BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Urbanisasi merupakan salah satu permasalahan kota yang berpengaruh pada pertumbuhan dan kepadatan penduduk. Makalah yang disampaikan oleh Walikota Yogyakarta dalam Workshop “Mensiasati Konflik Dalam Penataan Ruang Kota” di Yogyakarta, 9 Mei 2007, menyatakan bahwa urbanisasi perkotaan di wilayah Asia dalam 25 tahun terakhir menunjukkan perubahan yang sangat cepat dan signifikan, hal ini berpengaruh pada laju pertumbuhan penduduk dan kepadatan. Pada tahun 1950 proporsi penduduk perkotaan di Asia baru mencapai 17 persen. Pada tahun 2005 angka tersebut sudah menjadi 40 persen. Pada tahun 2030 diperkirakan menjadi 55 persen dengan tingkat pertumbuhan 2,4 persen per tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa perbandingan penduduk yang tinggal di kota dan non kota cenderung pada semakin banyaknya penduduk yang tinggal di daerah kota. Urbanisasi berdampak pada timbulnya permasalahan permasalahan perkotaan, yang antara lain: permasalahan ekonomi, permasalahan lingkungan, permasalahan sarana prasarana, permasalahan sosial dan juga pemenuhan kebutuhan ruang. Data mengenai kependudukan di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah penduduk perkotaan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Jumlah penduduk perkotaan baru mencapai 32,8 juta jiwa atau 22,3 persen dari total penduduk nasional pada tahun 1980. Angka tersebut meningkat menjadi 55,4 juta jiwa atau 30,9 persen pada tahun 1990, dan menjadi 90 juta jiwa atau 44 persen pada tahun 2002. Kemudian telah mencapai 48,3 persen pada tahun 2005. Angka tersebut diperkirakan akan mencapai 150 juta atau 60 persen dari penduduk Indonesia pada tahun 2015 (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2006). Jumlah penduduk perkotaan yang terus meningkat dari waktu ke waktu tersebut akan memberikan dampak pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang di perkotaan, sehingga penataan ruang kawasan perkotaan perlu mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan, fasilitas umum 1
dan sosial serta ruang-ruang
terbuka publik di perkotaan. Dampak lain dari
peningkatan penduduk perkotaan adalah menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di perkotaan, akibatnya menurunnya produktivitas dan kreatifitas masyarakat karena terbatasnya ruang publik yang tersedia untuk memungkinkan terjadinya pertemuan untuk saling berinteraksi, melakukan kegiatan bersama-sama, dan sejumlah aktivitas lainnya. Berbagai penelitian menunjukkan selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa berivestasi untuk ruang publik dapat memberikan keuntungan yang lebih baik pada masyarakat, baik keuntungan dari sisi fisik maupun mental. Selain itu juga dapat membaurkan masyarakat. Ruang publik juga dapat berefek pada perubahan pada lingkungan seperti perubahan iklim, memberikan keteduhan, resapan air dan biodiversitas (Cabe, 2008). Disisi lain ruang publik juga dapat merangsang imajinasi dan kreatifitas masyarakat meski tidak serta merta, (koranjakarta.com, tanggal 20 Maret 2010, diakses tanggal 20 Februari 2011) Pembangunan kota di Indonesia lebih mengarah pada pembangunan sarana fisik berupa gedung, bangunan maupun fasilitas umum, dan belum begitu menyentuh tentang ruang publik. Padahal ruang publik berpotensi sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas ruang dan penciri kota, karena keberadaan ruang publik selain dapat berfungsi ekologis, juga dapat berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam berinteraksi maupun melakukan kegiatan bersama. Baik kegiatan yang berkaitan dengan sosial, ekonomi maupun budaya. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota dengan distribusi yang disesuaikan dengan jumlah penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan struktur dan pola ruang wilayah (UU No. 26 tahun 2007). Namun sayang peraturan ini belum menegaskan bahwa ruang terbuka yang ditetapkan haruslah ruang publik, ruang yang bisa di akses oleh semua lapisan masyarakat dengan bebas (Winarso, 2010).
2
Tematik pembangunan Kota Yogyakarta tahun 2010 sebagai Kota yang Sehat dan Nyaman Huni dengan Pengelolaan Fasilitas Pelayanan Publik yang Memadai. Untuk mewujudkannya tidaklah mudah, karena pasti ada permasalahan yang menjadi kendala. Adapun salah satu permasalahan tersebut adalah permasalahan peningkatan penduduk. Peningkatan penduduk di Kota Yogyakarta selalu terjadi dari tahun ke tahun, hal itu tercatat oleh Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta dan terlihat pada Gambar 1.1.
460000
Jumlah Penduduk (Jiwa)
450000 440000 430000 420000 410000 400000 390000 380000 370000 360000
350000 Th. 2003 Th. 2004 Th. 2005 Th. 2006 Th. 2007 Th. 2008
Gambar 1.1 Peningkatan Penduduk Kota Yogyakarta (Sumber: BPS, 2004 – 2009) Gambar 1.1 menunjukkan penduduk Kota Yogyakarta mengalami peningkatan. Meningkatnya jumlah penduduk berdampak pada pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, dimana ruang publik merupakan salah satu bagian dari sarana dan prasarana tersebut. Keberadaan ruang publik sangat dibutuhkan bukan hanya sebagai suatu pemandangan, namun juga diharapkan memiliki batin dengan masyarakat dan dapat digunakan masyarakat untuk saling berinteraksi maupun melakukan kegiatan bersama. Baik kegiatan yang berkaitan dengan sosial, ekonomi maupun budaya. Persentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik Kota Yogyakarta sebesar 17,21 persen dari wilayah kota sehingga terdapat kekurangan sebesar 2,79 persen dengan pembagian yang tidak merata pada tiap-tiap kecamatan yang ada di wilayah Kota Yogyakarta baik dalam kuantitas maupun dalam kualitasnya (Bappeda, 2010).
3
Terkait dengan pengelolaan ruang terbuka untuk mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai kota hijau teduh dan nyaman, pemerintah kota telah melakukan pemeliharaan terhadap 73.036m2 jalur hijau dan taman kota serta membebaskan lahan seluas 2.069m2 untuk ruang terbuka sebagai sarana interaksi masyarakat (RKPD Kota Yogyakarta, 2010). Meski demikian masih ada penyimpangan penggunaan ruang publik. Diantaranya tempat ekspresi seni mural yang tak terkontrol dan hanya menjadi vandalisme maupun sampah visual di dinding perkotaan karena yang bukan pada tempatnya, tempat bermain memakai bahu jalan sehingga mengganggu pengguna jalan dan sebagainya. Adanya penyimpangan tersebut salah satunya disebabkan karena kurangya publikasi (pemberian informasi) pemerintah kepada warga masyarakat. Baik masyarakat Kota Yogyakarta maupun masyarakat pendatang. Kurangnya publikasi ini dapat dilihat dari situs resmi pemerintah Kota Yogyakarta yang belum menampilkan informasi tentang ruang publik. 30000000 25000000 20000000 15000000 10000000 5000000 0
Tahun 2000
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
Gambar 1.2 Pengguna Internet di Indonesia (Sumber : www.internetworldstats.com, 2010, diakses tanggal 5 januari 2011) Internet sebagai salah satu hasil teknologi dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengatasi permasalahan publikasi. Karena internet dapat diakses oleh masyarakat seccara luas, siapa saja, kapan saja dan dimana saja selama masing terhubung dengan jaringan internet. Di Indonesia, internet telah dipakai 2 Juta pengguna pada tahun 2000, angka ini melonjak drastis sebanyak 1500 persen. Pada tahun 2010, penggunanya menjadi 30 juta (Gambar 1.2). Hal ini menunjukkan 4
bahwa penggunaan internet sebagai media publikasi sangat cepat dan efisien (www.internetworldstats.com, diakses tanggal 5 januari 2011). Teknik penginderaan jauh dapat memberikan suatu informasi yang cukup representatif, dengan waktu yang lebih singkat, biaya yang relatif murah dan tenaga yang dikeluarkan juga tidak banyak, sehingga penyadapan data di lapangan dapat dilakukan seminimal mungkin (Sutanto, 1986). Citra Quickbird sebagai salah satu produk sistem penginderaan jauh merupakan citra resolusi tinggi yang dapat digunakan untuk menyadap data tentang kekotaan (Feryandi, 2006), termasuk dalam menyadap mengenai informasi ruang publik. Tekhnologi penginderaan jauh dalam penelitian ini dapat membantu dalam mempercepat pengumpulan data/informasi. Sistem informasi geografis (SIG) merupakan alat yang dapat digunakan untuk pengumpulan, penyimpanan, mendapatkan kembali, transformasi dan menampilkan suatu data untuk tujuan tertentu. Data tersebut dapat berupa data spasial maupun data atribut (Arronoff, 1989 dalam Danoedoro, 1996). Seperti terlihat pada Gambar 1.3 webgis merupakan perpaduan antara internet, informasi dan geografi (khususnya pemetaan) dan telah berkembang menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri (Fu, 2011).
