BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen tertinggi dibandingkan minyak nabati lainnya yaitu dapat menghasilkan 5,5-7,3 ton CPO/ha/tahun (PPKS, 2013). Ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2013 mencapai 20,5 juta ton yang bernilai 15,8 miliar dolar Amerika (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia mengakibatkan tuntutan tanaman kelapa sawit untuk berproduksi yang tinggi tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan.
Saat ini Indonesia menempati
posisi teratas dalam
pencapaian luas areal dan produksi minyak sawit dunia yang mencapai 8,9 juta hektar dengan 6,5 juta hektar berupa tanaman menghasilkan (TM). Produksi tanaman kelapa sawit dari luasan tanaman menghasilkan tersebut baru mencapai 23,53 juta ton atau masih berkisar antara 3-4 ton TBS/ha per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Produktivitas tanaman tersebut masih sangat jauh dibandingkan potensi tanaman kelapa sawit dalam satu siklus tanaman yang dapat mencapai 6,2-31,0 ton TBS/tahun sesuai umur tanaman kelapa sawit. Produktivitas aktual tanaman kelapa sawit secara umum belum menunjukkan potensi produksi yang dimiliki sesuai umur dan kelas lahannya. Produktivitas tanaman kelapa sawit di beberapa perusahaan negara (PT. Perkebunan Nusantara) yang didominasi oleh tanaman berusia 9-20 tahun masih berkisar 10,76-23,44 ton TBS/ha/tahun pada tahun 2011 (Anonim, 2012a; Anonim, 2012b; Anonim, 2012c; Anonim, 2012d; Anonim, 2012e, Anonim, 2012f; Anonim, 2012g). Produktivitas di salah satu perkebunan swasta nasional juga masih menunjukkan di kisaran 22,08 ton TBS/ha/tahun pada tahun 2011 (Anonim, 2012h). Produktivitas aktual tersebut masih berada di bawah potensi produksi yang di keluarkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (Tabel 1.1) yang memiliki potensi produksi setidaknya 19,0026,00 ton TBS/ha/tahun pada umur tanaman 9-20 tahun. Rendahnya produktivitas aktual tersebut dipengaruhi berbagai hal, antara lain kesadaran penggunaan bahan tanaman unggul yang masih rendah, khususnya bagi sebagian besar petani rakyat yang jumlahnya mencapai hampir
40% luasan kebun kelapa sawit Indonesia. Di sisi lain rendahnya produktivitas tanaman kelapa sawit di perkebunan besar baik milik negara maupun swasta berupa belum optimalnya pengelolaan kebun yang biasanya dalam skala yang cukup besar dalam ribuan hektar. Tabel 1.1. Potensi produksi kelapa sawit bahan tanaman PPKS pada setiap umur tanaman pada setiap kelas lahan Produktivitas (ton TBS/ha/tahun) Umur Tanaman KKL S1 KKL S2 KKL S3 (tahun) (sangat Sesuai) (sesuai) (sesuai bersyarat) 3 9.0 7.3 6.2 4 15.0 13.5 12.0 5 18.0 16.0 14.5 6 21.1 18.5 17.0 7 26.0 23.0 22.0 8 30.0 25.5 24.5 9 31.0 28.0 26.0 10 31.0 28.0 26.0 11 31.0 28.0 26.0 12 31.0 28.0 26.0 13 31.0 28.0 26.0 14 30.0 27.0 25.0 15 27.9 26.0 24.5 16 27.1 25.5 23.5 17 26.0 24.5 22.0 18 24.9 23.5 21.0 19 24.1 22.5 20.0 20 23.1 21.5 19.0 21 21.9 21.0 18.0 22 19.8 19.0 17.0 23 18.9 18.0 16.0 24 18.1 17.0 15.0 25 17.1 16.0 14.0 Jumlah 553.0 505.3 461.2 Rerata 24.0 22.0 20.1 Keterangan : KKL : Kelas Kesesuaian Lahan
(Sumber :Sutarta dan Rahutomo, 2010; Lubis, 2008)
