BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sebagai negara yang dibangun oleh beragam suku bangsa, Indonesia memiliki kekayaan
budaya dan sejarah yang dapat ditelusuri dari sebelum zaman Sriwijaya. Namun tidak banyak orang Indonesia yang mengetahui budaya-budaya ini karena sedikitnya media-media populer yang mengangkat topik ini. Hal ini sangat disayangkan, karena budaya majemuk yang terdiri dari ratusan suku bangsa dan etnis adalah identitas unik yang hanya dimiliki bangsa Indonesia. Sedikit dari budaya yang secara turun-temurun diceritakan adalah cerita-cerita rakyat seperti Malin Kundang dan Sangkuriang, yang dianggap memiliki pesan dan nilai hiburan yang cukup ringan sehingga sering ditemui dalam format buku bergambar untuk anak-anak. Namun cerita-cerita yang lebih berbobot seperti epik pewayangan dan kisah-kisah sejarah prakolonialisme jarang diangkat karena detil cerita dan karakterisasi masing-masing tokoh menjadikannya lebih sulit digarap, juga karena secara umum dikemas secara ‘kuno’ sehingga tidak relevan dengan kondisi masyarakat zaman sekarang. Hal ini sangat kontras jika dibandingkan dengan cerita-cerita rakyat serupa, seperti cerita Sam Kok dan Sun Wu Kong dari Cina, kisah-kisah era Shogun dari Jepang dan cerita-cerita Hans Andersen dari Eropa yang selalu diceritakan kembali dalam berbagai media, tidak hanya untuk menjaga relevansinya terhadap keadaan sosial, namun membuatnya tetap relevan secara bisnis karena masyarakat selalu mengenal cerita-cerita ini, layaknya produk berlabel Disney atau Star Wars. Salah satu cerita rakyat yang masih kerap didaur-ulang di Indonesia adalah cerita Calon Arang dari Jawa Timur/Bali, sebuah kisah tentang seorang ibu penyihir yang mengutuk sebuah kerajaan karena tidak ada yang bersedia meminang anaknya. Diceritakan bahwa sang janda (Rangda dalam bahasa Bali) memohon pada dewi Durga untuk menyebarkan malapetaka di negeri Daha, tempat raja Airlangga memimpin. Sang Raja lalu mengirimkan pasukan untuk melawan sang janda, namun mereka tak berkutik didepan kesaktiannya. Raja kemudian memohon bantuan dari seorang Mpu bernama Bharadah, yang akhirnya mengutus anaknya,
Bahula untuk menikahi anak sang janda. Setelah menjadi keluarga, Bahula kemudian mencuri sumber kesaktian sang janda, yang berujung pada kematiannya. Di akhir cerita, sang janda dihidupkan kembali oleh sang pendeta, dimana sang janda mengakui kesalahannya dan ingin bertobat. Namun sang pendeta menilai ia sudah kelewat batas dan membunuhnya lagi. Demikian Calon Arang dikalahkan dan negeri Daha aman kembali. Berasal dari sekitar abad ke-11, cerita ini diceritakan ulang sebagai novel pendek oleh Pramoedya Ananta Toer (1951), film oleh Ram Soraya (1985), kumpulan prosa oleh Toeti Heraty (2000) dan prosa oleh Cok Sawitri (2007), selain dari pentas tari berkala yang selalu dilakukan di Bali. Toer dan Soraya menggambarkan Calon Arang sebagai sosok yang kejam dan lalim layaknya tradisi Bali, sementara Heraty menggali karakternya dari segi feminisme, dimana norma patriarki menyimpulkan bahwa yang demikian adalah ‘jahat’.
