BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Reformasi telah membawa perubahan-perubahan yang berarti pada kehidupan politik dan pemerintahan Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat dari adanya transformasi sitem politik Indonesia yang sebelumnya bercorak otoriter kini ke arah yang lebih demokratis. Demikian halnya dengan model pemerintahan Indonesia yang semula bersifat sentralistis kini berubah menjadi desentralistis. Hal ini berdampak terhadap adanya pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah dan memberi kewenangan yang besar bagi pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya masing-masing. Kebijakan desentralisasi yang diterapkan di Indonesia pada akhirnya melahirkan otonomi daerah yang bertujuan untuk memaksimalkan pelayanan dan lebih mendekatkan fungsi pemerintahan kepada masyarakat dan diharapkan mampu meningkatkan percepatan pembangunan dalam usaha pencapaian tujuan negara yaitu masyarakat adil dan makmur. Konsep otonomi daerah dilandasi oleh UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang telah disempurnakan menjadi UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Dalam UU No.32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemeritah daerah diberikan hak seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi. Pemberian otonomi kepada daerah dimaksudkan agar setiap daerah mampu lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya serta mampu menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, efektif, termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerja, mempertanggungjawabkan 1 Universitas Sumatera Utara
kepada pemerintah atasannya maupun kepada masyarakat.1 Selain itu, daerah juga diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Reublik Indonesia. 2 Fenomena yang muncul setelah penerapan otonomi daerah adalah terkait dengan pemekaran daerah. Salah satu contoh pemekaran daerah yang dapat kita lihat adalah Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Labuhanbatu Selatan atau yang lebih sering dikenal dengan Labusel merupakan Kabupaten baru di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kabupeten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu yang disahkan pada tanggal 24 Juni 2008 bersamaan dengan Kabupaten Labuhanbatu Utara oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono melalui UndangUndang No. 22 Tahun 2008.3 Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang baru di bentuk pada tahun 2008 yang lalu (merupakan pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu) terdiri dari 5 kecamatan yang terbagi menjadi 52 desa dan 2 kelurahan dengan penduduk sekitar 307.171 jiwa, serta luas wilyahnya sekitar 311.600 ha dengan kepadatan penduduk sebesar 98 jiwa per km2. Sejarah pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Selatan diawali dari adanya aspirasi dan keinginan masyarakat Labuhanbatu Selatan untuk membentuk sebuah daerah yang mandiri. Sejalan hal tersebut, DPRD Labuhanbatu selanjutnya merespon baik melalui Surat Keputusan No. 63 Tahun 2005 pada tanggal 31 Oktober 2005 tentang Persetujuan DPRD Labuhanbatu Terhadap Pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara. Kemudian pada tanggal 12 Januari 2006 DPRD Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan Keputusan No.1/K/2006 tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu diikuti dengan keluarnya
1
Prof. Drs. HAW. Widjaja. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004. hal.7 2 Dadang Juliantra. 2004. Pembaruan Kabupaten. Yogyakarta: Pustaka Jogja Mandiri. Hlm. 54 3 Pemkab Labusel. Sejarah Labuhanbatu Selatan. http://www.labusel.com/2013/04/sejarahlabuhanbatu-selatan.html?m=1 diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 pada pukul 23.40 WIB
2 Universitas Sumatera Utara
Surat Gubernur Sumatera Utara No. 903/035/K/2006 tentang Bantuan Dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Bagi Calon Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Labuhanbatu Selatan di Provinsi Sumatera Utara. Pada dasarnya pemekaran daerah memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai. Seperti yang dijelaskan dalam PP No. 78 Tahun 2007 hasil revisi PP No 129 Tahun 2000 dimana disebutkan bahwa tujuan pemekaran daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
melalui
peningkatan pelayanan kepada
masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban serta menigkatkan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.4 Upaya pemekaran daerah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan publik bagi masyarakat. Sejalan dengan apa yang dijelaskan di atas bahwa tujuan dari pelaksanaan pemekaran daerah ialah agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh dan berkembang maka Pemerintah daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan juga diharapkan mampu menunjukkan suatu perubahan dan kemajuan baru dari daerahnya sebagai konsekuensi dari pelaksanaan pemekaran maupun otonomi daerah. Sebagai kabupaten baru, maka masih terdapat beberapa kekurangan dalam hal pembangunan daerah. Selain itu, lokasi Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang aksesibilitasnya masih sulit serta infrastuktur fisik yang masih minim merupakan kendala tersendiri bagi pembangunan daerahnya. Pembangunan dapat dipahami sebagai suatu upaya untuk menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Secara umum kata ini dapat diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. 5 Todaro meyebutkan bahwa pembangunan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan keadaan yang
4
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah 5 Arief Budiman. 1996. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal.1
3 Universitas Sumatera Utara
dapat mengembangkan harkat dan martabat manusia. Pembangunan dianggap penting dan berharga bagi masyarakat sekaligus menjadi kebutuhan untuk mengadakan perubahan-perubahan ke arah keadaan yang lebih baik. 6 Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 41 tahun 2007, maka pembangunan daerah diarahkan kepada beberapa kebijakan pembangunan yang menggambarkan perubahan pembangunan dan pengembangan daerah serta pengelolaan pembiayaan melalui penataan kembali kelembagaan pemerintahan dan aparat daerah dalam mengemban tugas dan fungsinya agar terwujud penyelenggaraan pembangunan yang demokratis dan desentralistis. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan upaya agar sebuah daerah dapat melaksanakan kemajuan dan perubahan terarah dan efisien yang dilaksanakan oleh daerah itu sendiri. Pembangunan daerah merupakan bagian internal dan integral dari seluruh pembangunan nasional. Jika pembangunan di daerah gagal maka dapat dikatakan bahwa pembangunan nasional juga pasti gagal. Alex Inkeles menyatakan bahwa sesungguhnya pembangunan mengharuskan adanya perubahan watak manusia. 7 Perubahan watak yang dimaksud adalah suatu perubahan yang merupakan alat untuk mencapai tujuan yang berupa pertumbuhan yang lebih lanjut lagi dan hal tersebut merupakan tujuan utama dalam proses pembangunan itu sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah dapat dikatakan berhasil apabila manusianya atau dalam hal ini pemeritah daerah mengalami perubahan watak dan peningkatan kerja yang lebih baik (dinamis dan unggul). Seperti yang dikatakan oleh David C McClelland dalam teori virus mental (n Ach) bahwa manusia akan selalu berusaha untuk lebih baik dan lebih unggul apabila manusia tersebut terjangkit virus n Ach (singkatan dari need for Achievement, kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi). McClelland meyakini bahwa selalu ada hubungan yang positif antara virus n Ach dengan pencapaian kinerja.
