BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan menghasilkan emisi gas rumah kaca di atmosfer. Pembangunan secara berkala banyak dilakukan oleh negara-negara yang sedang berkembang salah satunya Negara Indonesia. Pembangunan fasilitas pendukung seperti infrastruktur, industri, serta sosial ekonomi memiliki tujuan utama yakni memajukan negara serta mensejahterahkan warganya. Namun terkadang pembangunan seperti ini memiliki dampak buruk bagi lingkungan karena seringkali mengkesampingkan faktor yang menyebabkan kerusakan lingkungan salah satunya pencemaran lingkungan dan polusi udara. Menurut Fardiaz (1992) udara merupakan suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara bersih ialah udara yang tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. Komposisi udara terdiri dari berbagai jenis bgas doantaranya 78% nitrogen, 21,96% oksigen, 0,93% argon, 0,0032% karbondioksida dan gas-gas mulia lain yang terdapat pada atmosfer (Wardhana, 2001). Aktivitas manusia seringkali menjadi penyebab utama pencemaran udara karena mobilitas manusia yang sangat tinggi. Pembangunanpembangunan yang dilakukan di perkotaan termasuk pembangunan industri dapat meningkatkan jumlah pencemar yang mencemari udara sehingga berakibat buruk pada kesehatan manusia. Transportasi merupakan faktor pendukung yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan industri karena sangat membantu dalam mobilitas barang maupun manusia. Kota adalah daerah administrasi setara kabupaten yang keberadaannya ditentukan oleh undang-undang dan dahulu dinamakan kotamadya (Suharyadi, 2000). Kota selalu mengalami perkembangan fisikal dan non-fisikal. Perkembangan
fisikal
tercermin
dalam
hal
perubahan
kenampakan-
kenampakan fisik baik mengenai luas wilayah, penggunaan lahan, bangunan, jalur
transportasi
serta
prasarana
kegiatan
dan
kehidupan
lainnya.
Perkembangan non-fisikal seperti perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan demografis. Dinamika penduduk serta perubahan sosial ekonomi merupakan
faktor utama yang mendorong perkembangan suatu kota. Pertumbahan jumlah penduduk
yang
mengakibatkan
terjadinya
densifikasi
penduduk
dan
permukiman yang cepat dan tidak terkendali dibagian kota mengakibatkan kebutuhan ruang akan meningkat. Semakin meningkatnya permintaan akan ruang khususnya untuk permukiman dan lahan terbangun lainnya berdampak pada semakin menurunnya kondisi kualitas lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan daerah kota lebih berpotensi mengalami pencemaran udara. Padatnya penduduk di suatu kota berakibat pada padatnya aktifitas manusia yang kebanyakan membutuhkan kendaraan bermotor untuk sarana pemenuhan kebutuhan mobilitas mereka. Dampak terjadinya pencemaran udara dapat diminimalisir dengan mengupayakan penyediaan ruang terbuka hijau (RTH). Komponen utama RTH berupa tumbuhan
sangat membantu dalam menyerap emisi CO sehingga
mampu mengurangi emisi CO di alam. Selain itu, tumbuhan pada RTH dapat menghasilkan gas oksigen yang merupakan bagian penting dalam proses metabolisme makhluk hidup. Menurut Fandeli (2004; dalam Nuryadi, 2010) ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasikan berdasarkan status kawanan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya. Ruang terbuka hijau menurut Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang atau jalur dan atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah ataupun sengaja ditanam. Keberadaan ruang terbuka hijau merupakan unsur terpenting dalam membentuk kualitas lingkungan kota yang nyaman dan sehat. Kota Prabumulih merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Selatan kota yang baru berkembang sekitar tahun 2001. Kota Prabumulih terbagi menjadi 6 kecamatan dengan luas wilayah seluas 434,46 km2. Kota Prabumulih memiliki peran strategis karena merupakan jalur transit serta pusat simpul yang menghubungkan antara ibukota Provinsi Sumatera Selatan yaitu