Sedangkan Sawitri
menggambarkannya sebagai seorang yang bijak namun dianggap sebagai karakter antagonis karena melawan Erlangga. Perbedaan penceritaan ini adalah ilustrasi bagaimana sebuah cerita dapat mengalami perubahan interpretasi sejalan dengan perkembangan zaman dan isu sosial yang ingin disampaikan, dimana ini menjadi satu poin penting dalam perupaan Tugas Akhir ini. Agar cerita Calon Arang dapat tetap relevan di era kontemporer, diperlukan sebuah upaya untuk mengangkatnya kedalam sebuah cara pandang yang sesuai. Metode yang cocok untuk ini adalah dengan cara menyadur atau menginterpretasikan ulang cerita tersebut. Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), saduran adalah hasil menggubah, gubahan bebas dari cerita lain tanpa merusak garis besar cerita. Membuat sebuah saduran dari cerita yang ada adalah praktek yang lazim digunakan di dunia literatur fiksi, dimana sebuah cerita lama diangkat kedalam sebuah sudut pandang baru, sehingga menghasilkan sebuah pengalaman yang berbeda dengan naskah aslinya. Salah satu contohnya adalah film-film animasi produksi Walt Disney Animation Studios, dimana cerita-cerita seperti Cinderella (Perrault, 1697), Snow White (Brothers Grimm, 1812) dan Pinocchio (Collodi, 1883) disadur/di-reinterpretasi agar tema cerita dan kontennya sesuai dengan cara pembawaan yang diinginkan Disney. Dalam menginterpretasikan ulang cerita Calon Arang, penyusun akan berfokus pada tema-tema seperti kelicikan yang dilakukan oleh pihak Mpu Baradah yang dianggap sebagai protagonis, asumsi gender yang diderita Calon Arang sebagai seorang janda, dan tekanan sosial
yang dihadapi Ratna Manggali terkait dengan umur nikah. Tema-tema ini memiliki analogi pada isu-isu kontemporer, seperti necessary evil, emansipasi kaum perempuan dan pertanyaan normatif ‘kapan menikah’ dan asumsi-asumsi negatif dari kaum lelaki yang memicu gerakan seperti feminisme. Mengacu dari pemilihan sudut pandang ini, ditentukan bahwa target audiens berada di jarak usia 18-30 tahun (dewasa, dalam usia produktif awal), memiliki status ekonomi menengah, dan memiliki latar belakang pendidikan S1 atau lebih (peka terhadap isu sosial). Dengan kata lain, target audiens karya Tugas Akhir ini adalah orang Indonesia kelas ekonomi menengah dengan rentang usia 18-30 tahun. Hal ini didukung oleh meningkatnya kelas menengah Indonesia dari 25% total populasi di tahun 1998 ke 57% di tahun 2010 (Afif, 2015), yang memunculkan kelas konsumen (kelas menengah keatas) dimana mereka adalah pasar domestik produk tersier seperti karya Tugas Akhir ini. Penyusun kemudian memutuskan untuk mengangkat ulang legenda Calon Arang dalam media buku cerita bergambar. Media ini dipilih karena 1) penceritaan secara visual akan mempermudah audiens dalam mengikuti cerita yang memiliki isu yang cenderung berat, 2) meski trend buku kertas menurun dibandingkan e-paper, buku ilustrasi tetap diminati sebagai benda koleksi, 3) secara teknis cukup realistis untuk dikerjakan, baik dari segi dana maupun usaha yang dikeluarkan dalam kurun waktu yang tersedia, dan 4) sudah dikenal sebagai media pilihan untuk konten cerita rakyat. Poin terpenting dari pemilihan media ini adalah penyampaian konten budaya melalui visual storytelling. Secara umum, buku-buku cerita bergambar mengenai legenda rakyat tidak mengalami proses peremajaan atau reinvention sehingga corak visual yang digunakan selalu mengacu pada penggambaran gamblang lansekap Indonesia kuno dan baju-baju adat. Dalam tugas Ilustrasi Lanjut semester lalu, penyusun mencoba membuat sebuah buku cerita rakyat dengan prinsip visual yang diambil dari wayang yang bersifat datar (2 dimensi), sehingga seluruh elemen terasa seperti lapisan-lapisan datar yang ditumpuk, menghasilkan visual yang unik tanpa menghilangkan identitas budaya. Pendekatan serupa diharapkan dapat diaplikasikan pada Tugas Akhir ini sehingga secara visual terasa lebih modern tanpa menghilangkan corak budaya yang dibawa oleh cerita aslinya. Proyeksi manfaat dari karya Tugas Akhir ini adalah terutama sebagai pembaharuan versi legenda Calon Arang. Baik dari segi cerita maupun visual, karya ini diharapkan dapat menjadi
sumber pengetahuan bagi yang belum pernah mendengar kisah tersebut, dan sebagai interpretasi baru / remake bagi yang sudah familiar dengannya.