Gambar 1.3 Hubungan antara geografi, informasi dan web (Sumber: http://www.dbxgeomatics.com, diakses tanggal 30 juni 2013) Pemetaan ruang publik secara langsung dengan survei lapangan kemudian mempublikasikan hasilnya kepada masyarakat luas secara cepat dan informatif akan membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu dibutuhkan suatu alternatif penanganan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Baik penanganan permasalahan dari awal sampai akhir kegiatan, mulai dari
5
pengumpulan data, pemrosesan data sampai diseminasi data. Penggunaan teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografis berbasis webgis merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan waktu, tenaga dan biaya dalam kegiatan penelitian tentang ruang publik. Sehingga dapat mengurangi waktu, biaya dan tenaga. Penelitian ruang publik yang dilakukan oleh penyusun dibatasi dari ruang publik berdasar tipologi. Pemilihan tipologi ruang publik sebagai batasan penelitian karena klasifikasinya yang lebih bersifat operasional dan dapat diidentifikasi dengan bantuan citra penginderaan jauh, yakni dengan menggunakan citra satelit Quickbird. Ruang publik dapat diinterpretasi secara visual pada citra Quickbird dengan menggunakan kunci/penciri interpretasi pokok. Kunci interpretasi yang digunakan adalah bentuk, ukuran, situs dan asosiasi. Meski demikian tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan kunci interpretasi yang lainnya seperti bayangan, pola, maupun tekstur. Batasan wilayah yang digunakan dalam penelitian ini adalah kota secara administratif, hal ini menilik pada peraturan UU No. 26 tahun 2007, mengenai acuan ruang lingkup yang digunakan adalah adalah batasan administratif. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana sebaran ruang publik di Kota Yogyakarta dengan memanfaatkan hasil interpretasi yang diperoleh dari citra Quickbird 2. Bagaimana menyusun suatu alternatif media publikasi mengenai keberadaan ruang publik berbasis web Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mengambil judul: “Penyusunan Sistem Informasi Geografis Ruang Publik Berbasis Webgis memanfaatkan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kota Yogyakarta”
6
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Memetakan ruang publik Kota Yogyakarta berdasar Citra Quickbird 2) Menyusun sistem informasi ruang publik di Kota Yogyakarta berbasis webgis.
1.4. Kegunaan Penelitian 1) Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam ilmu Penginderaan Jauh, khususnya yang berkaitan dengan interpretasi keberadaan ruang publik. 2) Hasil penelitian yang berupa prototipe sistem informasi geografi berbasis webgis, diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu kartografi, khususnya di bidang kartografi multimedia. Penelitian ini diharapkan dapat membantu penelitian berikutnya yang sejenis dan berhubungan dengan tema ini.
1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Penginderaan jauh Penginderaan jauh dapat diartikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui sebuah analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji
(Lillesand dan Keifer, 1997). Sistem penginderaan jauh
terdiri atas beberapa komponen dan interaksi antar komponen (Sutanto, 1994). Rangkaian komponen tersebut meliputi : 1) sumber tenaga, 2) atmosfer, 3) objek, 4) sensor, serta 5) perolehan data dan penggunaan data. Sumber tenaga dapat berupa tenaga alami (matahari) maupun buatan, yaitu sinyal radio. Tenaga ini berinteraksi dengan objek di permukaan bumi, kemudian dipantulkan ke sensor. Atmosfer yang berperan sebagai media penghantar tenaga yang berasal dari matahari dan penyampai sinyal yang ditransmisikan atau dipantulkan oleh objek di permukaan bumi. Pengaruh atmosfer bersifat selektif 7
terhadap panjang gelombang. Berdasarkan pengaruh ini akan muncul istilah jendela atmosfer, yaitu spektrum elektromagnetik yang dapat melalui atmosfer dan mencapai permukaan bumi.
Gambar 1.4 Sistem Penginderaan Jauh (Sumber: Lillesand dan Keifer, 1997) Komponen berupa objek, fenomena atau keadaan permukaan bumi yang sangat bervariasi. Setiap kenampakan di permukaan bumi dapat dilacak informasinya karena setiap objek memiliki karateristik spektral tersendiri dalam interaksinya dengan tenaga yang mengenainya, sehingga menimbulkan perbedaan jumlah tenaga yang dipantulkan. Sensor yang terpasang pada wahana, fungsinya sebagai alat perekam tenaga alam sistem penginderaan jauh. Setiap sensor memiliki resolusi spektral, yaitu kepekaan sensor terhadap bagian spektrum elektromagnetik tertentu, dan resolusi spasial yang berbeda. Perbedaan kedua hal ini sangat berpengaruh pada kualitas citra penginderaan jauh yang dihasilkan. Perolehan
data
dapat
dilakukan
secara
manual
maupun
digital
menggunakan komputer. Penggunaan data merupakan komponen sangat penting dalam penginderaan jauh karena komponen ini menentukan dapat diterima atau tidaknya hasil penginderaan jauh untuk suatu aplikasi. Semakin pesat perkembangan teknologi penginderaan jauh, semakin luas pula aplikasinya karena data penginderaan jauh dapat diandalkan dalam analisis spasial serta hemat waktu, tenaga, dan biaya. Meskipun demikian penggunaan data penginderaan jauh harus
8
selalu memperhatikan kerincian dan kehandalan data terhadap tujuan dan skala penelitian yang dilakukan. 1.5.2. Citra Quickbird Salah
satu
perusahaan
swasta
yang
mengembangkan
teknologi
penginderaan jauh adalah DigitalGlobe dengan meluncurkan satelit Quickbird-1 pada tahun 2000, namun mengalami kegagalan. Akhirnya Quickbird-2 berhasil diluncurkan 2002 dengan resolusi spasial lebih tinggi, yaitu 2,4 meter (multispektral) dan 60 centimeter (pankromatik). Tabel 1.1. Karakteristik Satelit QuickBird KARAKTERISTIK QUICKBIRD Tanggal peluncuran:
18 Oktober 2001
Wahana peluncuran:
Boeing Delta II
Lokasi peluncuran:
Vandenberg Air Force Base, California
Ketinggian orbit:
450 km
Inklinasi orbit:
97,2o , sun-synchrnonous
Kecepatan:
7,1 km/detik
Waktu melintasi katulistiwa:
10:30 a.m (descending node)
Waktu orbit:
93,5 menit
Periode ulang:
1-3,5 hari tergantung garis lintang (sampai nadir 30o)
Lebar petak (lebar citra):
16,5 km x 16,5 km pada nadir
Akurasi metrik:
23 meter horisontal (CE90%)
Sumber: http://www.digitalglobe.com Satelit Quickbird diluncurkan oleh roket Boeing Delta II di Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California, USA pada tanggal 18 Oktober 2002. Ini merupakan peluncuran satelit komersial beresolusi tinggi dengan orbit sunsynchronous pada ketinggian 450 km dari permukaan laut dengan sudut inklinasi sebesar 97,20. Quickbird bergerak melintasi bumi sebanyak 14 kali dalam sehari atau memerlukan 93,4 menit untuk sekali lintasan dengan kecepatan 7 km/detik atau 25.560 km/jam. Dengan orbit ini, satelit akan melintasi equator pada waktu yang tetap yaitu pukul 10.30. Hal ini memungkinkan melakukan perekaman di setiap daerah equator pada siang hari. Dengan kemampuan 11 bit per piksel (2048
9
gray scale) berarti mempunyai kualitas cita yang lebih baik karena gradasi keabuan mengalami peningkatan 8 kali dibandingkan tipe 8 bit (256 gray scale) yang telah dimiliki sebagian besar citra satelit yang ada saat ini. Resolusi temporalnya cukup baik, kurang lebih tiga hari, sehingga sangat mudah untuk memperbarui data untuk cakupan daerah seluas 16,5 km x 16,5 km dalam waktu 4 detik (http://www.digitalGlobe.com).
