BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berada disekitar garis khatulistiwa. Posisi ini kemudian menyebabkan negara Indonesia memiliki hutan hujan tropis terbesar ke tiga di dunia setelah Brazil dan Kongo. Namun pembangunan di Indonesia 20 tahun belakangan ini mengakibatkan banyak lahan hutan yang ditebang atau dibakar dan dimanfaatkan untuk lahan lainnya. Perubahan fungsi lahan dari lahan inilah yang disebut dengan deforestasi atau alih fungsi lahan (Kementerian Kehutanan, 2012). Berdasarkan hasil penelitian FAO (1993) pada tahun 1981-1990 laju deforestasi sebesar 1,21 juta ha/tahun sedangkan tahun 1990-2000 laju deforestasi hutan Indonesia meningkat menjadi 1,31 juta ha/tahun. Dinas Kehutanan Indonesia juga melakukan perhitungan laju deforestasi hutan Indonesi tahun 2006-2009 dan diperoleh nilai laju deforestasi selama 3 tahun sebesar 0,83 juta ha/tahun (Kementerian Kehutanan, 2012). Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya deforestasi adalah jumlah penduduk yang meningkat. Hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk memenuhi kebutuhan penduduk seperti kebutuhan tempat tinggal, lapangan pekerjaan, yang mengakibatkan semakin banyaknya pabrik dan perkantoran, serta kebutuhan lainnya. Lahan bervegetasi memiliki fungsi ekologis dimana keberadaan lahan ini akan menjaga kondisi ekologi suatu wilayah. Ketika fungsi ekologis ini terganggu maka akan mempengaruhi kualitas lingkungan suatu wilayah. Kualitas lingkungan itu sendiri bisa diliat dari tingkat pencemaran lingkungannya (Sitepu, 2012). Lahan vegetasi juga memiliki fungsi sebagai pembersih polusi yang ada di udara. Karbon dioksida merupakan zat buangan yang bersifat
1
mencemari udara, zat ini dihasilkan oleh kendaraan bermotor, pabrik maupun manusia itu sendiri. Karbon dioksida membuat udara menjadi tidak sehat dan akhirnya mempengaruhi kualitas udara. Namun, karbon dioksida ini akan dimanfaatkan kembali oleh vegetasi. Setiap harinya vegetasi mengalami proses fotosintesis untuk mengubah karbondioksida dan air menjadi oksigen dan zat kimia lainnya. Berkurangnya lahan bervegetasi juga berakibat berkurangnya suplai oksigen. Setiap jenis vegetasi dapat menghasilkan oksigen dalam jumlah yang berbeda tergantung dengan kandungan air pada tanaman, banyaknya klorofil serta lamanya penyinaran matahari yang mempengaruhi lamanya proses fotosintesis. Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang juga mengalami deforestasi seiring dengan pembangunan di provinsi tersebut. Tercatat dari tahun 2006-2009, Jawa Tengah mengalami deforestasi rerata per tahunnya sebesar 5.847,7 ha atau 17.514 ha dalam tiga tahun. Kota Magelang merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang juga mengalami deforestasi. Pada tahun 2003 luas potensi tanah sawah di Kota Magelang sebesar 251,0218 ha dan pada tahun 2004 sebesar 248,475 ha. Dari data ini bisa diketahui bahwa dalam setahun luas potensi tanah sawah Kota Magelang mengalami penurunan sebesar 2,5468 ha (www.magelang.go.id). Pembangunan
yang
terus
berlanjut
akan
memicu
semakin
berkembangnya aktivitas perkotaan baik oleh penduduk lokal maupun pendatang. Hal ini akan memicu antara lain semakin banyaknya jumlah penduduk Kota Magelang
serta semakin banyaknya jumlah kendaraaan.
Sehingga akan mengakibatkan peningkatan jumlah karbon dioksida yang akan dihasilkan di lingkungan kota. Ruang hijau merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki kualitas lingkungan suatu kota. Keberadaan ruang hijau seperti hutan kota dapat berperan sebagai penyerap karbon dioksida, penghasil oksigen, pelestari plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel dari udara, peredam kebisingan, memperbaiki iklim, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau,
2
habitat burung, mengatasi intrusi laut dan penahan angin (Dahlan,1992, dalam B.A. Musi, 2005). Kota Magelang memiliki ruang hijau dengan luas lebih dari 215,26 ha yang terdiri dari Taman Kyai Langgeng, gunung tidar, ruang terbuka hijau areal sempadan aliran Sungai Elo dan Sungai Progo serta taman-taman kota. Sebagian besar ruang hijau Kota Magelang terdapat di Kecamatan Magelang Selatan.
Vegetasi di kawasan inilah yang kemudian akan membersihkan
udara di Kota Magelang. Namun perlu diamati kembali dengan semakin meningkatnya pembangunan dan semakin banyaknya jumlah penduduk Kota Magelang apakah oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan di kawasan hutan ini masih dapat memenuhi kebutuhan Kota Magelang. Kondisi ini menuntut pemerintah untuk kemudian memperhatikan kondisi kawasan hutan kota ini yang merupakan paru-paru Kota Magelang. Penelitian mengenai kajian perhitungan oksigen merupakan hal yang menarik untuk dilakukan. Perhitungan oksigen dilakukan dengan melakukan perhitungan biomassa di setiap ruang hijau. Nilai biomassa ini kemudian dilakukan perhitungan sehingga menghasilkan nilai oksigen untuk masing-masing ruang hijau. Perhitungan dilanjutkan dengan menjumlahkan volume oksigen yang dihasilkan oleh seluruh ruang hijauyang ada di Kecamatan Magelang Selatan. Penelitian berbagai objek permukaan bumi yang berada di lahan yang luas pada dasaranya membutuhkan waktu yang lama. Masalah ini bisa diatasi dengan penginderaan jauh.Penginderaan jauh adalahilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesend dan Kiefer, 1979).Data penginderaan jauh dikenal dengan istilah citra atau foto udara. Citra satelit merupakan suatu gambaran permukaan bumi yang direkan oleh sensor (kamera) pada satelit penginderaan jauh yang mengorbit bumi, dalam bentuk image (gambar) secara digital. Satelit penginderaan jauh selalu mengitari bumi secara temporal dan terus menerus. Setiap berjalan sensor
