BAB I PENDAHULUAN
1. 1.
Latar Belakang Perkembangan kota akan terus meningkat seiring dengan tingginya jumlah penduduk. Dengan segala aktivitasnya, penduduk di perkotaanpun membutuhkan sejumlah ruang yang kemudian berimbas pada kebutuhan sarana transportasi dalam mobilitasnya antar ruang wilayah, baik ruang wilayah dalam kota maupun interaksinya dengan ruang-ruang wilayah yang lebih luas (Andrian, 2008). Kebutuhan terhadap sarana dan prasarana transportasi terus meningkat seiring dengan terusnya pertumbuhan jumlah penduduk, namun seringkali pertambahan jumlah sarana dan prasarana transportasi tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk. Di lain sisi, pertumbuhan kota menawarkan banyak kesempatan baik di sektor formal maupun non formal. Hal tersebut memicu terjadinya ketimpangan perkembangan dan pembangunan antara daerah perkotaan dengan daerah-daerah disekitarnya. Ketimpangan kesempatan kerja tersebutlah yang memicu tingginya mobilitas penduduk dari daerah pinggiran ke kota, terlebih harga tanah di daerah perkotaan yang cenderung tinggi, masyarakat cenderung lebih memilih bermukim di daerah pinggiran. Transportasi menjadi sektor yang memiliki peran strategis. Suatu sistem jaringan transportasi juga memiliki dua peran utama, yaitu sebagai alat pengendali arah pengembangan kota dan sebagai pergerakan manusia dan barang akibat adanya kegiatan di daerah perkotaan (Tamin, 2000). Angkutan umum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi perkotaan serta sebagai komponen yang perannya sangat signifikan, utamanya dalam hal pergerakan masyarakatnya (Arif, 2009). Pengelolaan transportasi umum yang buruk maka akan berimbas pula pada sistem transportasi secara keseluruhan, mulai dari aspek efisiensi 1
serta efektifitas pembangunan ataupun pergerakan. Hal tersebut akan mengganggu
sistem
perkotaan
secara
keseluruhan,
ditinjau
dari
pemenuhan kebutuhan mobilitas masyarakatnya maupun mutu kehidupan di perkotaan. Sistem transportasi perkotaan yang baik, selayaknya menjadikan sarana transportasi umum sebagai sarana mobilitas utama, namun sayangnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia, masyarakatnya masih enggan menggunakan transportasi umum sebagai sarana mobilitas utama. Masih banyak masyarakatnya yang lebih memilih menggunakan angkutan pribadi. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, misalnya regulasi di Indonesia yang masih memudahkan masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi seperti pajak kendaraan yang relatif murah, subsidi bahan bakar untuk kendaraan pribadi. Jika belajar dari negara maju, regulasi kepemilikan kendaraan pribadi dibuat sangat ketat, mulai dari pajak kendaraan yang tinggi, sewa lahan parkir yang mahal, serta tidak diberikannya subsidi bahan bakar. Penetapan
regulasi
seperti
di
negara-negara
maju
tidak
sepenuhnya bisa diterapkan begitu saja di negara berkembang seperti Indonesia, karena jika dilihat lebih jauh, kualitas transportasi publik di negara-negara maju sudah tertata dengan baik. Mulai dari sistem pengelolaannya, keterjangkauan terhadap wilayah-wilayahnya, hingga integrasi antar moda transportasi umumnya. Hal tersebutlah yang masih menjadi kendala utama di negara berkembang. Kualitas transportasi publiknya
masih
sangat
memprihatinkan.
Dilihat
dari
kualitas
kendaraannnya, di Indonesia masih banyak kendaraan yang sudah tidak layak jalan namun masih diberi izin beroperasi yang mengakibatkan banyaknya terjadi kecelakaan di jalan. Dilihat dari sistem pengelolaannya, masih banyak moda transportasi umum yang belum terintegrasi satu sama lain, hal tersebut mempersulit bagi masyarakat atau penggunanya jika akan menggunakan transportasi umum, terlebih masih banyak wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh kendaraan umum.
