BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hakikat pembangunan adalah adanya pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai
proses kenaikan jumlah produksi perekonomian yang ditandai dengan adanya pendapatan nasional yang melonjak. Suatu negara dikatakan naik pertumbuhan ekonominya jika GNP mengalami peningkatan
secara
pembangunan
riil.
ekonomi
Indikasi
adalah
dari
adanya
keberhasilan pertumbuhan
dalam ekonomi
(Jhingan, 1995) Dengan
demikian,
pembangunan
lebih
diarahkan
pada
pencapaian kesejahteraan hidup masyarakat. Kesejahteraan hidup tersebut
mempunyai
dimensi
luas,
yaitu
berkaitan
dengan
pemenuhan kebutuhan dasar hidup manusia. Dimensi tersebut bisa berupa dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan. (Frisdiantara & Mukhlis, 2016) Di era globaliasi ini, salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah adanya hubungan perdagangan antarnegara atau internasionalisasi (Jhingan, 1995). Hal tersebut merupakan hal yang logis, karena suatu negara tidak bisa memenuhi kebutuhan sendiri dan mesti bergantung dengan negara lain. Sebagai contoh adalah Indonesia. Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat banyak dan beraneka ragam, namun Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam kaitannya dengan teknologi modern. Sebenarnya,
perdagangan
antarnegara
atau
yang
lantas
disebut sebagai internasionalisasi sudah ada dan sudah dilakukan manusia sejak beberapa abad yang lalu melewati batas pulau, kerajaan, maupun negara. Namun, dengan adanya globalisasi yang dipersenjatai dengan teknologi informasi, aktivitas internasionalisasi
tersebut mengalami peningkatan yang drastis. Tak jarang dijumpai, seseorang menjual barang di satu negara ke negara lain hanya bermodal sebuah HP yang tekoneksi internet. Implikasi
kemajuan
teknologi
informasi
turut
serta
mempercepat sebuah lingkungan bisnis yang baru karena sifat dasar teknologi informasi yang egalilter dan tidak terbatas. Oleh karena ini, tak hanya usaha besar saja yang bisa melakukan internasionalisasi, namun usaha kecil pun bisa (Gjellerup, 2000). Usaha kecil bisanya memiliki modal dan sumber daya terbatas, namun dengan adanya jaringan, keterbatasan tersebut bisa dikurangi bahkan dihilangkan. Jaringan tadi menyediakan informasi dan sumber daya yang dalam kenyataannya tidak dimiliki oleh usaha kecil dan menengah. Dengan demikian, pelaku usaha dituntut untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan bisnis internasional agar mampu bertahan, bersaing, dan berkembang. Salah satu bentuk adaptasi dengan perubahan yang terjadi adalah mencari pasar baru serta mengetahui
selera pasar.
Perluasan pangsa pasar dapat dilakukan melalui pemasaran ke luar negeri atau disebut sebagai internasionalisasi. Keterbatasan pasar dalam negeri menyebabkan banyak pelaku usaha melirik pasar luar negeri yang sangat terbuka, masih potensial dan luas sesuai yang tergambar diagram 1.1 yang menunjukkan kenaikan angka ekspor yang sangat signifikan mulai tahun 1950 sampai 1950:
Diagram 1.1 Tren Globalisasi
Di sisi lain, ada beberapa alasan perusahaan melakukan ekspansi ke pasar internasional, antara lain: pertama adalah dapat menjangkau pelanggan baru; yang kedua untuk memperoleh akses pada sumberdaya alam yang tersedia; ketiga agar memperoleh modal untuk kompetensi inti perusahaan; keempat untuk menyebar risiko bisnis; dan yang terakhir untuk mencapai biaya yang lebih rendah dan daya saing yang lebih besar (Thompson & Strictland, 2010). Namun memengaruhi
demikian, percepatan
ada
beberapa
faktor-faktor
internasionalisasi
suatu
yang usaha
(Rasmussen, 2000), antara lain pertama , kondisi pasar yang baru, meningkatnya permintaan yang khusus pada pasar yang luas dan
perluasan inovasi yang cepat; kedua, pengembangan teknologi pada area produksi, transportasi, dan komunikasi; serta ketiga Penggalian bakat SDM, misalnya personel yang mobile dan meningkatnya pengetahuan tentang pasar dan budaya asing. Saat ini, adanya pasar bebas tingkat Asia (AFTA) menjadi kesempatan emas bagi produk-produk pelaku usaha, baik usaha kecil maupaun usaha besar untuk melakukan internasionalisasi. Walaupun demikian, pasar bebas tersebut juga menjadi tantangan bagi pelaku usaha. Ada beberapa tantangan bagi pelaku usaha untuk memasuki pasar internasional, antara lain penyesuaian terhadap lingkungan yang baru serta minimnya jaringan internasional (Mundim, et.al, 2000). Dari beberapa strategi tersebut, ekspor dianggap sebagai hal yang paling mudah untuk dilakukan dan menjadi langkah pertama untuk masuk ke pasar internasional. Alasannya, ekspor tidak memiliki risiko yang tinggi, tidak membutuhkan modal dan sumber daya yang banyak (Kogut & Chang 1996). Walaupun tidak memiliki tingkat risiko yang tinggi, bukan berarti melakukan ekspor adalah kegiatan yang mudah. Ada banyak kendala yang dihadapi, misalnya perbedaan kurs mata uang, perbedaan standar produksi, perbedaan budaya dan bahasa, serta perbedaan selera. Untuk itu, diperlukan metode yang tepat, misalnya metode jaringan bisnis, pengalaman, keterampilan tim, manajemen, keuangan,
kemampuan
kewirausahaan,
pelayanan,
dan
lain
sebagainya (Islam, 2008) Usaha kecil telah menjadi kajian utama para peneliti setelah ada
peningkatan
peran
yang
signifikan
dalam
perdagangan
internasional dalam beberapa tahun terakhir ini. Usaha kecil menengah memperluas pangsa pasarnya ke pasar internasional dan menggunakan diversifiksi internasional sebagai pilihan strategis
untuk
meraih
pertumbuhan
(Islam,
2008).
