BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Geografi merupakan disiplin ilmu yang berorientasi pada masalah (problem oriented). Untuk itu diperlukan pemahaman secara menyeluruh dan benar terhadap berbagai bentuk interaksi. Interaksi yang dimaksud adalah antara komponen fisik, biotik, dan sosial ekonomi dalam kompleksitas wilayah yang merupakan dasar untuk menyusun suatu pemecahan masalah. Penelitian suatu konsep ilmu mengenai geografi inilah yang digunakan sebagai suatu pemecah dalam permasalahan. Pendekatan yang dilakukan dapat berupa pendekatan secara kualitatif dan kuantitatif. Geomorfologi merupakan salah satu ilmu yang ada di dalam geografi. Geomorfologi mencakup empat aspek penting, yaitu morfologi, morfoaransemen, morfogenesa, dan morfokronologi. Morfologi mengkaji mengenai bentuk muka bumi yang meliputi bentanglahan dan bentuklahan. Morfogenesa sendiri mengkaji mengenasi asal muasal atau proses terbentuknya suatu bentuklahan. Morfokronologi mengkaji mengenai runtutan terjadinya suatu fenomena atau terjadinya bentuklahan. Morfoaransemen sendiri merupakan hubungan antara kronologis, genesa, dan bentuklahan satu dengan yang lainnya. Berdasarkan genesanya (asal prosesnya), Verstappen mengelompokkan bentuklahan menjadi sepuluh yang salah satu diantaranya adalah bentuklahan asal proses solusional/ karst. Karst merupakan salah satu sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sebagai sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, rawan rusak, dan mudah tercemar perlu pengelolaan yang bijaksana agar keberadaannya tetap dapat dipertahankan dan dimanfaatkan secara terus menerus hingga generasi yang akan datang. Supaya dapat melakukan konservasi di daerah karst, tentunya harus dikaji terlebih dahulu mana yang termasuk kawasan karst dan mana yang tidak termasuk kawasan karst. Kawasan karst dapat diketahui dengan mengidentifikasi bentuklahan karst baik eksokarst maupun endokarst.
Keberadaan kawasan karst memiliki nilai-nilai yang strategis. Karst memiliki berbagai ciri yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Hal ini dikarenakan karst mempunyai potensi yang khas dan terdapat sumberdaya hayati dan non hayati. Contohnya adalah proses dari sistem eksokarst dan endokarst yang saling terkait. Disamping itu juga terdapat kenampakan khas seperti bukit-bukit karst, sinkhole atau biasa disebut dolina, goa dan berbagai macam sistem pergoaan. Selain itu juga tidak semua kawasan karst memiliki proses karstifikasi yang sama. Berdasarkan kenampakan-kenampakan fisik tersebut menimbulkan rasa ingin tahu dari berbagai disiplin ilmu. Karst menurut Ford dan Williams pada tahun 1989 (dalam Haryono, 2004) merupakan medan yang memiliki kondisi hidrologi yang khas. Terjadi pada batuan yang mudah larut dan memiliki porositas sekunder yang berkembang baik. Karst banyak terjadi di batuan karbonat, walau pun ada juga yang terjadi bukan di batuan karbonat. Ciri dari karst sendiri dapat dilihat dari morfologinya. Antara lain adalah adanya lembah kering dalam berbagai ukuran dan bentuk, langkanya sungai permukaan, dan terdapat goa dan sistem drainase bawah tanah. Kabupaten Gunungkidul sebagian besar merupakan kawasan karst. Untuk itu perlu diidentifikasi daerah Gunungkidul yang termasuk kawasan karst dari aspek morfologinya, khususnya di Ledok Wonosari. Alasan memilih Ledok Wonosari sebagai daerah kajian, karena faktor terbentuknya