BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kemajuan daerah
dilihat
berdasarkan
perkembangan
kehidupan
masyarakat di segala bidang. Semakin maju suatu daerah maka semakin dinamis kehidupan di daerah tersebut. Hal ini tampak dari mobilitas penduduk yang tinggi dengan berbagai aktivitas yang pada dasarnya dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin kompleks. Mengingat semakin sempitnya lahan untuk mendirikan suatu bangunan serta harga tanah yang semakin mahal sehingga hal semacam ini menjadi suatu persoalan yang membutuhkan jalan keluar. Berdasarkan permasalahan tersebut itulah maka yang sering dilakukan yakni dengan membangun suatu bangunan ke arah vertikal atau bertingkat yang lebih dari satu lantai. Membangun sebuah sarana untuk kepentingan tertentu dalam bangunan sipil harus melalui suatu proses perencanaan dengan menganut suatu konsep dasar bahwa syarat suatu struktur bangunan yang dibangun harus kuat, kokoh, aman, dan awet demi kenyamanan para penggunanya dengan tidak mengabaikan faktor keindahan dan ekonomis. Untuk itu desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan suatu bangunan, dan proses desain sendiri dapat dikatakan sebagai gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan ketrampilan dan pengetahuan dalam mengolahnya. Gedung merupakan sarana penunjang dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Dan tanpa adanya gedung maka kegiatan atau proses bekerja tidak akan dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu maka PT. TELKOM membangun gedung Plaza Telkom diatas lokasi yang lama yang ditujukan untuk dapat menunjang proses bekerja menjadi lebih baik. Pada pembangunan gedung ini menggunakan struktur beton bertulang. Konsep dasar dalam perencanaan konstruksi bangunan ini adalah aman kuat dan ekonomi. Untuk mencapai atau memenuhi syarat perencanaan untuk suatu konstruksi,
maka
harus
dilakukan
penganalisaan
serta
perhitungan-
perhitungan mekanika maupun perhitungan struktur beton bertulang secara tepat sehingga bisa menghasilkan suatu struktur bangunan yang kokoh, awet,
1
indah, serta sehat yang sesuai dengan harapan. Untuk menghasilkan suatu bangunan yang kuat, aman, dan tahan lama maka perlu dilakukan suatu perencanaan yang baik pada setiap elemen-elemen bangunan. Kolom dan pondasi merupakan suatu elemen bangunan yang memegang peranan yang sangat penting. Keruntuhan yang terjadi merupakan kegagalan dari elemen tersebut dalam memikul beban-beban yang bekerja Dalam perhitungan beton bertulang yang sesuai dengan judul tugas akhir ini menggunakan perhitungan analisa statika dengan metode SAP 2000 dan perhitungan struktur beton bertulang menggunakan peraturan-peraturan SK SNI T–15–1991–03. 1.2.
Rumusan Masalah Untuk menghasilkan suatu bangunan yang kuat, aman, dan tahan lama maka perlu dilakukan suatu perencanaan yang baik pada setiap elemen-elemen bangunan. Kolom dan pondasi merupakan suatu elemen bangunan yang memegang peranan yang sangat penting. Keruntuhan yang terjadi merupakan kegagalan dari elemen tersebut dalam memikul beban-beban yang bekerja. Salah satu kendala yang ditemui dalam melakukan suatu perencanaan struktur adalah “Bagaimana bentuk kolom dan pondasi telapak yang di desain berdasarkan SK SNI T-15-1991-03”.
1.3.
Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah agar penulis dapat melakukan perencanaan kolom dan pondasi telapak pada gedung plaza telkom yang terdapat pada jalan Urip Sumoharjo Kupang berdasarkan SK SNI T–15–1991–03.
BAB II LANDASAN TEORI
2
2.1. Beton Bertulang Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan yang berupa agregat halus, agregat kasar, dengan menambahkan bahan pengikat berupa semen dan air guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung dengan perbandingan tertentu Dalam penggunaannya sebagai struktur beton bertulang umumnya diperkuat dengan tulanganbaja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun pembagian tugas, dimana batang tulangan baja bertugas memperkuat dan menahan gaya tarik sedangkan beton menahan gaya tekan. Komponen struktur beton seperti itu dinamakan beton bertulang. 2.2. Standar Bangunan dan Konstruksi 2.2.1. Persyaratan Bangunan Konstruksi Untuk menghasilkan suatu konstruksi yang kuat serta ekonomis, dibutuhkan suatu perhitungan yang memenuhi standar dan syarat yakni: a. Kekuatan Gedung yang akan direncanakan harus mampu memikul beban-beban serta momen yang akan bekerja dan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. b. Keawetan Pihak perencana dituntut agar dapat merencanakan suatu bangunan dengan umur yang lama dan sesuai dengan spesifikasi yang diberikan. c. Keindahan Suatu bangunan harus direncanakan dengan bentuk yang indah dan arsitekturis agar dapat memberikan kebanggaan kepada penghuninya dan menambah nilai dari bangunan tersebut. 2.2.2. Peraturan Pembebanan Menurut peraturan pembebanan Indonesia untuk gedung tahun 1983, beban-beban yang bekerja pada suatu struktur antara lain:
3
a. Beban mati, adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung untuk bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan serta peralatan tetap yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari gedung itu. Tabel 2.1. Tabel beban mati dari bangunan gedung dalam perencanan Berat jenis beton bertulang 2400 kg/m3 Berat jenis kayu kelas II 800 kg/m3 Berat spesi per centimeter tebal 21 kg/m2 Berat dinding pasangan setengah batu 250 kg/m2 Berat ubin per centimeter tebal 24 kg/m2 Berat plafond 11 kg/m2 Berat penggantung 7 kg/m2 Berat penutup atap seng gelombang 10 kg/m2 (Sumber : Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo)
b. Beban hidup, adalah semua beban yang terjadi akibat penggunaan suatu gedung dan kedalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian tidak terpisahkan dari gedung tersebut dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung tersebut hingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap. Tabel 2.2. Tabel beban hidup untuk bangunan gedung Beban hidup untuk atap 100 kg/m2 Lantai dan rumah tinggal 200 kg/m2 Lantai restoran, sekolah, ruang kuliah, toko, 250 kg/m2 asrama, kantor, hotel, rumah sakit Lantai ruang olahraga 400 kg/m2 Tangga, bordes, dan gang 300 kg/m2 (Sumber : Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo)
c. Beban angin, adalah semua beban yang bekerja pada gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Untuk bangunan-bangunan dekat laut yang tiupan anginnya besar maka dihitung dengan rumus: P = V2 kg/ m2.............................................................................(2.1) 18 V = kecepatan angin (m/detik) d. Beban gempa, adalah semua beban statik yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik.
4
Sangat disarankan bagi perencanaan suatu bangunan dengan melibatkan beban gempa. Besarnya beban dasar akibat gempa dapat dirumuskan yaitu: V = C . I . K . Wt.................................................................................(2.2) dengan: V = Beban geser dasar akibat gempa C = koefisien gempa dasar I = Faktor keutamaan K = Faktor jenis struktur Wt = Berat total bangunan Untuk merencanakan suatu bangunan tahan gempa perlu ditinjau dari beberapa parameter yaitu: a. Menentukan waktu getar alami struktur (T) Waktu getar alami struktur dapat dihitung dengan menggunakan rumus pendekatan sebagai berikut: 1) Struktur gedung berupa portal-portal tanpa unsur pengaku yang membatasi rintangan a. Untuk portal baja T = 0,085 H3/4..................................................................(2.3) b. Untuk portal beton T = 0,06 H3/4....................................................................(2.4) 2) Struktur gedung lain T = 0,09 H..............................................................................(2.5)
b. Menentukan faktor keutamaan struktur (I) Faktor keutamaan dipakai untuk memperbesar beban gempa rencana agar struktur mampu memikul beban gempa dengan periode ulang yang lebih panjang dengan tingkat kerusakan yang lebih kecil. Tabel 2.3. tabel Faktor Keutamaan Jenis gedung Faktor Keutamaan (I) Gedung-gedung monumental
5
1,5
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, sekolah, bangunan penyimpan bahan pangan, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi. Gedung-gedung yang menyimpan bahan berbahaya (seperti asam, bahan beracun, dan lain-lain)
1,5
Gedung-gedung lain
1,0
2,0
(Sumber : Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo)
c. Menentukan koefisien gempa dasar (C) Koefisien gempa dasar berfungsi untuk menjamin agar struktur mampu memikul beban gempa yang dapat menyebabkan kerusakan besar pada struktur. Koefisien gempa dasar sangat bergantung pada frekuensi terjadinya gerakan tanah yang bersifat sangat merusak yang berbeda pada setiap wilayah gempa, waktu getar alami struktur, dan kondisi tanah setempat. d. Menentukan faktor jenis struktur (K) Faktor jenis struktur dimaksudkan agar struktur mempunyai kekuatan lateral yang cukup untuk menjamin bahwa daktilitas yang tersedia pada saat terjadinya gempa kuat. Daktalitas terhadap suatu bangunan merupakan faktor yang sangat menentukan ketahanan bangunan tersebut. Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan-simpangan plastis secara berulang dan bolak-balik di atas titik leleh pertama sambil mempertahankan sebagian besar dari kemempuan awal memikul beban. Semakin tinggi nilai K semakin rendah kemampuan daktalitasnya. Tingkat daktilitas dibagi atas 3 yaitu: a. Tingkat daktilitas 1 (elastis) Struktur dengan tingkat daktilitas 1 harus direncanakan agar struktur tetap berperilaku elastis saat terjadi gempa kuat. Untuk beban harus dihitung dengan nilai K = 4. b. Tingkat daktilitas 2 (daktilitas terbatas)
6
Struktur harus memberi respons inelastik terhadap beban siklus yang bekerja tanpa mengalami keruntuhan getar. Dalam hal ini beban rencana yang diperhitungkan dengan menggunakan nilai faktor K minimum = 2. c. Tingkat daktilitas 3 (daktilitas penuh) Direncanakan sehingga mampu memberikan respons inelastik terhadap beban siklis gempa kuat yang bekerja dalam menjamin terbentuknya sendi-sendi plastis dengan kapasitas pemancaran energi tanpa mengalami keruntuhan. Dalam hal ini beban rencana diperhitungkan dengan K minimum = 1. Tabel 2.4. tabel untuk menentukan faktor jenis struktur Jenis Struktur Bahan Bangunan Dari Faktor Jenis Unsur-Unsur Pemencar Struktur (K) Energi Gempa Portal daktail
Dinding geser berangkai daktail Dinding geser kantilever daktail Dinding geser kantilever dg daktalitas terbatas Portal dengan ikatan diagonal Struktur kantilever tak bertingkat Cerobong, tangki kecil
Beton bertulang Beton pratekan Baja Kayu Beton bertulang
1,0 1,4 1,0 1,7 1,0
Beton bertulang Dinding berongga bertulang Kayu Beton bertulang Dinding berongga bertulang Kayu
1,2 2,5 2,0 3,0 2,5 2,5
Beton bertulanng Baja Kayu Beton bertulang Baja
2,5 2,5 3,0 2,5 2,5
Beton bertulang Baja
3,0 3,0
(Sumber : Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo)
2.3 Struktur Bangunan Konstruksi 2.3.1
Kolom
7
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya adalah menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak 3 kali dimensi lateral terkecil. Fungsi kolom antara lain, menerima beban diatasnya yang kemudian diteruskan ke sloof atau pondasi agar disalurkan ke tanah dasar, sebagai pengikat dinding, dan sebagai tumpuan balok. Secara garis besar kolom beton bertulang dibagi menjadi 3 yaitu: a. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral, sedemikian sehingga penulangan keseluruhan membentuk kerangka. Tulangan pengikat lateral (sengkang) berfungsi untuk : 1)
Memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh di tempatnya.
