BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai salah satu bentuk ekosistem air tawar, danau memegang peranan sangat penting dan potensial untuk dikembangkan dan di dayagunakan untuk berbagai kepentingan, seperti kepentingan ekonomi, perikanan, irigasi, sumber air bersih dan pariwisata. Dari sisi ekologi, danau juga beperan sebagai penyangga bagi kehidupan sekitarnya, dan memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang potensial bagi kesejahtraan masyarakat. Akan tetapi potensi-potensi tersebut akan dapat mensejahterakan stakeholdersnya secara berkelanjutan apabila pengelolaan dan pemanfaatannya mempertimbangkan kemampuan optimal dan daya dukung ekositem tersebut. Pemanfaatan yang berlebihan suatu potensi akan dapat menyebabkan gangguan terhadap potensi lainnya, bahkan dapat mengganggu potensi danau secara keseluruhan. Danau Toba terletak di pegunungan Bukit Barisan Propinsi Sumatera Utara, yang menurut wilayah administrasi pemerintahan berada pada 7 daerah kabupaten yaitu: (1) Kabupaten Tapanuli Utara, (2) Kabupaten Humbang Hasundutan, (3) Kabupaten Toba Samosir, (4) Kabupaten Samosir, (5) Kabupaten Simalungun, (6) Kabupaten Karo, dan (7) Kabupaten Dairi. Secara geografis, Ekosistem Kawasan Danau Toba terletak pada koordinat 2° 10' LU - 3° 10" LU dan 98° 20' BT - 99° 50" BT, dengan ketinggian tempat 903 meter dari permukaal laut. Danau ini merupakan danau yang terluas di Indonesia dengan luas permukaan lebih kurang 110.260 ha, kedalaman maksimum mencapai 529 meter dan total volume air danau lebih kurang 1.258 km3 (LTEMP, 2004). -1Orba Ginting : Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba, USU - 2011
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan proses terbentuknya, danau Toba tergolong danau vulkanotektonik (gabungan vulkanik dengan tektonik), yaitu danau yang terbentuk akibat terjadinya letusan gunung berapi dan diikuti dengan amblasnya tanah secara tektonik. Ketika gunung berapi meletus, sebagian tanah dan batuan yang menutupi gunung patah dan merosot membentuk cekungan, yang selanjutnya cekungan tersebut terisi oleh air membentuk danau (LTEMP, 2004). Danau Toba merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai sangat penting dan strategis, baik ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi, ekonomi maupun estetika. Hal ini berkaitan dengan manfaat Danau Toba sebagai habitat dari berbagai jenis organisme air, sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitarnya, sarana transportasi, sumber air pertanian, media perikanan (perikanan budi daya maupun perikaan tangkap), sebagai sumber air bagi PLTA Sigura-gura, dan yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai obyek wisata andalan di Provinsi Sumatera Utara yang sudah dikenal luas ke berbagai manca negara. Sebagai suatu ekosistem, secara umum fungsi-fungsi tersebut sangat tergantung satu sama lain, hususnya tergantung pada kondisi parameter kwalitas badan air danau itu sendiri. Bila terjadi penurunan kwalitas badan air danau, maka fungsi danau tersebut akan mengalami penurunan bahkan dapat menghilang dengan sendirinya. Hal ini berarti bahwa segala bentuk kegiatan yang dapat berakibat terhadap perubahan kearah penurunan kwalitas badan air Danau Toba harus dihindari sedapat mungkin sehingga fungsi danau dapat berkelanjutan dari generasi ke generasi. Pada kenyataanya Danau Toba yang bersifat multi fungsi tersebut, saat ini kondisinya mengalami berbagai tekanan dan permasalahan yang cukup serius, sebagai akibat dari meningkatnya aktifitas masyarakat di badan air maupun di sekitar danau. Salah satu permasalahan yang pada saat ini banyak menarik perhatian adalah keberadaan limbah yang terbuang ke perairan danau seperti limbah kegiatan pertanian, limbah rumah tangga, limbah minyak dari kegiatan transportasi air dan limbah kegiatan budidaya ikan keramba jaring apung (KJA). Berdasarkan hasil berbagai penelitian yang pernah dilakukan, diketahui bahwa pada beberapa lokasi perairan Danau Toba terindikasi telah mengalami penurunan kwalitas, yang antara lain ditandai dengan adanya nilai parameter -2Orba Ginting : Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba, USU - 2011
