BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang Ujungberung yang terletak di Kota Bandung ini memiliki beragam
kesenian, salah satunya adalah kesenian yang berkembang saat perjuangan kemerdekaan Indonesia. menurut Anto Sumiarto selaku pengamat kesenian Benjang, pada abad ke-19 kebijakan politik pemerintah Hindia Belanda melarang semua jenis ilmu bela diri untuk menghindari adanya pemberontakan, hal ini memaksa masyarakat ujungberung yang saat itu di dominasi oleh para pendatang dari luar ujungberung dan Bandung membentuk ilmu bela diri tersebut menjadi sebuah kegiatan kesenian agar dapat dipelajari dan terus berkembang secara diamdiam, dengan begitu ilmu bela diri dapat terus diwariskan turun-menurun dan dipelajari tanpa sepengetahuan pemerintah Hindia Belanda. Salah satu seni bela diri yang berasal dari Ujungberung yang masih bertahan sampai saat ini adalah “Benjang”. Seni ini berkembang dan diyakini oleh masyarakat Ujungberung sebagai hasil budaya daerah setempat. Kesenian Benjang sudah ada dan berkembang sejak abad ke-19. Ini dibuktikan dengan adanya silsilah yang disampaikan beberapa tokoh Benjang seperti Mad Sya’ir, Tu Bagus Marsani, marzuki, Antari dan masih banyak lagi para tokoh kesenian Benjang yang ikut berperan dalam sejarah terbentuknya Kesenian Benjang di Ujungberung. Hingga saat ini kesenian Benjang mengalami perubahan baik dari segi bentuk, fungsi, maupun makna pertunjukan. Benjang saat ini terbagi menjad 3 bagian bentuk kesenian, yang pertama adalah Benjang gelut atau gulat yaitu seni beladiri yang menjadi awal terbentungnya seni Benjang, dinamakan Benjang gulat karena terbentuknya Benjang helaran dan Benjang topeng, seni beladiri yang diringi dengan waditra dan nayaga ini memiliki 4 aspek yaitu aspek mentalspiritual, aspek beladiri, aspek olah raga, dan aspek magis saat memainkannya.
1
Benjang Helaran yaitu kesenian berbentuk arak-arakan yang dimainkan secara kelompok, dalam seni Benjang helaran terdapat unsur mistis dalam budaya agama islam masyarakat ujungberung yang dibentuk sebagai penggambaran kekuatan alam yang menjadi daya tarik tersendiri bagi penonton yang melihat pertunjukan tersebut, biasanya seni Benjang helaran dipertunjukan secara umum kepada masyarakat Ujungberung saat acara sunatan maupun acara-acara tertentu. Topeng Benjang yaitu seni pertunjukan tari topeng yang memiliki penggabungan dari unsur tari topeng priangan, wayang golek, dan unsur gerak seni Benjang gulat yang menjadikan kesenian ini tidak memiliki pola tarian dan menjadi beda dari seni tari lainnya yang sejenis. Dalam hal ini penulis fokus kepada Seni Tari Topeng Benjang, Seni Tari tersebut mewakili beberapa aspek yang terdapat pada keseluruhan kesenian Benjang. Topeng Benjang sebagai seni asli Ujungberung, merupakan tradisi masyarakat Sunda yang telah mengakar dan berkembang di beberapa daerah. Karena itu Topeng Benjang perlu dipertahankan dan ditingkatkan eksistensi dan potensinya, karena kesenian Topeng Benjang dapat menjadi ikon budaya Ujungberung dan dapat menjadi daya tarik wisata kesenian di kota Bandung jika dapat dilestarikan dengan baik, menurut Anto Sumiarto pengamat kesenian Benjang. Untuk mewujudkan hal di atas dibutuhkan adanya kesadaran dan kepedulian dari masyarakat khususnya remaja dalam membantu melestarikan kesenian topeng Benjang. Namun di tengah pesatnya perkembangan zaman yang sangat berpengaruh terhadap budaya dan nilai-nilai yang ada didalamnya, menimbulkan adanya perubahan gaya hidup dari masyarakat luas, khususnya kalangan remaja yang terpengaruh oleh budaya luar. Minat akan seni mereka cenderung berkiblat ke luar, gaya berpakaian, gaya berbicara dan cara berpikirpun ikut berubah. Budaya sendiri dianggap kuno, budaya luar yang sejenis dianggap selalu lebih baik. Tak jarang yang mengecam Negara ini dengan ucapan kasar Farida (2014) Salah satu perubahan dari generasi remaja ini dapat dilihat dari berkurangnya perhatian, kesadaran, minat, serta ketertarikan generasi muda ataupun masyarakat pada umumnya terhadap kesenian dan kebudayaan
2