2)
Memberikan
tumpuan
lateral
sehingga
masing-masing tulangan memanjang hanya dapat bertekuk pada tempat di antara dua pengikat.
Pengikat sengkang Tulangan pokok
Gambar 2.1 kolom menggunakan pemgikat sengkang lateral (Sumber : Istimawan Dipohusodo,1996)
b. Kolom menggunakan pengikat spiral
8
Tulangan spiral memberi kemampuan kolom menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh sehingga mampu mencegah terjadi kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud. Keuletan tersebut merupakan nilai lebih yang didapat dengan menggunakan spiral. Pengikat spiral
Gambar 2.2 kolom menggunakan pengikat sengkang spiral (Sumber : Istimawan Dipohusodo, 1996)
c. Struktur kolom komposit Merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa dengan atau tanpa diberi tulangan pokok memanjang.
Gelagar baja PipaGambar baja 2.3 struktur kolom komposit (Sumber : Istimawan Dipohusodo, 1996)
2.3.1.1.
Persyaratan detail penulangan kolom Pembatasan jumlah tulangan komponen kolom untuk balok agar
penampang berperilaku daktail dapat dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk kolom agak sukar karena beban aksial tekan lebih dominan sehingga keruntuhan tekan sulit dihindari. Jumlah luas penampang tulangan pokok memanjang kolom dibatasi dengan rasio penulangan g antara 0,01 dan 0,08, penulangan yang lazim dilakukan diantara 1,5 % sampai 3% dari luas penampang kolom. Khusus untuk struktur bangunan berlantai banyak,
9
kadang-kadang penulangan kolom dapat mencapai 4%, namun disarankan untuk tidak menggunakan nilai lebih dari 4% agar penulangan tidak berdesakan terutama pada titik pertemuan balok-balok, plat, dengan kolom. Sesuai dengan SKSNI T–15–1991–03 pasal 3.3.9, penulangan pokok memanjang kolom berpengikat spiral minimal terdiri dari 6 batang, sedangkan untuk kolom berpengikat sengkang bentuk segi empat atau lingkaran terdiri dari 4 batang, dan untuk kolom dengan pengikat sengkang berbentuk segitiga minimal terdiri dari 3 batang tulangan. SKSNI T–15–1991–03 pasal 3.16.6 menetapkan bahwa jarak bersih antara batang tulangan pokok memanjang kolom berpengikat sengkang atau spiral tidak boleh kurang dari 40 mm.persyaratan jarak tersebut juga harus dipertahankan ditempat–tempat sambungan lewatan batang tulangan. Tebal minimum selimut beton pelindung tulangan kolom tidak boleh kurang dari 40 mm. semua batang tulangan pokok harus dilingkup dengan sengkang dan kait pengikat lateral, paling sedikit dengan batang D10. Batasan minimum tersebut diberlakukan untuk kolom dengan tulangan pokok memanjang batang D32 atau lebih kecil, sedangkan untuk diameter tulangan pokok lebih besar yang lainnya, umumnya sengkang tidak kurang dari batang D12 mm, dan untuk kesemuanya tidak menggunakan ukuran yang lebih besar dari batang D16. Jarak spasi tulangan sengkang tidak lebih dari 26 kali diameter tulangan pokok memanjang, 48 kali diameter tulangan sengkang dan dimensi lateral terkecil (lebar) kolom. Selanjutnya disyaratkan bahwa tulangan sengkang atau kait pengikat harus dipasang dan diatur sedemikian rupa sehingga sudut – sudutnya tidak bengkok dengan sudut lebih besar dari 135°. Sengkang dan kait pengikat harus cukup kokoh untuk menopang batang tulangan pokok memanjang, baik yang letaknya dipojok maupun disepanjang sisi kearah lateral. Untuk itu batang tulangan pokok memanjang harus dipasang dengan jarak bersih diantaranya tidak boleh lebih dari 150 mm disepanjang sisi kolom agar dukungan lateral dapat berlangsung dengan baik. Persyaratan detail penulangan spiral tercantum dalam SKSNI T– 15– 1991–03 paal 3.16 ayat 4 dimana diameter minimum batang adalah D10, dan umumnya tidak menggunakan lebih besar dari batang D16. Jarak spasi bersih
10
spiral tidak boleh lebih dari 80 mm dan tidak kurang dari 25 mm. Pada setiap ujung kesatuan tulangan spiral harus ditambahkan panjang panjang penjengkaran 150 kali lilitan. Apabila memerlukan penyambungan, harus dilakukan dengan sambungan lewatan sepanjang 48 kali diameter dan tidak boleh kurang dari 300 mm bila perlu diperkuat dengan pengelasan. Keseluruhan penulangan spiral harus dilindungi dengan selimut beton paling tidak setebal 40 mm, yang dicor menyatu dengan beton bagian inti. Lilitan tulangan spiral harus diikat kokoh pada tempatnya dan betul-betul terletak pada garisnya dengan menggunakan pengatur jarak vertikal.
2.3.1.2.
Beban – beban yang bekerja pada kolom
Adapun beban – beban yang bekerja pada kolom adalah 1. Kolom dengan beban sentries Gaya aksial tekan P berimpit dengan sumbu memanjang kolom. Akibat dari beban aksial sentries yang bekerja pada sumbu penampang kolom,maka akan timbul tegangan yang merata pada permukaan penampang sehingga di anggap tulangan pokok memanjang bertugas menahan gaya desak secara merata. Ag = b x h………………………………………………………….(2.6) Ast
=
…………………………………...……………….(2.7)
Po = 0,85 x f’c x (Ag-Ast) + Ast x fy …………………………….(2.8) Dimana : f’c = kuat tekan beton (Mpa) fy = mutu baja (Mpa) Ag = luas penampang beton (mm2) Ast = luas penampang tulangan (mm2) n = jumlah tulangan d = diameter tulangan (mm) b = lebar kolom (mm) h = tebal kolom (mm) karena pelaksanaan pemasangan kolom dilapangan kurang sempurna maka gaya tekan yang ditimbulkan oleh ρ yang bekerja pada suatu titikyang berjarak e terhadap sumbu memanjang, sehingga kolom
11
mengalami lentur dengan timbulnya momen. Oleh karena itu besarnya kekuatan nominal beban dari kolom harus direduksi dengan ketentuan sebagai berikut : a) Kolom dengan penulangan spiral kekuatan nominal beban direduksi 15 % sehingga persamaannya menjadi : Pn max = 0,85 x {0,85 x f’c x (Ag-Ast) + fy x Ast}…………….(2.9) b) Untuk kolom dengan penulangan sengkang kekuatan nominal beban direduksi 20% sehingga persamaannya menjadi : Pn max = 0,80 x {0,85 x f’c x (Ag-Ast) + fy x Ast}…………...(2.10) 2. Beban eksentris Gaya aksial tekan bekarja disuatu tempat berjarak e terhadap sumbuh memanjang kolom, kolom akan sering melentur seiring timbulnya dengan momen. Maka timbul tegangan yang tidak merata pada penampang, maka pada jarak e tertentu timbul tegangan tarik. Dengan demikian maka tugas penulagan baja dibedakan sebagai tulangan baja tekan (As,) yang dipasang didaerah tekan dan tulangan baja tarik (AS) yang dipasang didaerah tarik. c
=
…………………………………………………(2.11)
a = β x c ………………………………………………………..(2.12) Pn = Ts’ + Tc – Ts ………………………………………………(2.13) Dimana : Ts = As x Fs (gaya akibat baja tertarik) Ts’ = As x fs’ (kontribusi tekan akibat baja tekan) Tc = 0,85 x f’c x a x b (kontribusi tekan akibat beton tekan) Pn = 0,85 x f’c x a x b + As’ x f’c – As x fs …………………….(2.14) f’s = Es x ∑s’ ……………………………………………………(2.15) = fs
……………………………………..(2.16)
= Es x ∑s …………………………………………………….(2.17) =
……………………………………...(2.18)
Dimana nilai Es = 2x 105 Mpa fs dan f’s = tegangan actual Mekanisme keruntuhan kolom: Berdasarkan besarnya regangan baja tarik (∑s) penampang kolom dapat dibagi jadi 2 kondisi awal keruntuhan yaitu: a) Keruntuhan tarik
12
b) Keruntuhan tekan Bila Pn adalah beban normal kolom dan Pnb adalah beban kolom dalam keadaan seimbang maka : Pn ≤ Pnb → terjadi keruntuhan tarik Pn = Pnb → terjadi keadan seimbang Pn ≥ Pnb → terjadi keruntuhan tekan a) Keadaan seimbang Dalam keadan seimbang regangan memberikan ; dimana Es = 2 x 10 Mpa ……………………….(2.19) Atau cb = d x
………………………………………...(2.20)
a = β x c …………………………………………………(2.21) b) Keruntuhan tarik Keruntuhan tarik pada kolom akan terjadi apabila : e
=
atau Pn ≤ Pnb ……………………………(2.22)
bila digunakan tulangan simetris (As = As’)dan diasumsikan tulngan tekan telah meleleh maka : Pnb = 0,85 x f’c x a x b …………………………………... (2.23) a
=
…………………………………………(2.24)
mn
= Pn x e
Untuk keruntuhan tulangan tarik berlaku rumus: Pn = 0,85 x f’c x b x d x Jika fs’ < fy maka: Pn
= 0,85 x f’c x a x b + As’ x fs’ – As x fy ………………(2.25)
mn
= 0,85 x f’c x a x b x (c - ) + As’ x fs’ x (c-d’) + As x fs x (d-c) ………………………………………(2.26)
c) Keruntuhan tekan
13