6
Ibid. hal.5 Myron Weiner.1981. Modernisasi: Dinamika Pertumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal.87 7
4 Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan tujuan otonomi daerah dan pemekaran Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka menarik untuk dikaji kebijakan apa saja yang sudah dibuat dan kegiatan apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Labuhanbatu Selatan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan yaitu kebijakan apa saja yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Labuhanbatu Selatan serta kegiatan apa saja yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam imlementasi kebijakan tersebut. Melalui informasi dan data yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka dapat diketahui seperti apa kinerja Pemerintah Daerah Labuhanbatu Selatan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana kinerja Pemerintah daerah Labuhanbatu Selatan dalam mempercepat pembangunan daerah tahun 20112015? 1.3. Pembatasan Masalah Pada penelitian ini, perlu adanya pembatasan masalah terhadap masalah yang akan dibahas agar hasil penelitian yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai, yaitu suatu karya tulis yang sistematis dan tidak meluas. Maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebatas pada pembahasan mengenai kebijakan apa saja yang telah dibuat dan yang dilakukan dalam mendorong percepatan pembangunan daerah Labuhanbatu Selatan tahun 2011-2015. 1.4. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kebijakan apa saja yang telah dibuat oleh Pemerintah Daerah Labuhanbatu Selatan dalam melakukan percepatan pembangunan dan bagaimana kebijakan itu dilaksanakan.
5 Universitas Sumatera Utara
2. Menggambarkan kinerja pemerintah kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam mempercepat pembangunan di Labuhanbatu Selatan. 3. Mendeskripsikan capaian pembangunan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. 1.5. Manfaat Penelitian Setiap penelitian, diharapkan mampu memberikan manfaat, terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Institusi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi informasi tentang kinerja Pemerintah daerah Labuhanbatu Selatan dalam mempercepat pembangunan. 2. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat Labuhanbatu Selatan secara khusus dalam memahami kinerja pemerintah daerahnya. Serta dapat menjadi referensi bagi bagi mahasiswa departemen Ilmu Politik FISIP USU. 3. Bagi Pengembang Ilmu, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan menjadi sebuah kajian ilmiah di bidang Ilmu Politik khususnya tentang Pemerintah Daerah Labuhanbatu Selatan. 1.6. Kerangka Teori Kerangka teori merupakan dasar untuk melakukan suatu penelitian yang dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial-politik yang akan dianalisa oleh peneliti. 8 Dalam hal ini peneliti ingin mempergunakan beberapa teori dan konsep yang sangat berhubungan dengan proposal penelitian yang akan dilakukan. Beberapa teori
8
Anselm Strauss & Juliet Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal.10
6 Universitas Sumatera Utara
yang digunakan sebagai pisau analisis antara lain ialah Kinerja, Teori Pembangunan, Teori Kebijakan Publik, serta Konsep Pemerintah Daerah. 1.6.1. Pengertian Kinerja Berdasarkan pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa kinerja merupakan sesuatu sasaran ataupun tujuan yang harus dicapai. 9 Dalam halnya organisasi, kinerja diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut.10 Dalam kinerja ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu. Hal senada juga dikemukakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara, menurutnya kinerja merupakan sebuah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kesimpulan yang dapat diambil ialah bahwa kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan perlu diberitahukan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil atau tingkat keberhasilan suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi baik itu perusahaan, instansi pemerintahan dan lembaga-lembaga lainnya. Ada enam karakteristik dari sesorang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam mencapai prestasi kerja yaitu: 1) memiliki tanggungjawab yang tinggi, 2) berani mengambil resiko, 3) memiliki tujuan yang realistis, 4) memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merelalisasikan tujuan, 5) memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan, 6) mencari kesempatan untuk merelisasikan rencana yang telah diprogramkan.