2
Penggunaan kendaraan pribadi yang tinggi di daerah perkotaan sebenarnya menjadi penyebab utama permasalahan transportasi di wilayah perkotaan. Pertambahan jumlah kendaraan pribadi tidak seimbang dengan pertambahan ruas jalan, sehingga masalah kemacetan menjadi masalah hal biasa terjadi di perkotaan utamanya pada jam-jam sibuk. Di beberapa wilayah seperti Jakarta sebenarnya sudah dilakukan upaya untuk mengatasi masalah kemacetan seperti penerapan kebijakan pengaturan jam masuk kantor dan jam sekolah, untuk mengurangi penumpukan kendaraan dijam yang sama, sehingga jam sibuk lalulintas bisa dibagi. Sebenarnya bukan masalah jam sibuk yang menjadi masalah utama transportasi di perkotaan, melainkan jumlah kendaraannya yang sangat tinggi. Jumlah kendaraan umum cukup banyak namun jumlah kendaraan pribadi juga sangat tinggi, penyediaan sarana transportasi umum menjadi tidak efektif dan efisien. Kunci penyelesaian masalah transportasi di perkotaan adalah pengelolaan sistem transportasi umumnya, ketika transportasi umum sudah baik, maka masyarakat tidak ragu lagi menggunakan transportasi umum dan berangsur beralih dari penggunaan kendaraan pribadi menjadi kendaraan umum. Kota Cimahi merupakan salah kota yang berkembang sangat pesat. Kota Cimahi menjadi pusat kegiatan mulai dari kegiatan perekonomian, sosial, pendidikan, dan pelayanan. Kota Cimahi menjadi daerah tujuan dari daerah-daerah sekitarnya seperti Kabupaten Bandung. Sayangnya perkembangan Kota Cimahi tersebut tidak diimbangi dengan fasilitas sarana transportasi yang baik, khususnya transportasi umum, kemacetan menjadi salah satu permasalahan yang sering ditemukan di Kota Cimahi. Penyediaan pelayanan sarana transportasi umum yang kurang optimal menyebabkan masyarakat cenderung lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Bahkan menurut data statistik dinas perhubungan Kota Cimahi pertambahan motor di Kota Cimahi mencapai 500 unit kendaraan setiap bulannya, hal tersebut belum lagi dengan pertambahan kendaraan mobil dan kendaraan pribadi lainnya. Transportasi
3
publik yang paling besar jumlah trayek dan populasinya adalah angkutan perkotaan. Menurut data statistik pemda Kota Cimahi, jumlah trayek angkot yang saat ini beroperasi mencapai 25 trayek dengan lebih dari 4000 unit kendaraan. Perlu pengkajian lebih lanjut tentang transportasi publik khususnya angkutan kota yang ada di Kota Cimahi agar transportasi publik yang ada saat ini dapat lebih efektif dan fungsional.
1. 2.
Rumusan Masalah Beberapa permasalahan transportasi di Kota Cimahi khususnya transportasi publik adalah belum optimalnya pelayanan angkutan umum di Kota Cimahi. Masih banyak terjadi overlaping trayek angkot yang mengakibatkan terakumulasinya angkutan umum yang tersedia hingga tidak jarang mengakibatkan kemacetan pada jam-jam sibuk. Penerapan pola rute juga belum optimal, karena untuk mencapai lokasi tujuan perjalanan diperlukan beberapa kali perpindahan angkot. Hal tersebut menyebabkan tingginya biaya atau ongkos angkutan. Tidak aksesibelnya rute angkot yang ada bagi penumpang karena belum terkoneksikannya kantung-kantung permukiman yang lokasinya cenderung masuk jauh dari lintasan rute angkot, bahkan banyak calon penumpang harus menggunakan jasa-jasa kendaraan sewa terlebih dahulu, seperi ojek, becak, dan lainnya untuk menuju lintasan rute angkot. berdasarkan beberapa masalah transportasi umum tersebut, muncullah beberapa rumusan masalah: 1. Bagaimana pola pergerakan atau mobilisasi masyarakat Kota Cimahi? 2. Bagaimana kinerja pelayanan rute angkot yang ada dalam memenuhi sarana pergerakan masyarakat? 3. Bagaimana
Pemanfaatan
sarana
transportasi
angkot
oleh
masyarakat saat ini?
4
1. 3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengidentifikasi pola pergerakan masyarakat di Kota Cimahi. 2. Mengidentifikasi pelayanan rute yang sudah tersedia terhadap kebutuhan pergerakan atau mobilisasi masyarakat Kota Cimahi. 3. Mengidentifikasi pemanfaatan angkot oleh masyarakat Kota Cimahi. 4. Memberikan rekomendasi penataan rute angkot di Kota Cimahi.
1. 4.
Kegunaan Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1) Bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan untuk merencanakan rute angkutan umum, khususnya angkutan kota (angkot), di Kota Cimahi pada masa yang akan datang. 2) Menjadi informasi bagi penelitian sejenis dimasa yang akan datang.
1. 5.