Ledok Wonosari yang awalnya merupakan dataran nyaris/ peneplain dataran tinggi/ plato yang terkena pengangkatan dan pelengkungan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa kemungkinan besar Ledok Wonosari ini bukan termasuk kawasan karst. Pannekoek (1949) yang terdapat di dalam Van Bemmelen juga menyebutkan bahwa yang termasuk karst adalah zona pegunungan seribu, sedangkan untuk Ledok Wonosari bukan termasuk dalam kategori karst. Namun seiring dengan perkembangan bentuklahan yang terjadi saat ini, memungkinkan untuk dikaji lebih lanjut karena bentukan-bentukan yang ada menyerupai kawasan karst. Hasil Kuliah Kerja Lapangan (KKL 3) yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Geografi tahun 2009 menjelaskan bahwa ditemukan fenomenafenomena morfologi karst.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji bahwa Ledok Wonosari termasuk kawasan karst atau tidak. Hal ini diperoleh dari survey langsung dan mengolah data sekunder dari citra dan peta rupabumi. Identifikasi kawasan karst diperoleh dari bentukan-bentukan di Ledok Wonosari mulai dari eksokarst maupun endokarstnya. Dengan demikian kajian morfologi karst dapat diperoleh hasilnya. Klasifikasi karst yang digunakan untuk kasus Ledok Wonosari ini adalah kelompok karst yang didasarkan pada morfologinya. Untuk itu peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “KAJIAN MORFOLOGI KARST DI LEDOK WONOSARI
KABUPATEN
GUNUNGKIDUL
DAERAH
ISTIMEWA
YOGYAKARTA”. 1.2. Rumusan Masalah Kawasan karst merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh Kabupaten Gunungkidul. Namun tidak semua wilayah di Gunungkidul termasuk kawasan karst. Hal ini dapat dilihat dari aspek morfologinya. Seperti contoh Ledok Wonosari atau yang biasa disebut dengan Basin Wonosari ini memiliki keunikan yaitu berupa daratan yang berada diantara Pegunungan Batur Agung dan Pegunungan Seribu, dengan batuan penyusunnya adalah batugamping. Batuan penyusun di Ledok Wonosari menyerupai batuan penyusun di Pegunungan Seribu, namun bentuklahannya berbeda. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan terkait dengan apakah daerah Ledok Wonosari termasuk kawasan karst atau tidak ditinjau dari morfologi karst. Untuk itu peneliti mencoba mencari permasalahanpermasalahan terkait dengan karst. 1) Apakah Ledok Wonosari termasuk kawasan karst? 2) Bentuklahan karst apa saja yang terdapat di Ledok Wonosari? 3) Bagaimana tipe karst yang berlangsung di Ledok Wonosari dilihat dari bentuklahannya? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya maka penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengkaji kawasan karts di Ledok Wonosari
2) Mengidentifikasi bentuklahan karst yang terdapat di Ledok Wonosari 3) Menganalisis tipe/klasifikasi karst di Ledok Wonosari dari segi bentuklahannya 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai kajian morfologi karst ini memiliki manfaat baik untuk orang lain maupun untuk peneliti sendiri. 1) Inventarisasi kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul 2) Menemukan potensi kawasan karst terkait keterdapatan bentuklahan dan fenomena karst sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. 3) Menambah ilmu pengetahuan baru bagi peneliti mengenai morfologi karst 4) Dengan mengetahui kawasan karst maka dapat diketahui wilayah mana yang dilakukan konservari dan pelestarian. 1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1.