Keruntuhan tekan diawali dengan hancurnya beton pada saat tertekan. Dimana (Pn > Pnb atau e < eb). Pn 2.3.2
=
………………(2.27)
Pondasi Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur yang
berfungsi menyalurkan beban struktur atas ke lapisan tanah pendukungnya yang biasanya terletak di dalam permukaan tanah. Secara umum menurut kedalaman pondasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Pondasi dangkal Adalah pondasi yang dasarnya terletak dekat dengan permukaan tanah, misalnya pondasi tapak. Pondasi dangkal dibedakan menjadi: a. Pondasi telapak menerus, pondasi ini memikul banyak kolom atau struktur yang memanjang seperti dinding. b. Pondasi telapak setempat, pondasi ini berbentuk bujur sangkar, persegi, atau bulat 2. Pondasi dalam Adalah pondasi yang dasarnya terletak jauh di bawah muka tanah, misalnya tiang pancang dan sumuran. Dalam perencanaan pondasi didasarkan pada beberapa pertimbangan seperti: a. Pondasi harus stabil terhadap pergeseran dan guling. b. Besar penurunan yang terjadi akibat tegangan yang bekerja pada tanah dasar tidak melebihi nilai yang diijinkan bagi bangunan atas. c. Struktur pondasi yang direncanakan dari bahan dengan mutu yang sesuai dengan fungsi bangunan atas dan kondisi tempat bangunan akan didirikan. d. Bentuk dan dimensi pondasi direncanakan sedemikian rupa sehingga tegangan yang diterima oleh bagian-bagian pondasi tidak melebihi tegangan ijin bahan. Dalam perencanaan gedung plaza Telkom kupang ini digunakan pondasi telapak setempak. Pondasi ini berfungsi untuk menyebarkan beban struktur agar dapat dipikul oleh tanah dengan aman sedangkan struktur rangka bangunannya menggunakan beton bertulang. 2.3.2.1 Perencanaan Pondasi
14
Dalam menentukan perencanaan pondasi suatu bangunan ada 2 hal yang harus diperhatikan pada tanah bagian bawah pondasi : a. Daya dukung tanah yang diizinkan b. Besarnya penurunan pondasi Faktor diatas menentukan stabilitas bangunan yang berdiri. Tegangan akibat adanya bangunan diatas harus mampu dipikul oleh lapisan tanah dibawah pondasi dan harus aman dari keruntuhan. Besarnya penurunan pondasi bangunan tidak boleh melebihi batas toleransi. Khususnya penurunan yang tidak seragam (defferential settlement) harus tidak mengakibatkan kerusakan pada struktur. Pondasi harus diletakkan pada kedalaman yang cukup untuk menanggulangi resiko erosi permukaan, kembang susut tanah dan gangguan permukaan lainnya. banyak rumus yang dapat dipakai untuk mendesain pondasi. Pilihan yang dipakai sangat tergantung dari kebiasaan seseorang dalam perencanaan pondasi dan data-data tanah yang tersedia. Daya dukung ultimit (ultimit bearing capacity/qult) didefinisikan sebagai beban maksimum per satuan luas dimana tanah masih dapat mendukung beban tanpa mengalami keruntuhan. a) Rumus Terzaghi (Bila memakai data pengujian Laboratorium) qult =
.....(2.28)
dimana : qult = Daya dukung ultimit pondasi C
= Kohesi tanah
γb = Berat volume tanah Df = Kedalaman dasar pondasi B
= Lebar pondasi dianggap 1,00 meter
Nc, Nq, Nγ = Faktor daya dukung Terzaghi ditentukan oleh besar sudut geser dalam
15
Setelah kita mendapatkan nilai daya dukung Ultimit Tanah (qult). Langkah selanjutnya menghitung daya dukung ijin Tanah yaitu q = qult / FK ......................................................................................(2.29) dimana : qult = Daya dukung tanah ultimit Sf = Faktor keamanan biasanya nilainya diambil 3 Tabel 2.5 Nilai Faktor Daya Dukung Terzaghi Ф
Nc
Nq
Nγ
Nc'
Nq'
Nγ'
0 5 10 15 20 25 30 34 35 40 45 48 50
5,7 7,3 9,6 12,9 17,7 25,1 37,2 52,6 57,8 95,7 172,3 258,3 347,6
1,0 1,6 2,7 4,4 7,4 12,7 22,5 36,5 41,4 81,3 173,3 287,9 415,1
0,0 0,5 1,2 2,5 5,0 9,7 19,7 35,0 42,4 100,4 297,5 780,1 1153,2
5,7 6,7 8 9,7 11,8 14,8 19 23,7 25,2 34,9 51,2 66,8 81,3
1 1,4 1,9 2,7 3,9 5,6 8,3 11,7 12,6 20,5 35,1 50,5 65,6
0 0,2 0,5 0,9 1,7 3,2 5,7 9 10,1 18,8 37,7 60,4 87,1
(Sumber : Teknik analisis pondasi, Braja M. Das)
b) Rumus Meyerhof Bila memakai data pengujian Sondir qult = qc. B. (1 + D/B). 1/40 ...........................................................(2.30) dimana : qult = Daya dukung ultimit tanah qC = Nilai conus B
= Lebar pondasi (dianggap 1 meter)
D = Kedalaman dasar pondasi Setelah kita mendapatkan nilai daya dukung Ultimit Tanah (qult) , Langkah selanjutnya menghitung daya dukung ijin tanah yaitu : q = qult / Sf .......................................................................................(2.31)
16
dimana : q = Daya dukung ijin tanah qult = Daya dukung tanah ultimit Sf = Faktor Keamanan biasanya nilainya diambil 3 Daya dukung ijin tanah dapat juga dihitung langsung dengan cara : q = qc/40 (untuk besaran B sembarang) ......................................(2.32) dimana : q = Daya dukung ijin tanah qc = Nilai konus c) Tekanan kontak Ada beberapa alternative pola tekanan kontak yang terjadi akibat pembebanan yang bekerja yaitu : 1) Bila beban yang bekerja hanya gaya normal N
M
B q
Gambar 2.4 Tekanan kontak akibat gaya normal
2) Bila beban yang bekerja adalah gaya normal (N) dan momen (M).
17
Akibat adanya M dan N timbul eksentrisitas sebesar e = M/N N
M
B e < 1/6 B
e = 1/6 B
e > 1/6 B
Gambar 2.5 Tekanan kontak akibat gaya normal dan momen
d) Bidang kritis terhadap lentur a
a
18 Lc =
Lc = (B/2 – a/4)
Tembok / Pas. Batu kali
Kolom
B
Gambar 2.6 Bidang kritis terhadap lentur
2.3.3
PROGRAM SAP 2000 Program SAP2000 adalah program analisa struktur yang didasarkan
dari metode elemen hingga , dalam hal tersebut struktur balok atau kolom diidealisaikan sebagai elemen FRAME. Tetapi dalam desain, penampang balok memerlukan tahapan yang berbeda dari penampang kolom sehingga pada saat pemasukan data untuk frame section perlu informasi khusus apakah penampang tersebut digolongkan sebagai balok atau sebagai kolom. Asumsi Desain Program SAP2000 akan menghitung dan melaporkan luas tulangan baja perlu untuk lentur dan geser berdasarkan harga momen dan geser maksimum dari kombinasi beban dan juga kriteria-kriteria perencanaan lain yang ditetapkan untuk setiap Code yang diikuti. Tulangan yang diperlukan tadi akan dihitung berdasarkan titik-titik yang dapat dispesifikasikan dalam setiap panjang element. Semua balok hanya dirancang terhadap momen lentur dan geser pada sumbu mayor saja, sedangkan dalam arah minor balok dianggap menyatu dengan lantai sehingga tidak dihitung. Jika dalam kenyataannya perlu perancangan lentur dalam arah minor (penampang biaksial) maka perencana harus menghitung tersendiri, termasuk jika timbul torsi. Dalam mendesain tulangan lentur sumbu mayor, tahapan yang dilakukan adalah mencari momen terfaktor maksimum (untuk kombinasi beban lebih dari satu) dan menghitung kebutuhan tulangan lenturnya. Penampang balok didesain terhadap momen positif Mu+ dan momen negatif
19
Mu- maksimum dari hasil momen terfaktor envelopes yang diperoleh dari semua kombinasi pembebanan yang ada. Momen negatif pada balok menghasilkan tulangan atas, dalam kasus tersebut maka balok selalu dianggap sebagai penampang persegi. Momen positif balok menghasilkan tulangan bawah, dalam hal tersebut balok dapat direncanakan sebagai penampang persegi atau penampang balok-T. Untuk perencanaan tulangan lentur, pertama-tama balok dianggap sebagai penampang tulangan tunggal, jika penampang tidak mencukupi maka tulangan desak ditambahkan sampai pada batas tertentu. Dalam perancangan tulangan geser , tahapannya meliputi perhitungan gaya geser yang dapat ditahan beton Vc, kemudian menghitung nilai Vs yaitu gaya geser yang harus dipikul oleh tulangan baja dan selanjutnya jumlah tulangan geser (sengkang) dapat ditampilkan. Langkah-langkah menginput data dalam SAP 2000 sebagai berikut : 1. Menentukan geometri struktur a. Pada tampilan utama pilih (new model) untuk memulai struktur baru
Gambar 2.7 New model SAP 2000
b. Kemudian akan muncul New Model Template seperti di bawah ini. Dalam memulai pembuatan model baru jangan lupa satuan yang digunakan, kemudian pilih portal frame.
