besar (debit banjir) di sumber air, maka bangunan ini bisa rusak. Oleh karena itu perkuatan pondasinya hanya untuk menahan gravitasi karena tekanan air dan pergeseran saja.
I. Rencana Anggaran Biaya Konstruksi dan Pentahapan Investasinya Berdasarkan perhitungan biaya kontruksi yang mengacu pada harga satuan Lokal Kota Blora Tahun 2009, maka diperoleh total biaya konstruksi sebesar 42,42 milyar rupiah dengan rincian anggaran biaya konstruksi seperti disajikan pada Tabel berikut:
Tabel h: Rencana Anggaran Biaya Konstruksi Jaringan Transmisi Air PDAM Sumber Air Bentolo ke Kota Blora, Jawa Tengah NO A B
C D E
F
G
H
URAIAN
TOTAL BIAYA
PEKERJAAN PERSIAPAN 19.000.000,00 PEKERJAAN STRUKTUR DAN FINISHING BANGUNAN I. PEKERJAAN BETON INTAKE 665.833.584,25 II. PEKERJAAN BETON KOAGULASI- FLOKULASI - 8.612.050.856,45 SEDIMENTASI - FILTRASI III. PEKERJAAN BETON RESERVOIR 3.479.786.568,67 Total B 12.757.671.009,37 PEKERJAAN MEKANIKAL/ ELEKTRIKAL BANGUNAN 882.800.000,00 PENGADAAN/PEMASANGAN JARINGAN TRANSMISI 24.309.000.000,00 DAN PELENGKAPNYA PEKERJAAN BANGUNAN RUMAH GENSET I. PEKERJAAN STRUKTUR DAN ATAP : 86.398.425,75 II. PEKERJAAN FINISHING ARSITEKTUR : 73.830.102,73 Total E 160.228.528,48 PEKERJAAN BANGUNAN RUMAH TRAFO I. PEKERJAAN STRUKTUR DAN ATAP 125.927.493,75 II. PEKERJAAN FINISHING ARSITEKTUR 83.834.750,29 Total F 209.762.244,04 PEKERJAAN BANGUNAN RUANG OPERASIONAL I. PEKERJAAN STRUKTUR DAN ATAP 81.198.316,04 II. PEK. FINISHING ARSITEKTUR 87.261.385,19 Total G 168.459.701,23 PEKERJAN BANGUNAN GARDU JAGA I. PEKERJAAN STRUKTUR DAN ATAP 38.802.849,70 II. PEKERJAAN FINISHING ARSITEKTUR 18.034.621,39 Total H 56.837.471,09 A+B+C+D+E+F+G+H 38.563.758.954,21 PPN 10% 3.856.375.895,42 Total Biaya 42.420.134.849,64 Dibulatkan 42.420.130.000,00
Tahapan investasi direncanakan untuk 5 (lima) tahun. Detail investasi disajikan pada Tabel dan Gambar berikut.
131
Tabel i: Tahapan Investasi Jaringan Transmisi 2010. URAIAN
NO
JUMLAH BIAYA
A.
PEKERJAAN PERSIAPAN :
B.
PEKERJAAN STRUKTUR DAN FINISHING BANGUNAN : I. II. III.
PEKERJAAN BETON INTAKE : PEKERJAAN BETON KOAGULASI - FLOKULASI - SEDIMENTASI - FILTRASI : PEKERJAAN BETON RESERVOIR :
C.
PEKERJAAN MEKANIKAL / ELEKTRIKAL BANGUNAN :
D
PENGADAAN/PEMASANGAN JARINGAN TRANSMISI DAN PELENGKAPNYA
E.
PEKERJAAN BANGUNAN RUMAH GENSET I. II.
G.
3,800,000.00
Rp. Rp. Rp.
665,833,584.25 8,612,050,856.45 3,479,786,568.67
665,833,584.25
Rp. Rp
882,800,000.00
882,800,000.00
24,309,000,000.00
2,430,900,000.00
Rp. Rp.
86,398,425.75 73,830,102.73
86,398,425.75 73,830,102.73
Rp. Rp.
125,927,493.75 83,834,750.29
125,927,493.75 83,834,750.29
Rp. Rp.