Geomorfologi Geomorfologi dipelajari dalam mengkaji bentuklahan karst. Hal ini dikarenakan
geomorfologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari bentuklahan (landform) yang berada di permukaan bumi maupun yang berada di bawah atau di atas permukaan laut. Pengkajian geomorfologi mencakup penekanan asal mula (genesa) dan perkembangan di masa mendatang kaitannya dengan konteks lingkungan dan material penyusunnya (Verstappen, 1983). Empat aspek geomorfologi meliputi morfologi, morfogenesa, morfokronologi, dan morfoaransemen. Survei geomorfologi merupakan analisis klasifikasi dan pemetaan bentuklahan (landform) yang mendasarkan pada empat aspek geomorfologi tersebut (Mufti Latif Ahmad, 2000). Tujuan dari survei geomorfologi sendiri adalah menyajikan gambaran sistematik secara ringkas bentuklahan (landform) dan kaitannya antara fenomena-fenomena yang terjadi. Survei geomorfologi menggunakan tiga pendekatan yang digunakan, yaitu survei analitik (analitycal survey), survei sintetik (synthetic survey), dan survei pragmatik (pracmatic survey). Survei analitik merupakan pendekatan yang menggunakan
informasi
geomorfologi
yang
meliputi
litologi,
morfografi,
proses
morfogenesis, morfokronologi, dan sebagainya. Sedangkan survei sintetik menekankan pada kontribusi konteks kelingkungan dan hubungan antara bentangalam dengan ekologinya, misalnya pengaruh iklim, tanah, hidrologi, dan sebagainya. Pada dimensi survei analitik dan survei sintetik menghasilkan pendekatan lain, yaitu survei pragmatik. Pendekatan survei pragmatik ini menekankan pada orientasi problem (problem oriented) untuk proyek pengembangan, misalnya zonasi bencana, konservasi, zona banjir, dan sebagainya. Pada pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analitik karena mengkaji morfologi karst. 1.5.2.
Definisi Karst Definisi Karst menurut Ford dan Williams (1989) adalah daerah yang memiliki
karakteristik relief dan drainase yang khas. Disebut khas karena batuannya mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. Karst dapat dicirikan dengan mengidentifikasi terdapatnya sinkhole atau lembah kering dalam berbagai ukuran dan bentuk, langka atau tidak terdapatnya sungai permukaan, dan terdapatnya goa dari sistem drainase bawah tanah. Karst mengandung makna sebagai bentangalam. Karst secara khusus berkembang pada batuan karbonat akibat proses karstifikasi selama ruang dan waktu geologi yang tersedia (Samodra, 2000f). Proses pembentukan bentuklahan karst atau biasa disebut dengan karstifikasi didominasi oleh proses pelarutan. Karstifikasi terjadi karena dipengaruhi oleh faktor pengontrol dan faktor pendorong. Faktor pengontrol pembentukan karstifikasi yaitu batuan yang mudah larut, kompak, tebal, dan memiliki banyak rekahan; curah hujan cukup (>250 mm/tahun); batuan di ketinggian yang memungkinkan terjadinya perkembangan sirkulasi air. Sedangkan faktor pendorongnya berupa iklim dan penutup lahan. Kedua faktor inilah yang menentukan intensitas terjadinya karstifikasi, sehingga menyebabkan pembentukan karstifikasi pada setiap kawasan berbeda-beda. Proses kartifikasi dapat dijelaskan pada skema proses pelarutan batugamping pada Gambar 1.1.
CO2 (gas)
CairH O
HCO32-
2
CO2 (ag) HCO32-
Ca2+ Padat
CaCO H2CO3 3
Gambar 1.1. Skema proses pelarutan batugamping menurut Trudgil,1985 (dalam H+
Haryono, dkk. 2004) 1.5.3.
Morfologi Karst Bentuk-bentuk karst dapat diklasifikasikan menurut berbagai macam, diantaranya
adalah klasifikasi menurut Cvijic yang didasarkan pada perkembangannya. Cvijic membagi Hasil pelarutan topografi karst menjadi tiga kelompok, yaitu holokarst, mesokarst, dan karst transisi.
