BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teori tentang konseling dari dulu telah berkembang dan mengalami banyak kemajuan. Beberapa teori tentang konseling berkembang dengan pesat. Salah satu teori yang dikenal oleh masyarakat luas antara lain adalah teori Rasional Emotif Terapi yang dikembangkan oleh Albert Ellis. Adapun pemaparan konsep, akan dibahas di Bab berikutnya.
Keberagaman teori tentang konseling mengakibatkan terjadi banyak cara dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh konseli. Tentunya bukan begitu saja menyelesaikan masalah tersebut dengan teori tertentu tapi tergantung kategori masalah yang dihadapi oleh konseli. Setiap individu memiliki karakteristik dan keunikan masing-masing yang mungkin tidak dimiliki oleh individu lain. Begitu juga dengan masalah yang dihadapi konseli.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan menguraikan salah satu dari teori konseling individual yaitu mengenai teori RET (Rational Emotive Therapy) yang dikemukakan oleh Albert Ellis dan kami pun membahas tentang teknik konseling yang mungkin bisa di terapkan oleh konselor terhadap konseli dalam proses konseling dengan berpegangan pada teori Ellis.
1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan keilmuan kita dan kita bisa mempraktekkan teknik-teknik yang ada dalam RET, dan apa yang akan dilakukan dalam penanganan konseli ketika melakukan proses konseling, dengan berpedoman pada teori RET yang telah di ajukan Ellis.
(1)
1.3 Metode Penulisan
Metode yang kami lakukan dalam penulisan makalah ini adalah dengan studi literatur yang berhubungan dengan teori pokok yang dikemukakan oleh Albert Ellis dan implementasi yang mungkin bisa di lakukan. Sumber utama dalam penulisan makalah ini adalah buku-buku yang berhubungan dengan RET, sedangkan artikel dan tulisan yang ada dalam internet di jadikan sebagai tambahan wawasan dalam memahami teori dari Elis ini.
1.4 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Metode Penulisan 1.4 Sistematika Penulisan BAB II PEMBAHASAN 2.1 Latar belakang munculnya teori Rational Emotive Therapy 2.2 Pandangan Rational Emotive Therapy tentang manusia 2.3 Konsep utama Rational Emotive Therapy 2.4 Tujuan konseling Rational Emotive Therapy 2.5 Konseli dalam Rational Emotive Therapy 2.6 Peran konselor dalam konseling Rational Emotive Therapy 2.7 Teknik yang digunakan dalam konseling Rational Emotive Therapy 2.8 Keterbatasan Rational Emotive Therapy 2.9 Implementasi praktis Konseling RET BAB III SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
(2)
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Munculnya Teori Rational Emotive Therapy
Biografi ini dikutipkan dari Sketch of AIbert Ellis, karangan Gary Gregg.
Ellis lahir di Pittsburgh pada tahun 1913 dan besar di New York City. Sewaktu SMA, Ellis ingin menjadi pengarang novel Amerika terbesar. Untuk cita-cita ini dia merencanakan belajar akuntansi di sekolah menengah dan di perguruan tiuggi, kemudian bekerja sebagai akuntan yang sukses dan pensiun di usia 30. Badai depresi tahun 20-an di Amerika memupuskan cita-citanya ini, tapi dia tetap berhasil menamatkan kuliahnya tahun 1934 di bidang administrasi bisnis pada City University of New York. Kiprahnya di dunia bisnis dimulai bersama saudaranya dengan usaha duplikasi celana. Perusahan-perusahaan garmen di New York merasa tidak senang dengan usahanya ini, karena dianggap membajak. Tahun 1938, dia diterima sebagai salah seorang manajer di sebuah perusahaan baru yang sedang naik daun.
Ellis biasanya menghabiskan waktu senggangnya dengan menulis cerita pendek, naskah drama, novel, puisi komedi, esai dan buku-buku non-fiksi. Saat itu usianya baru 28 tahun dan telah menghasilkan dua lusin manuskrip karangan, tapi tidak mampu menerbitkannya. Karena sadar bahwa masa depannya bukanlah menjadi seorang penulis fiksi, dia memutuskan beralih ke bidang non-fiksi, dengan memperkenalkan apa yang dia sebut sebagai "Revolusi Seks Keluarga".