81,198,316.04 87,261,385.19
81,198,316.04 87,261,385.19
Rp. Rp.
38,802,849.70 18,034,621.39
TAHUN II 3,800,000.00
TAHUN III
TAHUN IV
TAHUN V
3,800,000.00
3,800,000.00
3,800,000.00
7,292,700,000.00
6,077,250,000.00
6,077,250,000.00
7,296,500,000.00 729,650,000.00 8,026,150,000.00 8,026,150,000.00
6,081,050,000.00 608,105,000.00 6,689,155,000.00 6,689,155,000.00
6,081,050,000.00 608,105,000.00 6,689,155,000.00 6,689,155,000.00
8,612,050,856.45 3,479,786,568.67
2,430,900,000.00
PEKERJAAN STRUKTUR DAN ATAP : PEKERJAAN FINISHING ARSITEKTUR :
PEKERJAAN BANGUNAN RUANG OPERASIONAL I. II.
H.
19,000,000.00
PEKERJAAN BANGUNAN RUMAH TRAFO I. II.
PEKERJAAN STRUKTUR DAN ATAP : PEK. FINISHING ARSITEKTUR :
PEKERJAN BANGUNAN GARDU JAGA I. II.
PEKERJAAN STRUKTUR DAN ATAP : PEKERJAAN FINISHING ARSITEKTUR :
JUMLAH BIAYA PPN 10 % TOTAL BIAYA DIBULATKAN
38,802,849.70 18,034,621.39 Rp. Rp. Rp. Rp.
8,001,570,626.67 800,157,062.67 8,801,727,689.34 8,801,720,000.00
11,103,588,327.55 1,110,358,832.75 12,213,947,160.30 12,213,940,000.00
Sumber: Analisis, 2010 14.00
12.00 Nilai Investasi (dalam Milyar Rp)
F.
PEKERJAAN STRUKTUR DAN ATAP : PEKERJAAN FINISHING ARSITEKTUR :
TAHUN I
Rp.
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
TAHUN I(2010) TAHUN II (2011) TAHUN III(2012) TAHUN IV( 2013) TAHUN V (2014) Tahun Investasi
Gambar m: Investasi Tahunan Jaringan Transmisi Pelayanan Air Bersih Bentolo-Kota Blora Sumber : Hasil Analisis, 2010
132 J. Standar operasional dan pemeliharaan bangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA)(sk. SNI. T-3.1.3) Ketentuan – Ketentuan Ketentuan-ketentuan ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Ketentuan Umum Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan bangunan instalasi penyediaan air bersih harus dilaksanakan sesuai ketentuan umum sebagai berikut :
− Manajemen Manajemen
operasi dan pemeliharaan harus melibatkan semua unsur sehingga
kelancaran operasi dan pemeliharaan dapat terjamin. Unsur tersebut adalah : a. Penyediaan bahan dan peralatan. b. Penyediaan anggaran. c. Pencatatan dan penyampaian laporan hasil operasi tepat waktu.
− Sistem Informasi Informasi yang perlu dilaporkan dengan unit terkait meliputi : a. Daftar bahan dan peralatan serta lokasinya. b. Pemakaian bahan kimia. c. Catatan hasil operasi. d. Catatan masalah operasi. e. Catatan jadwal pemeliharaan. f. Rangkuman kinerja hasil operasi, permasalahan, saran/usul pemecahan.
− Anggaran Biaya Menyangkut pendapatan, penegeluaran, serta investasi yang disusun berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, dan minimal tersedia untuk 3 bulan operasi. Anggaran terdiri dari : a. Anggaran untuk tenaga kerja. b. Anggaran untuk penggunaan bahan. c. Anggaran untuk sumber daya listrik, bahan bakar, pelumas. d. Anggaran pemeliharaan untuk bangunan instalasi, termasuk peralatan pompa, motor, pembangkit listrik.
− Formulir Kerja Formulir yang perlu disiapkan :
133 a. Kartu pengenal daftar bahan dan peralatan. b. Kartu pelaksanaan operasi. c. Kartu pemeliharaan peralatan rutin dan berkala. d. Laporan operasi dan pemeliharaan.