Holokarst memiliki ciri perkembangan karst yang paling sempurna, baik dari bentuklahannya maupun dari hidrologi bawah permukaannya. Merokarst memiliki ciri perkembangan yang tidak sempurna atau parsial dengan hanya mempunyai sebagian ciri bentuklahan karst. Sedangkan karst transisi berkembang di batuan karbonat relatif tebal yang memungkinkan perkembangan bentukan karst bawah tanah, akan tetapi batuan dasar yang impermeabel tidak sedalam di holokarst, sehingga evolusi karst lebih cepat. Klasifikasi karst secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu eksokarst (pembagian morfologi permukaan) dan endokarst (pembagian morfologi bawah permukaan). Klasifikasi eksokarst dapat dilihat menurut klasifikasi Balazs (1973; dalam Budi Brahmantyo, 2009) yang didasarkan pada rasio d/a, yaitu antara diameter dasar bukit karst (d) dengan ketinggiannya (a), yang dilengkapi pula dengan frekuensi jumlah bukit dalam luas tertentu. Sehingga diperoleh empat tipe bukit karst, yaitu: 1) ”Tipe Yangzhou, d/a <1,5. Tipe ini mengacu pada perbukitan karst di daerah Yangzhou, Propinsi Guangxi, Republik Rakyat Cina.” Secara geografis tipe ini
diidentifikasi dengan bentukan menara kars (turmkarst, istilah bahasa Jerman). Bentukan menara karst ini berada di lereng yang sangat terjal hingga tegak. Tinggi menara karst rata-rata adalah 100-300 m dengan kerapatan 5-10 bukit per kilometer persegi. Contoh bentukan karst tipe Yangzhou di Indonesia adalah perbukitan karst Maros, Sulawesi Selatan. 2) “Tipe Organos, d/a 1,5-3. Tipe ini mengacu pada perbukitan karst di daerah Sierra de los Organos, Cuba.” Tinggi menara karst 50-200 m dengan kerapatan 10-20 bukit per kilometer persegi. Contoh tipe Organos di Indonesia adalah wilayah karst Karangbolong, Gombong Selatan, Kebumen dan beberapa kawasan di Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera Barat. 3) “Tipe Gunung Sewu, d/a 3-8. Tipe ini mengacu pada perbukitan karst di daerah Gunung Sewu, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.” Secara geografis fenomenanya seperti bukit-bukit berbentuk geometris sinusoidal (setengah bola mampat) dengan tinggi bukit kars 20-120 m, kerapatan 15-30 bukit per kilometer persegi. Contoh lain tipe karst Gununng Sewu adalah di Jampang Tengah, Jawa Barat, dan Tulungagung, Jawa Timur. 4) “Tipe Tual, d/a >8. Tipe ini mengacu pada perbukitan karst dengan relief rendah di Kepulauan Kai Keci, Laut Banda, Indonesia”. Secara geografis berupa bukit rendah/ landai dengan tinggi bukit karst 10-50 m dan kerapatan 50 bukit per kilo meter persegi. Contoh lain tipe ini adalah kawasan karst di daerah Tuban dan Madura, Jawa Timur, serta daerah Jampang, Sukabumi Selatan, Jawa Barat. Morfologi karst di atas permukaan tanah (eksokarst) selain di atas antara lain adalah bentukan-bentukan seperti dikemukaan dalam Haryono dan Adji (2004): 1) Doline Doline sering disebut juga dengan istilah sinkhole, sink, swallow, holes, cenote, dan blue hole yang merupakan cekungan tertutup dengan ukuran kurang lebih satu kilometer. (Ford dan Williams, 1996). Doline paling banyak ditemui di
