BAB I Pendahuluan Latar Belakang Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memiliki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakkanlah prinsipprinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa, yang diangkat dari filsafat hidup atau pandangan hidup bangsa Indonesia , yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat negara yaitu Pancasila. Jadi dasar filsafat suatu bangsa dan negara berakar pada pandangan hidup yang bersumber kepada kepribadiannya sendiri. Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu : Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan negara. Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern menurut Yamin dirintis oleh para pejuang kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian dicetuskan pada Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Akhirnya titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk menemukan identitas nasionalnya sendiri, membentuk suatu bangsa dan negara Indonesia tercapai pada tanggal 17 Agustus 1945, yang kemudian diproklamasikan sebagai suatu kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu akar-akar nasionalisme Indonesia yang berkembang dalam perspektif sejarah sekaligus juga merupakan unsurunsur identitas nasional, yaitu nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam sejarah terbentuknya bangsa Indonesia.
1
Identitas Nasional Bangsa Indonesia merupakan salah satu identitas yang telah melekat pada Negara Indonesia adalah keBinneka Tunggal Ika. Ungkapan Binneka Tunggal Ika dalam lambang nasional terletak pada simbol burung garuda dengan lima simbol yang mewakili sila-sila dalam dasar Negara Pancasila. Beberapa bentuk identitas nasional Indonesia(zubaidi 2007), adalah sebagai berikut:(1). Bahasa nasional atau bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.Bahasa Indonesia berawal dari bahasa melayu yang digunakan sebagai bahasa pergaulan yang kemudian diangkat sebagai bahasa nasional pada tanggal 28 oktober 1928. (2). Bendera Negara yaitu sang merah putih, warrna merah berarti berani dan putih berarti suci. Bendera merah petih pertama kali dikibarkan pada tanggal 17 agustus 1945, namun telah ditunjukkan pada peristiwa sumpah pemuda. (3). Lagu kebangsaan Indonesia yaitu Indonesia raya, Lagu Indonesia sebagai lagu kebangsaan pertama kali dinyanyikan pada tanggal 28 oktober 1928. (4). Lambang Negara yaitu garuda pancasila. Garuda adalah burung khas Indonesia yang dijadikan sebagai lambang Negara. (5). Semboyan Negara yaitu bhineka tunggal ika. Artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Menunjukkan Indonesia adalah bangsa yang heterogen namun tetap berkeinginan untuk menjadi bangsa yang satu, yakni Indonesia. (6). Dasar falsafah Negara yaitu pancasila. Berisi lima sila yang dijadikan sebagai dasar falsafat dan ideology dari Negara Indonesia. Selain itu pancasila berkeedudukan sebagai dasar Negara dan ideology nasional. (7). Hukum dasar Negara yaitu UUD 1945. Merupakan hukum dasar tertinggi dalam tata urutan perundangundangan dan dijadikan sebagai pedoman penyelenggaraan Negara. (8). Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.Bentuk Negara kita adalah kesatuan, bentuk pemerintahan adalah republik dan sistem politik yang digunakan adalah system demokrasi. (9). Konsepsi wawasan nusantara. Sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan memiliki nilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. (10). Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai
2