9
Chaizi Nasucha. 2004. Reformasi Administrasi Publik. Jakarta: PT. Grasindo. Hal.54 Drs. Hesel Nogi S. Tangkilisan. M.Si. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: Lukman
10
Offset & YPAPI. Hal.175
7 Universitas Sumatera Utara
Untuk mengukur kinerja apakah itu baik ataupun buruk dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa ukuran tersebut meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan lingkungan organisasi kerja. Dalam tulisan ini, ukuran prestasi (kinerja) yang digunakan lebih sederhana. Terdapat tiga kriteria yang dipakai, pertama kuantitas kerja yaitu jumlah yang harus dikerjakan, kedua kualitas kerja yaitu mutu yang dihasilkan, dan yang ketiga adalah ketepatan waktu yaitu kesuesuaian dengan waktu yang telah ditetapkan. Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi”. David C McClelland berpendapat bahwa ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja. Beberapa individu mempunyai dorongan yang kuat sekali untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi dibandingkan dengan adanya imbalan terhadap keberhasilan. Mereka mempunyai dorongan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya. Dorongan ini yang disebut dengan n Ach (singkatan dari need for Achievement, kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi).11 Virus n Ach diartikan sebagai suatu macam pikiran yang berhubungan dengan melakukan sesuatu dengan baik ataupun melakukan sesuatu dengan lebih baik lagi dari yang pernah ada sebelumnya, lebih efisien dan lebih cepat. McClelland menyebutkan bahwa bangsa-bangsa yang lebih tinggi n Ach-nya akan berkembang lebih pesat. Beliau juga menyebutkan bahwa revolusi akan terjadi apabila virus n Ach tetap kokoh tertanam. Itu sebabnya beliau menimpulkan bahwa virus n Ach merupakan salahb satu unsur penting dalam modernisasi. Dari penelitian mengenai kebutuhan akan prestasi, McClelland menemukan bahwa individu yang mempunyai dorongan prestasi tinggi berbeda dengan individu yang mempunyai keinginan kuat untuk melakukan hal-hal dengan lebih baik. Mereka
11
Myron Weiner. Ibid. hal.2-3
8 Universitas Sumatera Utara
mencari kesempatan pada saat mereka mempunyai tanggung jawab pribadi untuk memecahkan permasalahan, mereka dapat segera menerima umpan-balik atas kinerjanya sehingga mereka dapat mengetahui dengan mudah apakah mereka menjadi lebih baik atau tidak, dan mereka dapat menentukan langkah-langkah yang menantang. Individu-individu yang mempnyai dorongan prestasi yang tinggi lebih menyukai tantangan dalam menyelesaikan suatu masalah dan menerima kegagalan dengan lapang dada bukannya mengandalkan peluang atau bantuan individu lain. Berdasarkan teori tersebut, maka dapat ditarik bahwa pegawai atau dalam hal ini Pemerintah Daerah akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki n Ach yang tinggi. Kebutuhan akan prestasi ini harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri dan lingkungan kerja. Hal ini karena n Ach atau kebutuhan akan prestasi yang tumbuh dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika kondisi lingkungan kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah. Selain David C McClelland, Abraham Maslow juga mengungkapkan teori kebutuhan yang menyebutkan bahwa tingkah laku individu berguna untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (needs) membantu menentukan cara bagaimana seseorang harus merespon atau bagaimana menemukan stimulasi lingkungan, dengan memperhitungkan fakta-fakta objektif maupun fakta -fakta subyektif. Maslow menyatakan bahwa manusia mempunyai sejumlah kebutuhan dalam bentuk hirarki yang terdiri atas lima jenjang kebutuhan yaitu fisiologis, keamanaan, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. Setiap jenjang kebutuhan dapat dipenuhi apabila jenjang sebelumnya telah terpenuhi. Hirarki kebutuhan bersifat mengikat, maksudnya; kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah harus relatif terpuaskan sebelum orang menyadari atau dimotivasi oleh kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Berdasarakan hal tersebut dapat dilihat bahwa seseorang akan termotivasi untuk lebih giat lagi apabila jenjang kebutuhannya belum terpuaskan atau terpenuhi. Itu sebabnya teori kebutuhan Maslow juga berkaitan erat dengan pencapaian kinerja.
9 Universitas Sumatera Utara
1.6.2. Teori Pembangunan Pembangunan adalah suatu hal yang kompleks, dimana pembangunan meliputi perubahan-perubahan sosial. Riant Nugroho mengatakan bahwa dalam pembangunan, perencanaan pembangunan menjadi kunci, karena sesungguhnya ini adalah pekerjaan yang maha rumit. Seperti diketahui, istilah “pembangunan” adalah istilah khas dari proses rekayasa sosial (dalam arti luas, termasuk ekonomi, politik, kebudayaan, dan sebagainya) yang dilaksanakan oleh negara-negara berkembang. Bagi negara berkembang melakukan pembangunan dalam era globalisasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Tambah lagi pembangunan menjadi sebuah ideologi bagi setiap negara baru (negara-negara yang rata-rata merdeka setelah Perang Dunia Kedua usai). Kemajuan dan kemakmuran negara-negara di Eropa Barat dan Amerika Utara tidak hanya memicu semangat negara-negara berkembang untuk mengejar ketertinggalan bahkan lebih menjadi obsesi. Pembangunan menjadi ideologi, agama, bahkan kemudian menjadi mitos.