Palembang dengan Kabupaten Muara Enim. Sebagai pusat simpul Kota Prabumulih mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat (rapid growth area) baik itu dari segi tata guna lahan, perkembangan sistem transportasi, wilayah permukiman penduduk dan industri. Jumlah penduduk selama empat tahun terakhir terus mengalami peningkatan akibat strategisnya letak Kota Prabumulih sehingga menyebabkan banyaknya penduduk yang tertarik untuk tinggal di Kota Prabumulih. Menurut data Prabumulih dalam Angka tahun 2013, angka pertumbuhan penduduk di Kota Prabumulih tahun 2012 – 2013 mencapai 1,65%. Pertambahan penduduk selama empat tahun terakhir disajikan dalam tabel 1.1 berikut ini : Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kota Prabumulih Tahun 2010-2013 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kecamatan 2010 2011 Rambang Kapak Tengah 10.881 11.252 Prabumulih Timur 57.044 59.905 Prabumulih Selatan 17.014 17.431 Prabumulih Barat 29.569 28.839 Prabumulih Utara 31.524 31.895 Cambai 15.952 16.638 161.984 165.960 Jumlah Sumber : Kota Prabumulih Dalam Angka Tahun 2014
2012 11.512 61.888 17.552 29.842 31.753 16.475 169.022
2013 11.733 63.672 17.753 29.966 31.817 16.863 171.804
Terjadinya transformasi spasial tentu saja menimbulkan beberapa permasalahan antara lain berdampak pada penurunan kualitas lingkungan apabila tidak ada upaya pengelolaan lingkungan yang baik. Salah satu hal yang paling nyata yaitu berkurangnya ruang terbuka hijau yang memungkinkan lingkungan hidup kota menjadi tercemar. Salah satu upaya untuk mereduksi CO di daerah perkotaan yakni dengan mengurangi emisi karbon. Identifikasi kecukupan ruang terbuka hijau untuk mengetahui kondisi ruang terbuka hijau eksisting membutuhkan suatu teknologi yang mampu menyediakan data secara spasial yang dapat disajikan dan diperbaharui secara cepat dan mudah, serta memilki output hasil yang baik dan mudah diterjemahkan oleh penggunanya. Sumber data dan teknologi penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografis diharapkan mampu menjawab kebutuhan tersebut. Data penginderaan jauh yang digunakan untuk melakukan analisis kecukupan ruang terbuka hijau yaitu citra satelit SPOT-6 (Systeme Probatoire de I’Observation de la Terre) dengan resolusi
spasial 6 meter di saluran multispektralnya yang dapat diekstraksi informasi kerapatan vegetasi serta informasi penutup lahan di lokasi kajian. 1.2. Perumusan Masalah Perkembangan suatu kota erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi serta aktivitas manusia yang melakukan pembangunan untuk mensejahterahkan kehidupannya. Pembangunan berbagai macam sektor seperti pembangunan infrastruktur, pembangunan sistem transportasi, pembangunan sosial dan ekonomi tidak sedikit berdampak buruk bagi lingkungan karena seringkali mengkesampingkan
aspek
keseimbangan
lingkungan.
Pembangunan
infrastruktur baik itu fasilitas umum, permukiman, serta pembangunan pada sektor industri memungkinkan pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan tingginya tingkat mobilitas kehidupan di kota Prabumulih. Namun sebagai kota yang baru berkembang pada awal tahun 2001, sektor industri belum terlalu menopang kegiatan perekonomian di kota ini sehingga belum terdapat kegiatan industri besar di Kota Prabumulih. Kegiatan industri di Kota Prabumulih hanya sebatas pada kegiatan inddustri rumah tangga seperti pengrajin-pengrajin sampah plastik untuk dibuat kerajian tangan. Kegiatan industri kecil ini tidak memiliki dampak berarti bagi penurunan kualitas udara di Kota Prabumulih. Mobilitas pergerakan baik itu barang maupun manusia faktor penopang utamanya
ialah
aspek
transportasi.