Keaslian Penelitian Penelitian terkait pelayanan transportasi publik sudah beberapa kali dilakukan sebelumnya. Beberapa hasil penelitian tersebutlah yang menjadi acuan penulis untuk melakukan penelitian tentang transportasi pulik ini khususnya kinerja rute angkot, karena penulis menemukan beberapa celah atau bagian penelitian yang belum dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian yang dilakukan penulis ini lebih menekankan pada aspek spasial yakni berupa pola pergerakan masyarakat serta cakupan wilayah pelayanan rute angkutan moda dalam memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat, sedangkan penelitian sebelumnya lebih menekankan pada aspek teknis seperti waktu tempuh, waktu tunggu saat peak dan off peak, jumlah kendaraan, dan lain sebagainya. Meskipun demikian ada pula hasil penelitian sebelumnya yang diadopsi dalam penelitian ini seperti penggunaan origindestination untuk menggambarkan arah dan pola pergerakan masyarakat secara spasial, daerah tarikan dan bangkitan untuk menggambarkan daerah-
5
daerah strategis dan potensial untuk pelayanan angkutan umum, dan lain sebagainya. Beberapa hasil penelitian tersebut bersumber dari jurnal maupun tesis. Penelitian pertama dilakukan oleh Rozalinda (2004). Bersumber dari tesis dengan judul kajian jaringan pelayanan angkutan umum penumpang dalam kota di Kota Solok. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik yang dimiliki setiap kawasan dalam wilayah Kota Solok dalam kaitannya dengan permintaan akan angkutan umum dan jaringan pelayanan angkutan umum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif, dengan mendiskripsikan data berupa daerah yang menjadi bangkitan dan tarikan, serta zona potensial untuk dilayani angkutan umum. Hasil yang diketahui adalah bahwa jaringan pelayanan angkutan umum pada beberapa kawasan di Kota Solok belum optimal dalam memenuhi kebutuhan pergerakan antar kawasan dalam kota karena belum seimbang antara kebutuhan angkotnya dengan jumlah angkot yang tersedia. Penelitian kedua dilakukan oleh Andrian (2008) Bersumber dari tesis dengan judul evaluasi kinerja angkutan umum Kota Medan jenis MPU (Mobil Penumpang Umum), studi kasus: Koperasi Pengangkutan Medan (KPUM) trayek 64. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja angkutan umum serta menilai unjuk kerja angkutan umum jenis MPU menggunakan variabel yang didapat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adlah pengukuran kuantitatif dan kualitatif.Hasil temuan yang diperoleh adalah trayek angkutan KPUM 64 memiliki kinerja dan tingkat pelayanan sangat baik karena melewati rute yang tata guna lahannya didominasi oleh CBD (Central Bussiness District), pusat pemerintahan, pusat pendidikan, perumahan, perkantoran. Berdasarkan load factor dinamis, terjadi kelebihan supply dibandingkan demand yang ada di Kota Medan. Penelitian ketiga dilakukan oleh Arif (2009). Bersumber dari tesis dengan judul Kajian Pelayanan Rute Angkutan Umum di Kota Palembang. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah pelayanan angkutan
6
umum yang ada sudah menjangkau seluruh kawasan dalam memenuhi kebutuhan pergerakan dalam kota. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pelayanan rute angkutan umum di Kota Palembang, sehingga dapat diketahui apakah pelayanan angkutan umum yang ada sudah menjangkau seluruh kawasan dalam memenuhi kebutuhan pergerakan dalam kota. Metode yang digunakan adalah dengan analisis deskriptif. Hasil yang diperoleh ialah bahwa dari beberapa peta menunjukan pelayanan rute angkutan umum pada beberapa kawasan belum optimal dan menjangkau seluruh wilayah, masih banyak zona yang belum terlayani oleh rute/lintasan angkutan umum, terutama kawasan permukiman yang letaknya menyebar ditengah-tengah lahan non urban (lahan pertanian, perkebunan, dll). Penelitian keempat dilakukan oleh Hermawan dkk(2009). Bersumber dari Jurnal dengan judul Pengembangan Angkutan Umum di Daerah Suburban Kota Semarang Bebasis Sistem Informasi Geografis. Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis pola pengembangan angkutan umum di daerah suburban Kota Semarang yang lebih merata di masa mendatang serta mengkaji kinerja pelayanan angkutan umum dengan pendekatan model Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil yang diketahui adalah bahwa Pelayanan angkutan umum di lokasi studi tidak efisiensi dari segi jumlah moda, namun efisien dari segi pelayanan karena dapat melayani hingga ke titik permukiman, terutama di wilayah kecamatan Banyumanik dan sebagian kecamatan Tembalang. Penelitian tentang transportasi yang dilakukan sebelumnya hingga saat ini dapat dilihat pada Tabel 1.1.