Sebuah keyakinan bahwa pembangunan pada
akhirnya membuat negara-negara terbelakang mampu mengejar ketertinggalannya, dan menjadi setara dengan negara yang maju. Padahal, sebagian besar perjalanan pembangunan negara-negara tersebut berujung kepada jalan buntu. Nugroho mengemukakan bahwa, kecenderungan mempergunakan pendekatan politik atau pendekatan ekonomi untuk menyelesaikan masalah pada saat ini sudah tidak memadai lagi karena antara politik dan ekonomi, memiliki satu kesamaan. Keduanya adalah alat ukur yang relatif bersifat subyektif, yakni tergantung kepada siapa yang mempergunakan pendekatan tersebut. Menurutnya, pendekatan yang lebih tepat dipergunakan dalam menyusun konsep pembangunan baru dengan pendekatan manajemen. Makna manajemen di sini lebih luas daripada sekedar manajemen perusahaan atau pemerintahan. Manajemen di sini adalah sebuah paradig dan sebuah filosofi hidup. Manajemen adalah bagaimana kita menata kehidupan yang lebih baik, tertata, dan dapat dipertanggungjawabkan.
10 Universitas Sumatera Utara
Pendekatan manajemen dimulai dengan menyusun Visi, kemudian Misi, Strategi, dan Aksi pembangunan. Visi adalah arah ke mana kita hendak pergi, sedangkan misi adalah tentang apa yang harus dikerjakan dalam usaha mewujudkan visi. Ditegaskan oleh Nugroho agar paradigma dan pendekatan pembangunan yang baru ini dapat dilaksanakan, maka visi baru perlu dirumuskan dan dijadikan dasar perumusan kebijakan dan strategi jaringan pembangunan. Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan. Menurut Nugroho, strategi pembangunan yang paling akomodatif untuk era globalisasi adalah pemberdayaan. Pemberdayaan dilakukan oleh tiga aktor dalam negara yakni, organisasi publik, organisasi bisnis dan masyarakat dalam hal ini civil society. Menurut Nugroho, strategi pemberdayaan terdiri dari empat indikator, yaitu para pelaku pembangunan, baik sektor negara dan sektor masyarakat, memeperoleh keadilan dan kesetaraan dalam hal akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dari dan terhadap pembangunan. Pemberdayaan memepergunakan tiga tahapan yakni penyiapan (bagi yang hendak diberdayakan), pemihakan (terhadap yang diberdayakan) dan perlindungan (bagi yang sudah mandiri). Keberhasilan pemberdayaan tersebut dapat dilihat dari sejauh mana organisasiorganisasi tersebut telah dikelola dengan baik sehingga memberikan nilai bagi kustomernya dalam hal ini masyarakat. Lebih lanjut Nugroho menyatakan bahwa strategi pembangunan pemberdayaan adalah meletakkan organisasi publik sesuai tugas-pokok-dan-fungsinya, dan demikian pula dengan kedua organisasi yang lain. Strategi yang bersifat makro tersebut dijabarkan dalam strategi mikro yang bersifat aksi yakni setiap organisasi harus menjalani proses “reinventing” atau penemuan diri, dengan melalui tiga penahapan. Pertama, reorientasi, yaitu menemukan di mana kondisi saat ini, apa yang masih tersisa dan hendak ke mana tujuan organisasi. Kedua, restrukturisasi yakni menata ulang seluruh rancang bangun organisasi dan nilai agar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai serta kondisi riil dan potensial yang dimiliki. Ketiga, aliansi yakni menyetarakan dan menyamakan langkah antar organisasi, baik di dalam sektornya maupun lintas sektor.
11 Universitas Sumatera Utara
Teori modernisasi merupakan salah satu pelengkap dalam teori pembangunan dunia ketiga. Schoorl menyebutkan bahwa modernisasi adalah suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. Dalam bukunya yang berjudul Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan NegaraNegara Sedang Berkembang (1981) Schoorl membuka tulisannya dengan menyatakan bahwa modernisasi sebagai gejala umum. Semua bangsa terlibat dalam proses modernisasi. Manifestasi proses modernisasi ini pertama kali nampak di Inggris pada abad ke-18 yang disebut revolusi industri. Penyebaran itu dianggap sebagai sesuatu yang begitu biasa, sehingga masyarakat dunia itu dibagi menjadi dua kategori yaitu negara maju dan negara sedang berkembang, masing-masing terdiri atas negara-negara yang telah mengalami modernisasi dan yang sedang mengadakan modernisasi. 12 Lebih lanjut, Schoorl menyatakan bahwa ada beberapa konsep kunci sosiologi yang berhubungan dengan proses-proses modernisasi seperti industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, kapitalisasi, perubahan struktur masyarakat baik melalui kemajuan politik maupun mobilitas penduduk, perkembangan teknologi sebagai peningkatan pengetahuan. Modernisasi sama artinya dengan evolusi bila dibatasi pada perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan. Menurut Linton, modernisasi dan masyarakat modern itu dapat bermacam-macam arahnya. 13 Tergantung pada nilai-nilai dan norma-norma yang digunakan apakah modernisasi tertentu itu juga dipandang sebagai kemajuan atau bukan. Proses evolusi merupakan pertumbuhan yang mutlak dan manusia sesuai dengan posisi dan situasinya, sampai batas-batas tertentu bertanggung jawab atas perkembangan masyarakat dan kebudayaannya. Modernisasi masyarakat itu secara umum dapat dirumuskan sebagai penerapan pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktivitas, semua bidang kehidupan atau kepada semua aspek-aspek masyarakat. Definisi ini bertolak dari gagasan bahwa tambahnya suatu pengetahuan ilmiah merupakan faktor yang terpenting dalam proses