kawasan karst. Karstifikasi pada daerah beriklim sedang didahului dengan terbentuknya doline tunggal yang terjadi karena proses pelarutan yang terkonsentrasi. Ada tiga komponen yang ada pada setiap bentukan doline ini, yaitu pengatus, mintakat yang berubah karena proses pelarutan yang berada di dekat permukaan batuan, dan tanah penutup. 2) Uvala (doline majemuk) Gabungan dari beberapa doline disebut dengan doline majemuk atau familier dengan istilah uvala. Uvala terbentuk pada stadium perkembangan karst agak lanjut. Beberapa doline yang mengalami proses pelarutan terus berubah sehingga dapat menyatukan beberapa doline pada suatu kawasan. 3) Polje Polje merupakan bentukan karst yang berupa cekungan yang besar dengan dasar yang rata dan drainase karstik. Bentuk dari polje ini adalah memanjang yang sejajar dengan struktur lokal dan dasarnya memiliki lapisan batuan Tersier. 4) Morfologi mikro Morfologi mikro ini disebut juga dengan karren atau lapies dengan dimensi bervariasi sekitar 1-10 meter. Namun untuk mikro karren memiliki dimensi kurang dari 1 centimeter. Karren dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu bentuk membulat, bentuk memanjang yang terkontrol oleh kekar, bentuk lurus/ linier yang terkontrol oleh proses hidrolik, dan bentuk pologonal. Contoh karren yang memiliki bentuk membulat antara lain : mikropit, pits, pans, heelprints atau trittkarren, shafts atau well. Bentuk linier terkontrol kekar misalnya: microfissures, splitkarren, grikes/ klufkarren. Bentuk linier terkontrol hidrolik misalnya adalah microllis. Bentuk poligonal misalnya karrenfield, limestone pavement, pinnacle karst, ruiniform karst, corridor karst, coastal karren. Klasifikasi morfologi bawah permukaan (endokrast) meliputi gua dengan berbagai bentukan speleotemnya. Terkait dengan asal muasal terbentuknya gua pada batugamping
banyak
ini
terjadi
banyak
perdebatan
oleh
para
peneliti.
Perdebatan
tersebut
mempermasalahkan apakah gua terbentuk di atas muka air tanah (zona vados), di bawah muka air tanah (zona freatis), atau pada bidang muka air tanah itu sendiri. Teori-teori pembentukan gua dapat dikelompokkan pada sedikitnya 3 teori utama (di antaranya mengikuti Ford dan Williams, 1996) berikut. 1) Teori Vados Dwerry House (1907), Greene (1908), Matson (1909), dan Malott (1937). Teori ini menginformasikan bahwa sebagian besar perkembangan gua berada di atas muka airtanah, zona vados. Zona vados merupakan zona aliran airtanah yang paling intensif. Hal ini dikarenakan aliran airtanah mengalir di zona ini dengan cepat sehingga terjadi proses erosi dan korosi mekanis sekaligus terjadi proses pelarutan karbonat. 2) Teori Freatis dalam Cjivic (1893), Grund (1903), Davis (1930) dan Bretz (1942). Dalam teori ini dijelaskan bahwa pembentukan awal gua dan pada umumnya perkembangan gua terjadi di kedalaman yang acak di bawah muka airtanah. Perkembangan gua yang semakin besar terjadi karena korosi oleh airtanah yang mengalir pelan. Perkembangan gua tahap kedua terjadi apabila muka airtanahnya menjadi turun lebih rendah. Akibatnya terjadi pengeringan gua dan membuatnya menjadi berada pada zona vados. 3) Teori Freatis Dangkal atau Teori Muka Airtanah Swinnerton (1932), R. Rhoades dan Sinacori (1941), dan Davies (1960). Teori ini menjelaskan bahwa aliran airtanah yang mengalir deras pada muka airtanah akan menyebabkan proses pelarutan yang semakin intensif di banyak gua. Dari teori ini maka dapat diasumsikan bahwa apabila posisi muka airtanah berubah maka posisi pembentukan gua juga ikut berpindah mengikuti muka airtanah. Sehingga untuk menjaga kondisi tersebut, posisi rata-rata muka airtanah harus relatif tetap konstan untuk periode yang lama. Sehingga kesimpulannya adalah dalam teori ini menjelaskan bahwa sistem gua bertahap. Tahapan ini merupakan akibat dari perubahan arus dasar (base level) yang diikuti tahap rejuvenasi (peremajaan).