− Manual Operasi dan Pemeliharaan Manual disiapkan untuk masing-masing jenis dan fungsi peralatan yang ada. Manual ini sesuai dengan persyaratan teknis (spesifikasi teknis), yang berlaku mulai dari intake, prasedimentasi, koagulasi, flokulasi, penyaringan, desinfeksi, dan reservoir.
2. Ketentuan Teknis
− Peralatan a. Peralatan ukur yang digunakan harus sesuai dengan jenis bahan dan peralatan yang ada pada bangunan instalasi pengolahan air. b. Peralatan ukur debit yaitu meter air, venturimeter, flowmeter, alat ukur sekat serta stop watch. c. Peralatan ukur bahan dan larutan, yaitu timbangan analitis, gelas ukur, pipet ukur dan gelas kimia. d. Peralatan laboratorium, yaitu alat-alat yang digunakan peda pengujian proses pengolahan dan kualitas air. e. Jenis peralatan laboratorium yang digunakan adalah : i. Jar test. ii. Botol oksigen. iii. Labu erlenmeyer. iv. pH meter. v. Buret. vi. Komprator Cl-. vii. Spektofotometer.
− Bahan Bahan yang dipergunakan adalah : Alumunium sulfat. Kapur. Klor. Soda ash.
− Pelaporan Pelaporan dilaksanakan oleh petugas pelaksana, dengan mengacu pada format laporan yang berlaku. Pelaporan ini meliputi : a. Laporan harian.
134 b. Laporan mingguan. c. Laporan bulanan.
K. Cara Pengerjaan IPA 1. Operasi Unit Pengolahan 1. Intake a. Baca skala yang menunjukkan tinggi muka air sungai. b. Operasikan pompa dan biarkan air mengalir dengan stabil. c. Atur debit sesuai dengan kapasitas yang diperlukan dengan cara mengatur bukaan katup. d. Amati kondisi air baku, alat pengukur debit, alat pengukur tekanan air, dan kondisi pompa. 2. Bak Prasedimentasi a. Baca debit yang masuk pada alat ukur yang tersedia. b. Bersihkan bak dari kotoran / sampah yang mungkin terbawa. c. Periksa kekeruhan air baku yang masuk dan keluar bak prasedimentasi, pH dan dosis koagulan. d. Lakukan pembuangan lumpur dari bak prasedimentasi sesuai dengan periode waktu yang telah ditentukan atau tergantung pada kondisi air baku. 3. Koagulasi a. Operasikan pompa pembubuhan alum/soda dan stel stroke pompa sesuai dengan perhitungan (ada jenis pompa kimia lain yang penyetelan strokenya dilakukan pada saat pompa tidak dioperasikan). b. Atur pH sehingga sama dengan pH pada waktu jar test, dengan menambah atau mengurangi stroke pompa. c. Amati untuk kerja pompa pembubuh, persediaan dan aliran larutan bahan kimia. d. Pertahankan keadaan seperti pada awal operasi dan lakukan penyesuaian bila diperlukan. 4. Flokulasi a. Amati flok-flok yang terbentuk, apakah terbentuk dengan baik, apabila tidak, periksa kembali pH air di pengaduk lambat dan lakukan penyesuaian-penyesuaian pembubuhan. b. Periksa pembentukan buih di permukaan air dan bersihkan apabila terjadi.