12
Prof. Dr. Jw. Schoorl. 1981. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Sedang Berkembang. Jakarta: PT Gramedia. hal.1 13 Ibid. hal. 9
12 Universitas Sumatera Utara
modernisasi. Maka dalam hal ini masyarakat dikatakan lebih atau kurang modern, apabila lebih atau kurang menerapkan pengetahuan dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Selain itu, Schoorl juga memandang modernisasi yang lahir di barat akan cenderung ke arah westernisasi, memiliki tekanan yang kuat meskipun unsur-unsur tertentu dalam kebudayaan asli negara ketiga dapat selalu eksis, namun setidaknya akan muncul kebudayaan barat dalam kebudayaanya. Schoorl memusatkan perhatian pada proses modernisasi yang terjadi pada negaranegara yang sedang berkembang. Ia menyebutkan bahwa proses modernisasi yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang memiliki jenis proses tersendiri, hal ini didasarkan pada usaha-usaha negara tersebut untuk mengejar suatu ketertinggalan yang jauh, suatu perubahan radikal dari keadaan yang ada serta penyesuaian diri dengan perubahan sebagai suatu gejala yang permanen. Perkembangan selanjutnya dalam mendefenisikan teori pembangunan ialah munculnya teori ketererbelakangan. Teori keterbelakangan muncul sebagai reaksi terhadap fenomena kegagalan penerapan teori modernisasi di Amerika Latin. Teori ini cenderung melihat pembangunan dan keterbelakangan di banyak Negara melalui pendekatan yang cenderung kepada aspek politik dan pemerintahan. Keterbelakagnan dan kemiskinan yang terjadi di banyak negara khususnya di negara dunia ketiga merupakan sebagai akibat dari adanya ketergantungan terhadaap kekuatan ekonomi global dan konflik internasional. Pandangan mengenai keterbelakangan juga dikemukakan oleh Andre Gunder Frank. 14 Menurut pandangannya proses pembangunan dan perubahan sosial hanya akan dapat dipahami apabila ditinjau secara historis dengan memusatkan perhatian kepada proses interaksi didalam sistem politik dan perekonomian global. Frank berpendapat bahwa ketimpangan ekonomi dunia merupakan hasil dari dominasi ekonomi oleh negara-negara kapitalis maupun industri. Pembangunan dan keterbelakangan bagaikan dua sisi dari sebuah mata uang. Negara-negara dengan
14
Arief Budiman. Ibid. hal.64
13 Universitas Sumatera Utara
ekonomi yang kuat akan teteap semakin kuat dengan melakukan pemerasan terhadap negara-negara miskin. Dengan demikian usaha-usaha pembangunan di dunia ketiga tidak akan dapat mengejar ketertinggalannya dari negara dunia pertama. Teori terakhir yang mendasari terbentuknya teori pembangunan ialah keberadaan teori ketergantungan (Dependent Development Theory). Ketergantungan adalah sebuah situasi dimana ekonomi sebuah negara dikondisikan oleh perkembangan dan ekspansi dari ekonomi negara lain. Menurut Arief Budiman ketergantungan terhadap ekonomi internasional tidak selalu menghasilkan keterbelakangan di dunia ketiga. Sistem ekonomi dunia menurut pandangan ini dapat menjadi pendukung sekaligus penghambat terhadap kemajuan ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini menganggap bahwa kemajuan ekonomi sebuah negara lebih bergantung kepada faktor-faktor domestik daripada faktor global. Faktor-faktor tersebut antara lain ialah kemampuan dan kapasitas pemerintah, pemilik modal, masyarakat dan hubungan antar kelas yang dapat menjadi faktor pendukung kearah pertumbuhan ekonomi dan proses modernisasi. 1.6.3. Teori Kebijakan Publik Kebijakan publik dianggap sebagai apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah. Menurut Hesel Nogi kebijakan publik pada dasarnya berorientasi pada pemecahan masalah riil yang terjadi di tengah masyarakat. 15 Lebih lanjut, Nogi mengatakan bahwa dalam hubungannya dengan tindakan pemeritah untuk mengatasi masalah-masalah masyarakat, kebijakan diartikan sebagai keputusankeputusan pemerintah untuk mengakhiri atau memecahkan masalah-masalah yang telah diutarakan. Nogi juga menjelaskan bahwa implementasi setiap kebijakan adalah sebuah proses dinamis yang meliputi interaksi berbagai variabel. William Dunn menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah kebijakankebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai
15
Hessel Nogi S. hal.2 Op.cit.