Selama dia mengumpulkan bahan-bahan untuk sebuah risalah yang diberi judul "The Case for Sexual Liberty", teman-temannya lambat laun mulai menganggap dia memiliki keahlian yang cukup di bidang ini. Pada tahun 1942, dia kembali sekolah, masuk program psikologi-klinis di Universitas Columbia. Dia mulai
(3)
melakukan praktik pribadi dari pintu ke pintu dan setelah itu membuka konseling seks setelah menerima gelar master tahun 1943. Ketika Universitas Columbia menganugerahinya gelar Doktor tahun 1947, Ellis mulai yakin bahwa psikoanalisis adalah bentuk terapi yang paling efektif dan mendalam. Dia memutuskan melakukan pelatihan analisis, dan menjadi psikoanalis yang cukup berpengaruh selama beberapa tahun. Institut psikoanalisis saat itu tidak menerima analis kalau tidak bergelar M.D.s, namun dia berkenalan dengan kelompok analis yaitu Karen Horney yang mau bekerja sama dengannya. Ellis berhasil menyelesaikan analisisnya dan mulai membuka praktik psikoanalisis klasik di bawah bimbingan gurunya.
Di akhir tahun 40-an, dia mengajar di Rutgers dan New York University, dan menjadi psikolog senior di Northern New Jersey Mental Hygiene Clinic. Dia juga menjadi psikolog utama di New Jersey Diagnostic Center dan kemudian di New Jersey Departement of Institutions and Agencies. Keyakinan Ellis terhadap psikoanalisis akhirnya pudar. Ketika dia bertemu dengan konselinya sekali seminggu, kemajuan yang dialami konselinya sama dengan kalau mereka bertemu sekali sehari. Dia kemudian memutuskan untuk berperan lebih aktif lagi memberikan nasihat yang konkret dan tafsiran langsung terhadap persoalan keluarga atau persoalan seksual yang dikonsultasikan konseli kepadanya. Dengan prosedur seperti ini, konselinya mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding dengan prosedur pasif psikoanalisis yang selama ini diterapkan. Karena sebelum menjalankan analisis kepada para koselinya, Ellis telah menghadapi berbagai pertanyaan yang dia temukan ketika membaca dan mempraktikkan filsafat Epictetus, Marcus Aurelius, Spinoza dan Bertrand Russell, maka dia pun mengajarkan prinsip-prinsip yang dia dapat dari bacaannya dan terbukti berhasil untuk dirinya dan para konselinya.
Pada tahun 1955, Ellis menghentikan praktik psikoanalisisnya dan berkonsentrasi pada bagaimana mengubah perilaku orang yang dilandaskan pada keyakinan irasional dan memengaruhinya agar mau menerima pertimbangan-pertimbangan
(4)
yang lebih rasional. Gaya seperti ini agaknya memang sangat cocok dengan sosok Ellis, karena dia bisa jujur pada dirinya sendiri. "Ketika saya memiliki perasaan yang rasional", katanya, "proses kepribadian saya benar-benar mulai menggeliat".
2.2 Pandangan Rational Emotive Therapy Tentang Manusia
Ellis memandang bahwa manusia itu mempunyai sifat rasional dan irasional. Biasanya individu berperilaku dengan cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dengan cara itu. Masalah-masalah emosional terletak dalam berpikir yang tidak logis, jika individu dapat mengoptimalkan kekuatan intelektualnya maka ia dapat membebaskan dirinya dari gangguan emosional. Para penganut teori RET percaya bahwa tidak ada orang yang disalahkan dalam segala sesuatu yang dilakukannya, tetapi setiap orang bertanggung jawab akan tingkah lakunya.
2.3 Konsep Utama Rational Emotive Therapy
Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah. Menurut Ellis, pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan di prasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik. Pikiranpikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengarulu pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran.
(5)
RET dimulai dengan ABC: A adalah activating experiences atau pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-kesulitan keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penyebab ketidak bahagiaan.
B adalah beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan, terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber ketidakbahagiaan kita.
C adalah consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah karena depresi yang bersumber dari keyakinan-keyakinan kita yang keliru.
Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar konselinya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Sebagai contoh, "orang depresi merasa sedih dan kesepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir". Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan menyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri. Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil "pengkondisian filosofis", yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering. Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang "di program" untuk selalu menanggapi "pengkondisian-pengkondisian" semacam ini.
(6)
Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis "pikiran-pikiran yang keliru" yang biasanya diterapkan orang, di antaranya: a. Mengabaikan hal-hal yang positif, b. Terpaku pada yang negatif, c. Terlalu cepat menggeneralisasi.
Dua Belas Ide Irasional yang Menyebabkan dan Memperparah Neurosis: No 1.
Ide Irasional
Ide Seharusnya
Ide bahwa setiap orang dewasa pasti Memfokuskan perhatian gagasan merasa ingin dicintai orang lain atas untuk mencintai orang lain ketimbang segala yang dia lakukan.
2.
selalu menuntut cinta dari orang lain.
Ide bahwa ada tindakan-tindakan Buruknya tindakan seseorang belum tertentu yang jelek dan merusak, tentu menyebabkannya menjadi dan
pelakunya
mesti
dikecam individu yang tidak berguna.
karena tidak tahu malu. 3.
Ide bahwa "dunia akan kiamat" Kalaupun kemungkinan itu tidak ada, kalau
segala
sesuatunya
tidak kita pun lebih baik bersabar menerima
berjalan sesuai dengan rencana.
kenyataan dan tetap berusaha mencari jalan keluar.
4.
Ide bahwa hal-hal yang membuat Gagasan bahwa sikap neurotik itu manusia menderita pasti datang dari disebabkan oleh pandangan kita luar dan ditimpakan pada diri kita sendiri akibat kondisi yang tidak oleh orang lain.
5.
Ide
kalau
menguntungkan di sekeliling kita. satu
hal
sangat Kita seharusnya dengan tabah
menakutkan atau berbahaya, maka menghadapi keadaan itu dan kita seharusnya sangat terobsesi memandangnya sebagai bukan akhir dengan hal itu. 6.
dari segala-galanya.
Ide bahwa lebih mudah menghindar Bukannya berpegang pada gagasan dari kesulitan hidup dan tanggung bahwa jalan yang mudah pada
(7)
jawab
ketimbang
berusaha akhirnya akan menyusahkan diri
menghadapi dan menaklukannya. 7
Ide
bahwa
kita
sendiri.
membutuhkan Lebih baik berpikir dan bertindak
sesuatu yang lebih kuat atau lebih sesuai kehendak sendiri dengan apa besar dari diri kita sendiri yang pun risikonya. dapat dijadikan pegangan. 8.
Ide bahwa kita harus selalu punya. Lebih baik bertindak sesuai dengan. kemampuan dan kecerdasan serta kemampuan ketimbang hanya punya selalu
berhasil
mengelolanya keinginan melakukan hal terbaik dan
dengan baik. 9
tidak mau menerima kenyataan.
Ide bahwa ketika satu peristiwa Gagasan bahwa apa yang terjadi di besar terjadi, peristiwa tersebut pasti masa lalu mesti dijadikan konselian berbekas
dan
memengaruhi buat hari ini dan masa yang akan
kehidupan kita selamanya. 10
Ide
bahwa
kita
harus
dating. mampu Kita tetap bisa menjalani kehidupan
mengatur sesuatu dengan baik. 11
dengan segala kemungkinan ini.
Ide bahwa kebahagiaan bisa dicapai Gagasan bahwa keinginan kita untuk dengan bakat alami yang ada dalam bahagia ditentukan oleh kemauan kita diri seseorang sejak lahir.
12
mencapai tujuan secara kreatif.
Ide bahwa kita pada akhirnya tidak Kita sebenarnya mampu mengontrol dapat menguasai perasaan sendiri perasaan buruk jika kita mau mengdan
perasaan
kecewa
terhadap ubah pengandaian yang menyebabkan
sesuatu pasti tidak bisa dielakkan.
perasaan-perasaan buruk itu.
(Diambil dari The Essence of Rational Emotive Behavior Therapy, karangan Albert Ellis, Ph.D,1994.) Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga keyakinan irasional: a.
"Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna":
b.
"Orang lain harus memahami dan mempertimbangkan saya, atau mereka akan menderita".
c.
"Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa".
(8)
2.4 Tujuan Konseling Rational Emotive Therapy
Tujuan utama konseling rasional-emotif adalah sebagai berikut: a.
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan konseli yang irasional menjadi rasional dan logis agar konseli dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualization-nya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
b.
Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, rasa was-was , rasa marah, sebagai konseling dari cara berpikir dan sistem keyakinan yang keliru dengan jalan melatih dan mengajar konseli untuk meghadapi kenyataankenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.
Sebagai suatu bentuk hubungan yang bersifat membantu (helping relationship), terapi rasional-emotif mempunyai karakteristik sebagai berikut a.
Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling atau terapeutik, terapis/ konselor lebih aktif membantu mengarahkan konseli dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
b.
Kognitif-eksperiensiai, artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari konseli dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
c.
Emotif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif konseli dengan memkonseli sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
d.
Behavioristik, artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam diri konseli.
e.
Kondisional, artinya bahwa hubungan dalam terapi rasional-emotif dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap konseli melalui berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan terapi konseling.
(9)
2.5 Konseli dalam Rational Emotive Therapy
Pandangan yang penting dari teori rasional-emotif adalah konsep bahwa banyak perilaku emosional individu yang berpangkal pada "self-talk" atau "omong diri" atau internalisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut Eilis adalah karena: (1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas, (2) orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi, (3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan secara memadai.
Jadi kita dapat mengambil kesimpulan bahwa konseling rasional-emotif akan cocok digunakan dalam menangani konseli yang mempunyai pemikiran irasional (negatif) tentang dirinya dan mempunyai gangguan emosional yang merusak dirinya.
2.6 Peran Konselor dalam Konseling Rational Emotive Therapy
Tugas kanselor menurut Ellis ialah membantu individu yang tidak bahagia dan menghadapi hambatan, untuk menunjukkan bahwa: (a) kesulitannya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak logis, dan (b) usaha memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan. Konselor yang efekif akan membantu konseli untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku yang tidak logis.
Tujuan utama terapi rasional-emotif adalah menunjukkan kepada konseli bahwa verbalisasi diri mereka merupakan sumber gangguan emosionalnya. Kemudian membantu konseli agar memperbaiki cara berpikir, merasa, dan berperilaku, sehingga ia tidak lagi mengalami gangguan emosional di masa yang akan datang.
(10)
2.7 Teknik yang di Gunakan dalam Konseling Rational Emotive Therapy
Terapi rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi konseli. berikut ini akan dikemukakan beberapa macam teknik.
1. Teknik-teknik emotif (afektif): 1.1 Teknik Assertive Training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan konseli untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien. 1.2 Teknik sosiodrama, yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang didramatisasikan sedemikian rupa sehingga konseli dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis. 1.3 Teknik self modeling" atau "diri sebagai model", yakni teknik yang digunakan untuk meminta konseli agar "berjanji" atau mengadakan "komitmen" dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. Dalam self modeling ini, konseli diminta untuk tetap setia pada janjinya dan secara terus menerus menghindarkan dirinya dari perilaku negatif. 1.4 Teknik imitasi, yakni teknik yang digunakan dimana konseli diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
2. Teknik-teknik Behavioristik Dalam banyak hal, konseling rasional-emotif banyak menggunakan teknik terapi behavioral terutama dalam upaya memodifikasi perilaku-perilaku negatif
(11)
dari konseli dengan mengubah akar-akar keyakinannya yang tidak rasional dan tidak logis. Beberapa teknik yang tergolong behavioristik adalah: 2.1
Teknik Reinforcement (penguatan), yakni teknik yang digunakan untuk mendorong konseli ke arah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishment (hukuman). Bila perilaku konseli mengalami kemajuan dalam arti positif, maka ia dipuji "baik" bila mundur dalam arti masih negatif, maka dikatakan "tidak baik". Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irasional pada konseli dan menggantinya dengan sistem nilai yang posistif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka konseli akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
2.2
Teknik sosial modeling (pemodelan sosial), yakni teknik yang digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru pada konseli Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (peniruan), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dengan model sosial yang dibuat itu. Dalam teknik ini, konselor mencoba mengamati bagaimana proses konseli mempersepsi, menyesuaikan dirinya dan menginternalisasi normanorma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor atau terapis.