135 5. Bak Sedimentasi a. Periksa kekeruhan air yang keluar dari bak sedimentasi. b. Lakukan pembuangan lumpur sesuai yang diterapkan. c. Bersihkan buih atau bahan yang terapung. d. Periksa fungsi-fungsi katup. 6. Bak Filtrasi (Penyaring) a. Tutup katup penguras, katup pencucian dan katup outlet penyaring. b. Alirkan air sampai ketinggian yang telah ditentukan. c. Buka katup outlet penyaring dan atur kapasitasnya sesuai dengan perencanaan. d. Periksa kekeruhan air pada inlet dan outlet penyaring. e. Amati debit outlet pada alat ukur yang tersedia. f. Lakukan pencucian penyaring bila debitnya menurun sampai batas tertentu atau air pada permukaan penyaring naik sampai batas ketinggian yang ditetapkan, dengan cara : i. Tutup katup inlet dan outlet penyaring. ii. Buka katup outlet buangan pencucian dan inlet air pencuci. iii. Operasikan pompa pencuci dan atur debitnya. iv. Amati penyebaran air pada permukaan penyaring. v. Atur debit pencucian dengan mengatur katup, sehingga media tidak terbawa. vi. Hentikan pencucian bila air sudah jernih. 7. Reservoir a. Periksa pH air yang masuk ke bak penampung air bersih. b. Ukur debit air yang masuk. c. Apabila pH air kurang dari 6.5 atau lebih dari 8.5 maka bubuhkan larutan netralisator (larutan soda ash 10 % atau larutan kapur jenuh), sesuai perhitungan. d. Bubuhkan larutan desinfektan, seperti larutan kaporit sesuai perhitungan. e. Periksa pH, kekeruhan dan sisa klor dari air bersih di bak penampungan setiap jam. f. Periksa kualitas air secara lengkap (fisika, kimia dan bakteriologis) di laboratorium Departemen Kesehatan setempat menimal setiap bulan.
136 2. Pemeliharaan Unit Pengolahan 1. Intake a. Pemeliharaan Harian i. Hentikan pompa bila terdengar suara bising atau getaran yang tidak biasa. ii. Bersihkan saringan penyadap dan saringan pompa jika terdapat kotoran. iii. Segera bersihkan endapan lumpur atau pasir jika ada. iv. Bersihkan lingkungan dari rumput dan kotoran-kotoran. b. Pemeliharaan Bulanan i. Periksa apakah terjadi kebocoran pada perpipaan. Jika perlu ganti gasket dan kencangkan atau ganti mur dan baut. ii. Periksa penyokong pipa. Bila perlu lakukan penggantian atau perbaikan. iii. Periksa pengkaratan pipa-pipa. Bila perlu lakukan penggantian atau perbaikan. iv. Periksa kebocoran katup-katup. Bila perlu kencangkan baut-baut atau lakukan perbaikan, serta ulir katup diberi gemuk. v. Periksa operasi katup-katup. Bersihkan dan perbaiki atau ganti pemutar, tiang katup, dudukan, paking dan ring. Jika perlu lakukan pengantian paking. c. Pemeliharaan Tahunan i. Laporkan kepada atasan bila terjadi perubahan konstruksi. ii. Laporkan kepada atasan jika ada kerusakan pagar pengaman, saringan, katupkatup dan perpipaan. 2. Bak Prasedimentasi a. Pemeliharaan Harian i. Periksa dan bersihkan lingkungan dari kotoran-kotoran. ii. Periksa dan bersihkan permukaan air di bak dari kotoran-kotoran yang mungkin terbawa melalui saringan. iii. Periksa dan bersihkan inlet dan outlet dari kotoran yang mungkin menyumbat. b. Pemeliharaan Bulanan i. Periksa dan bersihkan lingkungan dari tanaman liar. ii. Periksa konstruksi bangunan dari kerusakan yang mungkin terjadi. iii. Periksa dan bersihkan bak dari pertumbuhan lumut dan tanaman air lainnya. iv. Lakukan pembuangan endapan lumpur. v. Periksa dan bersihkan katup pembuangan lumpur serta peralatan lainnya. Bila perlu ulir katup diberi gemuk. c. Pemeliharaan Tahunan