14 Universitas Sumatera Utara
tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan. Adapun tahap-tahap kebijakan publik menurut Dunn ialah penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian atau evaluasi kebijakan. 16 Sepandangan dengan apa yang diungkapkan oleh Willam Dunn, Wayne Parsons menyatakan bahwa kebijakan publik membahas tentang bagaimana isu-isu dan persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat disusun (constructed) dan didefinisikan, serta bagaimana kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik. Lebih lanjut, Wayne Parsons mengatakan bahwa kebijakan publik juga merupakan studi tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek dari tindakan aktif (action) dan pasif (inaction) pemerintah.17 David Easton memberikan pengertian kebijakan publik sebagai kondisi biologis manusia atau kondisi lingkungan manusia. Pada dasarnya sistem biologi merupakan proses interaksi antar mahluk hidup dengan lingkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini, Easton menganalogikannya dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan sistem mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem politik. Seperti dipelajari dalam ilmu politik, sistem politik terdiri atas input, process dan output. Antara kebijakan publik dan politik memiliki hubungan yang sangat erat terutama didalam pengambilan keputusan dan kebijakan oleh elit pemerintah. Proses formulasi kebijakan publik berada dalam sistem politik dengan mengandalkan pada masukan atau input yang terdiri atas dua hal, yaitu tuntutan dan dukungan dari rakyat, kemudian di tuntutan tersebut diolah atau process dan pada akhirnya menghasilkan output berupa kebijakan-kebijakan dan peraturan pemerintah yang kemudian
16
William N. Dunn. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press. hal.24 17 Wayne Parsons. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Prenada Media. hal.xi
15 Universitas Sumatera Utara
dikembalikan lagi kepada masyarakat dan dinilai kembali apakah kebijakan publik dan peraturan-peraturan tersebut telah berhasil untuk rakyat. James E. Anderson memandang bahwa kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat pemerintah dimana implikasi dari kebijakan itu adalah kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan, kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah, kebijakan publik merupakan apa yang benarbenar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan, kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, dan kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.18 Anderson menyatakan adanya keharusan untuk membedakan antara apa yang ingin dilaksanakan pemerintah dengan apa yang sebenarnya mereka lakukan di lapangan. Hal ini menjadi penting karena kebijakan bukan hanya sebuah keputusan sederhana untuk memutuskan sesuatu dalam suatu momen tertentu, namun kebijakan harus dilihat sebagai sebuah proses. Untuk itulah pengertian kebijakan sebagai suatu arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini di rinci menjadi beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain adalah tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataanpernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (policy outcomes). Tuntutan-tuntutan kebijakan adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktoraktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Keputusan kebijakan dipengertiankan sebagai keputusan-
18
Hessel Nogi S. Ibid. hal.2
16 Universitas Sumatera Utara
keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik. Sedangkan pernyataan-pernyataan kebijakan adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasiartikulasi kebijakan publik. Hasil-hasil kebijakan lebih merujuk pada manifestasi nyata dari kebijakan, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan. Adapun dampak-dampak kebijakan lebih merujuk pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah. 1.6.4. Pemerintah Daerah Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pemerintah daerah merupakan penyelenggara pemerintahan daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantua dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945. Susunan Pemerintah daerah meliputi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah yang teridir dari Gubernur, Bupati, Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dipilih secara demokratis. Setiap kepala daerah dibantu oleh wakil oleh wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut sebagai wakil provinsi, untuk kabupaten disebut sebagai wakil bupati, dan untuk kota disebut sebagai wakil walikota. Pemerintah daerah dibantu perangkat daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Sebagai lembaga yang sangat penting dalam menjalankan, mengatur dan menyelenggarakan jalannya pemerintahan, pemerintah daerah memiliki fungsi dan perannya masing-masing. Fungsi pemerintah daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu:
17 Universitas Sumatera Utara
a)
Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
b) Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. c)
Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dimana hubungan tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
Selain memliki fungsi, pemerintah daerah juga memiliki peran penting dalam kaitannya dengan pemberdayaan yaitu membangun masyarakat yang mandiri mengarahkan masyarakat demi terciptanya kemakmuran. Perlu adanya peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam untuk membangun masyarakat, maka peran pemerintah yang dimaksud antara lain: 1. Pemerintah Sebagai Regulator Peran
pemerintah
sebagai
regulator
adalah
menyiapkan
arah
untuk
menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturanperaturan. Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan pemberdayaan. 2. Pemerintah Sebagai Dinamisator Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk mendorong dan memelihara dinamika pembangunan daerah. Pemerintah berperan melalui pemberian bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Biasanya pemberian bimbingan diwujudkan melalui tim penyuluh maupun badan tertentu untuk memberikan pelatihan. 3. Pemerintah Sebagai Fasilitator