7
Tabel 1.1 Penelitian yang Dilakukan Sebelumnya dan Saat Ini No 1
2
Nama Peneliti Tresia Rozalinda
Thomas Andrian
Judul Kajian Jaringan Pelayanan Angkutan Umum Penumpang Dalam Kota di Kota Solok
Evaluasi Kinerja Angkutan Umum Kota Medan Jenis Mobil Penumpang (MPU), Studi Kasus: Koperasi Pengangkutan Medan (KPUM) Trayek 64
Tahun Jenis Tujuan Penelitian Penelitian Penelitian 2004 Tesis Mengkaji karakteristik yang dimiliki setiap kawasan dalam wilayah Kota Solok dalam kaitannya dengan permintaan akan angkutan umum dan jaringan pelayanan angkutan umum 2008 Tesis Mengetahui variabel apa saja yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja angkutan umum Dari variabel yang didapat akan digunakan untuk menilai unjuk kerja angkutan umum jenis MPU
Metode Penelitian Analisis Deskriptif
Hasil Penelitian Jaringan pelayanan angkutan umum pada beberapa kawasan belum optimal dalam memenuhi kebutuhan pergerakan antar kawasan dalam Kota Solok
Pengukuran Trayek angkutan KPUM 64 sangat kuantitatif baik karena melewati rute yang tata dan guna lahannya didominasi oleh kualitatif CBD, pusat pemerintahan, pusat pendidikan, perumahan, perkantoran Kinerja angkutan KPUM rute 64 dapat diterima Berdasarkan load factor dinamis, terjadi kelebihan supply dibandingkan demand yang ada di Kota Medan
8
Lanjutan Tabel 1.1 Penelitian yang Dilakukan Sebelumnya dan Saat Ini No 3
4
Nama Peneliti Firgani Arif
Ferry Hermawan; Bambang Riyanto; Kami Hari Basuki
Judul Kajian Pelayanan Rute Angkutan Umum di Kota Palembang
Pengembangan Angkutan Umum di Daerah Suburban Kota Semarang Bebasis Sistem Informasi Geografis
Tahun Penelitian 2009
2009
Jenis Tujuan Penelitian Penelitian Tesis mengkaji pelayanan rute angkutan umum di Kota Palembang, sehingga dapat diketahui apakah pelayanan angkutan umum yang ada sudah menjangkau seluruh kawasan dalam memenuhi kebutuhan pergerakan dalam kota Jurnal Menganalisis pola pengembangan angkutan umum di daerah suburban Kota Semarang yang lebih merata di masa mendatang serta mengkaji kinerja pelayanan angkutan umum dengan pendekatan model Sistem Informasi Geografis (SIG)
Metode Hasil Penelitian Penelitian Analisis pelayanan rute angkutan umum Deskriptif pada beberapa kawasan belum optimal dan menjangkau seluruh wilayah dalam memenuhi kebutuhan pergerakan penduduk pada kawasan pinggiran kota di Kota Palembang.
Analisis Deskriptif
Pelayanan angkutan umum di lokasi studi tidak efisiensi dari segi jumlah moda, namun efisien dari segi pelayanan karena dapat melayani hingga ke titik permukiman, terutama di wilayah kecamatan Banyumanik dan sebagian kecamatan Tembalang
9
Lanjutan Tabel 1.1 Penelitian yang Dilakukan Sebelumnya dan Saat Ini No 5
Nama Peneliti Okta Fajar Saputra
Judul Kajian Pelayanan Rute Moda Angkutan Kota (Angkot) di Kota Cimahi
Tahun Jenis Tujuan Penelitian Penelitian Penelitian 2013 Skripsi Mengidentifikasi pola pergerakan masyarakat Kota Cimahi Mengidentifikasi pelayanan rute yang sudah tersedia terhadap kebutuhan pergerakan atau mobilisasi masyarakat Kota Cimahi
Metode Hasil Penelitian Penelitian Analisis Rute angkot yang ada saat ini Deskriptif sudah mampu menjangkau sebagian besar wilayah Kota Cimahi, yaitu sebesar 68,71% Masih banyak rute angkutan kota yang overlaping sehingga menjadi masalah tersendiri terjadinya kemacetan di Kota Cimahi Penerapan rute angkot belum aksesibel karena masyarakat harus berganti beberapa kali rute angkot untuk mencapai lokasi tujuannya Modifikasi rute angkot ataupun penyediaan sarana transportasi perantara (feeder) bisa menjadi salah satu solusi permasalahan angkutan umum di Kota Cimahi.untuk melewati ruas-ruas jalan potensial
10
1. 6.