Produksi merupakan tolok ukur yang riil dalam keberhasilan pengelolaan tanaman kelapa sawit yang merupakan output terpenting secara ekonomis. Produktivitas tanaman kelapa sawit sangat bervariasi sesuai dengan kondisi lingkungan (iklim, kondisi lahan), kondisi genetik (bahan
2
tanaman dan umur tanaman), dan interaksi diantara keduanya yang berupa pelaksanaan kultur teknis (manajemen). Estimasi produksi yang dilakukan manajemen kebun pada umumnya melalui pendekatan lapangan dengan perhitungan jumlah bunga dan buah yang dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali. Kemampuan estimasi produksi merupakan hal yang penting bagi keberhasilan pengusahaan tanaman kelapa sawit secara ekonomis (Weng, 1985 dalam Harahap et. al. 2000; Lubis 2008). Optimalisasi pengelolaan dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya melalui pertanian presisi (precision agriculture). Pertanian presisi merupakan teknik yang menghubungkan antara penerapan input dan output bagi tanaman sesuai dengan kebutuhannya (Xiang, et. al. 2007). Pengelolaan perkebunan kelapa sawit sampai dengan saat ini berbasis blok yang setiap blok terdiri atas satu umur tanam dengan satuan terkecil 12-30 ha/blok. Pertanian presisi yang dapat dilakukan di perkebunan kelapa sawit sangat beragam dari koleksi data baik data tanaman (pertumbuhan, kondisi hara, kesehatan tanaman, dan produksi), serta kondisi tanah dan lingkungan (hara tanah, aplikasi pemupukan, kondisi iklim) (Fairhust, et. al. 2003). Pertanian presisi secara mudah yang dapat didefinisikan sebagai sistem modern manajemen yang produktif menggunakan aplikasi teknologi yang berkelanjutan di dalam koleksi, analisis, dan manajemen data dari berbagai faktor produksi seperti genetik tanaman, tanah, iklim dan kondisi agronomis (Romero, 2008). Pertanian presisi bertujuan mendapatkan alokasi produksi berbasis satuan terkecil di lapangan untuk mendapatkan keuntungan optimal, mengurangi biaya produksi dan menekan dampak lingkungan (Fairhust, et. al. 2003; Romero, 2008). Batasan pertanian presisi pada penelitian ini adalah koleksi data baik secara langsung berupa data lapangan maupun melalui ekstraksi data citra penginderaan jauh untuk estimasi produksi tanaman kelapa sawit. Pada tahapan analisis pada penelitian ini dilakukan penggunaan faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi dalam penyusunan model estimasi yang diintegrasikan dengan estimasi produksi kelapa sawit berdasarkan citra satelit. Perkembangan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dapat membantu penerapan pertanian presisi yang memungkinkan pengelolaan lahan secara cepat untuk mendapatkan produktivitas tanaman yang optimal. Penerapan berbagai data penginderaan jauh yang berkelanjutan terhadap pertumbuhan tanaman yang dikombinasikan dengan indeks vegetasi menunjukkan kondisi pertumbuhan tanaman secara temporal dan spasial (Qi et. al., 1993). Penerapan pertanian presisi berupa estimasi produksi melalui pendekatan langsung yang berupa 3
pendekatan korelasi indeks spektral dengan data produksi, sedangkan pendekatan lainnya berupa pendekatan tidak langsung data penginderaan jauh yang tergabung dengan model simulasi pertumbuhan tanaman berupa LAI dan biomasa
(Baso, et. al. 2004).