1.5.3. Interpretasi Citra Interpretasi data citra penginderaan jauh dapat dilakukan secara manual maupun digital. Interpretasi manual dilakukan untuk data visual, sedangkan interpretasi digital dilakukan untuk data numerik. Untuk dapat mengenali objek, diperlukan pengetahuan yang cukup tentang ciri-ciri atau sifat khas objek. Di dalam penginderaan jauh, untuk mengenali objek digunakan ciri spektral, ciri spasial dan ciri temporal. Ciri spektral merupakan hasil interaksi antara energi elektromagnetik dengan objek, yang hasilnya berupa tingkat kecerahan atau rona. Ciri spasial meliputi bentuk, ukuran, bayangan, tekstur, pola, situs dan asosiasi, dan ciri temporal adalah ciri yang terkait dengan umur objek atau waktu perekaman. Dengan menggunakan ciri-ciri pengenalan tersebut maka kebenaran hasil pengenalan tidak sama untuk setiap objek. Ada objek yang dapat dikenali dengan tingkat kebenaran sangat tinggi, atau bahkan ada objek yang tingkat pengenalannya rendah, meragukan, atau bahkan tidak dapat dikenali sama sekali. Meskipun demikian, objek yang tidak dapat dikenali tersebut dapat diketahui letak dan posisinya, bentangannya dan dapat diukur luasannya. Prinsip pengenalan objek pada citra mendasarkan atas penyidikan karateristiknya atau atributnya pada citra. Karateristik objek yang tergambar pada citra yang digunakan untuk mengenali objek disebut unsur interpretasi citra, terdiri dari rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola dan tinggi, bayangan, situs, dan asosiasi yang mempunyai tingkat kerumitan interpretasi berbeda-beda (Sutanto, 1994).
10
1.
Rona atau warna
Rona merupakan tingkat gelap atau cerah relatif objek pada citra/foto. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi objek yang berinteraksi dengan saluran spektrum tampak. Warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. 2.
Bentuk
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi atau kerangka suatu objek (Lo, 1976 dalam Sutanto, 1994). Bentuk merupakan atribut jelas, sehingga banyak objek yang dapat dikenali dengan mudah berdasarkan bentuknya. 3.
Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dengan kasar dan halus. 4.
Ukuran
Ukuran adalah atribut objek yang diatara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Skala perlu diperhatikan dalam pengenalan objek menggunakan ukuran. 5.
Pola dan tinggi
Pola dan tinggi dikelompokkan ke dalam tingkat kerumitan tersier. Meskipun tinggi tingkat kesulitannya termasuk tersier, tetapi sudah tercakup dalam ukuran sebagai unsur interpretasi. Pola merupakan susunan keruangan yang dapat digunakan untuk membedakan bentukan alami dan bentukan manusia. 6.
Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detil yang berada di daerah gelap. Di samping menutup objek atau gejala, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting seperti pengenalan tinggi objek.
11
7.
Situs
Situs bukan merupakan ciri objek secara langsung, tetapi lebih berkaitan dengan lingkungan sekitarnya, atau dengan kata lain merupakan letak relatif objek terhadap objek lainnya. 8.
Asosiasi
Asosiasi dapat diartikan keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lain. Keterkaitan antar objek ini sering menjadi petunjuk bagi pengenalan suatu objek. Beberapa objek sering berasosiasi erat, sehingga suatu objek dapat ditandai dengan adanya objek lain tersebut. Asosiasi lebih besar manfaatnya bagi pengenalan objek bentukan manusia. Pada dasarnya tidak ada suatu pengukuran yang kuantitatif, namun kemampuan menginterpretasikan suatu objek sangat dipengaruhi oleh resolusi spasial sistem penginderaan jauh yang digunakan, rasio kontras, kompleksitas lingkungan, kemampuan dan pengalaman interpreter, serta skala foto (Sutanto, 1994). Karena itu perlu dilakukan uji ketelitian mengingat tingkat ketelitian sangat dipengaruhi besarnya kepercayaan yang dapat diberikan terhadap data tersebut. Ketelitian interpretasi terdiri dari ketelitian parameter, ketelitian pemetaan dan ketelitian hasil (Sutanto, 1994) 1.5.4. Sistem Informasi Geografis Sistem informasi geografis (SIG) merupakan alat yang dapat digunakan untuk pengumpulan, penyimpanan, mendapatkan kembali, transformasi dan menampilkan suatu data untuk tujuan tertentu. Data tersebut dapat berupa data spasial maupun data atribut. Data spasial merupakan data yang mencerminkan aspek keruangan, sedangkan data atribut merupakan data yang menggambarkan suatu atribut tertentu. Sistem informasi geografi adalah sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi dalam: (a) masukan data, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) manipulasi dan analisis, (d) keluaran (Arronoff, 1989 dalam Danoedoro, 1996).
12
a) Masukan data Masukan data merupakan proses identifikasi dan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu. Proses ini terdiri dari pengumpulan data, pemformatan ulang, georeferensi, kompilasi dan dokumentasi data. Komponen masukan data mengubah data dari data mentah atau bentuk asli ke suatu bentuk yang dapat digunakan SIG. Data yang diperlukan untuk suatu kegiatan umumnya tersedia dalam berbagai bentuk yang berbeda seperti: peta analog, tabel, grafik/diagram, set data digital asli, peta, foto udara, citra satelit, hasil pengukuran lapangan dan format digital dari sumber lain. Menurut Dimyati (1998) data ideal dilihat dari sudut pandang SIG adalah data yang memenuhi kriteria: i. Kompatibel, artinya dapat diakses dan dipindahkan ke berbagai media, ii. Tidak teragregasi, sehingga memungkinkan pemakai untuk memilih satuan, memanipulasi maupun menganalisisnya, iii. Bereferensi lokasi, seperti grid nasional, atau lintang bujur atau sistem referensi lain yang mudah dikenali, iv. Berakurasi tinggi sehingga memungkinkan untuk menggunakan data tersebut meskipun untuk daerah yang kecil. SIG tidak hanya dapat digunakan untuk menghasilkan peta secara otomatis, tetapi SIG mempunyai peranan khusus dalam integrasi dan analisis spasial dari data multi sumber, misalnya data populasi, topografi, hidrologi, iklim, vegetasi, jaringan transportasi, prasarana umum. SIG menyediakan metode alternatif untuk masukan data, misalnya dengan keyboard untuk data atribut non spasial dan spasial, alat penempatan manual (misal digitizer dan mouse), alat otomatis (misal dengan scanning), atau import file data (konversi langsung dari suatu sumber digital) b) Manajemen Data Manajemen data meliputi semua operasi penyimpanan, pengaktifan, penyimpanan kembali dan pencetakan semua data yang diperoleh dari masukan data. SIG kebanyakan berorientasi pada basisdata. Basisdata dapat didefinisikan sebagai pengumpulan data yang tidak berlebihan dalam komputer terorganisir 13
sehingga dapat dilakukan pengembangan, pembaharuan, pemanggilan dan dapat digunakan secara bersama oleh beberapa pengguna. Basisdata SIG tidak hanya ditampilkan sebagai media sederhana untuk menyimpan informasi dan data. Basisdata SIG dapat dikatakan sebagai representasi atau model dari dunia nyata. SIG didasarkan pada analisis keputusan yang membutuhkan sistem referensi geografi dunia nyata dalam format digital. Masalahnya adalah sistem geografi dunia nyata terlalu komplek untuk pengembangan setiap sistem informasi sehingga harus disederhanakan. Penyederhanaan dari kenyataan ini disebut sebagai model data. Basisdata SIG mengumpulkan data spasial bereferensi geografis yang merupakan model dari kenyataan. c) Manipulasi data dan analisis Salah satu kemampuan utama SIG adalah dalam manipulasi dan analisis data (spasial) untuk menghasilkan informasi baru. Keistimewaan SIG adalah kemampuannya dalam melakukan analisis gabungan dari data spasial dan data atribut. Data dianalisis dan dimanipulasi untuk memperoleh informasi yang berguna untuk berbagai aplikasi. Terdapat lingkup yang luas untuk operasi analisis yang tersedia untuk pengguna SIG. Beberapa fasilitas dalam sistem informasi geografi antara lain interpolasi, pembuatan peta jarak, pembuatan kenampakan tiga dimensi menumpangsusunkan beberapa peta (overlay peta-peta), mengaitkan peta raster dengan atribut hasil tumpang susun peta (manipulasi). d) Keluaran SIG Komponen keluaran data SIG menyediakan jalan untuk melihat data atau informasi dalam bentuk peta, tabel, diagram dan bentuk lain. Sub sistem keluaran data menyajikan hasil dari proses dan analisis data SIG kepada pengguna. Hasil ini dapat ditampilkan dalam bentuk hard copy, soft copy atau format elektronik. Peta merupakan format keluaran standar namun kadang disertai bentuk tabuler. Berbagai alat keluaran digunakan dalam SIG meliputi monitor, plotter, printer. Secara umum tipe keluaran data dapat diklasifikasikan menjadi empat