1.2.
Identifikasi Masalah Disimpulkan masalah yang dihadapi dalam topik ini adalah sebagai berikut:
Kurangnya pengetahuan masyarakat akan legenda Calon Arang disebabkan minimnya exposure media populer.
Kurangnya pencitraan baru legenda Calon Arang baik secara visual maupun dalam storytelling.
1.3.
Sedikitnya produk tersier produksi lokal sementara potensi pasarnya semakin besar.
Rumusan Masalah Dari identifikasi masalah, penyusun merumuskan masalah sebagai berikut:
1.4.
Bagaimana menggambarkan legenda Calon Arang kedalam bentuk visual yang baru?
Ruang Lingkup Untuk menjaga topik pembahasan agar tidak melebar, ditentukan batasan-batasan/ruang
lingkup sebagai berikut:
What: Merancang cerita rakyat Calon Arang kedalam media yang dapat menjadi sumber konten budaya lokal yang ringan namun cukup relevan dengan demand kontemporer.
Who: Target marketnya adalah dewasa muda (19-25) kelas menengah yang memiliki background pendidikan S1 atau lebih. Di rentang usia, strata ekonomi dan background pendidikan spesifik ini, demand akan konten berkualitas (tv, film, buku) sangat tinggi, mencerminkan kebutuhan aktualisasi diri (Maslow’s Pyramid).
When: Dalam waktu pengerjaan Tugas Akhir sesuai ketentuan.
Where: Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisa berbagai data relevan dari berbagai sumber. Data yang dibutuhkan antara lain survey target pasar, studi sumber cerita Calon Arang dan versi-versi turunannya, studi visual corak/estetika budaya yang terkait dan studi banding/benchmarking produk-produk yang serupa.
Why: Karena di saat ini, representasi akan budaya kuno Indonesia di media populer sangat minim, bahkan mulai ditinggalkan karena dianggap tidak relevan lagi, sementara kebutuhan masyarakat Indonesia akan konten lokal sangat tinggi.
How: Dengan membuat buku cerita bergambar, suatu media yang lazim digunakan untuk menceritakan folktale lokal.
1.5.1. Tujuan Adapun tujuan perancangan karya ini adalah sebagai berikut: Agar masyarakat dapat mengetahui dan memahami inti dari cerita Calon Arang sehingga memperkaya pengetahuan akan cerita-cerita rakyat kuno yang merupakan asal-usul Indonesia. Pengayaan pengetahuan ini adalah pembentuk identitas bangsa. Agar masyarakat luas lebih terbiasa dengan keberagaman budaya di Indonesia. Sebagai aset intelektual yang digunakan untuk tujuan komersil.
1.5.2. Manfaat Manfaat yang berpotensi dimunculkan olehnya, adalah: Sebagai analogi tatanan sosial kontemporer; audiens dapat menghubungkannya dengan isu-isu yang terjadi di sekitarnya. Sebagai sumber pengetahuan akan keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Sebagai bahan acuan media yang mengangkat sebuah cerita kuno sedemikian rupa sehingga dapat dinikmati masyarakat modern, baik dari segi visual maupun penceritaan. Sebagai penerapan ilmu desain grafis mahasiswa dalam membuat sebuah buku yang sesuai dengan guideline pembuatannya. Sebagai bahan pertimbangan/wacana dalam pengembangan institusi akademik.