Tinjauan Pustaka a)
Geografi Transportasi Geografi transportasi merupakan ilmu yang mempelajari tentang sistem menangani peran transportasi dibidang geografi termasuk pola dan model dari transportasi serta memepelajari secara kuantitatif pergerakan barang, manusia, jasa, dan informasi serta hubungan antara transportasi dan faktor geografi. Menurut Rodrigue (2009) geografi transportasi adalah subdisiplin dalam ilmu geografi yang fokus kajiannya tentang pergerakan, baik pergerakan barang, orang, maupun informasi. Geografi transportasi berusaha untuk memahami organisasi spasial dengan menghubungkan antara permasalahan atau kendala spasial dan atribut dengan asal, tujuan, luasan, sifat dasar dan tujuan melakukan pergerakan.
b)
Pengertian dan Kriteria Angkutan Umum, Jaringan, dan Trayek Transportasi diartikan sebagai upaya atau tindakan memindahkan barang dan manusia dari suatu tempat ketempat lainnya, dari tempat asal ke tempat tujuan, dari lokasi produksi ke lokasi pasar, dari perdesaan ke perkotaan, dan mobilitas barang dan manusia lainnya (Adisasmita, 2011). Peraturan daerah Kota Cimahi nomor 14 tahun 2008 tentang penyelenggaraan perhubungan di Kota Cimahi mendefinisikan kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang digerakkan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Dalam Perda yang sama, didefinisikan bahwa Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, maka jaringan lalu lintas dapat didefinisikan sebagai rangkaian simpul ruang kegiatan yang saling terhubungoleh lalu lintas dan angkutan jalan.
11
c)
Sistem Transportasi Sistem Transportasi merupakan suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana penghubung antar wilayah dalam melakukan perpindahan baik berupa perpindahan manusia maupun barang sebagai upaya mengatasi hambatan jarak geografis maupun topografis. Sarana transportasi dijadikan sebagai kebutuhan turunan karena selain sebagai sarana perpindahaan manusia ataupun barang, transportasi juga dikaitkan dengan kebutuhan ekonomi, sosial, maupun politik atau stategis(Adisasmita, 2011). Ruang lingkup transportasi sangat luas, bersifat multi sektoral dan multi disiplin. Multi sektoral dalam artian bahwa transportasi berkaitan dengan sektorsektor lain, yakni menunjang sektor perdagangan, industri, pendidikan, kesehatan, pariwisata, transmigrasi, dan sektor-sektor lainnya. Transportasi bersifat multi disiplin dalam artian bahwa transportasi erat kaitannya dengan disiplin-disiplin lain, seperti pengembangan wilayah, pembangunan desa, pembangunan perkotaan, dan lain sebagainya (Adisasmita, 2011).
d)
Konsep Pergerakan Tamin (1997 dalam Adrian, 2008) mengemukakan bahwa ada 3 faktor tipologi untuk menjabarkan perpindahan atau ineteraksi antar wilayah, yaitu:
Complementarity yaitu interaksi antar wilayah kaitannya dengan pemenuhan antara supply dan demand,
Intervening Opportunity,
Transferability.
Konsep pergerakan secara umum terbagi menjadi dua bagian konsep dasar, yaitu ciri pergerakan non-spasial (tanpa ada batasan ruang) dan ciri pergerakan spasial (dengan ada batasan ruang).
12
1) Pergerakan non-spasial Pergerakan non-spasial merupakan upaya pergerakan atau perpindahan manusia atau barang tanpa ada batasan ruang, seperti sebab terjadinya pergerakan, alasan melakukan pergerakan, waktu terjadinya pergerakan, jenis moda yang digunakan dalam melakukan pergerakan. a) Terjadinya pergerakan dapat dikategorikan menjadi: 1) Aktivitas Sosial, pergerakan sebagai sarana berhubungan atau berinteraksi secara sosial antar individu, seperti perjalanan
kunjungan
ke
rumah
kerabat,
dan
lain
sebagainya. 2) Aktivitas Ekonomi, pergerakan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan
ekonomi,
seperti
mencari
nafkah
dan
mendapatkan barang serta jasa. Klasifikasi pergerakan dapat berupa perjalanan dari dan ke tempat kerja, fasilitas perdagangan, fasilitas jasa, dan lain sebagainya. 3) Aktivitas pendidikan, pergerakan sebagai sarana menuju dan dari fasilitas pendidikan seperti sekolah ataupun kampus. Klasifikasi perjalanan untuk pendidikan umumnya sangat tinggi untuk usia 5-22 tahun, yaitu klasifikasi usia sekolah. 4) Aktivitas rekreasi dan hiburan, pergerakan sebagai sarana menuju dan dari tempat-tempat rekreasi. 5) Aktivitas kebudayaan. b) Waktu terjadinya pergerakan Waktu terjadinya pergerakan merupakan saat-saat orang melakukan pergerakan. Hal tersebut sangat bergantung pada kapan seseorang melakukan aktivitasnya. Hal ini penting karena dapat digunakan untuk mengkaji daya layan atau occupancy sarana transportasi publik tertinggi agar semua orang dapat tetap terlayani. Umumnya di negara-negara berkembang waktu
13
perjalanan tertinggi adalah pagi hari dan sore hari, yakni ketika waktu perjalanan pendidikan yang dilakukan oleh siswa dan waktu perjalanan ekonomi yang dilakukan oleh pegawai atau pekerja. c) Jenis moda transportasi yang digunakan Ketika melakukan perjalanan, seseorang diberikan pilihan macam moda yang dapat digunakan, dapat berupa angkutan mobil, motor, angkutan umum, pesawat terbang atau kereta. Dalam pemilihan moda transportasi tersebut banyak hal yang menajdi pertimbangan, seperti faktor jarak tempuh, biaya, tingkat kenyamanan, keselamatan, dan maksud perjalanan.