14
kategori yaitu keluaran teks, keluaran gambar, data digital serta bentuk lain yang jarang digunakan misalnya video atau suara. Bentuk keluaran data SIG dapat dipisahkan menjadi dua yaitu tampilan dan transfer. Bentuk tampilan memperlihatkan informasi ke pengguna SIG dalam suatu bentuk seperti peta, tabel. Bentuk transfer mengirimkan informasi ke sistem komputer lain untuk proses dan analisis selanjutnya. 1.5.5. Kartografi Kraak (2007) menerangkan bahwa arti istilah 'kartografi' telah berubah secara fundamental sejak tahun 1960. Sebelumnya kartografi didefinisikan sebagai 'pembuatan peta'. Perubahan definisi disebabkan oleh (1) kenyataan bahwa kartografi telah dikelompokkan dalam bidang ilmu pengetahuan komunikasi dan (2) hadirnya teknologi komputer. Mengacu dari definisi kartografi sebelumnya, kartografi sekarang didefinisikan sebagai "penyampaian informasi geospasial dalam bentuk peta". Hal ini menghasilkan pandangan, tidak hanya sebagai pembuatan peta semata, tetapi penggunaan peta juga termasuk pada bidang kartografi. Hanya dengan menelaah penggunaan peta, dan pengelolaan informasi yang dipetakan oleh pengguna, memungkinkan untuk mengecek apakah informasi di dalam peta dipresentasikan dengan cara yang terbaik. Aspek yang tidak memuaskan di dalam definisi di atas mengenai "penyampaian informasi geospasial dalam bentuk peta" adalah bahwa konsep "peta" belum didefinisikan. Unsur-unsur yang termasuk di dalam definisi peta adalah informasi geospasial, penyajian grafts, skala dan simbol. Suatu kemungkinan definisi dari suatu peta adalah sebagai berikut: "model grafis aspek geospasial dari suatu realita". Menurut seorang ahli kartografi (cartographer) dari Perancis, peta adalah "suatu gambaran konvensional, sebagian besar dibuat di atas bidang datar yang menggambarkan fenomena nyata maupun abstrak yang terdapat dalam suatu ruang". Secara "konvensional" dimaksudkan bahwa seseorang bekerja sesuai kesepakatan, sebagai contoh: bahwa lautan disajikan dengan warna biru, Utara mengarah ke arah ke atas peta, atau beberapa lingkaran bertingkat menandakan permukiman dengan jumlah penduduk yang lebih besar. Yang dimaksud
15
"gambaran", adalah penekanan pada karakter grafis suatu peta. Tidak semua peta dicetak pada selembar kertas, bola bumi dan model relief juga dapat dianggap sebagai peta. Hal ini dimungkinkan memetakan fenomena yang tidak secara fisik terukur, seperti batas administrasi atau batas wilayah penggunaan bahasa. Fenomena ini harus setepat mungkin ditempatkan di dalam ruang. Di bawah pengaruh dari meningkatnya komputer dan sistem informasi geografi dalam bidang pemetaan, definisi baru dari kartografi secara berangsur-angsur muncul. Penyusunan visualisasi data tidak terlepas dari generalisasi dan simbolisasi. Generalisasi terkait dengan informasi yang disajkan pada setiap skala. Kaitannya dengan tujuannya, setiap peta dengan skala tertentu akan memberikan tingkat kedetailan informasi tertentu pula. Atas dasar konsep yang digunakan, generalisasi dibedakan menjadi dua, yakni generalisasi grafis dan generalisasi konseptual. Generalisasi grafis meliputi penyederhanaan, perbesaran, penggabungan dan pemilihan. Generalisasi konseptual terkait dengan informasi yang disajikan dalam peta. Dalam generalisasi konseptual dibutuhkan pemahaman mengenai prinsip imlu pengetahuan yang terkait. Generalisasi grafis menekankan pada informasi grafis yang ditampilkan pada suatu peta disetiap skala, sementara pada generalisasi konseptual lebih menekankan pada isi informasi atau identitas dari informasi yang disajikan (Kraak dan Ormeling, 2010).
Gambar 1.5 Generalisasi grafis (a) dan generalisasi konseptual (b) (Sumber: Kraak dan Ormelling, 2010) 16
Simbol merupakan salah satu alat untuk mengadakan komunikasi yang mempunyai arti dan bentuk. Setelah mengetahui arti dan bentuk simbol tersebut, maka pemilihan simbol harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari peta tematik. Pada hakekatnya, dengan memetakan simbol kita dapat membaca tema dari suatu peta dengan mudah. Secara konvensional, setidaknya ada 6 (enam) aspek utama yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain simbol peta, masing-masing adalah: (a) dimensi data secara geografis, (b) tingkatan data, (c) cara penggambaran simbol, (d) variabel visual, (e) figure and ground concept, dan (f) persepsi spontan yang diharapkan dapat ditangkap oleh pengguna peta. Dimensi data secara geografis dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bentuk yaitu: data titik, garis, dan area. Sedangkan tingkatan data dibedakan menjadi 4 (empat), masing-masing: nominal, ordinal, interval dan rasio. Cara penggambaran merujuk pada keputusan, yaitu akan digambar secara piktorial atau abstrak. Variabel visual adalah variabel yang dapat digunakan untuk membedakan antar simbol dalam kaitannya dengan unsur yang diwakili. Kemudian figure ground concept adalah konsep yang harus dipertimbangkan oleh pembuat peta tentang aspek-aspek pada peta yang perlu atau tidak perlu untuk ditonjolkan. Terakhir, persepsi spontan adalah persepsi keseluruhan dan spontan yang diperoleh oleh pengguna sesaat setelah membaca peta, yang dibedakan menjadi persepsi asosiatif, selektif, bertingkat dan kuantitatif. 1.5.6. Kartografi Multimedia Cartwright (2007) menjelaskan bahwa istilah multimedia telah digunakan berkenaan dengan sesuatu yang memperlihatkan tampilan film dengan rekaman suara. Konsep dari multimedia interaktif dan hypermedia mengacu pada media yang dikombinasikan dengan susunan hubungan yang interaktif. Sekarang, arti multimedia tersebut telah berkembang dan digolongkan kedalam konsep yang lebih baru. Multimedia menggunakan media lain untuk menyampaikan informasi seperti teks, audio, grafis, animasi dan video, dimana semua disajikan secara interaktif. Multimedia juga berarti menyediakan "banyak media". Multimedia juga berkenaan dengan penyimpanan data komputer, khususnya untuk menyimpan isi multimedia. Multimedia menambah nilai untuk pengguna dan memudahkan dan mempercepat
17
pengguna untuk memperoleh dan memahami informasi yang disampaikan. Multimedia merupakan interaksi dengan bermacam-macam bentuk media yang didukung oleh komputer. Komputer sendiri selain sebagai bagian dari multimedia juga merupakan sebagai media dari multimedia. Teknologi www baik yang statis maupun dinamis, telah meningkatkan perhatian dari masyarakat dan juga peningkatan penggunaan produk multimedia interaktif. Bentuk kartografi multimedia telah berkembang secara tidak sengaja sebagai bentuk penyajian informasi geografi. Kartografi Multimedia telah mengubah pandangan bahwa atlas hanya berbentuk buku, dan yang telah dikenal oleh sebagian besar orang selama berabad-abad. Dipajang dirumah, disimpan sebagai referensi di perpustakaan, atlas telah menjadi jendela dunia bagi jutaan orang. Atlas dikenal untuk mengetahui suatu lokasi, dan pengetahuan tentang wilayah didunia.