137 i. Periksa dan perbaiki bangunan bak pengendap dari kerusakan yang mungkin terjadi. ii. Periksa dasar bak pengendap dari penumpukan lumpur dan bila perlu lakukan pengurasan dan pembersihan dasar bak. iii. Periksa dan bersihkan dinding bak dari lumut. 3. Peralatan Pembubuh Bahan Kimia a. Pemeriksaan Harian i. Bersihan alat pembubuh bahan kimia dan ruangan pembubuhan. ii. Periksa dan jaga agar jumlah kebutuhan larutan bahan kimia cukup untuk operasi secara kontinu. iii. Bilasi alat pembubuh dan saluran larutan bahan kimia dengan air bersih beberapa saat sebelum pembubuhan dihentikan. b. Pemeriksaan Bulanan i. Periksa dan bersihkan katup, saringan, titik injeksi dan saluran pembubuh dari kemungkinan terjadinya pengendapan dan penyumbatan kotoran. ii. Periksa kebocoran yang mungkin terjadi pada saluran larutan bahan kimia dan katup. Bila perlu lakukan perbaikan. iii. Periksa dan bersihkan tangki larutan bahan kimia dan alat pengaduk dari kotoran atau endapan yang terjadi. iv. Cek kapasitas pompa pembubuh. Bila perlu lakukan perbaikan atau penggantian bagian-bagian yang kurang berfungsi. v. Periksa dan bersihkan ruangan penyimpanan dan pembubuhan bahan kimia dari kotoran–kotoran serta tumpahan bahan kimia. c. Pemeliharaan Tahunan i. Periksa alat pembubuh larutan bahan kimia serta bersihkan dari kotorankotoran. Lakukan perbaikan atau penggantian bagian-bagian yang kurang berfungsi dengan baik. ii. Bersihkan pengkaratan bagian luar alat pembubuh serta lakukan pengecatan kembali. Hindarkan plat nama spesifikasi pompa dari pengecatan. 4. Koagulasi a. Pemeliharaan Harian i. Periksa dan bersihkan titik pembubuhan larutan bahan kimia. ii. Bersihkan kotoran-kotoran dan buih yang mengapung di atas permukaan air. iii. Bersihkan lumut jika ada.
138 b. Pemeliharaan Bulanan i. Lakukan pembubuhan kaporit atau bahan desinfektan lainnya dengan dosis yang cukup, untuk menghindari lumut. ii. Periksa fungsi alat pengaduk (jika ada), bila perlu lakukan perbaikan atau penggantian bagian-bagian yang tidak berfungsi. iii. Bersihkan lumut jika ada. c. Pemeliharaan Tahunan i. Lakukan pengecatan, bila unit terbuat dari logam. ii. Laporkan ke atasan jika ada kerusakan atau perubahan konstruksi. 5. Flokulasi a. Pemeliharaan Harian i. Periksa dan bersihkan pintu-pintu serta sisi ruang alat pengaduk lambat. ii. Bersihkan busa dan kotoran-kotoran yang mengapung diatas permukaan air. iii. Buka katup-katup penguras beberapa detik untuk membuang lumpur yang mungkin mengendap. iv. Periksa pertumbuhan lumut dan bersihkan jika ada. b. Pemeliharaan Bulanan i. Periksa pertumbuhan lumut pada bak pengaduk lambat. Lakukan pembubuhan kaporit atau bahan desinfekatan lainnya dengan dosis cukup. ii. Periksa katup-katup pembuangan lumpur dan bila perlu lakukan perbaikan. iii. Apakah pengaduk lambat dilengkapi alat pengaduk, periksa fungsi dari peralatan tersebut dan bila perlu lakukan perbaikan atau penggantian bagianbagian yang tidak berfungsi. c. Pemeliharaan Tahunan i. Periksa, kuras dan bersihkan dengan seksama unit alat pengaduk lambat. ii. Lakukan pengecatan bila unit terbuat dari logam. iii. Laporkan ke atasan bila ada kerusakan atau kelainan pada kontruksi. iv. Periksa kondisi katup-katup dan lakukan perbaikan serta pengecatan apabila perlu. 6. Bak Sedimentasi a. Pemeliharaan Harian i. Periksa dan bersihkan plat pengendap dengan menyemprotkan air. ii. Periksa bocoran dan fungsi dari pipa dan katup penguras lumpur.
139 iii. Periksa dan bersihkan kotoran serta busa yang mengapung diatas permukaan air. iv. Periksa pertumbuhan lumut dan bersihkan jika ada. b. Pemeliharaan Bulanan i. Periksa katup-katup pembuangan lumpur dan bila perlu lakukan perbaikan. ii. Amati pertumbuhan lumut pada dinding bak dan bersihkan jika ada. c. Pemeliharaan Tahunan i. Periksa, kuras dan bersihkan dengan seksama. ii. Lakukan pengecatan bila unit terbuat dari logam. iii. Periksa konstruksi dari unit alat tersebut, bila terjadi kerusakan atau kelainan, segera laporkan kepada atasan. iv. Periksa kondisi katup-katup dan lakukan perbaikan serta pengecatan apabila perlu. 7. Bak Filtrasi a. Pemeliharaan Harian i.