Universitas Sumatera Utara
kwalitas air yang melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan. BLH Provinsi Sumatera Utara (2005) menyatakan bahwa pada tahun 2005 rata-rata kandungan total fosfor perairan Danau Toba telah mencapai nilai 1.72 mg/L, dimana nilai ini telah melebihi nilai baku mutu air kelas I sesuai dengan yang ditetapkan pada peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 dan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2009, yang mempersyaratkan nilai total fosfor maksimum sebesar 0,2 mg/L. Keadaan ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pencemaran perairan Danau Toba, khusunnya pencemaran oleh senyawa organik (Barus, 2007). Lebih lanjut Purnomo (2008), menyatakan bahwa selama hampir 80 tahun danau ini telah mengalami peningkatan kesubuan, yakni dari semula tergolong yang oligotrofik kini berubah menjadi perairan
mesotrofik, bahkan tidak tertutup
kemungkinan di masa yang akan datang akan berubah lagi menjadi eutrofik. Salah satu indikasi telah terjadinya pencemaran senyawa organik di perairan Danau Toba adalah pertumbuhan dan perkembangan eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan pesat. Pada tahun 2002 luas tutupan eceng gondok di perairan Danau Toba mencapai 382 ha, dan pada tahun 2006 telah mencapai 500 ha meskipun setiap tahun telah dilakukan pembersihan (http:// www. laketoba.org). Salah satu kegiatan yang menonjol di perairan Danau Toba dan patut diduga memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap penurunan kwalitas dan peningkatan kesuburan perairan adalah kegiatan budidaya ikan sistim keramba jaring apung (KJA). Nampaknya kegiatan budidaya ikan sistim keramba jaring apung (KJA) yang dilakukan di perairan danau Toba hanyalah mengejar keuntungan secara ekonomi belaka tanpa memperhitungkan batasan-batasan ekologisnya perairan tersebut. Hal ini terlihat dari pesatnya pertumbuhan populasi KJA dan tata letak atau penempatan yang tidak sesuai dengan zonasi yang seharusnya untuk kegiatan KJA, seperti adanya penempatan KJA pada zonasi yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata dan pada zona intake air minum. Kegiatan budidaya ikan sistem KJA di Danau Toba telah dilakukan oleh masyarakat sejak tahun 1986, namun perkembangan KJA dengan pesat terjadi sejak tahun 1998 melalui budi daya jaring apung intensif berkepadatan ikan yang tinggi (Rismawati,
2010). Pada tahun 2006 Jumlah KJA yang beroperasi di -3-
Orba Ginting : Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba, USU - 2011
Universitas Sumatera Utara
perairan Danau Toba terdata sebanyak 5.233 unit. Kemudian survey yang dilakukan Dinas Perikanan Provinsi Sumatera Utara tahun 2008, di dapatkan bahwa KJA yang beroperasi di perairan Danau Toba sebanyak 7.012 unit, yang terdiri dari KJA milik PT. Aquafarm Nusantara sebanyak 1.780 unit dan KJA milik masyarakat sebanyak 5.232 unit. Dari aspek sosial ekononi, perkembangan budidaya ikan KJA di perairan Danau Toba memberikan pengaruh yang positif bagi masyarakat hususnya masyarakat lokal, dimana kegiatan ini mampu meningkatkan nilai produksi ikan yang berarti meningkatkan pendapatan bagi masyarakat petani KJA. Selain itu, kehadiran budidaya ikan KJA juga mampu memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat, sehingga turut dalam mengurangi angka pengangguran. Akan tetapi dilain pihak, kegiatan budidaya ikan sistim KJA yang tidak terkendali dapat berdampak serius terhadap berbagai perubahan lingkungan perairan itu sendiri, baik
perubahan
komponen
biotik
maupun
komponen
abiotik
perairan