Gambar 2.8.2D Frames SAP 2000
c. Setelah pilih portal frame maka akan muncul dialog box seperti di bawah ini Kemudian isi data seperti di bawah ini sesuai data bangunan
20
Gambar 2.9. Kotak dialog Frame 2D SAP 2000
d. Setelah OK akan terbentuk struktur seperti berikut ini.
Gambar 2.10 Tampilan frame 2D SAP 2000
2. Pilih joint pada tumpuan, kemudian klik Assign > Joint > Restraint (pilih tumpuan jepit)
Gambar 2.11. assign Joint SAP 2000
Gambar 2.12. Tumpuan jepit Portal SAP 2000
3. Penentuan material dan penampang yang digunakan a. Penentuan material yang digunakan pada menu define>materials. Setelah menu dipilih muncul dialog box seperti di bawah ini. b. Dalam hal ini digunakan material beton (concrete) c. Tentukan M/V, W/V dan nilai E yang digunakan.
21
Gambar 2.13. Define material SAP 2000
Gambar 2.14. material Property SAP 2000
Gambar 2.15. frame section SAP 2000
d. Penentuan penampang dari frame yang digunakan pada combo box kedua pilih add rectangular kemudian pilih tombol add new property. e. Tentukan nilai T3 dan T2 dari penampang
22
Gambar 2.16. rectanguler Section SAP 2000
f. Setelah define penampang, lakukan Assign penampang pada frame yang sesuai.
Gambar 2.17. Assign frame section SAP 2000
4. Penentuan jenis pembebanan a. Penentuan jenis pembebanan dengan menu define > load case. b. Kemudian muncul dialog box di bawah isikan load name (mati dan hidup). c. Untuk beban mati ganti DEAD menjadi ‘mati’ kemudian klik Modify Load. d. Untuk beban hidup tulis ‘hidup’ kemudian type ganti dengan Live klik Add New Load.
Gambar 2.18. define loads SAP 2000
23
5. Penentuan fungsi respons spectrum a. Pilih Menu Define>Function>Response Spectrum b. Kemudian muncul dialog box seperti berikut ini, Pilih User Function c. Isikan sesuai dengan data dari bangunan
Gambar 2.19. .Define respon spectrum function SAP 2000
6. Penentuan analysis case a. Penentuan modal Analysis dengan memilih menu Define>Analysis Case.Kemudian muncul dialog box berikut ini. b. Pilih MODAL kemudian klik Modify/Show Case. c. Isikan dialog box, tentukan maximum number of modes 3.
Gambar 2.20. Analisis cases SAP 2000
7. Penentuan analisis respons spectrum
24
a. Penentuan Analysis Case dengan memilih menu Define > Analysis Case. b. Pada Dialog BoxAnalysis Case pilih tombol Add New Case muncul dialog box berikut ini. c. Ganti Analysis Case type dengan respons spectrum dan isikan data sebagai berikut
Gambar 2.21. analisis case data SAP 2000
8. Penentuan kombinasi pembebanan
Gambar 2.22. Response combination data SAP 2000
9. Penentuan beban
25
a. Sebelum menentukan beban yang bekerja pilih dulu batang yang dikenai beban b. Penentuan beban
batang
dengan
menu
Assign>frame
Loads>Distributed. c. Isikan data sesuai dengan soal yang sudah ditentukan jangan lupa satuan yang digunakan dan jenis pembebanan yang bekerja.
Gambar 2.23. frame distributed loads SAP 2000
26
Gambar 2.24. Joint loads SAP 2000
d. Pilih dulu joint yang dikenai beban titik e. Penentuan beban titik dengan menu Assign >Joint Loads>Forces. f. Isikan sesuai dengan beban titik yang bekerja. 10. Penentuan Constraint a. Pilih semua joint pada tingkat 1, kemudian pilih menu Assign>Joint >Constraint. b. Muncul dialog boxAssign/Define constraint. Pilih pada combo box Diapraghma kemudian klik Add new Constraint. c. Pada Dialog boxDiapraghma constraint beri nama diapraghma dengan DIAPH1 untuk tingkat 1. Pada Constraint axis dipilih Z Axis, hal ini menunjukkan bahwa arah diapraghma tegak lurus dengan sumbu Z.
27
Gambar 2.25. Joint constraint SAP 2000
Gambar 2.26. Define constraint SAP 2000
d. Kemudian diulang untuk lantai 2 dan 3 dengan diapraghma yang berbeda yaitu DIAPH2 dan DIAPH3. 11. Penentuan massa a. Pilih dulu joint yang dikenai massa joints. b. Kemudian pilih menu Assign >Joint>Masses c. Isikan data yang sudah ditentukan pada arah 1 (direction 1).
28
Gambar 2.27. Joint masses SAP 2000
Gambar 2.28. Define mass source SAP 2000
12. Penentuan Available DoF yang bekerja
29
Gambar 2.29. Analysis options SAP 2000
13. Run SAP2000 dengan tombol kemudian pilih Run Now dan kemudian akan muncul Mode Shape sebagai berikut.
Gambar 2.30. Run analysis cases SAP 2000 Mulai 14. Hasil dalam bentuk tabulasi Dipilih menu Display >Show Analysis Result Table. Pembuatan model struktur
Properties material
Dimensi Penampang balok
Dimensi Penampang kolom
Gambar 2.31. Analysis Result Table SAP 2000 Analisis Perubahan : material properties atau dimensi Untuk selanjutnya langkah-langkah perencanaan penampang tampang
Jenis dan Kombinasi beban
beton bertulang
dengan SAP 2000 V.9.0 dapat dilihat pada bagan alir dibawah ini : Penampilan : gaya – gaya dalam (BMD, SFD, NFD) dan deformasi (transisi dan rotasi)
Tidak
Perancangan dan cek kekuatan struktur
30
y a Selesai
Gambar 2.32. Diagram alir Proses Analisis Struktur Dan Perencanaan (Modul Kursus SAP 2000, LAB. Komputasi Jurusan Teknik Sipil UGM, 2006)
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Data Umum Bangunan A. Pedoman Perencanaan Pedoman perencanaan yang digunakan untuk perhitungan struktur beton bertulang pada Gedung Plaza Telkom Kupang adalah : 1. Tata cara perhitungan struktur beton untuk SK SNI T–15–1991–03. 2. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung tahun 1983. B. Metode Analisa Dalam perencanaan ini yang direncanakan hanya struktur kolom dan pondasi pada Gedung Plaza Telkom Kupang. Metode analisa struktur yang dipakai yaitu dengan menggunakan cara perhitungan manual dan program SAP 2000 .
31
3.2 Perhitungan Pembebanan 3.2.1 Perhitungan Konstruksi Atap C
3
5
F
3,46m
4
G
B A
1
E 12m Gambar 3.1 Rangka Atap
Tg α = = 29,97° Data-Data: a. Jarak kuda-kuda b. Berat jenis kayu (klas II) c. Berat penutup atap genteng (Sumber : PPI UG tahun 1983) d. Berat plafond
=4m = 800 kg/m3 = 50 kg/m2 = 11 kg/m2
(Sumber : PPI UG tahun 1983) e.
= 7 kg/m2
Berat penggantung (Sumber : PPI UG tahun 1983)
f.