Atlas sebagai basis bagaimana seseorang memahami dunia
dikehidupan mereka. Altas telah dikenal secara umum dan tidak perlu menggunakan keahlian khusus dalam menggunakannya. Atlas tidak ditujukan untuk orang yang memiliki pendidikan khusus atau hanya untuk orang tertentu, atau yang berpendidikan tinggi. Namun, lebih sebagai produk kartografi agar orang tertarik untuk menjelajahi dunia melalui peta. Atlas yang di cetak/tradisional, bukan berarti tanpa keterbatasan. Peta cetak lemah dalam hal interaksi. Tidak dapat mengubah skala peta atau menambah detail informasi. Tidak ada fasilitas untuk mencari keterangan dari kumpulan data yang disajikan. Tidak memungkinkan untk menghubungkan dengan media lain seperti suara, gambar, atau video. Wujud peta juga tidak dimungkinkan untuk melihat animasi kartografi yang menggambarkan karakter dunia yang dinamis. Saat ini, media yang interaktif sudah hal yang biasa dan ada dimana-mana. Sekarang, dari pengaruh www, pengguna dapat menghubungkan struktur untuk disatukan dari tampilan dilayar komputer. Tampilan yang statis sudah tidaklah menarik, seperti halnya dengan peta. Gambar yang sebatas tampilan tidaklah cukup. Pengguna ingin berinteraksi "lebih" dalam suatu peta, baik secara konsep maupun secara spasial.
18
Mereka ingin mendalami ke level yang lebih dalam, serta ingin berpartisipasi dalam memberikan informasi dari mereka sendiri dari yang mereka ketahui. 1.5.7. Elemen Kartografi Multimedia Menurut Peterson, (2007) terdapat lima prinsip dasar yang dapat dikenali dalam pekerjaan yang berbasis kartografi multimedia. Prinsip pertama berkaitan dengan ketidakcukupan peta dalam bentuk kertas untuk merepresentasikan dan menyampaikan informasi spasial lingkungan, khususnya beraneka segi dan karakter yang dinamis. Prinsip yang kedua adalah mengenai pendistribusian peta dalam bentuk kertas, baik harga produksinya maupun penyebarannya. Prinsip ketiga adalah hubungannya dengan pebedaan dalam penggunaan peta dari masingmasing individu, dan meskipun berlaku secara umum diterima dalam kartografi tidak semua lapisan masyarakat dapat menggunakan peta dalam bentuk kertas atau tidak dapat menggunakan peta dengan efektif. Prinsip keempat mengenai nilai intrinsik yang terkandung dalam multimedia dan sangat dipercayai bahwa dengan menambahkan elemen multimedia kedalam peta dapat meningkatkan hasil informasi yang disampaikan dan transfer pengetahuan. Prinsip yang kelima secara umum, tugas moral pembuat peta adalah harus bisa mengkomunikasikan informasi spasial secara efektif mungkin kepada seluruh pengguna peta yang sekian banyaknya. 1.5.8. Kartografi Dan Web mapservice Hubungan antara kartografi dan web mapservice telah dijelaskan oleh Cammack (2007) bahwa pada dasarnya, untuk memahami peta terdapat dua prinsip, yakni peta dasar dan peta tematik. Peta memliki informasi lokasi dan distribusi spasial dari suatu fenomena, pemahaman tersebut merupakan dasar dari ilmu geospasial kontemporer. Fenomena spasial dari suatu wilayah dapat disimpan dalam suatu sistem komputer, dibuat dalam layer tematik dan dapat digunakan untuk analis spasial. Struktur data, sistem komputer dan cara analisis spasial merupakan konsep dari SIG, dimana beberapa fenomena spasial suatu wilayah tersebut merupakan data yang dikumpulkan dari kerangka geografis (perspektif geografi). 19
Suatu negara membuat peta dasar dan dari peta tersebut dapat digunakan untuk keperluan tematik tertentu, sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing pengguna. Selama periode pemetaan berbasis komputer, suatu peta dasar dapat dibuat banyak peta tematik yang telah didistribusikan dalam jumlah yang luar biasa dan sangat bermacam-macam. Perkembangan tekhnologi telah membawa pengaruh dalam pendistribusian peta sesuai dengan metode yang ada pada tekhnologi tersebut. Meningkatnya kebutuhan untuk memproduksi peta secara efektif, dan juga berkembangnya teknologi, membawa perubahan pula pada era distribusi peta. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.5 dapat dilihat bagaimana metode dalam pendistribusian peta. Terdapat empat era dan tiga transisi periode telah terjadi selama 60 tahun terakhir. Dimulai dari suatu peta yang dibuat secara manual dan diproduksi dalam bentuk kertas. Dilanjutkan dengan era digital, dengan harapan dapat mempercepat pendistribusian peta meskipun dalam jumlah yang banyak. Dan kemudian era jaringan, era ini memungkinkan dari komputer satu ke komputer yang lain untuk dapat terhubung, sehingga dapat dilakukan pengiriman data (termasuk peta). Dan mulai dari era ini tekhnologi internet mulai berkembang. Era terakhir dalam pendistribusian data yakni era webservice. Webservice, kaitannya dengan bidang kartografi kemudian disebut dengan web mapservice. Berawal dari web mapservice ini, dimungkinkan untuk dapat berinteraksi dengan peta dasar dan peta tematik. Saat ini, web mapservice masih membutuhkan kartografer tematik dalam jumlah yang signifikan untuk memahaminya, serta kemampuan hardware dan software komputer untuk menerapkan data peta dasar digital. Perbedaan mendasar antara era web mapservice dan era jaringan adalah mengenai waktu. Era analog, digital dan jaringan belum memungkinkan otomasi dalam pemutahiran data.
20
Gambar 1.6 Era Distribusi Data Peta (Sumber: Cartwright, 2007) Web service berkembang seiring dengan perkembangan internet. Kartografi juga bagian dari internet, khususnya dalam pengembangan web mapservice. (OGC, 2004 dalam Cartwright, 2007) menerangkan bahwa web mapservice merupakan satu atau lebih web mapservice/web featureservice yang mendistribusikan data peta kepada pengguna internet dengan menghubungkan data peta kedalam web. Web map dan web feature mempunyai fungsi yang sama, yakni mendistribusikan data peta. Terdapat banyak macam tipe web mapservice. Macam format web mapservice antara lain Simple Object Access Protocol (SOAP), Web Services Definition Language (WSDL) dan Universal Description Discovery and Integration (UDDI). Microsoft dan ESRI telah mengembangkan web mapservice dengan dasar format – format tersebut. Pengembangan dari web mapservice, memungkinkan peta yang disajikan dapat terdistribusi secara realtime. Dijelaskan oleh Pramono (2009), web mapservice merupakan bagian dari suatu infrasturktur data spasial yang terintegrasi. Internet adalah sebagai media dalam distribusi data (peta) kepada pengguna yang membutuhkan informasi dengan cepat dan murah tanpa harus melakukan survei lapangan. Dimana hal tersebut juga merupakan konsep penyaluran data dari konsep infrastruktur data spasial. Web 21
service yang telah disediakan oleh provider, dapat diakses melalui internet dengan menggunakan web browser, perangkat lunak aplikasi SIG, aplikasi bisnis maupun hal lain yang mendukung (Gambar 1.6). Keuntungan web mapservice kaitannya untuk mendapatkan informasi tertentu untuk mendukung pengambilan keputusan adalah memudahkan dalam penyaluran data dan memudahkan mendapatkan data. Penyaluran data dapat dilakukan secara berbayar maupun gratis.