3
pada satelit selalu mengambil gambar permukaan bumi. Sehingga data penginderaan jauh selalu merekam kondisi terbaru permukaan bumi saat itu. Data penginderaan jauh memiliki resolusi spasial yang bertingkat mulai dari rendah, sedang hingga tinggi. Data penginderaan jauh juga memanfaatkan pantulan spektral dalam merekam obyek di permukaan bumi, dimana tiap obyek memiliki respon spektral yang berbeda-beda. Hal ini akan sangat membantu dalam mengidentifikasi objek. Adanya data penginderaan jauh ini membuat para penelitian tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama dan menelan biaya yang banyak ketika berada di lapangan. Data direkam secara temporal dan terus menerus membuat data penginderaan jauh selalu mutakhir menyesuaikan kebutuhan waktu untuk obyek yang diteliti. Penelitian dalam bidang kehutanan juga sangat terbantukan dengan adanya data penginderaan jauh. Saat ini tidak mungkin inventarisasi hutan dilakukan tanpa menggunakan data penginderaan jauh (Howard,1991). Data penginderaan jauh yang memiliki resolusi spasial, temporal dan spektral yang beragam membantu dalam menginventarisasi hutan. Semakin detail resolusi spasial suatu citra maka objek yang diamati pun semakin detail. Citra yang memiliki resolusi spasial lebih dari 2,5 meter dapat digunakan untuk mengidentifikasi hingga jenis vegetasi (Danoedoro,2004). Selain itu, Howard (1991) menerangkan bahwa respon spektral tiap jenis vegetasi akan berbeda bahkan satu jenis vegetasi yang tumbuh pada lokasi geografis yang berbeda akan memiliki respon spektral yang berbeda. Hal ini disebabkan perubahan fisiografis suatu vegetasi dapat menyebabkan perubahan karakteristik spektral.Jadi jika menggunakan citra dengan resolusi spasial yang tinggi dan spektral yang tepat memungkinkan untuk mengidentifikasi objek vegetasi. Data penginderaan jauh yang mutakhir dengan resolusi spasial menengah serta multispektral akan sangat membantu dalam perhitungan oksigen yang dihasilkan oleh ruang hijau. Data penginderaan jauh mampu menyediakan data dengan cakupan yang luas sehingga memungkinkan untuk
4
melakukan pengamatan kondisi wilayah secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan perhitungan oksigen yang dihasilkan suatu wilayah pun dapat diukur dengan lebih cepat dan akurat.
1.2 Rumusan Masalah Vegetasi memiliki banyak peran bagi manusia dan aktivitas manusia itu sendiri juga memberikan manfaat kepada makhluk hidup lainnya. Semua jenis vegetasi memiliki fungsi ekologis untuk menjaga kualitas lingkungan hidup suatu wilayah. Salah satu yang mempengaruhi kualitas ini adalah tingkat pencemaran udara pada wilayah tersebut. Peran vegetasi disini adalah untuk menyerap karbon, yang merupakan salah satu zat polutan, kemudian mengubahnya menjadi oksigen dalam proses fotosintesis. Sehingga keberadaan vegetasi di suatu wilayah sangatlah penting. Kota Magelang adalah kota yang sedang mengalami pembangunan. Kota ini memiliki ruang hijau berupa Taman Kyai Langgeng, gunung tidar, area sempadan Sungai Elo dan Sungai Progo serta taman-taman kota ditambah dengan lahan bervegetasi lainnya seperti sawah, kebun dan lainnya. Sebagoan besar ruang hijau ini berada di Kecamtan Magelang Selatan.Ruang hijau ini memiliki fungsi sebagai salah satu sumber penghasil oksigen. Namun dengan semakin berkembangnya Kota Magelang dan khususnya Kecamatan Magelang Selatan, perlu juga untuk mengetahui kemampuan ruang hijau yangada di Kecamatan Magelang Selatan dalam memproduksi oksigen yang bagi masyarakat Kota Magelang. Oleh karena itu, untuk mengetahui kemampuan ruang hijau di KecamatanMagelang Selatan ini diperlukan pemetaan lahan vegetasi yang ada disana, melakukan pengukuran di lapangan untuk mengetahui biomassa vegetasi melalui pengukuran ketebalan tajuk, kerapatan tajuk serta persentase tutupan tajuk dan vegetasi bawah dan selanjutnya menghitung produksi oksigen dari ruang hijau yang ada. Kegiatan penelitian ini akan terbantukan
5
dengan adanya data penginderaan jauh yang mutakhir serta memiliki resolusi spasial danspektral yang beragam. Berkaitan dengan permasalahan yang diungkapkan diatas, maka penyusun memilih judul :Estimasi Volume Oksigen Yang Dihasilkan Oleh Ruang Hijau Di Kecamatan Magelang Selatan Menggunakan Citra WorldView-2. Adapun untuk mencapai tujuan penelitian maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian yaitu : 1. Bagaimana menginterpretasi distribusi ruang hijau menggunakan citra WorldView-2? 2. Bagaimana keakurasian citra WorldView-2 dalam membedakan lahan vegetasi dan bukan vegetasi? 3. Berapaestimasi volume oksigen yang dihasilkan ruang hijau diKecamatan Magelang Selatandengan menggunakan citra WorldView-2?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yangdilakukan ini yaitu : 1. menginterpretasi ruang hijaudi Kecamatan Magelang Selatan dengan menggunakan citra WorldView-2 2. mengetahui
keakurasian
citra
WorldView-2
dalam
menginterpretasipenggunaan lahan vegetasi dan bukan vegetasi 3. mengestimasivolume oksigen yang dihasilkan ruang hijau di Kecamatan Magelang Selatandengan citra WorldView-2
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini memiliki beberapa kegunaan yaitu : 1. menjadi referensi ilmiah bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan memanfaatkan penginderaan jauh untuk mengukur biomassa tumbuhan khususnya oksigen
6
2. menjadi acuan bagi pemerintah Kota Magelang dalam melakukan pembangunan infrastruktur di Kota Magelang