Seiring dengan
perkembangan penginderaan jauh menuntut penggunaan citra beresolusi tinggi dalam estimasi pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman. Peningkatan umur tanaman melalui perubahan pertumbuhan vegetatif diukur melalui Leaf Area Indeks (LAI) yang diukur melalui luas daun di setiap pelepah dalam satu hektar areal kelapa sawit. Perkembangan penginderaan jauh sejauh ini telah memanfaatkan berbagai indek vegatasi salah satunya dalam penelitian Carlson and Ripley (1997) memanfatkan normalized different vegetation index (NDVI), LAI dan tutupan vegetasi (fractional vegetation cover). Indeks vegetasi seperti NDVI merupakan suatu bentuk transformasi spectral yang menonjolkan aspek vegetasi seperti kerapatan, pertumbuhan vegetatif, indeks luas daun (LAI) dan konsentrasi klorofil (Danoedoro, 2012). Chemura (2011) memanfaatkan citra Worldview-2 dalam penentuan umur tanaman kelapa sawit dengan metode object based image analysis (OBIA). Fadli (1995) memanfaatkan citra nilai kecerahan SPOT terhadap pola spectral umur tanaman kelapa sawit. Kamaruzaman dan Pathan (2009) menggunakan airborne hyperspectral sensing dalam pemetaan tanaman kelapa sawit secara individu. Kamaruzaman (2009) menggunakan airborne remote sensing dalam estimasi tanaman kelapa sawit menghasilkan (TM). Ramdani (2012) melakukan penelitian beberapa indeks vegetasi dalam pemetaan komposisi tutupan tajuk tanaman kelapa sawit yang dilanjutkan dengan transformasi Tasseled cap. Pada data foto udara format digital Agtasari (2006) melakukan penelitian penghitungan tajuk kelapa sawit secara otomatis di Kalimantan Barat. Penggunaan citra Formosat-2 dengan resolusi spasial multispektral 8 m dan pankromatik 2 m melalui analisis tekstur dan multispektral klasifikasi tanaman kelapa sawit memiliki nilai akurasi yang lebih tinggi dibandingkan klasifikasi yang hanya menggunakan band multispektral (Gandarum, 2009). Penanganan manajemen kebun kelapa sawit selama ini belum mengedepankan manajemen secara spasial sehingga informasi spasial kondisi pertumbuhan tanaman estimasi pertumbuhan vegetatif yang berkaitan dengan produksi tanaman belum dapat optimal tersaji. Kondisi pertumbuhan sesuai umur tanaman merupakan gambaran pertumbuhan secara vegetatif, sedangkan produksi tandan buah segar (TBS) merupakan kemampuan generatif tanaman kelapa sawit. Hubungan antara keduanya sangat erat sesuai dengan potensi produksi pada setiap umur 4
tanaman. Permasalahan yang belum terpecahkan berupa realisasi produksi yang diperoleh saat ini belum sesuai dengan potensi yang dimiliki sesuai dengan umur tanaman dan kelas kesesuaian lahan.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, permasalahan berkaitan dengan teknologi penginderaan jauh di perkebunan kelapa sawit sebagai berikut : a. Estimasi produksi di perkebunan kelapa sawit secara umum masih berdasarkan perhitungan kondisi fisik tanaman, dan belum diintegrasi data penginderaan jauh dengan data lapangan. b. Pemanfaatan data penginderaan jauh dan sistem informasi geografis di perkebunan kelapa sawit yang menunjang konsep pertanian presisi terutama citra Worldview-2 belum banyak digunakan terkait terbatasnya publikasi.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk menjawab permasalahan produktivitas tanaman kelapa sawit yang belum sesuai dengan potensi lahan dan umur tanaman, serta pemanfaatan integrasi data penginderaan jauh, sistem informasi geografis dan data lapangan dalam estimasi pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman kelapa sawit.
Berdasarkan beberapa hal tersebut tujuan
penelitian diuraikan sebagai berikut : 1. Mengkaji kemampuan citra penginderaan jauh, khususnya citra WorldView-2 untuk identifikasi tanaman kelapa sawit dan ekstraksi data yang berhubungan dengan produktivitas tanaman kelapa sawit. 2. Mendapatkan estimasi produktivitas tanaman kelapa sawit spesifik lokasi melalui ekstraksi indeks vegetasi citra Worldview-2 yang diintegrasikan dengan faktor vegetatif dan lingkungan yang dihubungkan dengan produkstivitas tanaman kelapa sawit 3. Mengkaji hubungan estimasi produktivitas tanaman kelapa sawit melalui indeks vegatasi citra Worldview-2 yang diintegrasikan dengan faktor vegetatif dan faktor lingkungan yang mendukung konsep pertanian presisi.