kebudayaan nasional.Sebagai Negara kesatuan Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa, sehingga Indonesia memiliki kebudayaan daerah yang sangat kompleks. Penduduk Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku etnis dan bangsa yang memiliki ciri khas masing-masing. Dari berbagai suku dan etnis ini, terbentuk suatu kebiasaan dan gaya hidup yang kemudian menghasilkan suatu kebudayaan bernilai tinggi.Uniknya budaya ini merupakan satu proses akulturasi dari budaya dan faham yang berasal dari luar, misalnya India, Arab dan Eropa. Masyarakat Indonesia yang semula berfaham animisme, kemudian datang Hindu dan Budha yang akhirnya melebur ke dalam faham baru. Begitu juga dengan masuknya Islam dari Arab dan Kristen dari Eropa, juga melebur ke dalam faham yang sudah ada. Dengan proses akulturasi tersebut, akhirnya terbentuk kekhasan budaya, ideologi dan agama tersendiri, yang kemudian menghasilkan satu budaya yang khas( Koenjaraningrat,1994). Dalam hal berpakaian atau berbusana juga menghasilkan suatu corak atau motif tersendiri, seperti batik, tenun, rajut dan lain sebagainya. Motif-motif pun diciptakan berdasarkan budaya masingmasing sehingga menghasilkan keanekaragaman corak. Apalagi kemudian dalam perkembangannya muncul berbagai kerajaan yang menggunakan sistem feudalisme dimana diciptakan suatu perbedaan antara raja, bangsawan dan rakyat biasa. Dari sinilah muncul berbagai kreasi untuk menunjukkan identitas masing-masing, yang pada masa sekarang merupakan suatu warisan budaya yang tidak ternilai harganya. Menurut pandangan orang Jawa sendiri, kebudayaannya tidak merupakan satu kesatuan yang homogen. Mereka sadar akan adanya suatu keanekaragaman yang sifatnya regional sepanjang daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keanekaragaman regional kebudayaan Jawa ini sedikit banyak cocok dengan daerah-daerah logat bahasa Jawa dan tampak juga dalam unsur-unsur seperti makanan, upacara-upacara rumah tangga, kesenian rakyat, dan seni suara (Koentjaraningrat. 1984:
3
165). Sifat dan ciri kebudayaan Jawa yang tidak homogen ini masih nampak dalam kehidupan masyarakat Jawa sekarang. Sebagaian besar masyarakat Jawa bermata pencaharian sebagai petani, tetapi ada juga yang menjadi pedagang, tukang, maupun pegawai. Sistem kemasyarakatan di Jawa menurut garis keturunan ayah atau patrilineal. (Koentjaraningrat, 1976: 36). Karnoko (1986: 86) berpendapat bahwa kebudayaan Jawa adalah pancaran atau pengeJawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, citacita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan lahir dan batin. Kebudayaan Jawa ini telah ada sejak zaman prasejarah. Dalam perkembangannya, kebudayaan Jawa masih tetap seperti dasar kelahirannya yang merupakan kristalisasi pemikiran-pemikiran lama yaitu: a) Manusia Jawa berkeyakinan kepada Sang Maha Pencipta, penyebab dari segala kehidupan b) Manusia Jawa berkeyakinan bahwa manusia Jawa adalah bagian dari kodrat alam semesta (makro cosmos), manusia dengan alam saling mempengaruhi, tetapi manusia harus sanggup melawan kodrat alam sesuai dengan kehendak cita-cita agar dapat hidup selamat baik dunia maupun di akherat. Hasil dari perjuangan perlawanan terhadap kodrat alam tersebut berasal dari kemajuan dan kreativitas kebudayaan sehingga terjalinlah keselarasan dan kebersamaan yang di dasarkan pada saling hormat, saling tenggang rasa, dan saling mawas diri c) Manusia Jawa rindu akan kondisi tata tentrem kerta raharja yaitu suatu keadaan yang damai, sejahtera, aman, sentosa berdasar pada “kautamaning ngaurip (kekuatan hidup) sehingga manusia Jawa berkewajiban untuk memayu hayuning raga, sesama, bangsa, dan bawana” (Imam Sutardjo, 2008: 14-15). Kebudayaan Jawa memiliki perbedaan atau variasi yang beraneka ragam tetapi pada dasarnya perbedaan itu tidak bersifat mendasar karena apabila diteliti, unsur-unsur itu masih menunjukkan satu pola ataupun satu sistem kebudayaan Jawa. Bahkan bila diteliti lagi
4
kebudayaan Jawa mempunyai pula kesamaan dengan kebudayaan daerah lain. Dari uraian tersebut di atas maka kebudayaan Jawa dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1.
Kebudayaan Rohani yang bersifat abstrak dan universal, artinya kebudayaan demikian memiliki nilai-nilai yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini.
2.