Berat profil baja WF 300.150.5,5.8 (Sumber : Tabel Profil Konstruksi Baja) g. Panjang bentangan h. Jarak antar gording i. Dimensi gording a. Perhitungan panjang batang 1. Batang 1 dan batang 2 = 1,00 m 2. Batang 3 dan batang 4 =
32
= 16 kg/m2 = 12 m = 0,38 m = 2/3 (cm)
D 2
1m
= = = = 6,926 m 3. Batang 5 r = 2.31 m
r
α = 29,97°
Sin α =
Sin 29,97° = X
= Sin 29,97° x 2,31 m = 1,15 m x 2 = 2,30 m
b. Pembebanan akibat beban mati 1. Berat penutup atap = jarak kuda-kuda x berat penutup atap genteng x panjang bidang atap = 4m x 50 kg/m2 x (6,926 + 6,926)m = 2770,4 m 2. Berat gording Jumlah gording Batang BC = = = 18,22 m + 1 = 19,22 ≈ 20 buah Batang CD = =
33
= 18,22 m + 1 = 19,22 ≈ 20 buah Sehingga jumlah gording pada batang BC dan batang CD adalah 40 buah. Sehingga berat gording adalah : = jarak kuda-kuda x dimensi gording x BJ kayu klas II x jumlah gording = 4m x (0,02m + 0,03m) x 800 kg/m3 x 40 batang = 6400 kg 3. Berat plafond dan penggantung = panjang bentang kuda-kuda x (berat plafond + berat penggantung) = 12m x (11 kg/m2 + 7 kg/m2) = 216 kg 4. Berat kuda-kuda Batang 1 dan batang 2 = berat profil x panjang batang = (2 x 16 kg/m2) x 2m = 64 kg Batang 3 dan batang 4 = berat profil x panjang batang = (2 x 16 kg/m2) x (6,296m + 6,296m) = 402,944 kg Batang 5 = berat profil x panjang batang = (1 x 16 kg/m2) x 2,30m = 36,8 kg Berat total kuda-kuda (untuk 1 kuda-kuda) adalah = 64 kg + 402,944 kg + 36,8 kg = 503,744 kg = 4 x 503,744 kg = 2014,976 kg Berat total akibat beban mati adalah : Q total = berat penutup atap + berat gording + berat plafond dan penggantung + berat total kuda-kuda = 2770,4 kg + 6400 kg + 216 kg + 2014,976 kg = 11401,376 kg Gaya yang bekerja pada setiap titik buhul yang diakibatkan oleh beban mati adalah : P= =
34
= 2208,27 kg Beban pada titik ujung = ½ P = ½ x 2208,27 kg = 1104,13 kg c. Pembebanan akibat beban hidup Menurut PPI UG 1983 pasal 32 ayat 26 menyatakan bahwa beban hidup terpusat berasal dari pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar 100 kg. d. Pembebanan akibat beban angin Sesuai dengan pasal 4.2 ayat 2 PPI UG 1983, pembebanan angin yang harus diambil adalah sebesar P = 40 kg/m2. a) Angin kanan 1. Koefisien muka angin e = 0,02 x α – 0,4 = 0,02 x 29,97° - 0,4 = 0,1994 (tekan) Beban pada titik simpul : W kanan = e x P x jarak gording x jarak kuda-kuda = 0,1994 x 40 kg/m2 x 0,38m x 4m = 12,12 kg 2. Koefisien belakang angin e = -0,4 (isap) Beban pada titik simpul : W kiri = e x P x jarak gording x jarak kuda-kuda = (-0,4) x 40 kg/m2 x 0,38m x 4m = -24,32 kg b) Angin kiri 1. Koefisien muka angin e = 0,02 x α – 0,4 = 0,02 x 29,97° - 0,4 = 0,1994 (tekan) Beban pada titik simpul : W kanan = e x P x jarak gording x jarak kuda-kuda = 0,1994 x 40 kg/m2 x 0,38m x 4m = 12,12 kg 2. Koefisien belakang angin e = -0,4 (isap) Beban pada titik simpul : W kiri = e x P x jarak gording x jarak kuda-kuda = (-0,4) x 40 kg/m2 x 0,38m x 4m
35
= -24,32 kg e. Reaksi Perletakan 1. Akibat beban mati P = 2208,27 kg ½ P = ½ x 2208,27 kg = 1104,13 kg P2 P3
P1
½P
½P
4,85m
1,15m
1,15m
4,85m
Gambar 3.2 Reaksi perletakan akibat beban mati ∑ MB = 0 RAV x 12m – (1/2 P x 12m) – (P1 x 7,15m) – (P2 x 6m) – (P3 x 4,85m) = 0 RAV x 12m – (1104,13 kg x 12m) – (2208,27 kg x 7,15m) – (2208,27 kg x 6m) – (2208,27 kg x 4,85m) = 0 RAV x 12 m – (13249,56 kgm) – (15789,13 kgm) – (13249,62 kgm) – (10710,10 kgm) = 0 RAV = = 4416,54 kg ∑ MA = 0 RAV = RBV Kontrol ∑V=0 RAV + RBV – (1/2 P X 2) – (P1 + P2 + P3) = 0 4416,54 kg + 4416,54 kg - (1104,13 kg x 2) – (2208,27 kg x 3)
36
8833,08 kg – 7912,08 kg = 0 0 = 0 ..........OK 2. Akibat beban hidup P = 100 kg ½ P = ½ x 100 kg = 50 kg P2 P1
P3
½P
½P
4,85m
1,15m
1,15m
4,85m
Gambar 3.3 Reaksi perletakan akibat beban hidup ∑ MB = 0 RAV x 12m – (1/2 P x 12m) – (P1 x 7,15m) – (P2 x 6m) – (P3 x 4,85m) = 0 RAV x 12m – (50 kg x 12m) – (100 kg x 7,15m) – (100 kg x 6m) – (100 kg x 4,85m) = 0 RAV x 12 m – 600 kgm – 715 kgm – 600 kgm – 485 kgm = 0 RAV = = 200 kg ∑ MA = 0 RAV = RBV Kontrol
37
∑V=0 RAV + RBV – (1/2 P X 2) – (P1 + P2 + P3) = 0 1325,959 kg + (2 x 50 kg) – (100 kg + 100 kg + 100 kg) 400 kg – 400 kg = 0 0 = 0 ..........OK 3. Akibat beban angin
P1
P1
P2 P2 ½ P2
½ P1
Keterangan : P1 = 12,12 kg ½ P = 6 kg PATx = PAT1 x cos α = 12,12 kg x cos 29,97° = 10,49 kg ½ PATx = 5,24 kg PATy = PAT1 x sin α = 12,12 kg x sin 29,97° = 6,05 kg ½ PATy = 3,02 kg P2 = 24,32 kg ½ P2 = 12,16 kg PATx = PAT2 x cos α = 24,32 kg x cos 29,97° = 21,06 kg ½ PATx = 10,53 kg
38
PATy = PAT2 x sin α = 24,32 kg x sin 29,97° = 12,14 kg ½ PATy = 6,07 kg 6,05 6,05
10,49
12,14 21,06
12,14 21,06
10,49
6,07
10,49 5,24
10,53
RA 4,85m
RB 1,15m
1,15m
4,85m
Gambar 3.4 Reaksi perletakan akibat beban angin Reaksi tumpuan ∑ MB = 0 RA x 12m – (10,49 kg x 12m) – (6,05 kg x 7,15m) – (6,05 kg x 6m) – (10,49 kg x 3,46m) – (5,24 kg x 1,16m)+ (12,14 kg x 6m) + (12,14 kg x 4,85m) + (10,53 kg x 1,16 m) + (21,06 kg x 3,46m)= 0 RA x 12m – 72,84 kgm – 43,25 kgm – 36,3 kgm – 36,29 kgm – 6,07 kgm + 72,84 kgm + 58,87 kgm + 12,2 kgm + 72,86 kgm= 0 RA x 12 m – 73,72 kgm RA = 6,14 kg ∑ MA = 0 -RB x 12m – (6,07 kg x 12m) – (12,14 kg x 7,15m) – (12,14 kg x 6m) – (21,06 kg x 3,46m) – (10,53 kg x 1,16m) + (6,05 kg x 6m) + (6,05 kg x 4,85m) + (5,24 kg x 1,16m) + (10,49 kg x 3,46m) = 0 -RB x 12m – 72,84 kgm – 86,80 kgm – 72,84 kgm – 72,86 kgm – 12,2 kgm + 36,3 kgm + 29,34 kgm + 6,07 kgm + 36,29 kgm = 0
39
-RA x 12 m – 166,84 kgm RA = -13,90 kg Kontrol ∑V=0 RA + RB – (10,49 + 6,05 + 6,05) + (6,07 + 12,14 + 12,14) = 0 6,14 kg + (-13,90 kg) – 22,59 kg + 30,35 kg = 0 (-30,35 kg) + 30,35 kg = 0 0 = 0 .........OK ∑H = 0 RAH - 5,24 kg - 10,49 kg – 21,06 kg – 10,53 kg = 0 RAH - 47,32 kg = 0 RAH = - 26,83 (→)
3.1.1 Perhitungan beban struktur a. Berat bangunan Beban untuk lantai 3 Beban mati Berat sendiri beton bertulang = 2400 kg/m3 Balok : 20/30 30/40 Kolom Plat Dinding Plafond Atap