1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Dasar Teori 1.5.1.1 Vegetasi dan Oksigen Tetumbuhan adalah satu kesatuan tumbuhan yang dipengaruhi oleh keadaan tempat hidupnya. Satuan terkecil dari tetumbuhan adalah tumbuhan. Lingkungan yang beda, kondisi fisik yang berbeda akan membentuk vegetasi yang berbeda karena tumbuhannya pun akan berbeda. Tetumbuhan memiliki beberapa fungsi yaitu : a. sebagai pemberi informasi tentang kondisi lingkungan. Kondisi yang diperoleh dapat dipergunakan untuk perencanaan penggunaan lahan dan lingkungan. Dapat juga digunakan untuk menaksir keadaan bentang lahan (landscape) dan tingkat pertentangan penggunaan lahan b. vegetasi sebagai elemen lingkungan, sebagai satu kesatuan untuk mencegah erosi, penguat lereng, pengawet kualitas dan jumlah air juga berfungsi sebagai filter atmosfer dan kebisingan c. sebagai ukuran ensitivitas ekologi dan indikator hambatan lingkungan Klasifikasi tetumbuhan telah dilakukan berdasarkan kepentingan dan tujuan, Klasifikasi telah dilakukan oleh Theopratus. Klasifikasi didasarkan pada kebiasaan atau ukuran secara garis besar. Klasifikasi tersebut meliputi : pohon,belukar,semak dan herb. Linnaeus melakukan klasifikasi tetumbuhan berdasarkan organ reproduktifnya yang meliputi bungan,buah,biji dan daun. Klasifikasi lainnya berdasarkan pada derajat kesamaan. Unit dasar untuk klasifikasi adalah spesies, satu tetumbuhan yang termasuk dalam spesies mempunyai kesamaan dengan populasi lain. Adanya perbedaan dalam satu spesies disebut genera. Perbedaan genera yang
7
mempunyai kesamaan umum dalam satu grup disebut famili dan selanjutnya dikenal ada orde dan kelas. Kumpulan tetumbuhan yang menempati berbagai situs dinamakan vegetasi. Atau bisa juga vegetasi adalah kumpulan tetumbuhan yang menempati suatu bentang alam yang mempunyai berbagai situs kehidupan tetumbuhan menyesuaikan pada kondisi lingkungan iklim, edapik dan biotik habitatnya. Untuk
menghasilkan
makanan,
vegetasi
melakukan
proses
fotosintesis. Fotosintesis adalah suatu proses untuk mengubah energi cahaya dari matahari dan mengubahnya menjadi energi kimia yang disimpan dalam gula dan molekul organik lain (Campbell, dkk., 1987). Oleh karena itulah vegetasi dikenal dengan makhluk fotoautotrof karena mengubah cahaya sebagai sumber energi. Manusia sangat tergantung dengan makhluk-makhluk fotoautotrof ini untuk mendapatkan makanan dan juga untuk mendapatkan oksigen yang merupakan produk samping fotosintesis. Fotosintesis pada vegetasi terjadi di kloroplas. Semua bagian yang berwarna hijau pada vegetasi memiliki kloroplas tapi daun merupakan tempat utama berlangsungnya fotosintesis. Warna daun berasal dari dari klorofil (pigmen hijau) yang terdapat di kloroplas. Klorofil menyerap energi cahaya dan menggerakkan sintesis molekul makanan dalam kloroplas. Sedangkan air yang juga dibutuhkan dalam fotosintesis akan diserap oleh akar dan dialirkan ke daun melalui berkas pembuluh. Proses fotosintesis dapat diterangkan secara sederhana menggunakan persamaan kimiawi dibawah ini : 6CO2 + 6H20 + energi cahaya
C6H12O6 + 6O2.................(1)
Dari persamaan ini diketahui bahwa untuk melakukan proses fotosintesis vegetasi membutuhkan karbon dioksida, air dan energi cahaya yang kemudian akan diubah menjadi glukosa (C6H12O6) dan oksigen (O2).
8
Oksigen yang dihasilkan oleh vegetasi berasal dari air dan bukan dari karbon dioksida. Kloroplas menguraikan air menjadi hidrogen dan oksigen. Hasil utama dari fotosintesis adalah ekstraksi hidrogen dan penggabungannya ke dalam gula. Sedangkan oksigen merupakan produk limbah (sampingan) dari fotosintesis yang menggantikan oksigen atmosfer yang telah dikonsumsi selama respirasi seluler.
1.5.1.2 Biomassa Biomassa adalah jumlah keseluruhan bahan organik pohon yang berada di atas dan di bawah permukaan tanah (Brown, 1997, dalam Estuti, 2012). EPA glossary menjelaskan dengan lebih rinci terkait pengertian biomassa ini yaitu keseluruhan materi yang berasal dari makhluk hidup,termasuk bahan organik baik yang hidup maupun yangmati, baik yang ada di atas permukaan tanah maupunyang ada di bawah permukaan tanah, misalnya pohon,hasil panen, rumput, serasah, akar, hewan dan sisa/kotoran hewan. Tanaman (organisme fotoautotrof) mengalami proses fotosintesis untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbon organik (karbohidrat) dan menyimpannya
dalam
biomassa
tubuhnya.
Terdapat
empat
metode
perhitungan biomassa, yaitu : a. sampling dengan pemanenan Metode ini dilaksanakan dengan memanen selurh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkannya dan menimbang berat biomassanya. Pengukuran dengan metode ini untuk mengukur biomassa hutan dapat dilakukan dengan mengulang beberapa area cuplikan atau melakukan ekstrapolasi untuk area yang lebih luas dengan menggunakan persamaan alometrik.
9
b. sampling tanpa pemanenan Pengukuran biomassa lain dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter
pohon
dan
menggunakan
persamaan
alometrik
untuk
mengekstrapolasi biomassa. c. pendugaan melalui penginderaan jauh. Hasil pengideraan jauh dengan resolusi sedang mungkin sangat bermanfaat untuk membagi area proyek menjadi kelas-kelas vegetasi yang relative homogen. Hasil pembagian kelas ini menjadi panduan untuk proses survey dan pengambilan data lapangan. Namun, metode ini baik digunakan untuk penelitian di wilayah yang luas dengan memperhatikan kondisi fisik daerah penelitian. d.
pembuatan model Metode ini digunakan untuk perhitungan dengan frekuensi dan intensitas pengamatan insitu atau penginderaan jauh yang terbatas. Umumnya, model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sample plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan allometrik yang mengkonversi volume menjadi biomassa . (Australian Greenhouse Office, 1999).