tradisional. Hal tersebut membuat sangat sedikitnya kalangan remaja yang mengetahui akan kesenian Topeng Benjang sehingga kesenian tersebut menjadi tidak berkembang dan seperti berjalan ditempat saja. Selain itu diperlukannya pemahaman agar kalangan remaja dapat lebih peduli dan melestarikan budaya kesenian Topeng Benjang tersebut. Dalam hal ini penulis menggunakan media Film Dokumenter sebagai media utama dalam mengenalkan kesenian tersebut kepada kalangan remaja. Penulis memilih film dokumenter karena film dokumenter menyajikan peristiwa secara fakta kepada penonton sehingga penonton dapat menangkap informasi secara jelas mengenai data yang ingin disampaikan. Film Dokumenter adalah sebuah film yang menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan, Effendy (2009). Untuk merancang sebuah Film Dokumenter sendiri terdapat berbagai macam peranan dalam memproduksi film tersebut, dalam hal ini penulis berperan sebagai sutradara yang berperan penting dalam produksi Film Dokumenter Pawarisan Topeng Benjang ini. Berangkat dari masalah di atas, penulis mengangkat sebuah tema mengenai Kesenian Topeng Benjang dalam sebuah karya film dokumenter. Penulis berharap karya yang dibuat akan dapat menyadarkan remaja akan pentingnya melestarikan budaya kesenian khususnya Topeng Benjang ini. 1.2. Permasalahan 1.2.1. Identidikasi Masalah Adapun identifikasi masalah dari penyutradaraan film dokumenter kesenian topeng Benjang untuk remaja di kota bandung antara lain: a) Kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya remaja Kota Bandung mengenai makna filosofi yang ada dalam kesenian Topeng Benjang. b) Kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat khususnya remaja terhadap pelestarian budaya kesenian topeng Benjang. c) Masih kurangnya upaya yang dilakukan untuk mempromosikan kesenian Topeng Benjang. 3
d) Adapun yang mengetahui kesenian Benjang ini hanya sebatas Seni Bela Diri saja. e) Tidak adanya media film dokumenter yang mengangkat tentang kesenian Topeng Benjang. f) Pentingnya peran sutradara dalam perancangan film dokumenter mengenai kesenian Topeng Benjang. 1.2.2. Batasan Masalah Setelah mengidentifikasi masalah di atas, maka agar pembahasan tidak terlalu meluas perlu adanya pembatasan masalah, yaitu penulis akan memfokuskan permasalahan pada memperkenalkan kembali Kesenian Topeng Benjang kepada kalangan remaja dalam bentuk Film Dokumenter, sehingga menjadi media edukasi yang dapat diterima oleh masyarakat. 1.2.3. Rumusan Masalah 1. Bagaimana merancang film dokumenter mengenai kesenian Topeng Benjang, agar dapat memberikan informasi mengenai makna filosofi dan perkembangannya saat ini kepada masyarakat khusunya remaja di Kota Bandung? 2. Bagaimana penyutradaraan dalam film dokumenter Kesenian Topeng Benjang? 1.3. Ruang Lingkup Dari identifikasi masalah yang telah ada serta agar pembahasan lebih terarah, maka penulis memberikan ruang lingkup masalah pada perancangan ini. Adapun ruang lingkup tersebut adalah:
1.3.1 Apa Media film yang dirancang meliputi media utama berupa Film Dokumenter
4
1.3.2 Siapa •
Jenis kelamin
: Laki-laki dan Perempuan
•
Usia
: Remaja 17-22 Tahun
•
Demografis
: Perkotaan
1.3.3 Bagian mana Dalam perancangan media film ini, penulis akan berperan dan berbicara melalui sudut pandang sutradara secara objektif sesuai dengan hasil analisis yang telah di lakukan penulis. 1.3.4 Mengapa Penulis mengarahkan fokus penelitian kepada pentingnya kesadaran masyarakat
untuk
melestarikan
Kesenian
Topeng
Benjang
agar
kedepannya budaya kesenian tersebut dapat dikenal luas dan menjadi ciri khas dari Jawa Barat. 1.3.5 Tempat Media film ini akan diinformasikan secara Online dan Offline. Online yaitu melalui media sosial sedangkan offline melalui festival film maupun penayangan-penayangan di kegiatan screening maupun kajian film. 1.3.5 Waktu Waktu dari penayangan film ini direncanakan pada tahun 2017. 1.4. Tujuan Perancangan 1. Agar kalangan remaja sadar akan adanya kesenian Topeng Benjang dan ikut melestarikan. 2. Untuk dapat menggambarkan cara penyutradaraan film dokumenter mengenai kesenian Topeng Benjang.