= 12 x 0,2 x 0,3 x 2400 = (20 x 2) + (12 x 2) + 16 x 0,3 x 0,4 x 2400 = 18 x 2m x 0,4m x 0,4m x 2400 kg/m3 = (4m x 12m) x 0,12m x 2400 kg/m3 = 85 x 2m x 250 kg/m2 = (12m x 20m) + (4m x 12m) x (11 + 7) kg/m2 = 11401,376 kg x 4
= 1728 = 23040 = 13824 = 13824 = 42500 = 5184 = 45605,5
+
= 145705,5 kg
40
Beban hidup Qh atap = 100 kg/m2 Koefisien reduksi = 0,30 Wh3 = 0,30 x ((12m x 20m) + (4m x 12m)) x 100 kg/m2
= 8640 kg W3
+
= 154345,5 kg
Beban untuk lantai 2 Beban mati Berat sendiri beton bertulang = 2400 kg/m3 Balok 30/55 = ((3 x 20m) + (2 x 12m) + (2 x 12m) x 0,3m x 0,55m x 2400 kg/m3
= 50688
20/30 = (20m x 2) + 12m x 0,2m x 0,3m x 2400 kg/m3
= 7488
Kolom
= 22 x 4m x 0,4m x 0,4m x 2400 kg/m3
= 33792
Plat
= (12m x 20m) + (4m x 12m) x 0,12 x 2400 kg/m3 = 89165
Dinding
= 85 x 4m x 250 kg/m2
= 85000
Spesi
= (12m x 20m) + (4m x 12m) x 2 x 21 kg/m2
= 12096
Keramik
= (12m x 20m) + (4m x 12m) x 24 kg/m2
= 6912
Plafond
= (12m x 20m) + (4m x 12m) x (11 + 7) kg/m2
= 5184
+
= 284104 kg Beban hidup Qh atap = 250 kg/m2 Koefisien reduksi = 0,30 Wh2 = 0,30 x ((12m x 20m) + (4m x 12m)) x 250 kg/m2
= 21600 kg +
Beban total lantai 2 (W2)
= 305704 kg
Jadi berat total bangunan adalah : Wt
= 299560 kg + 154345,5 kg = 453905,5 kg
b. Waktu getar bangunan (T) Tx = Ty = 0,06 x H3/4 H = 4m + 4m = 8m Tx = Ty = 0,06 x (8m)3/4
41
= 0,285 detik c. Koefisien gempa dasar (C)
Gambar 3.5 Koefisien gempa dasar Untuk Tx = Ty = 0,285 detik, zona 3 dan jenis tanah keras berbatu diperoleh koefisien gempa dasar (C) = 0,05 d. Factor keutamaan struktur (I) dan Faktor jenis struktur (K) Untuk bangunan kantor diperoleh faktor keutamaan (I) sebesar 1,0. Dan dengan jenis struktur beton bertulang dengan daktilitas penuh diperoleh faktor jenis struktur (K) sebesar 1,0. e. Gaya geser horizontal total akibat gempa Vx = Vy = C x I x K x W total = 0,05 x 1,0 x 1,0 x 453905,5 kg = 22695,2 kg ~ 22695 kg ~ 22,695 T Table 3.1 Distribusi gaya geser horizontal total akibat gempa ke sepanjang tinggi gedung dalam arah X dan Y untuk tiap portal. Tingk at
hi (m)
Wi (t)
Wi x hi (t x m)
3 2
8 4 ∑
154,345 299,560
1234,76 1198.24 2433
Fi X, Y Total (t) 11,51 11,17 22,68
Distribusi portal arah X dan Y
42
Untuk Tiap Portal 1/4 Fi Y (t) 2,87 2,79 5,66
1/6 Fi X (t) 1,91 1,86 3,77
400
2000 400
400
400
400
400
400
600 400
300
600
300
300
600 600
300
400
300
Arah Y
600
300
Arah X
400
400 A
400 B
C
E
F
D
Gambar 3.6 Denah Perataan Beban
43
3.1.2 Perhitungan gaya gravitasi a. Portal melintang (Portal D)
Gambar 3.7 Perataan Beban Portal Melintang Dari buku Gideon Kusuma dan W. G. Vis, diperoleh persamaan :
qeq1
=
= qeq1
= 3,66m
= 0,66m x 2 = 1,33m
Menentukan beban merata pada tiap lantai a. Beban merata lantai 3 Beban mati (qeq) untuk tiap meter Plat
: 0,12m x 2400 kg/m3 x 1,33
=
383,04 kg/m
Ringbalk
: 0,3m x 0,4m x 2400 kg/m3
=
288 kg/m
Plafond
: 1.33 x 18 kg/m2
=
23,94 kg/m
qeq =
694,98 kg/m
Beban hidup (qL) untuk tiap meter Beban hidup untuk atap menurut PPIUG 1983 adalah 100 kg/m2
44
qeq = 100 kg/m2 x 1,33 = 133 kg/m b. Beban merata lantai 2 Beban mati (qeq) untuk tiap meter Keramik
: 1,33m x 24 kg/m2
=
31,92 kg/m
Spesi
: 1,33m x 21kg/m2
=
27,93 kg/m
Dinding
: 4m x 250 kg/m2
=
1000 kg/m
Plat
: 0,12m x 2400 kg/m3 x 1,33m
=
383,04 kg/m
Balok
: 0,30m x 0,55m x 2400 kg/m3
=
396 kg/m
Plafond
: 1,33m x 18 kg/m2
=
23,94 kg/m
qeq =
1862,83 kg/m
Beban hidup (qL) untuk tiap meter Beban hidup untuk lantai menurut PPIUG 1983 adalah 250 kg/m2 qeq =1,33m x 250 kg/m2 = 332,5 kg/m Beban titik pada portal E P1
= 2m × 0,20m × 0,35m × 2400 kg/m3 = 288 kg
qeq2
=
= qeq2
= 0,288 ton
= 1m
= 1m x 4 = 4m
Menentukan beban merata pada tiap lantai a. Beban merata lantai 3 Beban mati (qeq) untuk tiap meter
45
Atap
: 11401,3 Kg/12m
=
950,10 kg/m
Plafond
: 4m x 18 kg/m2
=
72 kg/m
qeq =
1022,10 kg/m
Beban hidup (qL) untuk tiap meter Beban hidup untuk atap menurut PPIUG 1983 adalah 100 kg/m2 qeq = 100 kg/m2 x 4 = 400 kg/m b. Beban merata lantai 2 Beban mati (qeq) untuk tiap meter Keramik
: 4m x 24 kg/m2
=
96 kg/m
Spesi
: 4m x 21 kg/m2
=
84 kg/m
Dinding
: 4m x 250 kg/m2
=
1000 kg/m
Plat
: 0,12m x 2400 kg/m3 x 4m
=
1152 kg/m
Balok
: 0,30m x 0,55m x 2400 kg/m3
=
396 kg/m
Plafond
: 4m x 18 kg/m2
=
72 kg/m
qeq =
2800 kg/m
Beban hidup (qL) untuk tiap meter Beban hidup untuk lantai menurut PPIUG 1983 adalah 250 kg/m2 qeq =4m x 250 kg/m2 = 1000 kg/m
Gambar 3.8 Beban Mati Portal Melintang
46
Gambar 3.9 Beban Hidup Portal Melintang
b. Portal memanjang (Portal 4)
Dari buku Gideon Kusuma dan W. G. Vis, diperoleh persamaan :
47
qeq 1
=
= qeq1
= 0,71 m
= 0,71m x 2 = 1,42m
Menentukan beban merata pada tiap lantai a. Beban merata lantai 3 Beban mati (qeq) untuk tiap meter Atap
: 11401,3 Kg/20m
=
570,065 kg/m
Plafond
: 18 kg/m2 x 1,42 m
=
25,56 kg/m
qeq =
595,616 kg/m
Beban hidup (qL) untuk tiap meter Beban hidup untuk atap menurut PPIUG 1983 adalah 100 kg/m2 qeq = 100 x 1,42 = 142 kg/m
b. Beban merata lantai 2 Beban mati (qeq) untuk tiap meter Keramik
: 1,42m x 24 kg/m2
=
34,08 kg/m
Spesi
: 1,42m x 21 kg/m2
=
29,82 kg/m
Dinding
: 4m x 250 kg/m2
=
1000 kg/m
Plat
: 0,12m x 2400 kg/m3 x 1,42m
=
408,96 kg/m
Balok
: 0,30m x 0,55m x 2400 kg/m3
=
396 kg/m
Plafond
: 1,42m x 18 kg/m2
=
25,56 kg/m
qeq =
1894,42 kg/m
Beban hidup (qL) untuk tiap meter Beban hidup untuk lantai menurut PPIUG 1983 adalah 250 kg/m2 qeq =1,42m x 250 kg/m2 = 142 kg/m
48
Gambar 3.10 Beban Mati Portal Memanjang
Gambar 3.11 Beban Hidup Portal Memanjang
3.1.3
Perhitungan Analisa Mekanika Teknik Dengan Sap 2000 Dalam melakukan analisa mekanika teknik struktur bangunan ini, penulis
menggunakan
bantuan
program
komputer
SAP 2000. Tujuannya
agar
meminimalisir kesalahan analisis karena faktor human eror. Penggunaan program
49
SAP ini hanya sebatas menghitung gaya-gaya dalam akibat beban yang bekerja pada struktur. Selanjutnya perhitungan kombinasi Beban dan perhitungan kebutuhan tulangan dan perencanaan tulangan dilakukan manual dengan berpedoman pada SK SNI-T-15-1991-03. Hasil analisa mekanika struktur dengan Program komputer SAP 2000 terlampir.