Kebudayaan Jasmani yang bersifat konkret, nyata, dan bersifat local sempit. Kebudayaan ini berbeda dan macam-macam jenisnya. Unsur-unsur kebudayaan ini meliputi: tulisan, kerajinan, seni tari, sistem kekerabatan, dan sebagainya (H. Karkono Kamajaya Partokusumo, 1986: 78)
Dalam Kebudayaan jawa, seni merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh, baik seni tari, seni rupa, maupun seni musik. Dalam kaitanya dengan hal ini seni tari kususnya Tari Kuda Lumping merupakan Tarian Berasal Dari Pulau Jawa. Tari ini biasa disebut juga dengan jaran kepang atau jathilan. Kuda lumping adalah tarian tradisional jawa yang menampilkan sekompok prajurit yang tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari kulit kerbau atau kulit sapi yang telah dikeringkan (disamak) dan ada juga yang terbuat dari anyaman bambu yang kemudian diberi motif atau hiasan dan direka seperti kuda. Selain itu kuda lumping juga identik dengan hal-hal magis.Tarian kuda lumping menampilkan adegan prajurit berkuda, namun dalam penampilannya terdapat juga atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Kuda tiruan yang digunakan dalam tarian kuda lumping dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang, sehingga masyarakat jawa menyebutnya sebagai jaran kepang.Sangat sulit menemukan sumber catatan sejarah yang menjelaskan tentang asal muasal tarian ini, hanya dari cerita rakyat yang diturunkan dari generasi ke kegenarasi. Namun ada 2 cerita rakyat Bahwa yang pertama tari kuda lumping menggambarkan kisah
5
seorang pasukan pemuda cantik bergelar Jathil penunggang kuda putih berambut emas, berekor emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran kerajaan bantarangin melawan pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda reyog abad ke 8. Dan yang kedua Kesenian Kuda Lumping berasal dari daerah Ponorogo Jawa Timur. Menurut sebuah legenda, Raja Ponorogo selalu kalah dalam peperangan. Sang raja masygul dan gundah. Akhirnya ia pergi ke sebuah pertapaan. Ketika sedang khusu-khusunya memohon kepada Dewa Jawata Sang Marasanga, ia dikejutkan oleh suara tankatingalan. Suara itu ternyata wangsit dari Sang Jawata. Isinya apabila raja ingin menang perang, ia harus menyiapkan sepasukan berkuda. Ketika pergi ke medan perang, para prajuritpenunggang kuda itu diiringi dengan "bande" dan rawe-rawe. Konon, bande dan rawe-rawe itu menggugah semangat menyala membabi buta di kalangan para prajurit penunggang kuda. Ketika bertempur mereka mabuk tidak sadarkan diri tapi dengan semangat keberanian yang luar biasa menyerang musuh-musuhnya. Demikianlah dalam setiap peperangan para prajurit bergerak dalam keadaankalap dan memenggal kepala musuh-musuhnya dengan kekuatan yang tangguh. Akhimya. lasykar Raja selalu memperoleh kemenangan. Jenis Tarian Kuda Lumping: (a) Jaranan Thek Ponorogo, (b) Jaranan Kediri, Kediri, (c) Jaranan sentherewe, Tulungagung, (d) Jaranan Turonggo Yakso,Trenggalek, (e) Jaranan Buto, banyuwangi, (f) Jaranan Dor, Jombang, (g) Jaran Sang Hyang, Bali, (h) Jathilan Dipenogoro, Yogya dan Jawa Tengah, (i) Jathilan Hamengkubuwono, Yogya dan Jawa Tengah. Dalam pementasannya, tari kuda lumping ini menghadirkan 4 fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri. Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang
6
menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan, dalam setiap pagelaran selalu hadir para warok, yaitu orang yang memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat dikenali melalui baju serba hitam bergaris merah dengan kumis tebal. Para warok ini akan memberikan penawar hingga kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih.Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung membawakan tari senterewe.Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari kuda lumping. Dalam hal kesenian juga muncul suatu corak yang mencerminkan budaya masing-masing, apalagi nantinya dikaitkan dengan upacara-upacara sakral yang terkait dengan upacara keagamaan. Misalnya di Temanggung, Jaran kepang atau bisa disebut juga kuda lumping yaitu sebuah kesenian tarian yang menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu bukan dari kuda asli ,tarian inipun dimainkan oleh 12-17 orang yang diiringi musik gamelan dan gendang ,tarian ini menceritakan tentang kisah prajurit jaman kerajaan dahulu kala yang menggambarkan prajurit -prajurit berkuda yang gagah berani, seolah siap untuk berperang .menurut sumber yang saya wawancarai yaitu seorang seniman atau ketua dari organisasi kuda lumping yang ada di desa Pateken , Wonoboyo, Temanggung ,seni tari tradisional ini merupakan cerita pemimpin dan prajurit jaman kerajaan yang ada di jawa yang bersiap perang. Namun kalau dilihat orang awam tarian tersebut hanya menceritakan prajurit yang gagah berani tetapi setelah ditelusuri lebih dalam dari gerakan - gerakan mempunyai makna tersendiri, dan juga terdapat peran tersendiri misalkan landam adalah seorang pemimpin dalam pasukan kuda ,pengapit atau sering disebut pengawal yaitu seorang yang menjadi asisten pemimpin. Sekarang jaran kepang menjadi kesenian andalan di setiap pedesaan temanggung setiap kali
7
ada perayaan entah dalam perayaan idul fitri, tahun baru muharam, dan lain sebagainya jaran kepang sering di pentaskan sebagai kesenian hiburan Kesenian Kuda Lumping menggambarban pasuhan berkuda Prabu Klono Sewandono, ketika mengemban dan menjalankan tugas sebagai prajurit yang senantiasa penuh semangat patriotik. Ketangguhan yang dimiliki, menciptakan karakteristik penampilan tata gerak dan iringannya yang selalu berkesan gagah, sigrak, perkasa, aktif serta dinamis ekspresif. Unsur gerak perang , ketrampilan memainkan menggunaban properti senjata, menguasai jurus serang menyerang, hindar menghindar, menyatu menjadi bagian spesifikasi dir kelompok prajurit yang, berdisiplin dan berjiwa nasionalisme.Dalam perialanan waktu, hksenian Kuda Lumping Temanggung, pada penyajiannya mengalami perkembangan garapan yang bervariasi scsuai kebutuhan dan kreatifitas masing-masing group yang ada. Baik pengembangan tradisi, kolaborasi, maupun bentub baru. Semuaitu tetap dimaksudkan sebagai ungkapan nilai dan juga budaya dalam kesenian tersebut Tentang bagaimana tata kelola dan juga perkembangan kebudayaan yang ada di daerah tersebut. Kebudayaan menjadi salah satu elemen penting dalam identitas daerah dan juga eksistensi suatu daerah untuk berkembang. Dalam UU 32/2004 mengatakan bahwa “Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta masyarakat. Di samping itu, melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, kekhususan, serta potensi dan keaneka ragaman daerah dalam sistem NKRI”. Dengan UU yang menyuarakan seperti diatas tentu budaya merupakan suatu aspek yang penting dalam perkembangan dan juga meningkatkan potensi dalam suatu daerah. Temaggung adalah salah satu Kabupatan di Provinsi Jawa Tengah, dimana Temanggung adalah jalan utama jalur darat untuk ke Wonosobo, dan Dieng, temanggung menjadi Kebupaten dengan persentasi penduduknya mayoritas bekerja di bidang pertanian, sebagai
8