Ketika
sudah
memutuskan untuk masuk ke pasar internasional, mau tidak mau metode dan strategi tersebut harus dilakukan. Permasalahan yang muncul, UKM tersebut mempunyai keterbatasan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun peralatan, keterbatasan peralatan, permodalan, dan jaringan. Untuk
penelitian
Komunitas Sapu
ini,
peneliti
mengangkat
kasus
dari
yang telah melakukan ekspor sejak tahun 2010
hingga sekarang. Sebagai usaha kecil, diperlukan strategi khusus untuk bisa masuk ke pasar internasional. Penelitan ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana strategi yang dipakai Komunitas Sapu dalam melakukan internasionalisasi hasil produknya. Penelitian tentang internasionalisasi UMKM sangat sedikit, apalagi di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh
Frosman,
Hinttu, Kock (2003) di Finlandia menemukan bahwa pada awalnya perusahaan memilih lokasi ekspor yang dekat secara budaya dan geografis. Cara ekspor langsung lebih diutamakan oleh sebagian besar UMKM, karena secara operasional lebih murah dan tidak menuntut
komitmen
yang
kuat.
Ketika
memakai
jasa
agen,
perusahaan berisiko kehilangan kontak dengan pembeli, dan pada kasus tersebut, mungkin akan kesulitan untuk memecahkan berbagai
macam persoalan. Faktor penting ketika melakukan
internasionalisasi adalah kepentingan manajemen pada aktivitas internasional. Sedangkan Fletcher meneliti tentang internasionalisasi yang menitikberatkan pada dua aspek, yaitu proses perkembangan dan faktor yang memengaruhi internasionalisasi suatu perusahaan. Di Indonesia, penelitian tentang pemasaran internasional UMKM dilakukan oleh Jane (2012)
dengan objek penelitian UKM
Bandung yang melakukan ekspor ke negara ASEAN, Eropa, serta Amerika.
Temuan
yang
didapat
menunjukkan
bahwa
evolusi
perusahaan
melalui
tahapan:
(1)
internasionalisasi
dengan
menggunakan moda ekspor dan strategi home replication, (2) multicountry melalui joint venture dan strategi multidomestic dan (3) global melalui wholly owned subsidiary dengan strategi global dan transnational. Dari
temuan
internasionalisasi
di
di
atas
dapat
Indonesia
disimpulkan
berhubungan
erat
bahwa dengan
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan lokal, dengan alasan meningkatnya arus barang dan modal secara kuantitas menambah pendapatan perusahaan. Pertumbuhan ekonomi secara umum dapat diukur
dengan
meningkatnya
pendapatan
perusahaann
serta
masyarakat. Dengan adanya internasionalisasi, Adanya penyerapan tenaga kerja menjadi salah satu katalisator bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Karena hal itulah maka penulis terdorong untuk meneliti tentang seluk beluk pemasaran internasional produk UMKM berupa kerajinan
ban
di
Tetep,
Argomulyo,
Salatiga
dengan
tujuan
mengidentifikasi tahapan internasionalisasi produk UMKM.
Kerangka Pikir
STRATEGI INTERNASIONALISASI
UMKM KOMUNITAS SAPU
MANAJEMEN JARINGAN
Rumusan Masalah Usaha kecil dan menengah memiliki keterbatasan dalam melakukan
internasionalisasi.
Keterbatasan
tersebut
mencakup
sumber daya manusia, peralatan, modal, dan pemasaran. Untuk itu, Usaha kecil menengah tersebut membutuhkan strategi dan jaringan yang bisa membantu proses internasionalisasi.
Adapun permasalahan dalam penelitian ini secara spesifik dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana strategi memasuki pasar internasional kerajinan ban di Bengkel Komunitas Sapu? 2. Bagaimana Komunitas Sapu mengelola jaringan yang ada?
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menggambarkan secara rinci tahapan dan
strategi memasuki
pasar internasional kerajinan ban di Bengkel Komunitas Sapu. 2. Menggambarkan
tentang
cara
Bengkel
Komunitas
Sapu
mengelola jaringan yang sudah terbentuk.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini secara teoretis akan menjadi referensi keilmuan, dan secara praktis akan menambah wawasan bagi para pembaca dan pelaku usaha tentang proses pemasaran produk UMKM ke luar negeri beserta manajemen jaringan.