1.6.1. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode kualitatif. Menurut Sugiyono (2009:15), penelitian kualitatif adalah sebuah metode penelitian berlandaskan filsafat postpositivisme, yang digunaan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian menekankan pada makna daripada generalisasi. Pendekatan ini dianggap cocok dalam penelitian ini karena sebaik-baiknya sebuah saduran adalah yang tidak menghilangkan makna dari naskah asli. Penelitian kualitatif diharapkan dapat memastikan makna-makna inti dari cerita ini, sehingga perubahan-perubahan yang kemudian dilakukan demi memodernisasikan cerita ini dapat dilakukan tanpa mengubah inti cerita. Cara-cara metode ini antara lain sebagai berikut: Observasi – mengamati atau meninjau teknik-teknik menyadur yang pernah dilakukan orang lain, seperti saduran film (screenwriting) dan teater (playwrighting) cerita-cerita kuno yang diadaptasi di masa modern. Tinjauan Pustaka – baik secara teoretis maupun dalam studi naskah, tinjauan pustaka adalah metode utama penelitian ini. Hal-hal yang dikonsultasikan pada sumber pustaka adalah teknik visual storytelling, teori warna, teori komunikasi visual, teknik pemasaran, naskah asli Calon Arang dan saduran-saduran dari naskah asli ini, juga contoh beberapa buku cerita bergambar yang dijadikan patokan. Kuesioner – didesain dan disebarkan pada sampel yang relevan untuk mendapatkan gambaran umum target pasar yang ingin diraih dengan karya Tugas Akhir ini. Informasi ini kemudian digunakan dalam pertimbangan untuk keputusan-keputusan cara bercerita dan strategi pasar. 1.6.2. Analisis Data Metode analisis yang digunakan adalah analisis hermeneutik, yang merupakan analisis kualitatif yang didasari oleh tujuan mencari pemahaman mendalam dari subjek penelitian. Strategi hermeneutik bertolak belakang dengan analisis objektif dimana pemahaman didapat dari
merumuskan sesuatu menjadi bentuk empiris. Analisis hermeneutik, sebaliknya, bersifat a priori. Metode analisis ini mencakup pendekatan epistemologi, konstruktivisme dan fenomenologi dalam memproses data dalam cakupan seluas mungkin, sehingga diperoleh pemahaman yang menyeluruh. Interpretasi dari tiap detil berkontribusi pada pemahaman menyeluruh, dan sebaliknya kajian dari pemahaman menyeluruh ini memberi gambaran lebih jelas pada aspekaspek kecilnya.
1.7.
Kerangka Perancangan Adapun kerangka perancangan adalah sebagai berikut:
1.8.
Pembabakan
Dokumen laporan disusun berdasarkan sistem dengan kerangka sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan Membahas mengenai latar belakang topik penelitian dimana minimnya konten budaya lokal dalam media modern menjadi sebuah masalah yang menjadi alasan dalam merancang sebuah saduran yang lebih relevan terhadap zaman. Dari identifikasi masalah ini kemudian disimpulkan beberapa rumusan masalah, lalu ditentukan ruang lingkupnya dalam model 5W+1H. Tujuan utama dari perancangan ini adalah sebagai pembuktian konsep dimana teknik saduran yang tepat dapat mengangkat daya tarik masyarakat terhadap konten budaya yang kuno dan usang. Pengumpulan data dilakukan secara kualitatif, dan analisis dilakukan dengan menggunakan model SWOT dan RCA. Kerangka perancangan dan pembabakan dokumen juga dijelaskan di bab ini. Bab II. Dasar Pemikiran Menjelaskan dasar pemikiran dari teori-teori yang relevan sebagai acuan dalam merancang saduran cerita Calon Arang sehingga relevan dengan masyarakat Indonesia kontemporer. Bab III. Data dan Analisis Masalah Menguraikan data yang didapat dari metode kualitatif beserta analisisnya yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam penulisan Bab IV. Bab IV. Konsep dan Hasil Perancangan Merupakan konsep yang menjadi acuan hasil karya yang dituju. Bab V. Penutup Berisi kesimpulan dan saran.