BAB I PENDAHULUAN I.1.
Latar Belakang Rasio elektrifikasi di Indonesia pada akhir 2012 telah mencapai 75,83% atau
naik hampir 2,9% dibandingkan dengan rasio elektrifikasi pada 2011, yakni sebesar 72,93% [1]. Angka elektrifikasi ini diproyeksikan akan terus meningkat hingga mencapai angka 92,3% di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2021 [2]. Namun yang disayangkan adalah proyeksi angka elektrifikasi tersebut pemenuhannya masih didominasi oleh sumber energi fosil, seperti minyak bumi dan batubara. Hal ini nampak dari angka proyeksi sasaran bauran energi primer nasional pada 2025 yang didominasi energi fosil berupa 33% batu bara, 30% gas bumi, dan 20% minyak bumi [3]. Komposisi bauran energi Indonesia dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.1. berikut ini.
Gambar 1.1. Sasaran bauran energi primer pada tahun 2025 [3] Di sisi lain, laporan International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa pada 2007 sumbangan emisi CO2 batu bara mencapai angka 42%, meskipun perannya dalam suplai energi primer dunia hanya 26%. Bandingkan dengan minyak bumi yang peran suplainya 34% dengan emisi CO2 38% atau gas alam yang suplai dan emisi CO2-nya masing-masing bernilai 21% dan 20% [4]. Perbandingan ini tampak pada Gambar 1.2. berikut ini.
1
2
Gambar 1.2. Suplai energi dunia dan emisi CO2 yang dihasilkan (2007) [4] Emisi CO2 membawa dampak yang buruk kepada alam semesta, tentunya termasuk kepada umat manusia. Dampak emisi karbon yang dimaksud adalah terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Perubahan iklim misalnya, membuat musim kemarau dan penghujan tak bisa lagi diprediksi. Kekeringan maupun banjir akan membawa dampak pada kacaunya pasok makanan. Bahkan perubahan iklim juga akan mengubah perilaku penyebaran penyakit malaria dan demam berdarah [5]. Sebuah dokumen tentang toksikologi paparan CO2 juga menunjukkan dampak langsungnya pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Penelitian terhadap hewan yang diberi paparan CO2 kadar tertentu menunjukkan adanya peningkatan aktivitas otak, depresi, penurunan fungsi paru, dan sebagainya. Sedangkan bagi tumbuhan, kadar CO2 yang terlampau tinggi mampu membunuhnya. Tabel 1.1. berikut ini menunjukkan gejala yang akan dialami oleh manusia pada konsentrasi CO2 tertentu pada udara [6].
3
Tabel 1.1. Gejala-gejala yang dialami manusia pada konsentrasi tertentu CO2 di udara [6] %CO2 Gejala-gejala 2 – 3 nafas terasa pendek, penarikan nafas yang menjadi lebih dalam 5 nafas terasa berat, berkeringat, denyut nadi lebih cepat sakit kepala, pusing, rasa lelah,sulit bernafas, detak jantung dan 7,5 tekanan darah meningkat, gangguan penglihatan 10 lemah pendengaran, mual, muntah, hilang kesadaran 30 koma, kematian Sesungguhnya masih ada peluang bagi pembangkit listrik energi fosil untuk mengimbangi CO2 yang diproduksi dengan menghasilkan pasokan energi tambahan yang beremisi kecil. Sebagai contoh adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati B (PLTU TJB) di Jepara, Jawa Tengah. Pengelola PLTU TJB, PT. PLN Tanjung Jati B, sebagai bagian dari keyakinannya mengenai efek positif dari konsep Green Marketing mengusung tema Green
Company dalam pengelolaannya. Prinsip manajemen
Green
Company adalah menjaga keamanan terhadap lingkungan, efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya alam (SDA), serta kontribusi yang positif terhadap lingkungan. Salah satu dari penerapan prinsip Green Company tersebut adalah pemanfaatan energi terbarukan, baik energi air, angin, atau matahari [7]. Pemanfaatan energi terbarukan akan sebuah kesempatan besar bagi PLTU TJB untuk menerima pengakuan sebagai Green Company melalui proses sertifikasi hijau, seperti renewable energy certificates, renewable energy credits, atau green certificates. Sertifikasi semacam ini diberikan kepada pihak-pihak yang telah berhasil memenuhi standar tertentu yang berkaitan dengan energi terbarukan [8]. Konsil Bangunan Hijau Indonesia adalah salah satu badan independen yang berhak menerbitkan label green building pada sebuah bangunan, setelah terpenuhi beberapa tolok ukur tertentu. Sebagai ilustrasi, penggunaan energi terbarukan yang mencapai 40 kilo-Watt-puncak akan mendapatkan poin 5 pada proses sertifikasi. Sementara, pengurangan emisi karbon yang mencapai 1% dari emisi aslinya akan mendapatkan tambahan poin 3 [9].
4
Sumber pemanfaatan energi terbarukan di kawasan PLTU TJB adalah dari operasionalnya yang membuang sejumlah besar air ke arah laut. Debit air, dimensi saluran pembuangan, dan kondisi topografinya membuka kemungkinan dimanfaatkannya situasi tersebut untuk membangkitkan listrik. Sementara letaknya di tepi laut juga memungkinkan adanya pemanfaatan angin sebagai pembangkit listrik [10]. Gambar satelit kawasan PLTU TJB terdapat pada Gambar 1.3 berikut ini.
Gambar 1.3. Gambar satelit PLTU TJB [11] Letak Indonesia di kawasan garis lintang 0o yang mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun juga memungkinkan di seluruh wilayahnya, termasuk di PLTU TJB, untuk dibangkitkan listrik dengan memanfaatkan energi sinar matahari. Bahkan potensi energi matahari di Indonesia nilai rata-ratanya mencapai 4,8 kWh/m2 [12]. Sementara di kawasan PLTU TJB sendiri tersedia beberapa lokasi yang sangat strategis untuk menjadi tempat bagi instalasi PLTS. I.2.
Rumusan Masalah Perancangan ini membahas tentang pemanfaatan energi sinar matahari di
kawasan PLTU TJB sebagai pembangkit listrik, baik dari sisi teknis maupun ekonomis.
5
I.3.
Tujuan Perancangan Tujuan dari perancangan ini diantaranya adalah 1. Membandingkan beberapa spesifikasi komponen pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang berpotensi untuk dirangkai menjadi sistem PLTS di kawasan PLTU TJB, 2. Mendapatkan harga pembangkitan energi untuk setiap spesifikasi desain PLTS, dan 3. Mendapatkan spesifikasi PLTS yang direkomendasikan untuk dipasang.
I.4.
Manfaat Perancangan Manfaat yang diperoleh dalam perancangan ini adalah memberikan
deskripsi umum bagi PT PLN Tanjung Jati B tentang perancangan PLTS, produk energinya, serta analisis ekonominya.