2) Pergerakan spasial Pergerakan spasial merupakan upaya pergerakan atau perpindahan manusia atau barang dengan adanya batasan ruang yakni dikaitkan dengan pola hubungan antara distribusi spasial perjalanan dengan distribusi tataguna lahan yang ada pada suatu wilayah. Ciri perjalanan spasial, yaitu pola perjalanan orang dan pola perjalanan barang. a) Pola perjalanan orang Perjalanan terbentuk karena adanya aktivitas yang dilakukan bukan di tempat tinggal, sehingga pola tata ruang dan tataguna lahan yang ada akan sangat mempengaruhi pola perjalanan. Tataguna lahan yang dominan mempengaruhi dalam pergerakan secara spasial adalah permukiman, industri, perkantoran, pusat pelayanan dan perekonomian. Faktor lain yang mempengaruhi pola pergerakan manusia adalah kesempatan kerja yang tersedia. Daerah dengan kesempatan kerja tinggi cenderung menjadi tujuan pergerakan.
14
b) Pola perjalanan barang Pola pergerakan barang sangat dipengaruhi oleh faktor aktivitas konsumsi dan produksi barang. Faktor aktivitas konsumsi diasosiasikan dengan permukiman sedangkan faktor produksi diasosiasikan dengan lokasi industri dan bahan baku. Pola perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh pola rantai distribusi yang menghubungkan pusat produksi industri dengan daerah konsumsi. Semakin panjang rantai distribusi yang ada, maka semakin panjang juga pola pergerakan barang. Rantai distribusi barang juga tergantung dari jenis barang yang akan didistribusi, barang-barang dengan umur pendek seperti buah-buahan dan sayur-sayuran cenderung memiliki rantai distribusi yang tidak terlalu panjang.
e) Bangkitan dan Tarikan Bangkitan pergerakan merupakan besaran jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tataguna lahan tertentu. Tarikan merupakan besaran jumlah pergerakan yang menuju suatu zona atau tataguna lahan tertentu. Besaran bangkitan ataupun tarikan dapat diukur dengan jumlah perjalanan baik yang berasal maupun menuju tataguna lahan. Faktor yang paling berpengaruh dalam besaran bangkitan dan tarikan adalah aspek jenis tataguna lahan dan intensitas atau jumlah aktivitas yang dalam suatu zona tataguna lahan. Besaran pergerakan antar zona atau tataguna lahan bervariasi setiap tataguna lahan, semakin tinggi tingkat penggunaan lahan, maka semakin besar pula pergerakan yang dihasilkan (Tamin, 2000). Terdapat sepuluh faktor yang menjadi peubah penentu besaran bangkitan dan tarikan yang dapat diidentifikasi dan secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi besaran bangkitan lalu lintas suatu zona (Martin B. Dalam Arif, 2009), yaitu: (1) maksud perjalanan, (2) penghasilan keluarga, (3) pemilikan kendaraan, (4) guna lahan di tempat asal, (5) jarak dari pusat kegiatan kota, (6) jarak perjalanan, (7) moda angkutan, (8)
15
penggunaan kendaraan, (9) gunalahan di tempat tujuan, (10) waktu perjalanan.