50
a) Rekapitulasi momen Tumpuan kolom Portal melintang Tabel 3.2. Rekapitulasi Momen Tumpuan Kolom Portal melintang NAMA LANTAI FRAME
LANTAI 1
LANTAI 2
JARAK (m)
MATI
HIDUP
GEMPA
COMB. I
COMB. II
COMB. III 0,9MM + 0,9ML+0,9MG
2,902 -1,807 2,712 -1,451 3,254 -2,575 4,611 -5,348 0,640 -0,666 0,141 -0,220 1,701 -1,755 5,244 -4,790
Ton-m
Ton-m
Ton-m
1,2MM + 1,6MH
1,05MM + 1,05MH+1,05MG
-0,47136
-0,08501
3,7803 -2,79142
-0,702 0,973 -1,446 2,500 -0,473 0,540 2,050 -4,585 -1,383 1,368 -3,477 3,243 -0,772 0,593 5,793 -5,043
3,385 -2,108 3,165 -1,692 3,797 -3,004 5,380 -6,239 0,746 -0,777 0,164 -0,256 1,984 -2,047 6,118 -5,588
1
0,00
1
4,00
0,70206
0,08163
3
0,00
-0,78815
-0,31276
4,11475
3
4,00
1,35339
0,54755
-3,51262
5
0,00
-0,27524
-0,08948
3,98072
5
4,00
0,32197
0,09628
-3,2795
7
0,00
1,2123
0,37179
3,53953
7
4,00
-2,69987
-0,84092
-2,40116
2
0,00
-0,98917
-0,1224
1,8223
2
4,00
0,96796
0,12909
-1,83746
4
0,00
-1,884
-0,76028
2,80056
4
4,00
1,761
0,70578
-2,71122
6
0,00
-0,458
-0,13911
2,4867
6
4,00
0,351
0,10762
-2,40833
8
0,00
3,42112
1,05485
1,35097
8
4,00
-2,9901
-0,90943
-1,42247
(Sumber : hasil analisis struktur dengan SAP 2000)
b) Rekapitulasi gaya normal kolom Portal melintang Tabel 3.3. Rekapitulasi gaya Normal Kolom Portal melintang
51
Mu Kolom
Mu Rencana
3,385 3,165 5,380 3,797 5,380 1,368 3,243 6,118 1,984 6,118
NAMA LANTAI
LANTAI 1
LANTAI 2
MATI
HIDUP
COMB. I
COMB. II
COMB. III
Ton-m
1,2NM + 1,6NH
1,05NM + 1,05NH+1,05NG
0,9NM + 0,9NL+0,9NG
-0,6373
2,9842
-11,243
-6,482
-5,556
-6,9819
-0,6373
2,9842
-9,398
-4,867
-4,172
0,00
-23,6996
-5,2617
-1,7757
-36,858
-32,274
-27,663
3
4,00
-22,1617
-5,2617
-1,7757
-35,013
-30,659
-26,279
5
0,00
-31,5877
-8,8979
0,3978
-52,142
-42,092
-36,079
5
4,00
-30,0498
-8,8979
0,3978
-50,296
-40,477
-34,695
7
0,00
-15,542
-3,8631
-1,6062
-24,831
-22,062
-18,910
7
4,00
-14,0041
-3,8631
-1,6062
-22,986
-20,447
-17,526
2
0,00
-3,288
-0,2087
0,8658
2
4,00
-1,7501
-0,2087
0,8658
4
0,00
-7,5759
-1,4951
-0,4967
-4,280 -2,434 -11,483
-2,762 -1,148 -10,046
-2,368 -0,984 -8,611
4
4,00
-6,038
-1,4951
-0,4967
-9,638
-8,431
-7,227
6
0,00
-9,7032
-2,5002
0,0811
-15,644
-12,728
-10,910
6
4,00
-8,1653
-2,5002
0,0811
-13,799
-11,114
-9,526
8
0,00
-5,2384
-1,1281
-0,4502
8
6,75
-3,7005
-1,1281
-0,4502
-8,091 -6,246
-7,158 -5,543
-6,135 -4,751
FRAME
JARAK (m)
Ton-m
Ton-m
1
0,00
-8,5198
1
4,00
3
GEMPA
Sumber : hasil analisis struktur dengan SAP 2000
c)
Rekapitulasi gaya geser kolom Portal melintang
52
Nu Kolom
Nu rencana
11,24 3 36,85 8 52,14 2 24,83 1
52,14 2
-4,280 11,48 3 15,64 4 -7,158
15,64 4
Tabel 3.4. Rekapitulasi gaya Geser Kolom Portal melintang NAMA LANTAI
LANTAI 1
LANTAI 2
MATI
HIDUP
COMB. I
COMB. II
COMB. III
Ton-m
1,2VM + 1,6VH
1,05VM + 1,05VH+1,05VG
0,9VM + 0,9VL+0,9VG
Vu kolom
-0,0417
1,6429
0,5354
-0,2151
1,9068
-0,1493
-0,0464
1,8151
0,978
0,3032
1,4852
-0,4893
-0,0629
0,9149
-0,9113
-0,3665
1,3779
-
-0,2022
-0,0617
1,2238
-
1,6028
0,4911
0,6934
-0,419 0,298 -0,253 1,659 -0,688 -1,680 -0,341 2,709
1,373 2,338 1,700 2,905 0,381 0,105 1,008 2,927
1,177 2,004 1,457 2,490 0,326 0,090 0,864 2,509
1,177 2,338 1,457 2,905 0,381 0,105 1,008 2,927
FRAME
JARAK (m)
Ton-m
Ton-m
1
-
-0,2934
3
-
5
-
7
-
2
-
4
-
6 8
GEMPA
Sumber : hasil analisis struktur dengan SAP 2000
53
Vu Rencana
2,905
2,927
d) Penggambaran gaya dalam akibat beban mati portal melintang
0,96
1,76
10
0,48
0,20 8,16
0,91
6,03
1,75
4 2
3,28 0,48
0,98
0,70
0,29 6,98
0,53
0,04 3
8,51 0,29 0,47
1,88
9
23,09
0,53
8
0,20
0,45
0,32
0,15 30,04
3,42
13 2,69
5
54
0,97 7
31,58
0,97
0,27
Gambar 3.12 Penggambaran gaya dalam akibat beban mati portal melintang e) Penggambaran gaya dalam akibat beban hidup portal melintang
5,23
1,60
14,01
0,15 0,78
1,60
6 9,70
11
2,99
14
3,70
7,57
0,91
22,16
1
0,35
12
15,54 1,21
0,46
0,04
10
0,27 0,55
0,085 1,13
0,024
1,18 4
2
0,55 0,27
0,62
0,54
0,19 1,92
0,05
9 0,04
0,018 3
1,92 0,19
0,018
4,15
11
8
6
0,085 0,15
0,06
0,50
0,16
0,36
13 0,30
0,11
1,74 5
7
3,98 0,06
0,03
0,16 0,50
0,19
3,98
0,29
14
1,13
1,18
4,15
1
0,25
0,024
0,15
12
0,09
0,11
1,74 0,17
Gambar 3.13 Penggambaran gaya dalam akibat beban hidup portal melintang f)
Penggambaran gaya dalam akibat beban gempa portal melintang
55
1,10
1,91
10
0,32
0,94 0,39
0,78
0,05
0,35
4 2
0,35 0,32
0,18
1,11
1,20
9 2,89
1,78
0,18
1
3
1,11
1,78
1,54
0,18
8
6
0,94
1,56
0,69
13 2,39
1,58
2,17
5 1,24
4,30
Gambar 3.14 Penggambaran gaya dalam akibat beban gempa portal melintang
56
0,69
1,58
3,10
1,85 1,24
1,58 0,69
1,85 4,24
3,95
11
1,47
14
0,39
0,05
0,78
2,20
1,54
2,19
12
1,58
7 2,17
3,93
3.2.2
Perhitungan Kolom
Tabel 3.5 kombinasi pembebanan: Lantai 1 2 Data:
Nu,k
Mu,k
Vu,k
Keterangan
(ton) 52,142 15,644
(ton) 5,380 6,118
(ton) 2,905 2,927
Bawah Atas
Nu,k / Pu = 52,142 t = 521,42 KN = 521,42 x 103 N = 521420 N Mu,k = 5,380 t = 53,80 KNm = 53,80 x 106 Nmm f’c = 250 MPa fy = 240 MPa b = 400 mm h = 400 mm Penutup beton (p) = 40 mm Ø Tulangan pokok = 16 mm Ø Sengkang = 10 mm d
= h – p - Ø Sengkang – ½ Ø Tulangan pokok = 400 – 40 – 10 – 8 = 342 mm
d’
= 40 + 10 + 16/2 = 58 mm
e
=
=
= 103,17 mm =
= 0,257 mm
57
=
= 0,145 mm
Pada sumbu vertical
=
= 0,191
Pada sumbu horizontal
x
= 0,191 x 0,257 = 0,049
Dari grafik dan table perhitungan beton bertulang oleh W. C. Vis dan Gideon Kusuma halaman 87, diperoleh: r = 0,015 β = 0,1 ρ=rxβ = 0,015 x0,1 = 0,015 As total = ρ x Agr = 0,015 x 160000 = 2400 mm2 Jumlah tulangan (n)
=
= = 11,94 ~ 12 batang Diambil 12 Ø 16 untuk penulangan disemua sisi kolom
58
a) cb
Pemeriksaan pu terhadap beban pada keadaan seimbang Ø pn =
= = 244,3 mm ab
= β x cb = 0,85 x 244,285 mm = 207,655 mm
Pnb
= 0,85 x f’c x b x ab = 0,85 x 25 x 400 x 207,655 x 10-3 KN = 1765,06 KN
Pub
= Ө x Pnb = 0,85 x 1765,06 = 1500,3 KN
Pub = 1500,3 KN > Pu = 521,42 KN Dengan demikian kolom akan mengalami hancur dengan diawali luluhnya tulangan tarik (keruntuhan tarik). b) Pemeriksaan kekuatan penampang Kolom dengan tulangan terpasang 12 Ø 16mm As total = 12 x ¼ x π x (16)2 = 2411,52 mm ~ 2412 mm
59
ρ
=
=
= 0,0150
Untuk keruntuhan tulangan tarik berlaku rumus:
Pn = 0,85 x f’c x b x d x
= 0,85 x 25 x 400 x 342 x
= 2732,09 KN Ө . Pn = 0,8 x 2732,09 KN = 2185,67 KN Ө. Pn = 2185,67 KN > Pu = 521,42 KN………..OK c)
Perhitungan geser sengkang kolom
Vu,k
= 2,905 Ton
= 29,05 KN
= 29050 N
Nu,k
= 52,142 Ton = 521,42 KN = 521420 N
Agr
= 400 x 400
= 160000 mm = 2 x ¼ x π x (10)2
Sengkang Ø 10 mm → Av
= 157 mm Vc
=
Vc
=
x 1/6
x 1/6
xbxd
x 400 x 342
= 140536,5 N
60
Tulangan geser pada daerah ujung kolom (sendi plastis) ½ x Vc
= ½ x 140536,5 N = 70268,25 N = = 44692,3 N
Jarak sengkang (S) → h = 400 mm S
=
= = 137,58 mm Gunakan sengkang Ø 10 – 130 mm Smaks = ½ x 400 = 200 mm
Perhitungan pemeriksaan (control) VS
=
= = 64432,8 N Control
= Vu/Ө < ½ x Vc + VS = 44692,3 N < 70268,25 N + 64432,8 N = 44692,3 N < 134701,5 N……………………….OK
61
Tulangan geser pada daerah ditengah kolom (diluar sendi plastis) Gunakan sengkang Ø 10 – 200 mm Keterangan Untuk perhitungan kolom atas karena dimensi kolomnya sama dengan kolom bawah maka hasilnya sama dengan hasil perhitungan pada kolom bawah.