1.5.4.
Kawasan Karst
Gambar 1.2. Ilustrasi bentang alam karst yang diperoleh dari www.visualphotos.com diakses pada tanggal 10 Desember 2014 pukul 20.58 WIB Kawasan karst merupakan kawasan batuan karbonat yang menunjukkan bentang alam dan fenomena karst baik eksokarst maupun endokarst yang terjadi karena proses pelarutan batuannya (batuan karbonat). Contoh dari bentukan karst adalah bukit dan lembah yang khas, dolina, gua alam dan aliran sungai bawah tanah. Melalui proses pelarutan telah membentuk bentang alam yang dikenal sebagai kawasan karst. Kawasan karst dapat dibedakan menjadi tiga kelas. Kelas I memiliki ciri berupa bentang alam bukit kerucut yang khas dengan aneka bentuk telaga, terutama telaga yang berair sebagai penyimpan air bawah tanah secara tetap, gua-gua dengan speleotem, sungai bawah tanah yang aktif, dan mata air. Sedangkan kawasan karst kelas II dicirikan dengan bukit kerucut yang berfungsi sebagai pengimbuh air bawah tanah, gua-gua dan sungai bawah
tanah tidak aktif, mempunyai speolotem yang sudah tidak aktif atau rusak, dan mataaur. Dan kawasan karst kelas III memiliki ciri dengan bentang alam berupa bukit kerucut yang berkembang kurang baik, tidak memiliki gua-gua, sungai bawah tanah, speolotem, dan mataair. (Guntarto, 2007). Kawasan batuan karbonat yang mengalami kartifikasi dicirikan dari bentukanbentukan morfologi baik yang ada di permukaan bumi (eksokarst) maupun di bawah permukaan bumi (endokarst). Gejala eksokarst ditunjukkan dengan bentuk bukit-bukit tunggal, pematang bukit, ukiran di permukaan batuan (struktur lapies atau karren), lekuklekuk lembah (dolina, polje, uvala), mata air serta menghilangnya sungai permukaan ke dalam tanah melalui sistem rucutan seperti lubang-lari (sink) atau mulut gua yang ada. Doline dikenal sebagai sink atau sinkhole yang merupakan lekukan tertutup pada permukaan batugamping yang mempunyai garis tengah beberapa meter hingga 1 km serta kedalaman ratusan meter. Di kebanyakan kawasan karst, doline dipengaruhi oleh proses pelarutan dan peruntuhan yang bekerja secara bersama-sama. Lembah doline juga sering di aliri oleh sungai permukaan, yang kemudian menghilang masuk ke dalam tanah. Lubang masuk tersebut dikenal dengan swallow hole atau stream sink (Hanang Samodra, 2001). Proses denudasi (penelanjangan permukaan batuan) akibat tenaga eksogen (air dan angin) mempengaruhi tanah dan batuan di kawasan karst. Besarnya nilai denudasi dan kecepatan karstifikasi akan berbeda di setiap tempat, tergantung dari sifat fisik batugamping, proses eksogen dan endogen yang mempengaruhinya. Proses sedimentasi yang membentuk batuan karbonat di laut hingga pengangkatannya menjadi daratan, dan proses geomorfologi sesudahnya yang mengubah singkapan batugamping menjadi bentangalam karst, semua berkaitan erat dengan sifat bumi yang dinamis. Kedua proses tersebut bertalian dengan waktu, yang berjalan sejak 4,5 milyar tahun lalu hingga sekarang (Hanang Samodra, 2001). Fungsi dari kawasan karst menurut Heddy S. Mukna (2009) adalah sebagai berikut. 1) Habitat aneka spesies flora dan fauna yang memiliki nilai endemik tinggi karena kawasan karst merupakan ekosistem yang unik, sehingga memperkaya khasanah keanekaragaman hayati.