1.5.1.3 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesend dan Kiefer, 1979). Alat yang digunakan untuk memperoleh data tentang objek yang dimaksud diatas adalah alat pengindera atau sensor. Sensor ini kemudian akan digunakan dalam suatu wahana baik berupa pesawat terbang, satelit maupun wahana lainnya. Proses perekaman atau penginderaan objek ini dilakukan dari jarak jauh. Karena sensor dipasang dalam jarak yang jauh dari objek yang diindera diperlukan tenaga yang dipancarkan dan dipantulkan oleh
10
obyek tersebut. Antara tenaga dan objek mengalami interaksi, hasil interaksi antar kedua hal inilah yang kemudian direkam oleh sensor. Hasil dari penginderaan jauh itu sendiri berupa image atau citra yang merupakan gambaran dari obyek atau permukaan bumi.Citra dibagi menjadi dua macam yaitu citra foto atau yang dikenal dengan penginderaan jauh yang diambil dengan menggunakan kamera serta citra non foto atau yang dikenal dengan citra yang diperoleh dengan menggunakan satelit. Proses penerjemahan data penginderaan jauh menjadi informasi disebut analisis atau interpretasi data penginderaan jauh. Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud mengidentifikasi obyek dan menilai arti penting obyek tersebut (Estes dan Simonette,1975, dalam Sutanto, 1986). Di dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi disini memiliki arti pengamatan atas adanya suatu objek. Identifikasi ialah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Pada tahap analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut dari objek yang diamati (Lintz Jr. dan Simonett,1976, dalam Sutanto, 1986). Ada dua cara yang dapat digunakan dalam melakukan interpretasi data penginderaan jauh yaitu secara digital maupun secara visual. Interpretasi data penginderaan
jauh
secara
digital
pada
dasarnya
berupa
klasifikasipikselberdasarkan nilai spektralnya. Klasifikasi digital dapat dilakukan dua cara yaitu klasifikasi teracu (supervised classification) dan klasifikasi tak teracu (unsupervised classification). Klasifikasi teracu dimana klasifikasipiksel didasarkan atas daerah contoh yang diketahui jenis obyek dan nilai spektralnya sedangkan klasifikasi tak teracu adalah klasifikasi yang dilakukan tanpa daerah contoh yang diketahui jenis dan nilai spektralnya. Interpretasi visual dijelaskan pada dasaranya interpretasi citra terdiri dari dua kegiatan utama yaitu : penyadapan data dari citra dan penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu. Penyadapan data dari citra berupa
11
pengenalan obyek dan elemen yang tergambara pada citra serta penyajiannya ke dalam tabel, grafik atau peta tematik. Urutan pekerjaanya dimulai dari menguraikan atau memisahkan obyek yang rona atau warnanya berbeda diikuti oleh deliniasi atau penarikan garis batas bagi obyek yang ujud rona dan warnanya sama. Kemudian tiap obyek yang diperlukan dikenali berdasarkan karakteriktik spasial dan atau unsur temporalnya. Adapun karakteristik spasial atau bisa disebut unsur interpretasi antara lain : a.
Rona/warna. Rona/warna merupakan unsur dasar dan awal dalam membedakan obyek pada citra.
Rona adalah tingkat kegelapan atau
tingkat kecerahan (tingkatan dari hitam ke putih) obyek pada citra. Rona merupakan atribut bagi obyek yang berinterkasi dengan spektrum yang memiliki panjang gelombang 0,4-0,7 µm. Spektrum ini biasa juga disebut dengan spektrum lebar. Sedangkan warna merupakan ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak sehingga bisa menyajikan tingkat kegelapan yang lebih beraneka untuk obyek-obyek yang berbeda. Membedakan obyek pada citra yang menggunakan spektrum sempit akan lebih mudah daripada membedakannya di spektrum lebar. b.
Ukuran disini dimaksudkan sebagai atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume (Sutanto,1986). Unsur ukuran ini erat kaitannya dengan skala sehingga dalam menggunakan unsur ini harus memperhatikan skala yang digunakan.
c.
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek (Lo,1976, dalam Sutanto, 1986). Bentuk merupakan unsur interpretasi yang penting, karena banyak obyek yang memiliki ciri khas bentuk tertentu sehingga membantu ketika melakukan interpretasi citra. Seperti halnya bangunan yang bisa dibedakan dari bentuknya, jenis vegetasi pun bisa dibedakan dari bentuk tajuknya, kenampakan-kenampakan alam pun dapat dibedakan dari bentuknya.
12
d.
Tekstur ialah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer,1979) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett, 1975, dalam Sutanto, 1986). Unsur ini biasa dinyatakan dalam halus, kasar dan sebagainya.
e.
Pola disini pada dasarnya sudah tercakup di dalam ukuran, sangat membantu dalam menandai banyak obyek baik buatan manusia maupun alam. Contoh dari pola yaitu kebun karet, kelapa dan kopi bisa dibedakan dari hutan dan vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur (Sutanto, 1986)
f.
Bayangan bersifat menyembunyikan detail obyek yang berada di daerah gelap (Sutanto, 1986). Namun bayangan pun bisa memudahkan membedakan obyek yang memiliki bayangan tersebut dibanding dengan mengamatinya secara langsung. Seperti gawang sepak bola sulit diinterpretasi secara langsung karena tidak akan tampak bentuknya dari atas. Namun ketika terbentuk bayangan gawang pada citra, kita bisa menginterpretasinya dengan baik karena bentuknya terlihat akibat adanya bayangan tersebut.
g.
Situs diartikan berbeda-beda oleh para pakar. Estes dan Simonette pada tahun 1975 dalam buku Penginderaan Jauh Jilid 1 (Sutanto, 1986) mengartikannya sebagai letak suatu obyek terhadap obyek lain disekitarnya atau terhadap bentang darat. Sedangkan Monkhouse (1974) dalam buku yang sama berpendapat situs merupakan situasi, seperti misalnya letak kota (fisik) terhadap wilayah kota (administratif) atau letak suatu bangunan terhadap persil tanahnya. Atau seperti pengertian yang diberikan oleh Van Zuidam (1979, dalam Sutanto, 1986) yang mengartikan situs sebagai situs topografi yaitu letak suatu obyek daerah terhadap daerah lainnya. Contoh dari situs adalah situs kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi menhendaki pengatusan air yang baik.
13
h.
Asosiasi diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek lain (Sutanto, 1986). Obyek
yang
sudah
dikenali
jenisnya
tersebut
kemudian
diklasifikasikan sesuai dengan tujuan interpretasinya dan digambarkan ke dalam peta kerja atau peta sementara. Untuk menjaga ketelitian hasil interpretasinya diperlukan pekerjaan medan. Pekerjaan medan ini juga bermanfaat untuk menambah data yang diperlukan dan tidak dapat disadap dari citra. Setelah dilakukan pekerjaan medan maka dilakukan interpretasi ulang atau interpretasi akhir dan pengkajian atas pola atau susunan keruangan obyek yang menjadi perhatian.
1.5.1.4 Spektral Vegetasi Sebagian besar sistem penginderaan jauh adalah pasif dimana menggunakan matahari sebagai energi dalam proses perekaman sensor. Sinar atau radiasi matahari yang masuk dari luar atmosfer yang mencapai permukaan bumi akan dimanfaatkan dalam proses penginderaan jauh tersebut. Radiasi matahari yang mengenai objek-objek di bumi akan dipantulkan kembali oleh objek tersebut ke atmosfer. Nilai pantulan inilah yang kemudian akan terekam oleh sensor dan akan berbeda untuk tiap objeknya. Pada vegetasi sifat pantulan ini akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu struktur daun, geometri radiant daun dan nilai spketral daun. Daun (atau duri) mempunyai struktur yang kompleks dengan jaringan internal dan variasi bentuk morfologi eksternal antara genera dan spesies. Walaupun spesiesnya sama tapi kemungkinan mempunyai struktur daun yang berbeda
karena
pengaruh
kondisi
lingkungannya.