5
1.4. Hasil dan Sasaran Penelitian Hasil dan sasaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan informasi identifikasi tanaman kelapa sawit melalui ekstraksi informasi citra WorldView-2. 2. Mendapatkan estimasi produktivitas tanaman kelapa sawit melalui hubungan indeks vegetasi citra Worldview-2 yang diintegrasikan dengan faktor vegetatif, faktor lingkungan dan data produksi. 3. Mendapatkan hasil perhitungan estimasi produktivitas tanaman kelapa sawit melalui indeks vegetasi yang dituangkan dalam peta produksi hasil estimasi dengan skala 1 : 10.000 4. Mendapatkan hasil estimasi produktivitas tanaman kelapa sawit yang diperoleh melalui hubungan indeks vegetasi yang diintegrasikan dengan faktor vegetatif, faktor lingkungan dan data produksi sebagai implementasi pertanian presisi.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan pemahaman identifikasi tanaman kelapa sawit melalui ekstraksi informasi citra WorldView-2. 2. Memberikan pemahaman mengenai estimasi produktivitas tanaman kelapa sawit melalui pendekatan indeks vegetasi citra Worldview-2 yang diintegrasikan dengan faktor vegetatif, faktor lingkungan dan data produksi. 3. Memberikan pemahaman perhitungan estimasi produktivitas sebagai masukan penting bagi manajemen perkebunan kelapa sawit. 4. Mendapatkan pemahaman hasil estimasi produktivitas tanaman kelapa sawit yang diperoleh melalui hubungan indeks vegetasi yang diintegrasikan dengan faktor vegetatif, faktor lingkungan dan data produktivitas sebagai implementasi pertanian presisi.
6
1.6. Keaslian Penelitian Penelitian perhitungan pertumbuhan vegetatif dan produksi di bidang pertanian dengan mengakomodasi data penginderaan jauh dan informasi spasial lainnya telah banyak dilakukan dari penggunaan citra beresolusi rendah sampai dengan sangat tinggi, maupun foto udara dan penggunaan citra radar. Penelitian penggunaan data penginderaan jauh di perkebunan kelapa sawit juga telah dilakukan. Penelitian “Penggunaan Citra untuk Estimasi Produksi Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) sebagai Implementasi Pertanian Presisi” memiliki persamaan dan perbedaan dengan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah : penggunaan citra satelit resolusi tinggi; analisis transformasi indeks vegetasi yang dipakai; penyusunan persamaan/model; estimasi produksi dengan beberapa faktor yang mempengaruhi produksi. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya berupa : 1) objek yang dikaji yaitu tanaman kelapa sawit; 2) citra yang digunakan Worldview-2 dengan waktu pemotretan bulan September 2013; 3) menggunakan transformasi indeks vegetasi yang diintegrasikan dengan faktor vegetatif dan faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi; dan 4) penggunaan analisis regresi linier untuk estimasi. Penelitian yang dilakukan oleh Fadli (1995) memberikan informasi hubungan antara beberapa transformasi indeks vegetasi dengan dengan umur tanaman yang diekstrak dari Citra SPOT.
Morel et.al (2012) memberikan gambaran hubungan yang kuat antara pertumbuhan
vegetatif dengan transformasi indeks vegetasi khususnya NDVI.
Kamaruzaman (2009)
menggunakan Airborne Remote Sensing untuk klasifikasi kesehatan tanaman kelapa sawit, Ramdani (2012) dalam penelitiannya memanfaatkan
transformasi indeks vegetasi untuk