(Beveridge,1984). Meningkatnya jumlah KJA yang beroperasi di perairan Danau Toba berarti bahwa terjadi peningkatan jumlah ikan yang dibudidayakan dalam KJA. Sebagai konsekwensinya adalah peningkatan penggunaan pelet sebagai pakan utama ikan dalam KJA. Menurut berbagai hasil penelitian bahwa pakan ikan (pelet) yang diberikan pada budidaya ikan KJA, sebagian tidak terkonsumsi oleh ikan dan terbuang ke badan air sebagai limbah. Disamping limbah pakan, ikan dalam KJA juga mengeluarkan limbah sisa metabolisme seperti faeses dan urine yang semuanya terbuang ke badan air. Bila hal ini berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama dikuatirkan akan berdampak serius terhadap perairan, dimana limbah organik tersebut akan mengalami dekomposisi oleh microorganisme, sehingga akan menghasilkan sejumlah nutrien ke badan air, yang selanjutnya akan dapat memicu pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan air lainnya secara berlebihan (blooming). Menurut Pillay (1992), jika terjadi kelebihan limbah yang dibuang ke perairan, terutama dari limbah budidaya perikanan dan pertanian akan dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi perairan tersebut. -4Orba Ginting : Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba, USU - 2011
Universitas Sumatera Utara
Sejauh ini peneliti merasa kurangnya data dan informasi mengenai keterkaitan antara kegiatan budidaya ikan KJA dengan pengkayaan nutrien dan hubunganya dengan klorofil-a di perairan Danau Toba, sehingga sangat sulit untuk menyimpulkan apakah keberadaan budidaya ikan sistim KJA dalam jumlah dan teknis yang ada pada saat ini, adalah sebagai pemicu utama pengkayaan nutrien di perairan tersebut. Oleh sebab itu, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian ini dengan judul ”Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba”. Kiranya hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam mencari solusi yang tepat, dalam rangka pengelolaan Ekosistem Danau Toba yang berkelanjutan 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka rumusan permasalahan yang diharapkan dapat terjawab setelah penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Apakah ada perbedaan parameter kesuburan air (nitrat, fosfat dan klorofil-a) antara perairan Danau Toba yang terdapat aktifitas KJA dengan yang tidak terdapat aktifitas KJA ? b. Bagaimanakah hubungan antara kegiatan budidaya ikan keramba jaring apung (KJA) dengan parameter kesuburan air (nitrat, fosfat dan klorofil-a) di perairan Danau Toba ? c. Bagaimanakah kontribusi pakan pada kegiatan budidaya ikan keramba jaring apung (KJA) terhadap pengayaan nutrien (nitrat dan fosfat) dan klorofil-a fitoplankton di perairan Danau Toba ? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai setelah selesai dilaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui perbedaan konsentrasi nutrien (nitrat dan fosfat) dan klorofil-a antara perairan yang terdapat aktifitas KJA dengan perairan yang tidak terdapat aktifitas KJA. -5Orba Ginting : Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba, USU - 2011
Universitas Sumatera Utara
b. Untuk mengetahui hubungan antara input pakan pada kegiatan budidaya ikan KJA dengan pengayaan nutrien (nitrat dan fosfat) dan klorofil-a fitoplankton di perairan Danau Toba. c. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pakan pada budidaya ikan KJA terhadap pengkayaan nutrien di perairan Danau Toba. d. Untuk mengetahui hugungan nitrat dan fosfat dengan peningkatan konsentrasi klorofil-a di perairan Danau Toba. 1.4. Hipotesis Pemberian pakan buatan (pelet) pada kegiatan budidaya ikan keramba jaring apung (KJA) di perairan Danau Toba, mempunyai korelasi yang kuat dengan terjadinya pengayaan nutrien, baik pengayaan fosfat (PO4) maupun pengayaan nitrat (NO3), yang selanjutnya akan memicu peningkatan konsentrasi klorofil-a fitoplankton pada pada badan perairan danau. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut : a. Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait dalam merumuskan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pengelolaan Ekosistem Danau Toba, hususnya kebijakan tentang pengendalian pencemaran perairan yang bersumber dari kegiatan budidaya ikan kerambah jaring apung. b. Sebagai sumber informasi ilmiah bagi masyarakat, hususnya masyarakat pelaku budidaya ikan KJA dalam upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perairan Danau Toba. c. Sebagai bahan acuan dan pembanding bagi kemungkinan penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kegiatan budidaya ikan KJA dan pengayaan nutrien pada perairan.
-6Orba Ginting : Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba, USU - 2011
Universitas Sumatera Utara