Transportasi
dapat
memudahkan
aksesibilitas untuk menunjang kegiatan ekonomi perkotaan. Bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun mengakibatkan tingkat laju pergerakan penduduk juga meningkat. Untuk menunjang aksesibilitas salah satu sarana yang berpean penting yakni sarana transportasi. Menurut data Prabumulih dalam Angka jumlah kendaraan yang ada di Kota Prabumulih dalam lima tahun terakhir meningkat hingga mencapai hampir 50%. Tahun 2008 jumlah kendaraan di Kota Prabumulih sebanyak 48.808 buah dan terus meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 91.301 buah di tahun 2015. Semakin banyaknya jumlah kendaraan bermotor mengakibatkan polusi akibat gas buangan kendaraan yang akan bertambah pula. Grafik peningkatan jumlah kendaraan disajikan pada gambar 1.1 berikut. :
100000 80000
Jumlah Kendaraa n
60000 Jumlah Kendaraan 40000 20000 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Gambar 1.1 Grafik Jumlah Kendaraan di Kota Prabumulih Tahun 2008 - 2013 (sumber : Kota Prabumulih dalam Angka Tahun 2014) Peningkatan
jumlah kendaraan bermotor di
Kota Prabumulih
mengakibatkan padatnya arus lalulintas di Kota Prabumulih. Meningkatnya volume lalu lintas ini mengakibatkan kualitas udara di Kota Prabumulih menjadi tidak nyaman lagi akibat terlalu banyaknya buangan gas kendaraan bermotor atau gas karbon monoksida. Peningkatan jumlah penduduk juga berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan suatu kota. Laju pertumbuhan penduduk di Kota Prabumulih pada tahun 2012 – 2013 mencapai angka 1,65%. Semakin banyak jumlah penduduk yang menghuni suatu kota akan berpengaruh terhadap kebutuhan oksigen untuk proses respirasi serta akan menghasilkan gas karbon dioksida hasil pernafasan yang lebih banyak tergantung jumlah penduduk yang menghuni suatu kota. Ruang terbuka hijau merupakan alternatif dalam reduksi karbon monoksida agar tercipta keseimbangan lingkungan. Pemerintah Kota Prabumulih dalam beberapa tahun terakhir ini telah berupaya mengadakan perbaikan kualitas lingkungan. Salah satu programnya yakni penghijauan melalui pembangunan RTH publik seperti pembangunan taman kota. Selain berungsi untuk mereduksi gas karbon monoksida pembangunan taman kota serta RTH publik lainnya juga berfungsi untuk menambah estetika kota. Menurut dokumen rencana tata ruang tata wilayah Kota Prabumulih tahun 2014-2034, ruang terbuka hijau publik dengan luas kurang lebih 8.693ha atau sekitar 20% dari luas wilayah kota sedangkan ruang terbuka hijau privat seluas kurang lebih 4.397ha atau sekitar 10,1% persen dari luas wilayah Kota Prabumulih.
Ruang terbuka hijau merupakan komponen penting untuk menunjang suatu kehidupan perkotaan. Keberhasilan penyediaan ruang terbuka hijau kota cenderung diukur dari persentasi terhadap luasan suatu wilayah kota, yaitu 30 % dari luas wilayah kota, namun hal ini belum tentu memberikan kenyamanan lingkungan kota akibat dari kurang terarahnya pengembangan ruang terbuka hijau dari aspek kualitas (kondisi), kuantitas dan sebarannya. Untuk melihat bagaimanakah kecukupan serta kondisi ruang terbuka hijau berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen penduduk dan kendaraan bermotor di Kota Prabumulih dibutuhkan suatu penelitian untuk mengetahui seberapa besar tingkat pertumbuhan penduduk dan seberapa besar jumlah kendaraan bermotor yang akan menghasilkan emisi gas buang kendaraan serta seberapa besar pemenuhan kebutuhan oksigen di Kota Prabumulih. Dengan mengetahui jumlah oksigen yang dihasilkan dan jumlah oksigen yang dibutuhkan, maka dapat diperkirakan apakah ruang terbuka hijau eksisting sudah cukup dalam memenuhi kebutuhan oksigen penduduk. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut maka dapat dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk analisis kecukupan ruang terbuka hijau berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen di Kota Prabumulih. Data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit SPOT-6 tahun perekaman 2011 dengan resolusi spasial 10 meter. Teknik penginderaan jauh digunakan untuk mengekstraksi informasi kerapatan vegetasi dari citra SPOT-6 dengan menggunakan transformasi indeks vegetasi NDVI, serta mengekstraksi data penutup lahan dari citra SPOT-6 menggunakan klasifikasi multispektral yang nantinya dari ekstraksi kedua informasi tersebut akan diketahui bagaimana kondisi ruang terbuka hijau eksisting yang ada di Kota Prabumulih. Selanjutnya untuk melihat bagaimana kecukupan ruang terbuka hijau yang ada di Kota Prabumulih, dilakukan analisis estimasi kebutuhan oksigen penduduk dan kendaraan bermotor yang dibantu dengan data sekunder sehingga akan mendapatkan hasil akhir berupa analisis kecukupan ruang terbuka hijau berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen di setiap kecamatan di Kota Prabumulih.
