BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan dalam pembangunan infrastruktur untuk
mendukung Indonesia khususnya kota Yogyakarta yang sedang dalam masa perkembangan menghantarkan konstruksi sebagai barometer dalam pertumbuhan ekonomi sosial yang secara signifikan sebagai dampak langsung dari perkembangan Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan pengadaan dalam merealisasikan pembangunan infrastruktur. Pengadaan sendiri pada saat ini telah mengalami transformasi dari pengadaan konvensional menjadi pengadaan secara elektronik (e-procurement). Pengadaan secara elektronik (e-procurement) teknologi informasi dan transakasi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Maksud dari butir ini adalah proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan secara elektonik terutama berbasis web dan internet. Instrumen ini memanfaatkan fasilitas teknologi dan informasi meliputi pelelangan umum secara elektronik yang diselenggarakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Di Indonesia umumnya, pengadaan barang dan jasa secara elektronik telah dimulai pada pertengahan tahun 2007 di lima provinsi terpilih, lima provinsi terpilih tersebut antara lain Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Sumatra Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Gorontalo dan di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri pengadaan secara elektronik telah dimulai pada tahun 2008. Pada tahun 2010, terdapat 48 instansi pemerintah di Indonesia baik di pusat maupun daerah yang sudah menerapkan sistem e-procurement (Rahardjo, 2010). Tim Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP) menargetkan jumlah instansi pemerintah yang mengaplikasikan sistem e-procurement bertambah dari awalnya hanya 48 instansi menjadi 280 instansi termasuk perguruan tinggi. Dari hasil penerapan sistem e- procurement beberapa instansi memberikan data efisiensi realisasi proyek yang dibandingkan dengan pagu
anggaran ataupun harga perkiraan sendiri (HPS) menyatakan bahwa penghematan tender instansi pemerintah tersebut mencapai kisaran 20 persen (Rahardjo, 2010). Penerapan pengadaan secara elektronik (e-procurement) diharapkan mampu meminimalisir adanya indikasi kecurangan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa umumnya dan pelaksanaan penagadaan jasa konstruksi khususnya yang berdasar kepada peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 207/PRT/M/2005. Peraturan ini dikeluarkan sejalan dengan upaya mempersiapkan para penyedia jasa nasional untuk menghadapi tantangan dan perkembangan global. Disamping itu agar pelaksanaan pengadaan jasa akan lebih transpasan, akuntabel, efektif dan efisien selaras dengan upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Aplikasi e-procurement diharapkan mampu membawa manfaat bagi para penggunanya seperti adanya standarisasi proses pengadaan, terwujudnya transparansi dan efisiensi pengadaan yang lebih baik, tersedianya informasi harga satuan khusus di kalangan internal serta mendukung pertanggung-jawaban proses pengadaan. Selain itu Panyitou et al., (2004) melaporkan bahwa e-procurement juga dapat mengurangi supply cost (rata-rata 1%), mengurangi cost per tender ( 20 % cost per tender ), lead time saving (4,1 bulan – 6,8 bulan untuk tender terbuka dan 7,7 bulan – 11,8 bulan untuk tender terbatas). Dalam perkembangannya, sistem e-procurement diharapkan akan menjadi aplikasi yang mampu mendukung pelaksanaan perwujudan kinerja yang lebih baik di kalangan internal instansi pemerintah maupun pihak ketiga, serta dapat membantu menciptakan pemerintahan yang bersih (Good Governance). Pada kenyataannya e-procurement masih memiliki kelemahan serta hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaanya, seperti kurangnya dukungan finansial, terdapat beberapa instansi dan penyedia jasa lebih nyaman dengan sistem sebelumnya ( pengadaan konvensional ), kurangnya dukungan dari top manajemen, kurangnya skill dan pengetahuan tentang e-procurement serta jaminan keamanan sistem tersebut (Gunasekaran et al., 2009). Selain itu dalam pelaksanaannya di beberapa daerah terdapat keluhan bahwa sistem komputer untuk e-procurement sering macet di saat menjelang deadline tender (Rahardjo, 2010). Hal ini salah satunya disebabkan oleh banyaknya aplikasi yang masuk
dikarenakan para perserta lelang manunggu hingga menjelang batas akhir waktu penawaran dalam memasukkan aplikasi karena takut penawarannya dibocorkan ke pihak lain. Hal seperti ini disebabkan karena kekurangmatangan pada teknologi informasi serta kurangnya skill dan pengetahuan terhadap e-procurement. Dari pemaparan yang telah diuraikan diatas maka permasalahan sistem pengadaan (e-procurement) yaitu berkaitan dengan kinerja dan efisiensi pengadaan barang dan jasa konstruksi instansi pemerintah sehingga perlu diangkat dalam sebuah penelitian tentang pengaruh penerapan sistem e-procurement terhadap kinerja dan efisiensi pengadaan barang dan jasa konstruksi yang mengambil studi kasus pada instansi yang terlibat dalam penerapan eprocurement di Pemerintah kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari penelitian ini diharapkan dapat lebih mengembangkan penerapan sistem e-procurement dan dapat memberikan konstribusi terhadap pengembangan penelitian-penelitian berikutnya mengenai e-procurement.
1.2.
Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan utama dari penelitian ini yaitu : Bagaimana pengaruh penerapan e-procurement terhadap kinerja dan efisiensi pengadaan jasa konstruksi. Adapun rincian permasalahan dari permasalahan utama diatas yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan e-procurement pada proses pengadaan Jasa Konstruksi sampai saat ini? 2. Variabel-variabel apa saja yang berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap kinerja sistem pengadaan dalam penggunaan e-procurement ? 3. Variabel-variabel apa saja yang berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap efisiensi sisitem pengadaan dalam penggunaan e-procurement ?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan tentang bagaimana penerapan e-procurement pada proses pengadaan jasa konstruksi
2. Mengetahui variabel-variabel apa saja yang berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap kinerja dari sistem pengadaan dalam penggunaan eprocurement. 3. Mengetahui variabel-variabel apa saja yang berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap efisiensi sisitem pengadaan dalam penggunaan eprocurement.
1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh penerapan e-procurement dalam pengembangan sistem pengadaan. 2. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat lebih mengembangkan sistem pengadaan berbasis elektronik (e-procurement). 3. Sebagai salah satu bahan informasi tambahan bagi pengembangan penelitian-penelitian berikutnya.
1.5.
Pembatasan Masalah
Untuk menambah jelasnya materi pembahasan penulisan penelitian ini dan agar masalah dapat terfokus pada titik permasalahannya sehingga tidak meluas, maka perlu adanya batasan-batasan sebagai berikut : 1. Studi kasus dalam penelitian ini adalah pelaksanaan proses pengadaan jasa konstruksi yang menggunakan sistem e-procurement. 2. Metode pengadaan elektronik (e-procurement) yaitu berupa e-tendering yang meliputi pelelangan umum/seleksi umum (dengan batasan nilai diatas Rp. 50.000.000,00) yang meliputi pengadaan jasa konstruksi dengan cara prakualifikasi dan pascakualifikasi. 3. Obyek penelitian ini adalah Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai yang sudah menerapkan e-procurement yang mengacu pada Keppres No. 80 tahun 2003 serta perubahan Perpres No 54 tahun 2010. Dalam penelitian ini hanya melihat persepsi dari sudut pandang panitia pengadaan atau
pihak-pihak yang terlibat dalam pengadaan di instansi tersebut selaku instansi yang menggunakan sistem e-procurement dalam pengadaan jasa konstruksi.