f)
Karakteristik Jasa Transportasi Yang Efektif dan Efisien Schumer (1968 dalam Adisasmita, 2011) mengemukakan bahwa pelayanan transportasi dapat dikatakan efektif dan efisien jika memenuhi kriteria-kriteria berikut: 1) transportasi yang disediakan harus lacar dan minim hambatan, artinya perjalanan harus dapat ditempuh dengan waktu singkat atau cepat, 2) transportasi yang disediakan harus safety, artinya moda transportasi yang ada minim resiko kecelakaan ataupun gangguan-gangguan kriminalitas, 3) transportasi yang disediakan harus memiliki kapasitas yang cukup untuk melayani kebutuhan mobilitas barang atau jasa. Ketersediaan kapasitas transportasi harus seimbang dengan barang atau manusia yang akan dipindahkan, 4) transportasi yang disediakan harus memiliki frekuensi yang cukup, dalam artian jarak (waktu) antara satu kendaraan dengan kendaraan berikutnya tidak terlalu lama, sehingga meminimalisir waktu tunggu bagi penumpang, 5) transportasi yang disediakan harus teratur, hal ini berkaitan dengan regulasi atau keteraturan dalam pengelolaan moda transportasi, 6) transportasi yang disediakan harus komprehensif, artinya keterpaduan antar moda atau antar jenis moda dari tempat asal hingga tempat tujuan, 7) transportasi
yang disediakan harus
responsibility,
artinya
ada
tanggungjawab penuh dari penyedia jasa tranportasi terhadap keselamatan, kehilangan, atau kerusakan dari muatan, 8) transportasi yang disediakan harus acceptable atau affordable, artinya biaya transportasi yang dibebankan pada pengguna jasa transportasi harus rendah atau terjangkau berdasarkan karakteristik pengguna jasa transportasinya,
16
9) transportasi yang disediakan harus comfort atau convinience, artinya moda transportasi memberikan rasa nyaman bagi penggunanya.
g) Keterkaitan Transportasi Dengan Pembangunan Pelayanan Transportasi menunjang pengembangan wilayah dan pembangunan kegiatan di berbagai sektor. Transportasi menjadi kebutuhan dalam menunjang pembangunan, begitu pula sebaliknya, pembangunan sektoral dan regional juga membutuhkan dukungan sarana transportasi, sehingga dapat dikatakan bahwa antara transportasi dan pembangunan saling membutuhkan dan dibutuhkan, artinya interaksi keterkaitan antara keduanya bersifat dua arah (Adisasmita, 2011). Sarana dan prasarana yang disediakan pada suatu wilayah untuk menunjang kegiatan pembangunan merupakan supply atau penawaran harus disediakan dengan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan atau demand, oleh karena itu kapasitas transportasi yang disediakan harus seimbang dengan kebutuhan pembangunan, artinya antara supply
dan
demand harus diupayakan seimbang agar terwujud penyediaan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, karena jika antara supply dan demand terjadi ketimpangan maka hal yang terjadi adalah over supply ataupun kekurangan penyediaan jasa transportasi sehingga akan ada masyarakat yang tidak terlayani. h) Sistem Tata Guna Lahan – Transportasi Menurut Martin, B (dalam Rozalinda, 2004) ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan guna lahan, yaitu topografi, jumlah penduduk, biaya, bangunan dan derajat pelayanan jaringan perangkutan. Dengan kata lain jaringan transportasi yang tersedia di suatu wilayah akan mempengaruhi tataguna lahan. Umumnya dengan tersedianya jaringan jalan akan memicu suatau wilayah semakin berkembang yang mengakibatkan pemanfaatan lahan cenderung menjadi lahan-lahan terbangun, seperti permukiman, fasilitas pelayanan dan fasilitas perekonomian. Kondisi
17
tataguna lahan eksisting juga justru akan mempengaruhi pola pergerakan yang ada. Kawasan permukiman cenderung menjadi daerah asal dalam pola pergerakan, sedangkan kawasan industri, perkantoran, pendidikan, fasilitas pelayanan, fasilitas ekonomi cenderung menjadi daerah tujuan dalam pola pergerakan.
i)
Paratransit-Angkot Paratransit atau lebih umum dikenal sebagai Angkot (angkutan kota) merupakan angkutan umum dengan karakter kendaraan kecil dengan status kepemilikan sebagian besar oleh individu, digunakan untuk pelayanan rute jarak dekat yang penetapan jalurnya ditentukan oleh pemerintah daerah kota. Tarif angkot cukup rendah, namun perawatan dan investasinya juga rendah, serta kelaikan kendaraannya sering menjadi masalah. Paratransit di negara maju tidak berkembang karena layanan angkutan umumnya sudah lebih baik. Paratransit (Angkot) biasanya melayani kategori perjalanan yang sifatnya jarak pendek, seperti perjalanan ke sekolah atau ke pasar. Angkot biasanya tidak dipakai untuk perjalanan komuter reguler ke tempat kerja. Meskipun demikian, saat kualitas angkutan umum memburuk, angkot cenderung menggantikan peran angkutan umum.