petani tembakau, teh, dan kopi, meskipun masih banyak juga pekerjaan yang lain yang dilakukan oleh masyarakat temanggung, temanggung sendiri terbagi menjadi 20 Kecamatan, yaitu Kec. Bansari, Kec. Bejen, Kec. Bulu, Kec. Candiroto, Kec. Gemawang, Kec. Jumo, Kec. Kaloran, Kec. Kandangan, Kec.Kedu, Kec.Kledung, Kec. Ngranggan, Kec. Ngadirejo, Kec. Parakan, Kec. Pringsurat, Kec. Selopampang, Kec. Temanggung, Kec. Tembarak, Kec. Tlogomulyo, Kec. Tretep, Kec. Wonoboyo. yang terdiri lebih dari 200 desa. Temanggung merupakan central penghasil tembakau dengan kualitas terbaik dengan rataan kualitas yang mendekati sempurna, maka dari itu temanggung identik dengan tembakau, adapun perkembangan potensi wisata di daerah temanggung mulai menjadi sorotan oleh pemerintah dengan memunculkan wisata alam yang ada di daerah temanggung dan pastinya memberikan ruang buat pencinta seni dan budaya di temanggung untuk ikut serta dalam pembangunan jatidiri temanggung sebagai daerah komuditi dan tujuan wisata budaya. Berbicara perihal budaya dan kebudayaan, Kebudayaan dalam suatu daerah di Jawa khususnya sangat erat hubungannya dengan perilaku dan juga adat-istiadat masyarakat pada umumnya. Seperti dalam penelitian ini, akan mengangkat budaya yang ada Kabupaten Temanggung, sebagai tolak ukur pembangunan daerah yang berbasiskan akar kebudayaan dan kearifan lokal masyarakat temanggung. Seberapa besar peranan budaya dalam hal ini adalah Kuda Lumping menjadi jembatan masyarakat mengekspresikan diri mereka melelui sebuah seni dan bagaimana partisipasi masyarakat umum terhadap seni tersebut, kaitan perkembangan seni dan pembangunan derah, tentu saja melibatkan pemerintah, dalam hal ini adalah dinas kebudayaan dan pariwisata. Seberapa jauh mereka mengamati dan mementori masyarakat untuk terus melangsungkan seni ini, dan adakah kaitannya pembangunan dengan perilaku sosial, ekonomi, dan budaya.
9
Rumusan Masalah Berbicara mengenai budaya jawa, dan keberadaannya dalam suatu daerah merupakan pembahasan yang akan diangkat pada penelitian ini, yang akan memfokuskan penelitian tentang Bagaimana dinamika dan Strategi masyarakat dalam pelestarian seni Kuda Lumping dalam paguyuban dua Lereng Gunung, serta bagaimana peranan Pemerintah terhadap potensi pelestarian kuda lumping yang ada di Kab. Temanggung, sebagai identitas kebudayaan Daerah dalam pembangunan Daerah
Tujuan Penelitian Memahami dinamika dan strategi masyarakat dalam pelestarian seni Kuda Lumping melalui paguyuban dua Lereng Gunung, dan mengetahui seberapa jauh Pemerintah Daerah menaungi seni Kuda Lumping melalui paguyuban dua Lereng Gunung, sebagai salah satu potensi lokal di Temanggung,sebagai identitas kebudayaan Daerah dalam Pembangunan Daerah.
Batasan Penelitian Batasan penelitian adalah usaha untuk menetapkan batasanbatasan dari masalah penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang tidak termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian (Usmandan Purnomo, 1996 : 23). Bagaimana peranan masyarakat dan peranan Pemerintah dalam pelestarian seni kuda lumping sebagai salah satu instrument pembangunan daerah dan sejauh mana pemerintah memberikan sumbangsihnya buat seni kudalumping, serta sejauh mana potensi kebudayaan berdampak pada pembangunan berkelanjutan dalam suatu daerah. Penelitian ini akan banyak melihat tentang kegiatan dan kehidupan sehari-hari masyarakat dan pelaku seni serta pemerintah ,
10
bagaimana kelompok dan identitas seni tersebut terbentuk yang akan diaplikasikan ke ranah globalisasi untuk menghadapi penggerusan budaya yang ada, untuk berusaha menjadi salah satu konsep pariwisata sebagai salah satu counter culture untuk membangun kualitas daerah yang berbasis seni dan kearifan local, demi menunjang pembangunan daerah yang berkelanjutan dengan salah satu dari banyak intrumen pembangunan, yaitu Budaya sebagai salah satu fondasi kokoh dan jatidiri masyarakat Jawa dan Bangsa Indonesia.Bagaimana penulis akan mengangkat seni Kuda lumping di Temanggung dan bagaimana peranan pemerintah dalam hal ini adalah dinas kebudayaan Temanggung untuk menggangkat seni kuda lumping menjadi Identitas Kebudayaan Daerah dan bagaimana proses pembentukan Identitas kebudayaan menjadi Indentitas Daerah dengan mengacu pada aspekaspek sosial,ekonomi,dan budaya dengan tujuan terbentuknya Kebudayaan sebagai identitas Nasional yang terIntegrasi.
11