memetakan tajuk tanaman kelapa sawit. Agtasari (2006) dalam penelitiannya menyusun model otimatisasi penghitungan tajuk tanaman kelapa sawit, sedangkan Gandarum (2009) mengklasifikasikan tanaman kelapa sawit dengan tambahan informasi tekstur pada citra Formosat. Santoso (2009) dalam penelitiannya memberikan gambaran beberapa indeks vegetasi yang mempengaruhi terhadap tanaman kelapa sawit yang terserang busuk pangkal batang. Idenstifikasi terhadap tanaman kelapa sawit yang terserang busuk pangkal batang dipengaruhi oleh umur tanaman dan kerapatan populasi tanaman. Indeks vegetasi yang mampu mengenali tanaman kelapa sawit dengan kerapatan jarang dan pada umur 21 tahun adalah ARVI dan GBNDVI, pada umur 16 tahun dengan kerapatan sedang adalah SR. Pada umur 15 dan 18 tahun dengan tingkat kerapatan tinggi teridentifikasi dengan GBNDVI, dan umur tanaman 10 tahun 7
dan tingkat kerapatan rendah teridentifikasi dengan GBNDVI. Penelitian estimasi/prediksi produksi tanaman kelapa sawit baru dilakukan oleh Hermantoro dan Purnawan (2009) dalam penelitiannya memanfaatkan kualitas lahan dengan model artificial neural network (ANN) untuk menghitung prediksi produksi kelapa sawit dengan produk akhir berupa
perangkat lunak
perhitungan prediksi produksi kelapa sawit. Penelitian Hermantoro dan Purnawan (2009) tidak diintegrasikan dengan analisis citra digital. Kebaruan dari penelitian yang dilakukan ini berupa estimasi produksi kelapa sawit yang dilakukan terintegrasi antara data transformasi indeks vegetatif, dengan data lapangan berupa data faktor vegetatif dan data faktor lingkungan yang dihubungkan dengan data produksi tanaman kelapa sawit melalui analisis regresi linier berganda. Selain hal tersebut, kebaruan yang lain dalam penelitian ini berupa pemanfaatan band Red Edge yang dimiliki citra Worldview-2 dalam transformasi indeks vegetasi; kebaruan waktu perekaman; dan perbedaan lokasi penelitian. Diharapkan dengan melibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi baik faktor vegetatif maupun lingkungan akan menambah dukungan dalam ketepatan estimasi secara site specific pada satuan terkecil yang dapat mendukung konsep pertanian presisi. Penggunaan band Red Edge diharapkan lebih peka terhadap transformasi indeks yang dibentuk sehingga memberikan korelasi yang lebih baik dibandingkan band multispektral lain yang tidak dimiliki oleh citra lainnya. Beberapa penelitian tentang pemanfaatan penginderaan jauh untuk vegetasi khususnya untuk tanaman kelapa sawit disajikan dalam Tabel 1.2.
8
Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang akan Dilakukan No 1
Peneliti Fadli, M. Lukman
Tahun 1995
Judul Pengaruh Umur Tegakan Kelapa Sawit Terhadap Nilai Kecerahan Data Digital Spot Multispektral di Kebun Sawit Sebrang Sumatera Utara
Tujuan -
-
-
2
Morel, Alexandra C.; JB. Fisher; Y. Malhi
2012
Evaluating potensial to monitor aboveground biomass in forest and oil palm in Sabah Malaysia for 2000-2008 with Landsat ETM+ dan ALOS PALSAR
-
-
-
3
Kamaruzaman, Jussoff
2009
Sustainable Management of a Mature Oil Palm in UPM Campus, Malaysia using Airborne Remote Sensing
-
Metode
Menentukan pola spektral tegakan kelapa sawit dikaitkan dengan umur tanaman Menentukan julat umur tegakan kelapa sawit berdasar korelasi & determinasi tertinggi serta persamaan yg gambarkan hubungan dengan nilai kecerahan data digital SPOT Multispektral Menentukan jenis transformasi indeks vegetasi yang menonjol
-
Mengetahui perbedaan tanaman kelapa sawit dan hutan dalam klasifikasi land cover Estimasi dan pemetaan pertumbuhan vegetatif bagian atas menggunakan beberapa indeks pada citra satelit Menghitung perubahan lahan hutan dan selain lahan hutan menjadi kelapa sawit selama kurun waktu 2000-2008 Mengetahui karakteristik tanaman kelapa sawit melalui airbone imaging spectrometer for application
-
9
-
Menyusun indeks vegetasi melalui transformasi matematis Menyusun Penyadapan nilai kecerahan dengan Pixel From Screen (Rdpix) dalam
Hasil Hubungan nilai kecerahan dengan umur tanaman
Akurasi Hasil Tidak dilakukan Akurasi Formula