Pada
tumbuhan
perbedaannya akan muncul antara daun yang terbuka penuh terhdap sinar matahari dan daun yang terlindungi dari sinar matahari. Biasanya muka daun yang terkena sinar matahari akan memberikan seluruh atau sebagian besar energi pantulan yang direkam oleh sensor. Howard (1971) dan Gausman
14
(1974) dalam Howard (1991) menerangkan bahwa kelihatannya variasi pantulan spektrak didominasi oleh adanya perbedaan pembiasan antara cytoplasma, dinding sel, lamella tengah dan lain-lain dan sebagaimana modifikasi serapan dua arah oleh pigmen daun. Rona atau warna dari vegetasi berdaun lebar dan rumput mempunyai hubungan erat dengan musim dan waktu juga kandungan air juga ditetukan oleh atmosfir. Tekstur mempunyai ukuran halus hingga kasar. Kesan visual dari tekstur timbul karena adanya frekuensi dari rona bila tumbuhan kecil tekstur tampak halus. Hal ini karena pengulangan ronanya lebih tinggi. Vegetasi buatan manusia memiliki rona yang lebih halus daripada vegetasi alami.
Gambar 1 1. Kurva Pantulan Umum Vegetasi, Tanah, dan Air (Lillesand., Kiefer., 1979)
1.5.1.5 Indeks Vegetasi Indeks vegetasi adalah suatu bentuk transformasi spektral yang diterapkan terhadap citra multisaluran untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasai ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa,
Leaf
Area
Index,
konsentrasi
klorofil
dan
sebagainya
(Danoedoro,2012). Ada beberapa macama transformasi indeks vegetasi yang dikenal, yaitu :
15
a.
Ratio Vegetation Index (RVI), yang dapat diformulasikan sebagai : RVI = BV inframerah dekat/BV merah.................(2)
b.
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), dilakukan dengan melakuakn kombinasi teknik penisbahan dengan teknik pengurangan citra. NDVI mampu menonjolkan aspek kerapatan vegetasi. Nilai NDVI ini berkisar anatar -1 hingga +1. Adapun persamaan yang digunakan sebagai berikut : –
NDVI =
...............................(3)
c. Transformasi TVI (Transformed Vegetation Index), formulasinya adalah sebagai berikut : , ..........................................(4)
TVI =
Pengembangan TVI ini dilakukan untuk mengatasi nilai minus pada NDVI. Angka 0,5 pada formulasi diatas masih harus disesuaikan dengan perangkat lunak yang digunakan. d.
DVI dan PVI, kedua transformasi ini dikembangan oleh Richardson dan Wiegand (1977). DVI diformulasikan sebagai berikut : DVI = 2,4(MSS7) – (MSS5)............................(5) Sedangkan PVI merupakan generalisasi dari DVI yang bisa diterapkan pada sembarang kemiringan garis tanah dan memiliki julat dari -1 hingga +1. PVI diformulasikan sebagai berikut : PVI = sin (a)* BV inframerah dekat – cos (a)*BV merah..........(6) 1.5.1.6 Citra Satelit WorldView-2 Satelit WorldView-2 adalah satelit generasi terbaru dari Digitalglobe
yang diluncurkan pada tanggal 8 Oktober 2009. Citra Satelit yang dihasilkan selain
memiliki
resolusispasial
yang
tinggi
juga
memiliki
resolusispektralyang lebih lengkap dibandingkan produk citra sebelumnya.
16
Resolusispasial yang dimiliki citra satelitWorldView-2 ini lebih tinggi, yaitu : 0.46 m – 0.5 m untuk citra pankromatik dan 1.84 m untuk citra multispektral. Citra multispektral dari WorldView-2 ini memiliki jumlah band sebanyak 8 band, sehingga sangat memadai bagi keperluan analisis spasial sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Gambar 1.2 Satelit WorldView 2 (Sumber : http://sellquickbird.wordpress.com/2010/07/04/131/)
Tabel 1.1 Karakteristik Citra Satelit WorldView-2 Peluncuran
Orbit
Masa Operasi Dimensi Satelit, Bobot & Power Sensor Bands
Tanggal : 8 Oktober 2009 Roket Peluncur : Delta 7920 Lokasi Peluncuran : Vandenberg Air Force Base, California Tinggi : 770 kilometer Sun synchronous, jam 10:30 am descending node Periode orbit : 100 menit 7.25 tahun, meliputi seluruh yang terpakai dan yang mengalami penyusutan (mis. bahan bakar). 4.3 meter tinggi x 2.5 meter lebar, 7.1 meter lebar panel energi surya Bobot : 2800 kilogram 3.2 kW panel surya, 100 Ahr battery Pankromatik 8 Multispektral: 4 standard colors: blue, green, red, near-IR 1 4 new colors: coastal, yellow, red edge, near-IR 2
17
Lanjutan Tabel 1.1 Karakteristik Citra Satelit WorldView-2 Resolusi Sensor (GSD = Ground Sample Distance) Dynamic Range Lebar Sapuan Kapasitas penyimpanan Perekaman per orbit Maksimal area terekam pada sekali lintas Putaran ke lokasi yg sama Ketelitian lokasi (CE 90)
Pankromatik : 0.46 meter GSD pada nadir 0.52 meter GSD pada 20° off-nadir Multispektral: 1.84 meter GSD pada nadir 2.08 meter GSD pada 20° off-nadir 11-bit per piksel 16.4 kilometer pada nadir 2199 gigabit 524 gigabit 65.6 km x 110 km mono 48 km x 110 km stereo 1.1 hari pada 1 meter GSD atau kurang 3.7 hari pada 20° off-nadir atau kurang (0.52 meter GSD) 6.5m CE90, dengan perkiraan antara 4.6 s/d 10.7 meter CE90, di luar pengaruh terrain dan off-nadir 2.0 m jika menggunakan registrasi titik kontrol tanah Sumber : http://sellquickbird.wordpress.com/2010/07/04/131/
1.5.1.7 Uji Ketelitian Interpretasi Uji akurasi interpretasi data penginderaan jauh merupakan satu bagian penting dalam proses penelitian penginderaan jauh. Uji akurasi interpretasi ini penting dilakukan sebelum dilakukan analisis lebih jauh dari data yang diperoleh. Selain itu bagi pengguna data, keakuratan data ini sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan data. Terdapat dua cara uji ketelitian yang merujuk pada Mather (1987) dan Short (1982). Mather menjelaskan cara pertama untuk menguji tingkat ketelitian adalah dengan mengambil nilai piksel populasi (rerata, simpangan baku dan sebagainya) tiap klasifikasi yang dibuat. Kemudian nilai piksel populasi ini dicocokkan dengan keadaan sebenarnya dan dinyatakan dalam bentuk matriks kesalahan. Cara yang kedua dijelaskan oleh Short (1982), berbeda dengan Mather yang menggunakan himpunan data tingkat populasi, Short menggunakan
18
data-data yang bersifat independent. Yang dimaksud dengan data independent disini adalah proses pembandingan antara data yang diuji dengan data di lapangan dilakukan piksel demi piksel yang kemudian ditampilkan dalam matriks kesalahan, seperti pada Tabel1.2. Kedua cara ini digunakan dalam analisis data digital, namun metode ini dapat pula digunakan dalam analisis manual atau visual yaitu dengan mengubah piksel menjadi petak-petak bujur sangkar seperti yang dijelaskan Sutanto(1986).