2.3
Teknik Live models (model dari kehidupan nyata), yang digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasisituasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
3. Teknik-teknik kognitif Teknik-teknik konseling atau terapi berdasarkan pendekatan kognitif memegang peranan utama dalam konseling rasional-emotif. Teknik-teknik ini digunakan dengan maksud untuk mengubah sistem keyakinan yang irasional konseli serta perilaku-perilakunya yang negatif. Dengan teknik ini
(12)
konseli didorong dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara yang rasional dan logis sehingga konseli dapat bertindak atau berperilaku sesuai sistem nilai yang diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Beberapa teknik kognitif yang cukup dikenal adalah: 3.1 Home Work Assigments (Pemberian tugas rumah). Dalam teknik ini, konseli diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan konseli diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide serta perasaan-perasaan yang irasional dalam situsasi-situasi tertentu, mempraktekkan
respons-respons
tertentu,
berkonfrontasi
dengan
verbalisasi dari yang mendahului, mencari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikam Selanjutnya, pelaksanaan
Home
Work
Assigments
yang diberikan
konselor
dilaporkan oleh konseli dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor di kantor, di sekolah, atau di tempat lain. Teknik ini sebenarnya dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikapsikap bertanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri konseli serta mengurangi ketergantungannya kepada konselor atau terapis. 3.2 Teknik Assertive. Teknik ini digunakan untuk melatih keberanian konseli
dalam mengekspresikan perilaku-perilaku tertentu
yang
diharapkan melalui; role playing atau bermain peran, latihan, dan social modeling atau meniru model-model sosial John L. Shelton (1977) mengemukakan bahwa maksud utama teknik Assertive Training adalah untuk (a) mendorong kemampuan konseli mengekpresikan seluruh hal yang herhubungan dengan emosinya, (b) membangkitkan kemampuan konseli dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau
(13)
memusuhi hak asasi orang lain, (c) mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri, (d) meningkatkan kemampuan untuk memilih perilaku-perilaku asertif yang cocok untuk dirinya sendiri.
Dalam mengaplikasi berbagai teknik konseling rasional-emotif, Albert Ellis menganjurkan untuk menggunakan dan menggabungkan beberapa teknik tertentu sesuai dengan permasalahan yang dihadapi konseli. Hanya Ellis menyarankan agar teknik Home Work Assigment perlu digunakan sebagai syarat utama untuk sesuatu terapi atau konseling yang tuntas.
2.8 Keterbatasan Rational Emotive Therapy
a.
RET dianggap terlalu menyederhanakan masalah yang dimiliki oleh individu.
b.
Konselor dalam RET mengajarkan kepada konseli tentang nilai-nilai kebenaran, tetapi bisa jadi nilai-nilai kebenaran yang disampaikan oleh konselor terhadap konseli bersifat subjektif.
c.
RET menganggap bahwa menyalahkan diri sendiri itu buruk, padahal bisa jadi perasaan bersalah itu bisa menjadi ajang evaluasi diri untuk berubah menjadi lebih baik.
2.9 Implementasi Praktis Konseling RET
Dalam pelaksanaan RET ini, ada beberapa langkah yang perlu diambil. Mengenal pasti kecenderungan dan cara berpikir konseli tersebut. (Contoh: Saya bukan seorang yang menarik karena orang selalu mencemooh saya. Saya malu dan saya mesti bersembunyi dari mereka). Kemudian mengetahui secara pasti bahwa kecenderungan dan cara berpikir itu dapat diubah. Jika kecenderungan dan cara berpikir konseli tersebut dapat diubah, maka konselor dapat melanjutkan pada tahap selanjutnya.