18 Universitas Sumatera Utara
Peran pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan untuk menjembatani berbagai kepentingan masyarakat dalam mengoptimalkan pembangunan daerah. Sebagai fasiitator, pemerintah bergerak di bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan, dan peningkatan keterampilan, serta di bidang pendanaan atau permodalan melalui pemberian bantuan modal kepada masyarakat yang diberdayakan. Selain beberapa peran di atas, pemerintah daerah juga memiliki peran lain seperti, artiklausi, agregarasi dan penekan (pressures). Peran pemerintah sebagai artikulasi kepentigan yaitu mempertemukan kepentingan yang beranekaragam dan nyata-nyata hidup dalam masyarakat. Masyarakat mempunyai pandangan, pendapat, dan kepentingan yang berbeda-beda tergantung pada keadaan atau lingkungan yang mempengaruhinya. Pendapat, aspirasi, pandangan yang berbeda-beda tersebut, diusahakan dapat ditampung dan digabung dengan aspirasi dan pendapat yang senada. Artikulasi kepentingan adalah suatu proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam kebijaksanaan pemerintah. Pemerintah dalam mengeluarkan suatu keputusan atau kebijakan dapat bersifat menolong masyarakat dan dapat pula dinilai sebagai kebijaksanaan yang justru menyulitkan masyarakat. Oleh karena itu masyarakat atau setidak-tidaknya wakil dari suatu kelompok harus berjuang untuk mengangkat kepentingan dan tuntutan kelompoknya, agar dapat dimasukkan ke dalam agenda kebijaksanaan pemerintah. Wakil kelompok yang mungkin gagal dalam melindungi kepentingan kelompoknya akan dianggap menggabungkan
kepentingan
kelompok,
dengan
demikian
keputusan
atau
kebijaksanaan tersebut dianggap merugikan kepentingan kelompoknya. Bentuk artikulasi yang paling umum di semua sistem politik adalah pengajuan permohonan secara individual kepada para anggota dewan (legislatif), atau kepada Kepala Daerah, Kepala Desa, dan seterusnya. Kelompok kepentingan yang ada untuk lebih mengefektifkan
tuntutan
dan
kepentingan
kelompoknya,
mengelompokkan
19 Universitas Sumatera Utara
kepentingan, kebutuhan dan tuntutan kemudian menyeleksi sampai di mana hal tersebut bersentuhan dengan kelompok yang diwakilinya. Selain beperan sebagai artikulasi kepentingan, pemerintah daerah atau dalam hal ini dewan perwakilan daerah memiliki peran sebagai agregasi kepentingan, yaitu menyalurkan segala hasrat/aspirasi dan pendapat masyarakat kepada pemegang kekuasaan atau pemegang kekuasaan yang berwenang agar tuntutan atau dukungan menjadi perhatian dan menjadi bagian dari keputusan politik. Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompokkelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan pemerintah. Agregasi kepentingan dijalankan dalam sistem politik yang tidak memperbolehkan persaingan partai secara terbuka, fungsi organisasi itu terjadi di tingkat atas, mampu dalam birokrasi dan berbagai jabatan militer sesuai kebutuhan dari rakyat dan konsumen. Sebelum melangkah lebih jauh perlu kita tahu agregasi kepentingan juga merupakan salah satu fungsi input yaitu mengubah atau mengkonversikan tuntutan-tuntutan sampai menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan. Setelah kebijakan atau keputusan diambil, maka pemerintah daerah juga dapat perperan sebagai penekan (pressures) dimana pemerintah menggunakan kekuasaannya (power) untuk memaksa suatu sistem atau struktur maupun masyarakat itu sendiri untuk menerima dan melakasanakan kebijakan tersebut. Pemerintah sebagai organisasi kekuasaan pada hakekatnya merupakan suatu tata kerja sama untuk membuat suatu kelompok masyarakat berbuat atau bersikap sesuai dengan kehendak pemerintah tersebut. Pemerintah sebagai penekan akan mengendalikan jalannya suatu proses kebijakan. Pemerintah juga bisa saja memiliki alat pemaksa bagi terselenggaranya ketertiban di dalam masyarakat. Berkaitan dengan pembangunan daerah, menurut Syaukani, Afan Gaffar dan Ryaas Rasyid pemerintah daerah juga memiliki peranan yang penting dalam
20 Universitas Sumatera Utara
mendorong pembangunan daerah. Yang diharapkan dari pemerintah daerah itu antara lain:19 1. Fasilitator. Disamping fungsi yang lainnya fungsi pemerintah daerah yang sangat esensial adalah memfasilitasi segala bentuk kegiatan di daerah terutama dalam bidang perekonomian. Segala bentuk perijinan hendaklah dipermudah, bukan sebaliknya. Logika yang hendaknya digunakan oleh pemerintah daerah adalah dengan menciptakan segala bentuk birokrasi yang akan memudahkan kalangan pengusaha dan investor untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut serta menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan ekonomi daerah. Yang paling utama adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja secara maksimal bagi warga masyarakat sehingga masyarakat akan memiliki harga diri dan pengangguran dapat dikurangi. Pemerintah daerah juga dapat menawarkan fasilitas perpajakan yang merangsang penanaman modal. 2. Pemerintah Daerah Harus Kreatif. Pembangunan daerah berkaitan pula dengan inisiatif lokal dan kreatifitas dari para penyelenggara pemerintahan. Karena itu pejabat pemerintah daerah sekarang ini dituntut untuk kreatif dan berkapasitas. Seirang Gubernur/Bupati/Walikota tidak mungkin menghendaki untuk memperlama masa jabatannya kalau tidak mampu merangsang kreatifitas dalam pemerintahannya yang mendorong pada percepatan dan peningkatan pembangunan. Kreatifitas tersebut menyangkut bagaimana mengalokasikan dan, apakah yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) ataukah PAD, secara tepat dan adil serta proporsional. Kreatifitas juga menyangkut kapasitas untuk menciptakan keunggulan komparatif bagi daerahnya, sehingga kalangan pemilik modal akan beramai-ramai menanamkan modal di daerah tersebut. Kreatifitas juga menyangkut kemampuan pemerintah daerah untuk menarik Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah sehingga banyak dana dari pusat diberikan ke daerahnya.