Gambar 1.7 Diagram akses mapservice melalui internet (Sumber: Pramono, 2009) Standar webservice yang dikeluarkan oleh Open Geospasial Consortium (OGC)
adalah
WMS,
WFS,
WCS,
CSW,
OpenLS
dan
WPS
(www.opengeospatial.org). WMS (Web Mapservice) adalah standar untuk memperoleh dan menyediakan peta melalui web. Peta yang dihasilkan oleh WMS pada umumnya diwujudkan dalam format piktorial seperti PNG, GIF atau JPEG. WFS(Web Feature Service) merupakan standar untuk melihat dan membuat kenampakan geografis dalam format vektor. WFS memungkinkan pengguna untuk melakukan operasi penambahan, pemutahiran, penghapusan dan pencarian bersyarat pada data geospasial yang disediakan. WCS (Web Coverage Service) mendukung data geospasial yang diperoleh secara elektronik seperti citra satelit, foto udara digital, data DEM dan lainya. CSW (Catalog Service for the Web) merupakan tekhnologi untuk bertukar informasi geospasial. Standar ini mendukung dalam pembuatan metadata data geospasial. Terdapat dua macam tipe CSW: readonly CSW dan transaksional CSW. OpenLS (OpenGIS Location Services) 22
merupakan standar yang memungkinkan untuk memperoleh lokasi. OpenLS meliputi: route service, navigation service, directory service, gateway service, location utility service dan presentation service. WPS (Web Processing Service) merupakan standar untuk input dan output pengelolaan data geospasial berbasis web. Web mapservice dapat dikelompokkan berdasarkan fungsi dan tipe (Fu dan Sun, 2010). Macam web mapervice berdasarkan fungsinya antara lain: mapservices, data service, analitical service dan metadata catalog service. Mapservices merupakan services yang memungkinkan kepada pengguna untuk dapat mengakses data geografis suatu daerah dalam format raster (JPEG, PNG, dan GIF). Mapservices merupakan service geospasial pada umumnya. Mapservices dapat berwujud dalam bentuk 2 dimensi maupun 3 dimensi. Kemudian data services merupakan services yang memungkinkan pengguna untuk dapat melakukan pencarian bersyarat (query), pengubahan (edit) dan sinkronisasi data melalui web. Terkadang data services juga merupakan map services, tergantung dari apa yang ditampilkan kaitannya dengan akses data atribut. Macam-macam data services antara lain: feature editing services, search services, image services dan geodata synchronization services. Analitical servises memungkinkan pengguna untuk dapat melakukan berbagai macam analisis GIS, seperti geocoding dan analisis jaringan jalan. Macam dari analitical services antara lain: geocoding services, network analysis services, geometry services dan geoprocessing services. Metadata catalog services merupakan servises yang memungkinkan penguna untuk menerbitkan dan mencari metadata. Web service berdasarkan tipenya adalah SOAP dan REST. SOAP kepanjangan dari Simple Object Accesss Protokol, SOAP merupakan spesifikasi protokol untuk pertukaean struktur informasi dalam format XML. REST merupakan
kepanjangan
dari
Representational
State
Transfer.
Menurut
(Richardson dan Ruby, 2007 dalam Fu dan Sun, 2010), REST didesain untuk mendapat semua kemudahan yang ada pada format HTTP. Baik SOAP maupun REST memiliki keuntungan dan kelebihan, kedua-duanya memiliki prospek yang bagus untuk digunakan di masa yang akan datang.
23
1.5.9. Tipologi Ruang Publik Seiring dengan perkembangan sejarah, ruang publik kota memberikan pandangan yang lebih luas tentang bentuk variasi dan karakternya. Ruang publik dapat berperan penting sebagai salah satu elemen dari suatu kota, yang bisa berperan sebagai sarana interaksi sosial bagi masyarakat, kegiatan ekonomi rakyat, tempat apresiasi budaya dan juga dapat meningkatkan kualitas ruang kota. Sikap dan perilaku manusia yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi berpengaruh terhadap tipologi ruang kota yang direncanakan. Tipologi ruang publik ini memiliki banyak variasi yang kadang-kadang memiliki perbedaan yang tipis sehingga seolah-olah memberi pengertian yang tumpang tindih (Darmawan, 2006). Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat ((Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2010). Jenis RTH publik antara lain seperti: taman rekreasi, taman olahraga, taman kota, taman pemakaman umum, jalur hijau jalan; bantaran rel kereta api, saluran umum tegangan ekstra tinggi (SUTET), bantaran kali, serta hutan kota (HK) konservasi, HK wisata, HK zona industri, HK antar-zona permukiman, HK tempat koleksi dan penangkaran flora dan fauna. Jenis-jenis ruang terbuka menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan meliputi: a. Taman kota b. Taman wisata alam c. Taman rekreasi d. Taman lingkungan perumahan dan permukiman e. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial f. Taman hutan raya g. Hutan kota h. Hutan lindung i. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah j. Cagar alam k. Kebun raya 24
l. Kebun binatang m. Pemakaman umum n. Lapangan olah raga o. Lapangan upacara p. Parkir terbuka q. Lahan pertanian perkotaan r. Jalur dibawah tegangan tinggi s. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa t. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian u. Kawasan dan jalur hijau v. Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara w. Taman atap (roof garden) Pengertian ruang publik secara singkat merupakan suatu ruang yang berfungsi untuk kegiatan-kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya yang bisa di akses oleh semua lapisan masyarakat dengan bebas (Darmawan, 2006). Menurut (Stephen Carr, 1992 dalam Darmawan, 2006) ruang publik dibagi menjadi beberapa tipe dan karakter sebagai berikut: a. Taman Umum Berupa Lapangan/taman di pusat kota dengan skala pelayanan yang beragam sesuai dengan fungsinya. Tipe ini ada tiga macam yaitu: Taman Nasional Skala pelayanan taman ini adalah tingkat nasional, lokasinya berada di pusat kota. Bentuknya berupa zona ruang terbuka yang memiliki peran sangat penting dengan luasan melebihi taman-taman kota yang lain, dengan kegiatan yang dilaksanakan berskala nasional. Di samping sebagai landmark Kota Jakarta juga dapat sebagai Landmark nasional, terutama tugu monumen yang didukung dengan elemen asesori kota yang lain seperti air mancur, jalan pedestrian yang diatur dengan polapola menarik, di samping taman dan penghijauan di sekitar kawasan tersebut. Taman Pusat Kota Taman ini berada di kawasan pusat kota, berbentuk lapangan hijau yang dikelilingi pohon-pohon peneduh atau berupa hutan kota dengan pola tradisional atau dapat 25