5
1.5. Manfaat Perancangan Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: A. Secara Umum 1. Perancangan ini dapat digunakan sebagai media edukasi yang menghibur. 2. Perancangan ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan wawasan di bidang keilmuan terkait. B. Secara Khusus 1. Sebagai tinjauan untuk penelitian selanjutnya. 2. Untuk menambah dan memperkaya kreasi lokal Indonesia di bidang perfilman. 1.6. Metodologi Perancangan 1.6.1. Metode Pengumpulan Data Penulis menggunakan metode kualitatif sebagai metode untuk mengumpulkan data dengan pendekatan etnografi yang mengutamakan fenomena sebagai subjek yang dapat berkembang. Berikut merupakan teknik yang dilakukan penulis dalam pengumpulan data secara kualitatif: 1. Wawancara (Semi Terstruktur) Meminta sekelompok individu menceritakan kehidupan mereka. Dalam
melakukan
wawancara,
penulis
lebih
mengarahkan
pembicaraan ke posisi sharing agar narasumber dapat lebih nyaman dalam menceritakan pengetahuannya. Adapun Narasumber yang dipakai oleh penulis untuk mengumpulkan data yaitu : •
Anto Sumiarto Widjaya sebagai pemerhati Kesenian Benjang.
•
Sandy sebagai pengurus sanggar Topeng Benjang “Rengkak Katineung”.
•
Yuli sebagai pengurus dan pelatih tari sanggar Topeng Benjang “Rengkak Katineung”.
•
Ating sebagai kepala pengurus Padepokan Seni Mayang Sunda DISBUDPAR Kota Bandung.
2. Studi Pustaka dan Literatur
6
Data dan infromasi didapatkan melalui buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan topik permasalahan yang melatar belakangi perancangan Tugas Akhir. a)
Studi Pustaka
Mempelajari data-data yang dikumpulkan dari buku-buku mengenai kesenian Benjang. Serta buku-buku mengenai penyutradaraan film dokumenter dan beberapa sumber pustaka lainnya terkait perancangan yang dilakukan. b)
Literatur
Mempelajari film-film dokumenter terkait mengenai topik yang diambil dan penggayaan film dokumenter di bidang penyutradaraan yang penulis ambil dalam perancangan Tugas Akhir ini. 1.6.2. Metode Analisis Metode analisis dipakai oleh penulis untuk menguraikan dan mengkaji data yang telah dikumpulkan menggunakan analisis Etnografi, yaitu pengamatan suatu kebudayaan kelompok, masyarakat atau suku bangsa yang dikumpulkan dari lapangan dalam kurun waktu yang sama. Adapun teknik yang dilakukan penulis dalam menganalisis yaitu: a. Pengamatan, yaitu teknik pengumpulan data dimana seorang peneliti melakukan pengamatan pada masyarakat yang menjadi obyeknya. Biasanya terdiri dari pengamatan (observasi) dan observasi partisipatif. b. Pengamatan dengan ikut ke dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan suku bangsa yang menjadi obyek penelitian atau participant observer method. Gerald D. Berremen (1961) sifat khas observasi partisipasi adalah adanya pemanfaatan sebaik mungkin hubungan antara peneliti dan para informan dengan cara yang berbeda-beda. c. Mencatat pembicaraan-pembicaraan para informan atau orang di dalam masyarakat secara tepat baik tertulis maupun voice recording.