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan rumusan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Kemampuan citra SPOT-6 dalam mengekstraksi data kerapatan vegetasi dan penutup lahan perlu dilakukan kajian lebih dalam 2. Faktor pertambahan dan pertumbuhan jumlah penduduk serta peningkatan jumlah kendaraan yang mengakibatkan menurunnya kualitas udara di Kota Prabumulih 3. Keberhasilan penyediaan ruang terbuka hijau cenderung diukur dari persentasi terhadap luasan suatu wilayah yaitu minimal 30% dari luas wilayah kota. Penyediaan RTH dalam suatu wilayah kota dapat dikembangkan berdasarkan kebutuhan oksigen. Dalam penelitian ini, kebutuhan oksigen hanya berfokus pada kebutuhan oksigen penduduk dan kendaraan bermotor.
1.3. Pertanyaan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diungkapkan diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan permasalahannya yaitu : 1. Bagaimana kemampuan citra SPOT-6 dalam mengekstraksi informasi kerapatan vegetasi dan penutup lahan di Kota Prabumulih? 2. Berapa besar proyeksi pertumbuhan penduduk di Kota Prabumulih dalam jangka waktu 30 tahun ke depan? 3. Berapa besar jumlah kendaraan bermotor di Kota Prabumulih serta seberapa besar jumlah emisi gas karbondioksida yang dihasilkan dari kegiatan transportasi di Kota Prabumulih? 4. Seberapa besar kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Prabumulih berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen?
1.4. Tujuan Penelitian 1.
Mengkaji kemampuan citra SPOT-6 dalam mengekstraksi informasi kerapatan vegetasi dan penutup lahan
2.
Menafsir proyeksi pertumbuhan penduduk dalam jangka waktu 30 tahun kedepan dan mengkaji jumlah kendaraan bermotor dan emisi gas kendaraan bermotor untuk estimasi kebutuhan oksigen.
3.
Mengkaji kondisi ruang terbuka hijau di Kota Prabumulih
4.
Menafsir kecukupan RTH berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen kendaraan bermotor dan penduduk di Kota Prabumulih
1.5. Sasaran Penelitian 1.
Peta Jumlah Kendaraan Bermotor Kota Prabumulih beserta analisis emisi gas buang kendaraan hasil kegiatan transportasi
2.
Peta Kondisi RTH di Kota Prabumulih
3.
Peta Kecukupan RTH berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Kendaraan Bermotor dan Penduduk di Kota Prabumulih
4.
Analisis Kecukupan RTH berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Kendaraan Bermotor dan Penduduk di Kota Prabumulih
1.6. Kegunaan Penelitian 1.
Memberikan informasi mengenai jumlah kendaraan bermotor serta sebaran spasialnya di Kota Prabumulih
2.
Memberikan informasi tentang proyeksi pertumbuhan penduduk dalam jangka 30 tahun kedepan dan seberapa besar kebutuhan akan okseigen penduduk
3.
Memberikan informasi tentang seberapa besar jumlah emisi gas karbondioksida yang dihasilkan dari kegiatan transportasi di Kota Prabumulih
4.
Memberikan informasi mengenai kondisi serta kecukupan ruang terbuka hijau kota berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen kendaraan dan penduduk di Kota Prabumulih