pula dengan desain pengembangan baru. Areal hijau kota yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan santai dan berlokasi di kawasan perkantoran, perdagangan, atau perumahan kota. Contohnya lapangan hijau di lingkungan perumahan atau perdagangan/perkantoran. Taman Lingkungan Ruang terbuka yang dikembangkan di lingkungan perumahan untuk kegiatan umum seperti bermain anak-anak, olahraga dan bersantai bagi masyarakat di sekitarnya. Contohnya taman di kompleks perumahan. Taman Kecil Taman kecil yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan, termasuk air mancur yang digunakan untuk mendukung suasana taman tersebut. Contonhnya taman-taman di sudut-sudut lingkungan/setback bangunan. b. Lapangan dan Plasa Merupakan bagian dari pengembangan sejarah ruang publik kota plaza atau lapangan yang dikembangkan sebagai bagian dari perkantoran atau bangunan komersial. Dapat dibedakan menjadi Lapangan Pusat Kota (Central Square) dan Plasa pengikat (Corporate Plaza). Lapangan Pusat Kota Ruang publik ini sebagai bahan pengembangan sejarah berlokasi di pusat kota yang sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan formal seperti upacara-upacara peringatan hari nasional, sebagai rendevous point koridor-koridor jalan di kawasan tersebut. Di samping untuk kegiatan-kegiatan masyarakat baik sosial, ekonomi, maupun apresiasi budaya. Contohnya adalah alun alun Kota Purworejo. Plaza Pengikat Plaza ini merupakan pengikat dari bangunan bangunan komersial atau perkantoran, berlokasi di pusat kota dan pengelolaannya dilakukan oleh pemilik kantor atau pemimpin kantor tersebut secara mandiri. c. Peringatan Ruang publik yang digunakan untuk memperingati memori atau kejadian penting bagi umat manusia atau masyarakat ditingkat lokal atau nasional, (contoh lugu pahlawan Surabaya, Tugu Muda Semarang). 26
d. Pasar Ruang terbuka atau ruas jalan yang dipergunakan untuk transaksi biasanya bersifat temporer atau hari tertentu. Contoh : kegiatan pasar krempyeng (sementara) yang berlokasi di depan Java Mall dan pasar Peterongan Semarang diwaktu fajar. e. Jalan Ruang terbuka sebagai prasarana transportasi. Tipe ini dibedakan menjadi Pedestrian Sisi Jalan (Pedestrian Sidewalk), Mal Pedestrian (Pedestrian Mall), Mal Transit (Mall Transit), Jalur Lambat (Traffic Restricted Streets) dan Gang Kecil Kota (Town Trail). Pedestrian sisi jalan (Sidewalk Pedestrian) Bagian ruang publik kota yang banyak dilalui orang yang sedang berjalan kaki menyusuri jalan yang satu yang berhubungan dengan jalan lain. Letaknya berada di kiri dan kanan jalan. Mal Pedestrian (Pedestrian Mall) Suatu jalan yang ditutup bagi kendaraan bermotor, dan diperuntukkan khusus bagi pejalan kaki. Fasilitas tersebut biasanya dilengkapi dengan asesori kota seperti pagar, tanaman, dan berlokasi dijalan utama pusat kota. Contoh: Harajaku depan stasiun TV NHK Jepang setiap hari Minggu pagi. Mal Transit Pengembangan pencapaian transit untuk kendaraan umum pada penggal jalan tertentu yang telah dikembangkan sebagai pedestrian area. Jalur Lambat Jalan yang digunakan sebagai ruang terbuka dan diolah dengan desain pedestrian agar lalu lintas kendaraan terpaksa berjalan lamban, disamping dihiasi dengan tanaman sepanjang jalan tersebut atau jalur jalan sepanjang jalan utama yang khusus untuk pejalan kaki dan kendaraan bukan bermotor. Gang Kecil Gang-gang kecil ini merupakan bagian jaringan jalan yang menghubungkan ke berbagai elemen kota satu dengan yang lain yang sangat kompak. Ruang publik ini direncanakan dan dikemas untuk mengenal lingkungan lebih dekat lagi. Contoh : kawasan wisata Brugess di Belgia atau kawasan Menara Kudus. 27
f. Tempat Bermain Ruang publik yang berfungsi sebagai arena anak-anak yang dilengkapi dengan sarana permainan, biasanya berlokasi di lingkungan perumahan. Tipe ini terdiri dari Tempat bermain (Playground) atau Halaman Sekolah (Schoolyard). Tempat Bermain Ruang publik ini berlokasi di lingkungan perumahan, dilengkapi peralatan tradisional seperti papan luncur, ayunan, dan fasilitas tempat duduk, disamping dilengkapi dengan alat permainan untuk kegiatan petualangan. Halaman Sekolah Ruang publik halaman sekolah yang dilengkapi dengan fasilitas untuk pendidikan lingkungan atau ruang untuk melakukan komunikasi. g. Ruang Komunitas Ruang kosong di lingkungan perumahan yang didesain dan dikembangkan serta dikelola sendiri oleh oleh masyarakat setempat. Ruang komunitas ini berupa taman masyarakat (Community Garden). Ruang ini dilengkapi dengan fasilitas penataan taman termasuk gardu pemandangan, areal bermain, tempat-tempat duduk dan fasilitas estetis lain. Ruang ini biasanya dikembangkan di tanah milik pribadi atau tanah tak bertuan yang tidak pernah dirawat. h. Jalan hijau dan Jalan taman Merupakan jalan pedestrian yang menghubungkan antara tempat rekreasi dan ruang terbuka, yang dipenuhi dengan taman dan penghijauan. i. Atrium/ Pasar di Dalam Ruang Tipe ini dibedakan menjadi dua yaitu atrium dan pasar/ pusat perbelanjaan di pusat kota. Atrium Ruang dalam suatu bangunan yang berfungsi sebagai atrium, berperan sebagai pengikat ruang-ruang di sekitarnya yang sering digunakan untuk kegiatan komersial dan merupakan pedestrian area. Pengelolaanya ditangani oleh pemilik gedung atau pengembang/investor. Pasar/pusat perbelanjaan di pusat kota.
28
Biasanya memanfaatkan bangunan tua yang kemudian direhabilitasi ruang luar atau ruang dalamnya sebagainya, ruang komersial. Kadang-kadang dipakai sebagai festival pasar dan dikelola sendiri oleh pemilik gedung tersebut j. Ruang di Lingkungan Rumah Ruang publik ini merupakan ruang terbuka yang mudah dicapai dari rumah, seperti sisa kapling di sudut jalan atau tanah kosong yang belum dimanfaatkan dapat dipakai sebagai tempat bermain bagi anak-anak atau tempat komunikasi bagi orang dewasa atau orang tua. k. Waterfront Ruang ini berupa pelabuhan, pantai, bantaran sungai, bantaran danau atau dermaga. Ruang terbuka ini berada di sepanjang rute aliran air di dalam kota yang dikembangkan sebagai taman untuk waterfront.
1.6. Penelitian Sebelumnya Purwanto (2003) melakukan penelitian tentang model prototipe visualisasi multimedia informasi pariwisata dan paket perjalanan wisata berbasis Web GIS di Kabupaten Gunungkidul. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder, kemudian data tersebut diklasifikasikan menjadi data multimedia, data tabular dan data grafis. Penelitian tersebut menghasilkan model visualisasi informasi pariwisata dan paket wisata berbasiskan web (model visualisasi informasi pariwisata berbasis web, model visualisasi paket wisata berbasis web, serta peta animasi paket interaktif berbasis web). Irmansyah (2003) meneliti tentang desain dan konstruksi peta pariwisata dan peta rute penerbangan domestik melalui media internet kasus Propinsi DIY. Tahap penelitian yang dilakukan meliputi: pengumpulan data dan informasi, simbolisasi, rancangan grafis antarmuka dan pemrograman disesuaikan dengan motif dan kebutuhan wisatawan, dan publikasi data pada internet. Hasil penelitian tersebut berupa peta wisata lingkar dalam ringroad Yogyakarta, peta wisata propinsi DIY serta peta rute penerbangan domestik Yogyakarta.