19
Tabel 1.2 Uji Akurasi Short A
B
C
Lain- lain
Jumlah
Omisi
Komisi
Ketelitian Pemetaan
A
25
5
10
3
43
18/43 = 42%
7/43 = 16%
25/(25+18+7) = 50%
B
2
50
6
5
63
13/63 = 42%
11/63 = 17%
540/(50+13+11)= 68%
C
3
4
60
5
72
12/72= 42%
18/72= 25%
60/(60+12+18) = 67%
Lain-lain
2
2
2
100
106
6/106 = 42%
13/106 = 12%
100/(100+6+13) = 84%
Jumlah
32
61
78
113
284 Sumber : Short. 1982. Dengan perubahan
Keterangan : 1. Ketelitian seluruh hasil interpretasi = (25+50+60+100)/284 = 83% 2. Ketelitian pemetaan (Kp) untuk suatu kelas X ialah : Kp = Jumlah piksel X yang betul/ (Jumlah piksel X yang betul + Jumlah omisi piksel X + Jumlah Komisi piksel X) 3. Jumlah omisi piksel X = jumlah semua piksel bukan X pada baris X 4. Jumlah komisi piksel X = jumlah semua piksel bukan X pada lajur X
20
1.5.1.8 Metode Pengambilan Sampel Sampel adalah sebagian dari unit-unit yang ada dalam populasi yang ciri-ciri atau karakteristiknya benar-benar diselidiki atau dalam pengertian lain sampel bisa diartikan sebagai sebagian dari populasi yang merupakan himpunan obyek yang memiliki sifat geografi yang sama. Sedangkan populasi sendiri memiliki pengertian jumlah keseluruhan unit analisis yang akan diselidiki karakteristik atau ciri-cirinya. Populasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu populasi sampling dan populasi sasaran. Menentukan metode pengambilan sampel dalam suatu penelitian perlu memperhatikan beberapa hal antara lain dapat menggambarkan populasi yang sebenarnya, memberikan tingkat presisi yang tinggi, sederhana/mudah dilaksanakan dan murah. Sedangkan untuk menentukan ukuran sampel penelitian tergantung dengan keragaman karakteristik populasi, tingkat presisi yang dikehendaki, rencana analisis dan tenaga, biaya dan waktu. Metode pengambilan sampel dan ukuran sampel yang tepat akan mempengaruhi hasil dan analisis penelitian yang dilakukan. Metode pengambilan sampel dapat dibedakan menjadi dua jenis antara lain pengambilan sampel secara random (random sampling) atau probability sampling dan pengambilan sampel secara tidak random. Salah satu jenis pengambilan sampel secara random adalah pengambilan sampel random distratifikasi (stratified random sampling). Metode ini digunakan jika karakteristik populasi heterogen sehingga populasi perlu distratifikasi atau dibagi kedalam beberapa klasifikasi yang memiliki kesamaan karakteristik. Prosedur sampling ini bisa dilakukan jika memiliki informasi yang lengkap tentang populasi serta klasifikasinya. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap kelasklasifikasi dengan cara random atau acak.Keunggulan dari metode sampel ini adalah semua ciri dalam populasi yang heterogen dapat terwakili dan dapat meneliti hubungan antara satu kelas dengan kelas yang lain begitu juga untuk membandingkannya.
21
Untuk besarnya sampel pada metode ini dapat dilakukan secara berimbang maupun tidak berimbang. Yang dimaksud dengan berimbang adalah pengambilan sampel di tiap stratum berbanding lurus dengan satuan elementer dalam kelasklasifikasi yang bersangkutan (luas tiap kelasklasifikasi atau jumlah populasi dalm tiap kelas dan sebagainya). Sedangkan tidak berimbang disini berarti peneliti dapat menetapkan sendiri jumlah sampel yang akan diambil sesuai keinginan peneliti. Namun perlu diingat bahwa semakin heterogen suatu populasi maka akan semakin banyak sampel yang harus diambil begitu juga sebaliknya.
1.5.1.9 Fungsi Tanaman Hijau Di Daerah Perkotaan Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan kawasan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Berdasarkan instruksi menteri dalam negeri No. 14 tahun 1988, ruang terbuka hijau diartikan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area atau kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Daerah perkotaan juga memiliki kawasan yang lindung yang selanjutnya kita sebut dengan ruang terbuka hijau kota. Berdasarkan status kawasannya ruang terbuka hijau kota bisa dibedakan menjadi lima jenis yaitu pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olah raga dan kawasan hijau pekarangan. Pemanfaatan RTH biasanya diisi dengan tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman. Selain RTH, ada juga istilah ruang hijau. Menurut Sobirin (2001) dalam Estuti (2012), ruang hijau adalah bagian muka bumi (wilayah urban) yang tertutup oleh vegetasi (klorofil) bila dilihat dari atas tanpa membedakan jenis landuse. Sawah, kebun, semak serta pekarangan merupakan salah satu jenis ruang hijau yang mungkin ada di wilayah perkotaan. Salah satu fungsi RTH dan ruang hijau adalah untuk penyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. Jumlah ruang hijau yang semakin
22
berkurang mengakibatkan semakin berkurang pula kemampuannya dalam menyerap karbon dioksida. Cahaya yang ada digunakan oleh semua tumbuhan untuk fotosintesis yang mengubah gas karbon dioksida dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 10-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson dan McPherson,1999). Karbon dioksida ini bisa diubah menjadi oksigen sebesar 582 ton per tahunnya.