1. 7.
Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran dari penelitian ini bermula dari fenomena pertumbuhan dan perkembangan Kota Cimahi. Berdasarkan data statistik Kota Cimahi, dari tahun ke tahun jumlah penduduk Kota Cimahi terus mengalami peningkatan. Baik peningkatan jumlah penduduk yang menetap di Kota Cimahi dalam jangka waktu yang lama, ataupun yang melakukan perpindahan sementara karena bekerja di Kota Cimahi. Kota Cimahi juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Fungsi Kota Cimahi saat ini telah berkembang menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa, pusat industri, serta pusat pendidikan. Kota Cimahi saat ini menjadi pusat
18
tujuan pergerakan masyarakat di Kota Cimahi itu sendiri maupun masyarakat disekitar Kota Cimahi, seperti kabupaten Bandung dan kabupaten Bandung Barat. Pergerakan masyarakat di Kota Cimahi menjadikan pola pergerakan yang kompleks karena selain berperan sebagai kota tujuan pergerakan, Kota Cimahi juga menjadi kota satelit dari Kota Bandung. Banyak pula masyarakat Kota Cimahi yang memiliki inti kegiatan di Kota Bandung, seperti bekerja ataupun bersekolah. Sebagai akibat dari fenomena pertumbuhan dan perkembangan Kota Cimahi, tentu akan terjadi peningkatan aktivitas yang mengakibatkan pula tingginya tingkat mobilitas dan pergerakan masyarakat Kota Cimahi. Peningkatan aktivitas penduduk juga mengakibatkan tingginya kebutuhan sarana dan prasarana pergerakan termasuk angkutan, baik angkutan pribadi maupun angkutan umum. Kondisi eksisting rute pelayanan angkot di Cimahi dianalisis dan dikomparasikan dengan pola pergerakan. Identifikasi yang dilakukan meliputi identifikasi pola perjalanan penduduk untuk menggambarkan analisis pola pergerakannya, lalu identifikasi jaringan jalan dan identifikasi jaringan trayek angkot untuk menganalisis jaringan pelayanan angkot. Dari hasil analisis tersebut diperoleh gambaran kemampuan pelayanan rute angkot yang ada di Kota Cimahi. Digaram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.1.
19
Pertumbuhan dan perkembangan Aktivitas penduduk
Mobilitas penduduk
Kebutuhan sarana pergerakan Perkembangan jaringan jalan
Kondisi existing rute angkot di Kota Cimahi
Identifikasi pola perjalanan penduduk
Identifikasi sitem jaringan jalan
Analisis pola pergerakan
Identifikasi jaringan trayek angkot
Analisis jaringan pelayanan angkot
Pelayanan rute angkot
Kesimpulan dan rekomendasi Gambar 1.1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran
1. 8.
Definisi Operasional Transportasi Publik yang dimaksud dalam penelitian adalah kendaraan bermesin dan beroda dua atau lebih dengan dipungut biaya sebagai kompensasi, serta beroperasi atau melintasi Kota Cimahi. Moda transportasi adalah jenis media atau alat yang digunakan untuk melakukan kegiatan transportasi.
20
Angkutan Kota (angkot) yang dimaksud dalam penelitian adalah kendaraan umum yang dilengkapi sebanyak 8 (delapan) tempat duduk atau lebih, tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa pelengkap bagasi (PP No. 41 tahun 1993). Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap, baik terjadwal maupun tidak (PP No. 41 tahun 1993). Lintasan Rute Adalah jalan yang menghubungkan tempat satu dengan tempat lain yang merupakan satu rangkaian perjalanan yang ditempuh dengan angkutan umum. Area Pelayanan Rute yang dimaksud dalam penelitian ini adalah luasan area yang dapat dijangkau oleh rute angkot yang tersedia dengan asumsi jangkauan area coverage sebesar 300 meter sampai 400 meter dari lintasan rute, sesuai dengan Surat Keputusan Direktoral
Jenderal
Perhubungan
No.SK.687/AJ.206/DRJD/2002
Tentang
Darat
pedoman
teknis
penyelenggaraan angkutan umum diwilayah perkotaan. Armada
adalah
aset
berupa
kendaraan
umum
yang
dipertanggungjawabkan perusahaan, baik dalam keadaan siap guna, maupun dalam reparasi. Jumlah armada operasi adalah banyaknya kendaraan penumpang umum dalam tiap trayek selama waktu pelayanan. Pola Pergerakan Penduduk adalah arah dan tujuan pergerakan penduduk untuk melakukan aktivitasnya.
21