7
d. Menyaring data yang telah terkumpul sesuai dengan rumusan masalah yang ada. e. Menarik kesimpulan yang tepat terhadap kebutuhan perancangan film dokumenter. 1.6.3. Metode perancangan Dalam penelitian ini, penulis merancang sebuah Film Dokumenter sebagai media utama untuk mengungkapkan gagasan hasil analisis kedalam bentuk visual. Adapun tahap-tahap yang dilakukan penulis untuk merancang Film Dokumenter terdiri dari: a. Ide Dalam tahap mencari ide, penulis mengmbangkan ide gagasan yang penulis rancang saat melakukan observasi langsung kepada kelompok masyarakat terkait. b. Konsep kreatif Dalam mengembangkan konsep kreatif penulis selain melakukan observasi juga melakukan anilisis terhadap film-film documenter terkait topic yang diambil. c. Pra produksi Dalam tahap pra produksi, penulis menuangkan ide dan gagasan dimana yang nantinya akan menceritakan mengenai film documenter yang akan penulis buat dalam statement dan treatment. d. Produksi Dalam tahap produksi penulis tidak banyak membutuhkan tim produksi, dan peralatan yang harus siap untuk memudahkan mobilitas saat produksi dikarenakan penulis harus mengejar momen atau peristiwa yang terjadi terkait topic yang penulis ambil. e. Paska produksi Dalam tahap paska produksi penulis membagi tahapan yang terdiri dari : -
Editing Offline
8
Proses Editing Offline mulai dilakukan disaat bahan editing dikiranya sudah siap dan mulai dipasangkan sesuai alur treatmen yang disusun oleh penulis sebagai sutradara. -
Color Grading Pada proses color grading dalam film dokumenter ini, penulis memilih tone warna yang natural dan sedikit memainkan contras warna untuk memberikan kesan sedikit dramatis.
-
Sound FX Dalam mengedit Sound FX penulis menggunakan recorder khusus sehingga memudahkan dalam pengditan suara dan memberika kwalistar suara yang baik pada film dokumenter tersebut.
-
Musik Dalam pemilihan musik, penulis memilih beberapa music tradisional yang menjadi cirikhas dari kesenian Topeng Benjang, dan beberapa music kontemporer yang dapat menaikkan unsur dramasit dalam film dokumenter tersebut.
9
1.7.
Kerangka Perancangan Fenomena
Kesenian topeng benjang adalah seni tari yang asli lahir di Ujungberung, kesenian tersebut adalah perkembangan dari kesenian Benjang gulat yang dulunya digunakan masyarakat untuk mengelabuhi pemerintah belanda dalam mempelajari seni beladiri. Namun seiring berkembangnya jaman kesenian topeng benjang ini mulai dilupakan oleh generasi remaja yang sudah terpengaruh budaya luar dan mulai melupakan sejarah budayanya sendiri. Isu
Opini
1. Sedikitnya remaja kota bandung yang mengetahui akan adanya kesenian Topeng Benjang.
1. Perda Kota Bandung no. 5 Tahun 2012 mengenai pelestarian budaya lokal.
2. Kurangnya kepedulian terhadap kesenian asli lokal.
remaja
3. Kurangnya kesadaran melestarikan kesenian lokal.
dalam
4. kurangnya media yang mengangkat kesenian topeng benjang untuk menyadarkan remaja akan adanya kesenian tersebut.
2. Menurut Anto Sumiarto kesenian topeng benjang dapat menjadi daya tarik tersendiri daripada benjang helaran dan benjang gulat, sehingga kesenian tersebut dapat dijadikan sebagai ikon dari Ujungberung. 3. Menurut Sendy saat ini kesenian topeng benjang hanya berkembang di ujungberung saja sehingga masyarakat kota bandung tidak mengetahui adanya kesenian tersebut. Hipotesis
Pengumpulan Data Perancangan
-Metode kualitatif -Pendekatan etnografi - Studi Pustaka - Observasi - Wawancara
Perlunya pemahaman remaja akan pengetahuan dan kepedulian terhadap kesenian topeng benjang, sehingga kesenian topeng benjang dapat dilestarikan dan menjadi ikon Ujungberung dan menjadi wisata budaya di Kota Bandung. Target Audience - Jenis Kelamin: Laki – laki dan perempuan - Usia: 17-22 Tahun - Demografis: Perkotaan
Solusi: Pembuatan Film Dokumenter yang memberikan informasi mengenai apa itu topeng benjang dan kondisinya saat ini. (Sumber : Penulis, 2016)
10
1.8. Pembabakan : Penulisan karya Tugas Akhir ini terbagi menjadi lima bab, yaitu : BAB I Pendahuluan Berisi latar belakang permasalahan dari topik yang diangkat, permasalahan, ruang lingkup, tujuan perancangan, model analisis, hingga pembabakan. BAB II Dasar Pemikiran Menjelaskan dasar dari teori-teori yang relevan sebagai panduan dalam perancangan. BAB III Data dan Analisis Berisi data yang berkaitan dengan perancangan dan analisa data. BAB IV Konsep & Hasil perancangan Menjelaskan konsep perencanaan dan gaya penyutradaraan Film Dokumenter sampai selesai. BAB V Penutup Berisi kesimpulan dan saran.
11