1.5.2
Penelitian Terdahulu Penelitian ini dilakukan oleh Muhammad Chusnan Aprianto pada
tahun 2010 untuk mengkaji kebutuhan luas hutan kota. Daerah yang diamati adalah Kota Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung luas hutan kota dilihat dari kebutuhan oksigen, karbon tersimpan dan kebutuhan air Kota Yogyakarta. Pada
penelitian
ini
menggunakan
metode
kuantitatif
untuk
menghitung oksigen, karbon tersimpan dan kebutuhan air. Secara rigit metode dibagi menjadi tiga cara yaitu metode volumetrik untuk mengukur volume oksigen, metode allometrik untuk pengukuran karbon tersimpan serta menggunakan persamaan dari Dahlan (1992) untuk mengukur kebutuhan air. Dalam penelitian ini juga menggunakan data penginderaan jauh. Citra yang yang digunakan adalah citra landsat. Data penginderaan jauh ini digunakan untuk menghitung luas permukaan daun yang ada di ruang terbuka hijau yang ada di kota Yogyakarta. Selain Muhammad Chusnan Aprianto (2010), penelitian yang mengkaji luas hutan kota juga dilakukan oleh R. Assyfa El Lestari dan I Nengah Surati Jaya (2005). Berbeda dengan Muhammad Chusnan, R. Assyfa El Lestari dan I Nengah Surati Jaya pada tahun 2005 telah melakukan penelitian yang hampir sama di Kota Bogor. Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui luas minimal hutan kota yang dibutuhkan berserta
23
distribusinya dan melakukan analisis spasial untuk mengetahui kebutuhan hutan kota dengan melakukan perhitungan kebutuhan oksigen Kota Bogor. Penelitian R. Assyfa El Lestari dan I Nengah Surati Jaya ini meenggunakan citra SPOT dan IKONOS sebagai data. Adapun metode yang digunakan yaitu melakukan analisis citra mulai dari pra pengolahan citra, pengolahan citra hingga analisis spasial. Pengolahan citra ini bertujuan untuk melakukan klasifikasi spektral. Sedangkan kebutuhan oksigen dihitung dengan membandingkan antara volume oksigen yang dihasilkan dan kebutuhan oksigen itu sendiri. Volume oksigen yang dihasilkan diukur dengan menggunakan asumsi luasan dan dilakukan perhitungan matematis. Sedangkan volume oksigen yang dibutuhkan dihitung dengan perhitungan gerakris. Metode gerakris dilakukan dengan menghitung kebutuhan oksigen oleh semua makhluk hidup maupun kendaraan bermotor. Setiap obyek memiliki nilai standar kebutuhan oksigen tiap harinya kemudian nilai ini dikalikan dengan jumlah tiap obyeknya. Total jumlah kebutuhan oksigen tiap obyek inilah yang kemudian menjadi nilai kebutuhan oksigen Kota Bogor yang akan dibandingkan dengan volume oksigen yang dihasilkan tiap harinya. Nilai perbandingan antara kebutuhan dan volume oksigen yang tersedia akan digunakan untuk menghitung luas hutan kota yang dibutuhkan. Penelitian selanjutnya adalah penelitian dari Estuti Estuti tahun 2012. Penelitiannya berjudul Kemampuan Ruah Hijau Dalam Menyerap Gas CO2 Di Kota Depok. Tujuan dari penelitian ini antara lain menghitung dan memetakan persebaran ruang hijau, menghitung korelasi antara nilai NDVI dengan karakteristik tutupan tajuk, tutupan vegetasi bawah dan biomassa serta untuk menghitung estimasi biomassa hijau dan kemampuan ruang hijau dalam menyerap CO2. Penelitian ini menggunakan tiga sumber data yaitu data penginderaan jauh, data lapangan dan data sekunder. Citra yang digunakan adalah Landsat 7 dan SPOT 5 untuk medapatkan data lahan yang bervegetasi dan tidak bervegetasi ditambah dengan kondisi kerapatan vegetasinya. Sedangkan data
24
yang diperoleh dilapangan antara lain tebal tajuk, persentase tanaman bawah, dan beberapa data lainnya yang digunakan untuk menghitung biomassa. Nilai biomassa ini kemudian digunakan untuk menghitung nilai CO2 yang diserap oleh tanaman dengan menggunakan persamaan fotosintesis. Tabel 1.3 Penelitian Terdahulu Peneliti
Wilayah Kajian Muhammad Kota Chusnan Yogyakarta Aprianto (2010)
R. Assyfa El Lestari dan I Nengah Surati Jaya (2005)
Kota Bogor
Judul Penelitian Kajian luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen, karbon tersimpan dan Kebutuhan Air di Kota yogyakarta
Tujuan Penelitian
Data Yang Digunakan Untuk menghitung Metode yang kebutuhan luas hutan kota di digunakan adalah Yogyakarta dilihat dari kuantitatif. kebutuhan oksigennya, Pengukuran karbon tersimpan dan volume oksigen kebutuhan airnya. menggunakan metode volumetrik, pengukuran karbon tersimpan menggunakan metode allometrik, dan pengukuran kebutuhan air menggunakan persamaan dari Dahlan (1992) Ditambah dengan menginterpretasi tutupan daun menggunakan citra landsat Penggunaan Untuk mengetahui luas Menggunakan citra Teknologi minimal hutan kota yang SPOT dan Penginderaan dibutuhkan serta IKONOS. Jauh dan SIG distribusinya di Kota Bogor Metode yang Untuk Melakukan analisis spasial digunakan yaitu Menentukan terhadap kebutuhan hutan pra pengolahan Luas Hutan kota menggunakan citra, pengolahan Kota : (Studi pendataan kebutuhan citra dan analisis Kasus di Kota oksigen spasial. Melakukan Bogor, Jawa pengukuran di Barat) lapangan setelah itu dilanjutkan dengan melakukan klasifikasi spektral dan kemudian 25
Sukentyas Estuti (2012)
Kota Depok
Kemampuan Ruang Hijau Dalam Menyerap Gas CO2 Di Kota Depok
Menghitung dan memetakan persebaran ruang hijau di Kota Depok pada tahun 2000 dan 2011. Menghitung korelasi antara indeks vegetasi (NDVI) dengan karakteristik tajuk, tutupan vegetasi bawah, dan biomassa. Menghitung estimasi biomassa hijau dan kemampuan ruang hijau dalam menyerap gas CO2.