(14)
Konselor hendaknya menyuruh konseli tersebut berhenti berpikir seperti itu, karena hal tersebut tidak menguntungkan. Konselor perlu menekankan masalah yang dihadapi konseli itu adalah disebabkan cara berpikir yang salah karena dia menilai keseluruhan dirinya dari perspektif orang atau kawannya. Dengan penekanan itu diharapkan akan menimbulkan pikiran baru dalam dirinya. (Contoh: kenapa saya menilai diri saya dari perspektif mereka? saya mesti berpikiran yang baik tentang diri saya, sebab saya tidak nyaman dengan cara berpikiran saya sebelumnya). Seandainya terlihat perubahan pada diri konseli tersebut, maka konselor melanjutkan pada tahap berikutnya.
Konselor hendaknya berusaha mengubah pikiran konseli tersebut dengan cara berpikir yang baru dan lebih rasional serta logis yang dapat diterima oleh konseli tersebut. Konselor dapat mengemukakan bukti untuk menguatkan argumennya tersebut untuk membuat satu pemikiran baru dalam dirinya. (Contoh: Saya tidaklah terlalu buruk karena dalam kehidupan saya tidak sendiri, sebenarnya masih ada orang yang suka dan menghargai diri saya).
Perubahan diri konseli tersebut akan terlihat dari tingkah laku, raut wajah dan cara dia membalas ejekan tersebut. Jika positif maka konselor terus membimbing konseli itu supaya konseli tersebut dapat bertindak dan mengimplementasikan perbuatan berdasarkan pemikiran barunya tersebut. (Contoh: Saya tidak akan bersembunyi lagi. Saya akan berusaha bergaul dengan orang lain. setidaknya saya sudah berusaha. Saya percaya manusia itu berbedabeda, pasti ada yang bisa menerima diri saya apa adanya).
Kemudian, konselor harus dapat meyakinkan konseli tersebut bahwa ia akan menjalani kehidupan yang lebih baik jika dia terus mengamalkan dan mempraktikkan cara berpikirnya yang baru tersebut.
(15)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Albert Ellis pada terapinya lebih menekankan pada pendekatan aspek kognitif, karena melalui aspek kognitif lebih mudah menyentuh dasar kesadaran seseorang. Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah Menurut Ellis, pikiran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Teknik-teknik konseling atau terapi berdasarkan pendekatan kognitif memegang peranan utama dalam konseling rasional-emotif. Teknik-teknik ini digunakan dengan maksud untuk mengubah sistem keyakinan yang irasional konseli serta perilaku-perilakunya yang negatif. Dengan teknik ini konseli didorong dan dimodifikasi aspek kognitifnya agar dapat berpikir dengan cara yang rasional dan logis sehingga klien dapat bertindak atau berperilaku sesuai sistem nilai yang diharapkan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Pendekatan ini jika diterapkan pada praktik yang benar akan dapat banyak membantu dalam menangani masalah konseli yang bertitik tolak dari cara mereka berpikir. Banyak masalah yang dihadapi oleh konseli sebenarnya timbul hanya karena cara mereka berpikir yang tidak logis atau irasional. Akibatnya emosi dan perilaku mereka juga terpengaruh dengan cara berpikir tersebut. Dalam arus kehidupan mereka yang mencoba mengenal dan mencari jadi diri, konseli berhadapan dengan berbagai rintangan yang mengundang dan mengajak mereka berpikir mandiri. Dalam proses penyelesaian masalah inilah mereka akan sampai kepada satu kesimpulan apakah ia berpikiran rasional atau irasional. Apabila mereka salah membuat kesimpulan, maka ini akan menjadi satu tekanan dan akan menghantui perjalanan hidup mereka. Dengan demikian, pendekatan ini berusaha
(16)
meluruskan dan mengubah cara berpikir yang tidak rasional yang menyebabkan gangguan pada diri konseli tersebut dengan membimbing dan memandu cara berpikir konseli tersebut kepada cara berpikir yang lebih rasional yang dapat menyenangkan
hidup
mereka.
Dengan
demikian
mereka
berkonsentrasi dengan pelajaran dan tugas mereka sebagai pelajar.
(17)
akan
dapat
DAFTAR PUSTAKA
Boerre, George. 2006. Personality Theories. Yogyakarta: Prisma Sophie Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama Surya, Mohammad. 1994. Dasar-dasar Konseling Pendidikan. Bandung: Bakti Winata ________,_______. 2003. Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
www. Pelita Bruney.com
(18)