Hubungan nyata indeks luas daun dengan indeks vegetasi
6 kelompok umur tanaman 3,6,8,14,17 dan 20
-
-
Transformasi indeks vegetasi Spectral mixture analysis (SMA) Klasifikasi landcover
Transformasi indeks vegetasi terbaik CNDVI
Klasifikasi dengan supervised classification spectral angel mapper algorithm
Kelapa sawit memiliki spectral yang unik (sehat, tertekan/sakit, mati) yang dapat dibedakan
Hubungan kuat pertumbuhan vegetatif dengan NDVI
Landsat ( 2008) 69,7% ALOS (2008) 97% Landsat (2000) 97,8%
Lanjutan Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang akan Dilakukan No
Peneliti
Tahun
Judul
Tujuan
Metode
4
Ramdani, Fatwa
2012
Analysing variety of vegetation indices values using different methods for mapping oil palm closedcanopy compositition in Southern Riau Provice, Indonesia
-
Ekstraksi nilai vegetation indices Landsat 5 menggunakan 6 metode yang berbeda untuk pemetaan tutupan tajuk kelapa sawit
-
NDVI, TVI, CTVI, TTVI, RVI, dan GVI
5
Agtasari, R
2006
Otomatisasi penghitungan tajuk sawit pada foto udara format digital (Kasus tajuk pohon kelapa sawit di perkebunan KSP Inti Pontianak Kalbar
-
Pengenalan objek kelapa sawit untuk membedakan entitas yang dihitung dengan latarnya
-
Penyusunan model otomatisasi, intepretasi manual, perhitungan otomatis dengan perangkat lunak Matlab,Mathcad, dan Adobe Photoshop
10
Hasil Penggunaan band merah dan infra merah untuk mendapatkan indeks vegetasi citra resolusi medium menunjukkan penggunaan teknik yang berbeda tidak dapat secara langsung membedakan tutupan tajuk tanaman kelapa sawit tanpa dibantu brightness level Otomatisasi penghitungan tajuk
Akurasi Hasil Tidak ada uji akurasi
Tidak ada uji akurasi
Lanjutan Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang akan Dilakukan No
Peneliti
Tahun
6
Gandarum, L.
2009
7.
Santoso, H.
2009
8
Wiratmoko, D.
2014
Judul
Tujuan
Metode
Hasil
Akurasi Hasil
Pemanfaatan Informasi Tekstur untuk Klasifikasi Tanaman Sawit menggunakan Citra FORMOSAT-2 Pemanfaatan Citra Quickbird dan SIG untuk Zonasi Areal Tanaman Kelapa Sawit yang Terserang Penyakit Busuk Pangkal Batang (Ganoderma boninense) (Studi Kasus di Kebun Dolok Ilir, PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara)
-
Klasifikasi citra FORMOSAT untuk membedakan usia tanaman kelapa sawit dengan band Multispektral dan informasi tekstur
-
Maximum Likelihood, Analisis tekstur
Klasifikasi menggunakan band Multispektral dengan penambahan informasi tekstur menambah nilai akurasi
Overall = 76,8%
-
Mengkaji kemampuan atau ketelitian QB untuk identifikasi ciri2 tanaman yang terserang penyakit BPB menggunakan transformasi matematis (GI) dan pembedaan areal sawit dan non sawit Menentukan luas dan pola sebaran serangan penyakit BPB
-
ARVI, GBNDVI, NDVI, SAVI, SR dan GNDVI
Tanaman Kelapa Sawit Sakit Umur 21 tahun teridentifikasi olehARVI dan GBNDVI Umur 16 tahun dengan SR Untuk tanaman 15 dan 18 tahun dengan GBNDVI Umur 10 tahun GBNDVI dan GNDVI
ARVI & GBNDVI ketelitian intepretasi 84,91%, umur 16 tahun SR (84,91%) tanaman 15 dan 18 tahun GBNDVI 72,73%. Umur 10 tahun GBNDVI dan GNDVI (84,44%)
Penggunaan Citra Worldview-2 untuk Estimasi Produksi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) sebagai Implementasi Pertanian Presisi
-
Mengkaji kemampuan citra Worldview-2 dalam Estimasi Produksi Tanaman Kelapa Sawit yang diintegrasikan dengan Faktor Lingkungan untuk mendukung Pertanian Presisi
-
NDVI, SAVI, TSAVI, EVI, Green NDVI, Red Edge NDVI, CI
Estimasi produksi melalui pendekatan Indeks Vegetasi yang dintegrasikan dengan Faktor Lingkungan yang mempengaruhi Tanaman Kelapa Sawit
Akurasi klasifikasi 82,1489,29% Akurasi Estimasi 90,22-99,99% rerata akurasi estimasi 95,6195,76%.
-
11