dilakukan analisis spasial. Oksigen yang dihasilkan diukur dengan menggunakan asumsi luasan dan dilakukan perhitungan matematis. Hasil perhitungan ini kemudian dibandingkan dengan kebutuhan oksigen yang didapat dari perhitungan gerakris untuk mendapatkan kebutuhan luasan hutan kota Melakukan transformasi indeks vegetasi pada citra Landsat 7 dan SPOT, melakukan survei lapangan dan data sekunder. Nilai biomassa dilakukan dengan persamaan matematis dan nilai karbon didapat dengan mengkonversi nilai biomassa menggunakan rumus kimia fotosintesis
26
Yanua Pristya Putri (2012)
Kota Magelang
Estimasi Volume Oksigen Yang Dihasilkan Oleh Ruang Hijau Di Kecamatan Magelang Selatan Menggunakan Citra WorldView-2
Menginterpretasi ruang hijaudi Kecamatan Magelang Selatan dengan menggunakan citra WorldView-2 Mengetahui keakurasian citra WorldView-2 dalam menginterpretasipenggunaan lahan vegetasi dan bukan vegetasi Mengestimasivolume oksigen yang dihasilkan ruang hijau di Kecamatan Magelang Selatandengan citra WorldView-2
Citra yang digunakan adalah WorldView-2 resolusi spasial 2 meter tahun 2012
Tabel 1.4 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Peneliti Muhammad Chusnan Aprianto (2010)
Judul Penelitian Kajian luas hutan kota berdasarkan kebutuhan oksigen, karbon tersimpan dan Kebutuhan Air di Kota yogyakarta
Persamaan Mengukur volume oksigen yang dihasilkan vegetasi di lapangan dan menggunakan citra
R. Assyfa El Lestari dan I Nengah Surati Jaya (2005)
Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG Untuk Menentukan Luas Hutan Kota : (Studi Kasus di Kota Bogor, Jawa Barat) Kemampuan Ruang Hijau Dalam Menyerap Gas CO2 Di Kota Depok
Menggunakan citra penginderaan jauh untuk mengetahui volume oksigen yang dihasilkan
Estuti Estuti S (2012)
Menggunakan nilai NDVI dalam menginterpretasi lahan vegetasi, menggunakan data penginderaan jauh dan mencari nilai biomassa
Perbedaan Menggunakan citra yang berbeda jenis dan resolusi spasialnya Volume oksigen dihitung untuk tiap jenis vegetasi Tidak mengukur luas hutan kota yang dibutuhkan Daerah penelitian yang berbeda Menggunakan citra yang berbeda Tidak menggunakan SIG Daerah penelitian yang berbeda Tidak menggunakan pengukuran oksigen untuk menentukan luas hutan kota Daerah penelitian berbeda, jenis citra yang digunakan serta pemanfaatan citra untuk studi yang berbeda
27
1.6 Kerangka Pemikiran 1 Interpretasi Penggunaan Lahan Vegatasi dan Bukan Vegetasi
Citra WorldView-2
Transformasi indeks vegetasi untuk kemudian dilakukan klasifikasi penggunaan lahan vegetasi dan bukan vegetasi
Lahan vegetasi ini kemudian diklasifikasikan untuk membedakan kerapatan vegetasi
Peta kerapatan vegetasi dan Peta penggunaan lahan (tentatif)
2 Uji Ketelitian Interpretasi Peta penggunaan lahan
Peta kerapatan vegetasi dan peta penggunaan lahan (tentatif)
Pengecekan lapangan dengan menggunakan sampel untuk tiap kelas penggunaan lahan yang terklasifikasi melalui citra. Kemudian mengukur perbedaan hasil identifikasi di citra dan kenampakan di lapangan
Nilai Akurasi Interpretasi Citra
Akurasi diukur berdasarkan Short
28
3 Pengukuran Volume Oksigen
Peta Kerapatan Vegetasi dan pengecekan lapangan
Mengukur kerapatan vegetasi, tebal tajuk serta persentase tutupan tajuk dan vegetasi bawah sesuai daerah sampel
Perhitungan biomassa vegetasi
Perhitungan estimasi volume oksigen yang dihasilkan
Gambar 1.3 Kerangka Pemikiran Umum
29
Tahapan pada Gambar 1.3 dapat diuraikan lebih detail sebagai berikut : 1. Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah melakukan interpretasi penggunaan lahan vegetasi dan bukan vegetasi yang ada melalui citraWorldView-2. Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan transformasi indeks vegetasi pada citra yang telah siap diolah. Transformasi indeks vegetasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi lahan vegetasi
dan
bukan
mengklasifikasikan
vegetasi. lahan
Setelah vegetasi
itu
dilanjutkan sesuai
dengan tingkat
kerapatannya.Pengklasifikasian ini dilakukan berdasarkan nilai NDVInya. 2. Tahapan yang kedua adala uji akurasi hasil klasifikasipenggunaan lahan. Uji akurasi ini berdasarkan teori Short (1982). Uji akurasi ini dilakukan untuk menguji hasil interpretasi penggunaan lahan vegetasi dan bukan vegetasi. Pengambilan sampel di lapangan mengacu pada peta penggunaan lahan dimana sampel diambil di tiap penggunaan lahan vegetasi. Tiap kelas diambil lebih dari satu titik untuk mendapatkan pembanding. Kemudian hasil pengamatan di lapangan dicocokkan dengan hasil interpretasi melalui citra dan dihitung tingkat akurasinya menggunakan rumus yang ada. Setelah itu dilakukan revisipeta penggunaan lahan vegetasi dan bukan vegetasi menjadi peta penggunaan lahan yang sebenarnya. 3. Tahap kerja yang terakhir yaitu pengukuran volume oksigen pohon. Pengukuran volume oksigen ini dilakukan dengan mengukur nilai biomassa vegetasi yang menjadi sampel penelitian. Biomassa ini didapat dengan mengukur kerapatan vegetasi, tebal tajuk serta persentase tutupan tajuk dan vegetasi bawah yang selanjutnya diolah menggunakan formulasi biomassa. Nilai biomassa ini kemudian dikonversi menggunakan persamaan kimia yang diperoleh dari rumus kimia fotosintesis.
30
1.7 Batasan Istilah Ruang Hijau (RH)adalah bagian muka bumi (wilayah urban) yang tertutup oleh tajuk vegetasi (klorofil) bila dilihat dari atas, tanpa membedakan jenis penggunaan tanahnya (Sobirin, 2001). Biomassaadalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu (a glossary by the IPCC,1995). Biomassa didefinisikan juga sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown, 1997). Tumbuhan bawahadalah tumbuhan bukan pohon yang tumbuh di lantai hutan. Dapat berupa herba, semak atau liana. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan. (Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan) Hutan Kota adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan Perubahan peruntukan kawasan hutan (deforestasi) adalah perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan Bahan kering adalah tanaman yang dioven atau dikeringkan untuk mencapai berat yang konstan.
31