2) Fungsi hidrologi atau tata air. Permukaan kawasan karst berfungsi sebagai tandon penampung air yang besar untuk suplai air ke seluruh kawasan tersbut. 3) Fungsi wisata. Kawasan karst memiliki kondisi fisiografi atau bentangalam yang unik dan langka. 4) Fungsi pelestarian sejarah (situs arkeologi). Sering ditemukannya fosil manusia di kawasan karst seperti di dinding-dinding gua. 5) Fungsi penelitian. Lingkungan biotik dan abiotik kawasan karst merupakan situs penting bagi pengembangan pengetahuan, baik yang berbasis ilmu kebumian (geologi, geomorfologi, paleontologi), ekologi, biologi, kehutanan, pertanian, peternakan, maupun sosial dan budaya.
1.6. Penelitian Sebelumnya Kajian mengenai karstifikasi sudah ada sebelum penelitian ini, namun ada beberapa perbedaan yang belum ada pada penelitian sebelumnya, seperti dijelaskan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian ini
Pengarang
Judul
Tujuan
Metode
Hasil
Keterangan
Mufti Latif
Kajian Geomorfologi
Mengetahui
Mengkaitkan antara
Daerah kajian dibagi menjadi
Penelitian Mufti Latif
Ahmad (2000)
Karst Mayor antara
karakteristik
bentuklahan dan
tiga, yaitu:
Ahmad masih mengacu
Telaga Sanglen dan
bentuklahan akibat
perubahan stadiumnya
Kamal, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
karstifikasi
yang tampak sekarang ini dengan kondisi lingkungan fisik dan perubahannya selama karstifikasi terjadi
pada bentukan karst - Wilayah selatan kartifikasi dipengaruhi oleh fluktuasi airlaut sehingga membentuk teras-teras marrin. Teras datar karstifikasi kea rah vertikal membentuk kubah karst simetri, dan teras miring karstifikasi kearah lateral membentuk kubah karst asimetri.
mayornya saja, sehingga tidak perlu mengexplore kawasan karst. Namun lebih ke bentukan karst akibat proses kartifikasi yang terjadi di daerah penelitian.
Tabel 1.1. (Lanjutan) Pengarang
Judul
Tujuan
Metode
Hasil - Wilayah tengah merupakan proses kartifikasi tertua di banding selatan dan utara. Kubah karst didominasi oleh tipe simetri dengan penutupan tanah yang tebal. - Wilayah utara merupakan kartifikasi termuda. Pengontrol utama karstifikasi adalah lereng regional dan structural. Kubah karst yang mendominasi adalah kubah karst asimetri yang menghadap ke utara.
Keterangan
Tabel 1.1. (Lanjutan) Pengarang
Judul
Tujuan
Metode
Hasil
Keterangan
- Formasi Jonggrangan dapat
Penelitian yang dilakukan
Mu’arifin
Tingkat
(2009)
Perkembangan
karakteristik
dilakukan dengan cara
dicirikan sebagai wilayah
adalah mengidentifikasi
Morfologi Karst
geomorfologis
purposive (purposive
karst yang telah mengalami
bagamaina proses
Formasi
Formasi
sampling). Sampel yang
karstifikasi. Morfologi kasrt
karstifikasi di daerah
Jonggrangan di
Jonggrangan
diambil berdasarkan
minor di daerah penelitian :
penelitian dengan melihat
Kecamatan
yang mencirikan
bentukan karst di
pits, shaft, clint, grike.
bentukan karst mayor dan
Girimulyo dan
keterdapatan
daerah penelitian.
Morfologi karst mayor :
minornya. Selain itu juga
Kecamatan
topografi karst
doline dan bukit karst.
diketahui perkembangan
- Perkembangan morfologi
morfologi karst melalui
Kaligesing
- Mengkaji
- Menganalisis
- Pengambilan sampel
- Deskripsi perkembangan
perkembangan
morfologi karst di
karst di Formasi
batuan dan
morfologi karst
Formasi Jonggrangan
Jonggrangan sangat di
bentuklahannya.
di Formasi
menggunakan
pengaruhi oleh faktor
Jonggrangan
pendekatan analitik.
geologi, iklim, tektonisme, dan relief daerah penelitian.