62
Gambar 3.15 Penulangan Kolom
63
3.2 Perhitungan Pondasi Direncanakan pondasi dengan ukuran 1,2m x 1,2m Tebal telapak pondasi (h)ditentukan sebagai berikut : Tulangan rencana Ø16 = db = 16mm Ld
=
= = 192 mm (Sumber : Mekanika tanah dan teknik analisis pondasi) Ld minimum = 0,04 x db x fy = 0,04 x 16 x 240 = 153,6 mm Keterangan : Ld = Panjang penyaluran Tebal telapak pondasi (h) H
= Ld + Penutup beton + 2.db = 192 + 70 + (2 x (16)) = 295 mm ~ 300 mm
Jadi digunakan tebal telapak 300 mm (Sumber : Mekanika tanah dan teknik analisis pondasi)
64
Gambar 3.16 Penampang pondasi telapak Menurut buku teknik sipil karangan Ir. V. Sunggono, untuk tanah keras diperoleh: = 16 t/m3
γ tanah
sudut geser tanah (φ) = 25° kohesi tanah (c)
= 15 t/m2
1) Menentukan koefisien daya dukung Terzaghi Dari tabel 2.5 Nilai Faktor Daya Dukung Terzaghi pada halaman 17, diperoleh : Nq
= 25,1
Nc
= 12,7
Nγ
= 9,7
Dc
= 1 + 0,007 x arc tg
= 1 + 0,007 x arc tg = 1,39 Dq
= 1 + 0,035 x tg φ x (1 – sin φ)2 x arc tg
= 1 + 0,035 x tg 25 x (1 – sin 25)2 x arc tg = 1,91 Dγ
=1
Keterangan : Nc, Nq, Nγ
= Faktor daya dukung Terzaghi (tergantung dari sudut geser tanah)
Dc, Dq, Dγ
= Faktor koreksi terhadap kedalaman pondasi
65
2) Menentukan besarnya daya dukung pondasi (Qult) Qult
=
= = = 1113,19 KN/m2 3) Nilai daya dukung tanah yang diijinkan (Qa) Qa
=
= = 372,73 KN/m2 4) Perhitungan pembebanan Pembebanan yang bekerja pada pondasi diambil beban terbesar yang bekerja pada kolom Data – data MD
= 1,35 ton
ML
= 0,37 ton
VD
= 6,98 ton
VL
= 0,63 ton
HD
= 0,97 ton
HL
= 0,30 ton
Keterangan: MD
: Momen terbesar pada beban mati portal melintang
ML
: Momen terbesar pada beban hidup portal melintang
VD
: Gaya normal terbesar pada beban mati portal melintang
66
VL
: Gaya normal terbesar pada beban hidup portal melintang
HD
: Gaya geser terbesar pada beban mati portal melintang
HL
: Gaya geser terbesar pada beban hidup portal melintang
VU = 1,2 WD + 1,6 WL = 1,2 (6,98) + 1,6 (0,63) = 9,384 ton ~ 93,84 KN MU = 1,2 MD + 1,6 ML = 1,2 (1,35) + 1,6(0,37) = 2,212 ton ~ 22,12 KN HU = 1,2 HD + 1,6 HL = 1,2 (0,97) + 1,6 (0,30) = 1,644 ton ~ 16,44 KN Perhitungan beban – beban Beban dari kolom = 0,4 m x 0,4 m x 1,77 m x 24 KN/m
= 6,79
KN
Berat sendiri fondasi = 1,2 m x 1,2 m x 0,3 m x 24 KN/m
= 10,37
KN
Berat tanah = (1,2m x 1,2m) - ( 0,4m x 0,4m) x 1,77m x 16
= 36,24
KN
Berat struktur
= 93,84
KN
N=P
= 147,16 KN
Kontrol tegangan tanah A
= (1,2 x 1,2) = 1,44
W
= 1/6 x BL2 = 1/6 x (1,2) x (1,22) = 0,288 m2
q
=
=
±
< qa
±
< qa
= 102,19 ± 79 < qa
67
qmaks
= 102,19 + 79 < qa = 181,19 < 372,73
qmin
= 102,19 - 79 < Qa = 23,19 < 372,73
0,4m
zf = 1,77 m
B = 1,2 m
p min p
Mx
p max
B-L = 0,8 m L = 0,4 m
L
= = 0,4 m =
=
=
=
= 89,93 KN/m2 x
= 89,93 KN/m2
qx
= 23,19 + 89,93 = 113,02 KN/m2
Mx
= qx . L x ½ L + 1/2 L x (qmaks – qmin) x 2/3L = (113,02 x 0,4 x 0,2) + (0,2 x (181,19 – 23,19) x (2/3 x 0,4))
68
= 9,041 + 8,42 = 17,461 KNm Vx
= qx x L + ½ L (qmaks – qmin) = (113,02 x 0,4) + (½ x 0,8 x (181,19 – 23,19)) = 76,808 KN = 76808 N
5) Perhitungan pondasi telapak Data-data f’c = 25 Mpa fy = 240 Mpa Mu = 22,12 KN → 22,12 x 106 Vu = 93,84 KN Ø (koefisien reduksi) = 0,6 Selimut beton (p) = 70 mm Tulangan pokok = Ø 16 mm d
= h – p – ½ tulangan pokok = 300 – 70 – 8 = 222 mm
b
= 1000 (ditinjau per meter lebar telapak)
Rn
=
= = 0,354 N/mm2 m
=
=
69
= 16 = 1/m x{1 –
ρ
= 1/16 x{1 –
} }
= 0,0012 ρmin
=
=
= 0,0058
ρ < ρmin 0,0012 < 0,0058 ρ < ρmin (digunakan ρmin) As
= ρmin x b x d = 0,0058 x 1000 x 222 =1287,6 mm2
Digunakan tulangan Ø16 – 150 (As = 1340,4) As’
= 0,5 x As = 0,5 x 1287,6 = 643,8 mm2
Digunakan tulangan Ø16 – 300 (As’ = 670,2) 6) Tulangan geser = =
70
= 128000 N Vc = 1/6 x
xbxd
= 1/6 x
x 1000 x 222
= 925000 N < Vc (tidak memerlukan tulangan geser) 7) Kontrol kekuatan pondasi a) Kesetabilan terhadap daya dukung tanah Fk
=
=
> 3,00
> 3,00
= 6,14 > 3,00 .....................(Aman)
b) Kesetabilan terhadap guling FK
=
=
= 3,03 > 1,5 .......................(aman)
c) Kesetabilan nterhadap geser FK
=
=
> 1,5 → S = N x tgφ
> 1,5
= 4,17 > .......................................1,5 (aman)
71
0,4m
Ø16-300
Ø16-150 0,3 m
Ø16-150
Ø16-300 Ø16-300
0,40m
Ø16-150 1,2 m
0,40m
1,2m
Gambar 3.16 Penulangan pondasi BAB IV PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Dari hasil penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan program SAP 2000 dalam perhitungan dan perencanaan Struktur ini hanya sebatas perhitungan gaya-gaya dalam struktur akibat beban mati, beban guna bangunan dan beban gempa. Kombinasi pembebanan dan perencanaan tulangan maupun dimensi elemen struktur dilakukan secara manual dengan berpedoman pada SK SNI T-15-1991-03.
72
2. Gaya-gaya Dalam hasil analisis dengan program SAP 2000 yang digunakan untuk desain sebagai berikut : a. Momen rencana kolom lantai 1 portal melintang = 5,380 Tm b. Gaya normal rencana kolom lantai 1 portal melintang = 52,142 Tm c. Gaya geser rencana kolom lantai 1 portal melintang = 2,905 Tm d. Momen rencana kolom lantai 2 portal melintang = 6,118 Tm e. Gaya normal rencana kolom lantai 2 portal melintang = 15,644 Tm f. Gaya geser rencana kolom lantai 2 portal melintang = 2,927 Tm 3. Penulangan kolom lantai satu menggunakan tulangan 12D16, sengkang untuk daerah ujung kolom adalah 10-130 mm dan pada daerah tengah kolom 10-200 mm. Penulangan pondasi menggunakan tulangan 16-150 dan 16-300. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini : No. 1
Ket.
Perencanaan/ Pelaksanaan
Kolom
73
Hasil perhitungan/Tinjauan
Pondasi
Ø16-100 Ø16-100 Ø16-150
Ø16-300 Ø16-300
1,2m
Ø16-150
1,2m
Ø16-100 Ø16-100
2
1,2m
1,2m
5.2 SARAN 1. Untuk pembaca yang ingin menghitung dan mendesain suatu struktur beton bertulang dengan menggunakan program komputer SAP 2000, hendaknya teliti dalam menginput data perencanaan serta memahami asumsi – asumsi perencanaan. 2. Untuk pihak-pihak kampus, khususnya Jurusan teknik Sipil Politeknik Negeri Kupang agar memperbanyak tugas-tugas besar yang bersifat perencanaan secara
menyeluruh
suatu
jenis
konstruksi
sehingga
memperdalam
pengetahuan dan pemahaman mahasiswa akan materi kuliah. 3. Dalam mendesain suatu struktur bangunan perlu direncanakan dengan sebaik mungkin sehingga struktur tersebut dapat menahan beban-beban yang bekerja diatasnya.
74
DAFTAR PUSTAKA Anonim, Departemen Pekerjaan Umum, 1991, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Penerbit Yayasan LPMB, Bandung. Anonim, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, 1983, Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung, Penerbit Yayasan LPMB, Bandung. Anonim, 2006, Modul SAP 2000, Lab. Komputasi Jurusan Teknik Sipil UGM, Bandung. Dipohusodo, I., 1993, Struktur Beton Bertulang, Gramedia, Jakarta. Gideon, K.,Takim A., 1994,Desain Struktur Rangka Beton Bertulang Didaerah Rawan Gempa BerdasarkanSKSNI T-15-1991-03, Penerbit Erlangga, Jakarta. Gideon, K.,W.C. Vis., 1993, Grafik Dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03, Penerbit Erlangga, Jakarta. Gideon, K.,W.C. Vis., 1995, Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03, Penerbit Erlangga, Jakarta.
75