19
Drs. H. Syaukani, HR. dkk. 2003. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Belajar. hal. 218
21 Universitas Sumatera Utara
3. Politik Lokal yang Stabil. Masyarakat dan pemerintah di daerah harus menciptakan suasana politik lokal yang kondusif bagi dunia usaha dan pembangunan ekonomi. Kalangan pengusaha dan investor tidak akan mungkin mau menanamkan uangnya di suatu daerah dengan situasi politik lokal yang tidak stabil dan pemerintahan yang tidak transparan. Selain itu suasana yang tidak kondusif pada akhirnya juga akan mengganggu jalannya pemerintahan. Banyak diketahui, di mana Gubernur/Bupati/Walikota sering merasa tergganggu karena sikap anggota DPRD yang arogan dan selalu mengancam untuk setiap waktu meminta pertanggungjawaban, atau pertanggungjawaban tahunan akan ditolak. Orang tidak akan mungkin mau menanamkan modal pada suatu Derah kalau Gubernur/Bupati/Walikota selalu terancam dan bahkan kemudian akan dinonaktifkan oleh DPRD, karena kalangan pengusaha menghendaki adanya kepastian kepada siapa mereka berurusan. 4. Pemerintah Daerah Harus Menjamin Kesinambungan Berusaha. Ada kecenderungan yang mengkhawatirkan berbagai pihak bahwa pemerintah daerah seringkali merusak tatanan yang sudah ada. Kalangan pengusaha asing dan domestik seringkali merasa terganggu dengan sikap kalangan politisi dan birokrasi lokal yang mecnoba mengutak-atik apa yang sudah disepakati sebelumnya. Bagi kalangan pengusaha dan investor perjanjian atau kontrak yang telah disepakati dan ditanda tangani mempunyai ikatan hukum yang harus dihormati. Oleh sebab itu, jika terjadi pembatalan atau perubahan dalam sebuah kontrak maka implikasi hukumnya akan sangat besar terutama dalam dunia bisnis internasional. Karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan kapasitas aparatnya khususnya berhubungan dengan bidang Corporate and Business Law sehingga nantinya kalangan pengusaha dan investor akan merasa terlindungi dengan kesinambungan usaha. 5. Pemerintah Daerah Harus Komunikatif dengan LSM dan NGO, Terutama dalam Bidang Perburuhan dan Lingkungan Hidup. Pemerintah daerah sekarang dituntut untuk memahami dengan intensif setiap aspirasi yang berkembang di kalangan perburuhan baik yang menyangkut upah minimum
22 Universitas Sumatera Utara
maupun jaminan lainnya, hak-hak buruh pada umumnya, perlindungan kepada buruh wanita ataupun yang menyangkut keselamatan kerja dan kesehatan kerja. Dengan demikian pemerintah daerah hendaknya menjadi jembatan antara kepentingan dunia usaha dengan aspirasi kalangan pekerja/buruh. Pemerintah daerah juga harus lebih sensitif dengan masalah atau isu lingkungan hidup serta gender. Sehingga sikap-sikap radikal dari kalangan buruh yang didukung oleh LSM/NGO akan dapat diakomodasi dan pada akhirnya dua kepentingan akan dapat terjembatani. Kelima elemen yang diungkapkan di atas merupakan prakondisi bagi terselanggaranya pembangunan daerah. Dengan kebijaksanaan otonomi yang luas maka peluang bagi daerah menjadi sangat luas pula dan semuanya sangat bergantung pada daerah itu sendiri. 1.7.Metode Penelitian 1.7.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang mengacu pada identifikasi sifat-sifat yang membedakan atau karakteristik sekelompok manusia. Pada dasarnya, deskripsi kualitatif melibatkan proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukan skema-skema klasifikasi. 20 1.7.2. Tehnik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan sumber data yang terdiri dari data primer dan data sekunder. a) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Dalam pengambilan data penulis mengumpulkan dengan tehnik interview atau wawancara.
Wawancara
merupakan pengumpulan data dengan cara
memberikan pertanyaan langsung kepada responden guna memperoleh keterangan dalam menyimpulkan data yang terkumpul. Adapun informan yang akan diwawancara dalam penelitian ialah Kepala Daerah Labuhanbatu Selatan,
20
Anselm Strauss & Juliet Corbin. hal.5
23 Universitas Sumatera Utara
Sekretaris Daerah Labuhanbatu Selatan, Kelapa Bappeda Labuhanbatu Selatan, Sekretaris Bappeda Labuhanbatu Selatan, Kepala Staaf Program Bappeda Labuhanbatu Selatan dan informan pendukung lainnya. b) Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Data tersebut dapat diperoleh melalui catatan atau dokumentasi, buku, dan literatur lain yang berhubungan dengan objek penelitian ini.
1.7.3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Alasan dipilihnya lokasi penelitian ini adalah karena kabupaten ini termasuk sebagai salah satu kabupaten yang baru melaksanakan pemekaran di provinsi Sumatera Utara. 1.7.4. Tehnik Analisa Data Tahap selanjutnya yaitu menganalisis data yang diperoleh dari sumber-sumber yang digunakan dalam tehnik pengumpulan data. Adapun tehnik analisa data adalah tehnik analisa data kualiatatif yaitu dengan menekankan analisis pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara induktif dan deduktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah. 21 1.8. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan rencana penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terdiri dari 4 (empat) bagian besar, dan kemudian dispesifikasikan lagi untuk mempermudah proses penelitian dalam hal penulisan agar sesuai dengan suatu karya ilmiah. Adapun sistematika penulisan tersebut antara lain: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, jenis
21
Burhan Bungin. 2009. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: PT Kencana. Hal.153
24 Universitas Sumatera Utara
penelitian yang digunakan, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan sistematika penulisan. BAB II
: PROFIL DAN DESKRIPSI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN Dalam Bab ini berisi tentang gambaran umum tentang lokasi penelitian seperti gambaran umum Labuhanbatu Selatan, sejarah pemekaran, struktur organisasi Pemerintah daerah Labuhanbatu Selatan, visi dan misi Pemerintah Daerah Labuhanbatu Selatan.
BAB III
: ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH LABUHANBATU SELATAN DALAM MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN TAHUN 2011-2015 Dalam Bab ini dilakukan pemetaan kebijakan yang dibuat, kegiatan yang dilakukan untuk menjalankan kebijakan, pendeskripsian capaian pembangunan dan juga berisi analisis kinerja pemerintah daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam melaksanakan percepatan pembangunan daerah.
BAB IV
: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan analisis dan rekomendasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Kemudian berisi tentang saran-saran yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.
25 Universitas Sumatera Utara