Periksa dan bersihkan sisi luar alat penyaring.
ii. Bersihkan buih dan kotoran-kotoran yang mengapung. b. Pemeliharaan Bulanan i.
Periksa pertumbuhan lumut dan bersihkan jika ada.
ii. Periksa ketebalan media penyaring dan tambah kekurangannya bila perlu. c. Pemeliharaan Tahunan i. Tambahkan media bila perlu, dan periksa kemungkinan terbentuknya bola-bola lumpur media penyaring. ii. Lakukan pengecatan bila unit terbuat dari logam. iii. Periksa konstruksi dari unit alat tersebut, bila terjadi kerusakan atau kelainan, segera laporkan kepada atasan. iv. Periksa kondisi katup-katup dan lakukan perbaikan serta pengecatan bila perlu. 8. Reservoir a. Pemeliharaan Harian i.
Periksa dan bersihkan lingkungan bak penampung air bersih dari rumput dan kotoran-kotoran.
ii. Periksa kemungkinan tumbuhnya lumut dalam bak penampung air bersih. b. Pemeliharaan Bulanan
140 i.
Periksa dan bersihkan kelengkapan sarana, dan lakukan perbaikan jika ada kebocoran katup dan pipa.
ii. Lakukan perbaikan jika ada kebocoran katup dan pipa. iii. Bersihkan lumut pada dinding bak dengan larutan kaporit. iv. Bersihkan endapan lumpur atau pasir jika ada. c. Pemeliharaan Tahunan i. Laporkan kepada atasan dan lakukan perbaikan jika ada kerusakan konstruksi. ii. Lakukan pembersihan karat dan pengecatan. iii. Periksa kemungkinan terbentuknya endapan dalam bak, bila perlu lakukan pengurasan. 9. Pompa Pompa merupakan salah satu komponen dalam sistem pengambilan air baku yang sangat rentan terhadap kerusakan apabila tidak dilakukan pemeliharaan dengan baik dan optimal. Hal-hal yang dilakukan atau pelu diperhatikan dalam pemeliharaan pompa untuk menjaga performa dari kerja pompa tersebut antara lain, adalah: a. Pemeriksaan Harian (Daily Inspections).
− Mengecek seluruh unit pompa yang bekerja untuk memastikan bahwa supply oli yang diberikan berfungsi dengan tepat.
− Memeriksa motor dan bearing pompa dengan cara merasakan kondisi suhunya untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengalami overheat. Temperatur panas yang dirasakan oleh tangan masih dapat diterima, tetapi kenaikan temperatur yang tiba-tiba perlu dilakukan pemeriksaan.
− Memeriksa pompa atau kopling pada motor untuk memastikan tidak ada penggunaan yang berlebihan.
− Memeriksa valve butterfly pembuangan pompa dan check valve terhadap kemungkinan kebocoran yang terjadi. b. .Pemeliharaan Rutin atau Terjadwal (Scheduled Maintenance). Jumlah jam total pompa bekerja dapat dilihat pada meteran yang terletak pada ruang panel kontrol pompa.
− Pemeriksaan tiap 1000 jam kerja. Buka pelindung kopeling penggerak dan periksa keausan pada cincin penggerak dari karet. Jika sudah aus maka harus diganti, jika tidak jarum penggerak dari baja rusak.
141
− Pemeriksaan tiap 3000 jam kerja. Pemeriksaan dilakukan pada butiran (bola-bola) bearing, hal yang harus dilakukan adalah membersihkan pelumas butiran bearing tersebut dan mengganti dengan pelumas baru secara perlahan ketika pompa sedang bekerja. Perhatian khusus harus dilakukan untuk memastikan behawa tidak ada pasir-pasir halus ataupun kotoran lain yang masuk ke dalam bearing
− Pemeliharaan Tahunan Keluarkan selubung atas dari katup kupu yang beroda gigi dan lumasi bagianbagian yang bergerak di bagian dalam. Gunakan pelumas yang sama seperti untuk bentalan pompa.
142