29
Rahmanto (2005) meneliti tentang pembuatan sistem informasi jalur angkutan Kota Yogyakarta berbasis web dengan memanfaatkan teknologi PJ dan SIG. Tahap penelitian yang dilakukan meliputi : analisa data primer dengan interpretasi citra Quickbird, analisa rute terbaik dengan pengharkatan nilai impedansi tiap jalan, dan membuat tampilan hasil dalam format SVG. Prabowo (2008) meneliti tentang pembuatan sistem informasi kemaritiman indonesia berbasis web kartografi dengan memanfaatkan data sekunder, dengan cakupan wilayah seluruh Indonesian. Tahapan penelitian meliputi : studi pustaka, inventarisasi data, simbolisasi, desain antarmuka, pemrograman dan publikasi Setiawan (2008) meneliti tentang Desain & Konstruksi Peta Interaktif Perguruan Tinggi Swasta Kota Yogyakarta. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder Analisa data primer & sekunder. Penyusunan Digital Cartographic Modelling dilakukan setelah melakukan Penyusunan Digital Landscape Model. Dalam penelitian ini dilakukan uji responden untuk mengetahui kemampuan sistem informasi yang telah dibuat
30
Tabel 1.2. Tinjauan Pustaka Penelitian Sebelumnya dan Rencana Penelitian Peneliti Hadi Purwanto (2003)
Lokasi Kabupaten Gunung Kidul
Judul
Software Utama yang di gunakan
Model Prototype Visualisasi Multimedia Informasi Pariwisata & Paket Perjalanan wisata Berbasis Web GIS di Kabupaten Gunung Kidul
AutoDesk Map Guide6, Map Guide Author 6, Ms SQL Server 7, Visual basic 6.
Sumber Data Data Sekunder
Metode yang Digunakan - Pengumpulan alat dan bahan - Klasifikasi dan analisis - Desain dan pembuatan sistem aplikasi basisdata
Hasil Penelitian Model Visualisasi Informasi Pariwisata & Paket Wisata Berbasis Web
- Desain dan pembuatan model visualisasi informasi pariwisata interaktif pada media WEB - Perancangan pada model paket wisata
Mochammad Irmansyah (2003)
Ibnu Rahmanto (2006)
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kota Yogyakarta
Desain & Konstruksi Peta Pariwisata & Peta Rute Penerbangan Domestik Melalui Media Internet Kasus Propinsi DIY.
Arc Info 3.5, Arc View 3.2, Macromedia Flash MX, Macromedia Dreamweaver MX, Visual Route, Adobe Ilustrator 9.0, pluggin Avenza Mappublisher 4.0
Data Sekunder
Pembuatan Sistem Informasi Jalur Bis Kota Yogyakarta Berbasis Web Dengan Memanfaatkan Teknologi Penginderaan Jauh & Sistem Informasi Geografis
Envi 4.0, AutoCAD Map 200i, Arc Info 3.5.1, Arc View 3.2, MapView SVG, plug-ins Adobe SVG Viewer 3.0
Data Primer & Data Sekunder
- Inventarisasi data - Simbolisasi data, - Desain antarmuka, - Pemrograman & publikasi
- Analisa data primer dengan interpretasi Citra Quickbird tahun 2003 - Analisa rute terbaik dengan pengharkatan nilai impedansi - Membuat tampilan hasil dalam format SVG
31
PetaWisata Lingkar Dalam Ringroad Yogyakarta, Peta Wisata & Rute Penerbangan Domestik
Sistem Informasi Jalur Bus Kota Yogyakarta Berbasis Web Interaktif Dalam Format SVG
Lanjutan Tabel 1.2 Yuliand Setiawan (2008)
Kota Yogyakarta
Desain & Konstruksi Peta Interaktif Perguruan Tinggi Swasta Kota Yogyakarta.
ArcView 3.3, Alov Map, Macromedia Dreamweaver, Adobe Photoshop CS
Data Primer & Sekunder
Ikhsan Prabowo
Indonesia
Sistem Infomasi Kemaritiman Indonesia berbasis web kartografi
Arc View 3.3, Alov Map, Joomla, dan Wamp server
Data Sekunder
Kota Yogyakarta
Penyusunan Sistem Informasi Geografis Ruang Publik Berbasis Web Dengan memanfaatkan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kota Yogyakarta
ArcGIS 10
Data Primer dan Data Sekunder
( 2008)
Bakhtiar Arif Mujianto*
ArcGIS Server 10 ArcGIS Viewer for Flex 3.3
*= Penulis
32
-
Analisa data primer & sekunder Penyusunan Digital Landscape Model Penyusunan Digital Cartographic Modelling Pemrograman & publikasi Uji responden
-
Studi Pustaka Inventarisasi Data Simbolisasi Desain Antarmuka Pemrograman dan Publikasi
-
Pengumpulan alat dan bahan Interpretasi citra Klasifikasi Data Pembuatan Sistem Basisdata Pembuatan Sistem Informasi
Peta Interaktif Perguruan Tinggi Swasta Kota Yogyakarta
Sistem Informasi Kemaritiman Indonesia berbasis web kartografi, dan Analisis visualisasi data spasial www.kemaritimanindonesia.com Sistem Informasi Geografis Ruang Publik berbasis webgis www.112.78.136.221/ru angpublik
1.7. Kerangka pemikiran Kota memiliki masyarakat yang sangat kompleks dan permasalahan yang terjadi di kota sangat beragam. Permasalahan kota antara lain urbanisasi dan pertumbuhan penduduk. Permasalahan tersebut berdampak pada pemenuhan kebutuhan ruang kota. Ruang publik merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pemenuhan kebutuhan ruang kota. Ruang publik merupakan suatu ruang yang berfungsi untuk kegiatankegiatan masyarakat yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya. Ruang publik merupakan kebutuhan bagi setiap warga masyarakat. Selain masyarakat sendiri yang membuat ruang publik untuk mereka, pemerintah Kota Yogyakarta juga memberikan fasilitas ruang publik guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Meski demikian, masih terdapat adanya penyimpangan penggunaan ruang. Dimana bukan ruang publik, namun di pergunakan sebagai ruang publik. Maka dari itu perlu diadakan suatu alternatif media publikasi ruang publik untuk mempublikasinya. Melalui adanya alternatif media publikasi ini diharapkan warga masyarakat, terutama warga Kota Yogyakarta dapat menggunakan dan menikmati ruang publik yang ada. Citra satelit penginderaan jauh quickbird merupakan media yang sangat membantu dalam identifikasi ruang publik, dan sistem informasi geografis merupakan sarana yang baik untuk mengelola data spasial. Sistem informasi geografis ruang publik berbasis web diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam penyebaran dalam publikasi ruang publik yang ada di Kota Yogyakarta karena mudah dalam mengakses kapan saja dan dimana saja selama terhubung dengan jaringan web, karena jangkauan penyebaran melalui media web sangat luas. Desain sistem informasi berbasis web yang dinamis dan informatif, diharapkan pengguna dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai ruang publik yang ada. Pengguna diharapkan dapat dengan mudah dan efisien memperoleh informasi mengenai keberadaan ruang publik secara dengan adanya sarana aplikasi sistem informasi geografis ruang publik berbasis web ini
33
KOTA Pertumbuhan
Urbanisasi Pemenuhan
Penduduk
Kebutuhan Ruang
Penyimpangan Penggunaan Ruang Publik
Penginderaan Jauh SIG
Sistem Informasi Ruang Publik Berbasis Web Gambar 1.8 Diagram Alir Kerangka Pemikiran 1.8. Batasan Istilah Penginderaan jauh Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui sebuah analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Keifer, 1997). Ruang Publik Merupakan suatu ruang yang berfungsi untuk kegiatan-kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya. (Darmawan, 2006)
34
Tipologi Ruang Publik Pembagian ruang publik berdasarkan tipe dan karakter ruang publik. (Stephen Carr, 1992 dalam Darmawan, 2006) Kartografi Organisasi, presentasi, komunikasi dan penggunaan geoinformasi dalam bentuk grafis, digital atau format nyata. Hal itu dapat meliputi semua langkah-langkah dari persiapan data sampai penggunaan akhir dengan penciptaan peta-peta dan hasil-hasil yang terkait dengan informasi spasial. (Taylor 1991, dalam Kraak dan Omeling 2007) Generalisasi Pemilihan dan penyederhanaan penyajian unsur-unsur pada peta dan disesuaikan dengan skalanya dan tujuan peta itu sendiri. Sistem Informasi Merupakan kumpulan prosedur orang yang pada saat dilaksanakan akan memberi
informasi
bagi
pengambilan
keputusan
dan
untuk
mengendalikan orang. Proses tersebut memberi keterangan suatu permasalahan secara terstruktur (Utami, 2005).
35