Tabel 1.1. (Lanjutan) Pengarang
Judul
Tujuan
I Made
Kajian Geomorfologi
- Mengkaji
Susmayadi
Karst Daerah Bali
karakteristik
(2006)
Selatan
morfologi karst
Metode - Analisis aspek-aspek geomorfologis - Analisis morfografi
Hasil - Di daerah penelitian telah
Keterangan Analisis ditekankan
berkembang morfologi karst
menggunakan aspek-
minor, morfologi endokarst,
aspek
dan proses
dengan cara mengamati
dan morfologi karst mayor
geomorfologisnya
geomorfologi
bentuk luar dari karren,
dengan tingkatan yang
sehingga lebih
yang
goa, bukit karst, doline,
berbeda.
kompleks.
berlangsung
dan lembah karst. Yang
sehingga
ditekankan pada pola
memiliki pengaruh yang
terbentuk
ukuran (panjang, lebar,
kuat terhadap perkembangan
perkembangan
tinggi, diameter,
morfologi karst di daerah
morfologi karst.
kedalaman, kemiringan
penelitian.
lereng) - Analisis aspek geomorfologi dengan mengkaitkan antara bentuklahan dan perubahan
- Aspek geomorfologi
Tabel 1.1. (Lanjutan) Pengarang
Judul
Tujuan -
Metode stadiumnya yang
Hasil
Keterangan
-
nampak saat ini dengan lingkungan fisik dan perubahannya selama karstifikasi berlangsung. - Analisis pola sebaaran menggunakan metode tetangga terdekat Subekti
Kajian Morfologi
- Mengkaji
- Metode yang digunakan
- Ledok Wonosari
Damayanti
Karst di Ledok
karakteristik
adalah dengan cara
(2010)
Wonosari Kabupaten
morfologi di
pusposive sampling
Gunungkidul Daerah
Ledok Wonosari
dimana dilakukan zonasi
doline, bujit karst, karren,
berupa morfometri dan
Istimewa Yogyakarta
yang mencirikan
terlebih dahulu yang
goa, dan sistem
morfografi dengan
keterdapatan
didasarkan pada
pergoaan.
dilakukan croscek
merupakan kawasan karst - Terdapat bentukan
Kajian karst di Ledok Wonosari ini di dasarkan pada morfologinya yang
Tabel 1.1. (Lanjutan) Pengarang
Judul
Tujuan
Metode
topografi karst
kemiringan lerengnya.
- Mengidentifikasi bentuklahan yang terdapat di Ledok Wonosari - Menganalisis perkembangan morfologi karst di Ledok Wonosari
Hasil -
Keterangan langsung di lapangan.
Dari zonasi tersebut
Dan di daerah penelitian
dilakukn survey
belum banyak dilakukan
langsung untuk
penelitian.
membuktikan adanya bentukan-bentukan karst. Setiap bentukan karst di catat posisi koordinatnya dan diukur. Analisis yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
1.7. Kerangka Pemikiran Karst merupakan suatu kawasan yang memiliki karakteristik relief dan drainase bawah tanah yang tinggi. Karst dipengaruhi oleh proses pelarutan dan memiliki batuan yang mudah larut. Batuan karst biasanya batuan gamping atau batuan lain yang memiliki tingkat porositas sekunder dan mudah larut ketika bereaksi dengan air. Hal ini berarti kemungkinan besar Ledok Wonosari merupakan kawasan karst karena batuannya berupa batuan gamping. Namun intensitas pelarutan batuan gampingnya perlu dikaji lebih lanjut. Kajian kawasan karst di Ledok Wonosari ini dapat diidentifikasi melalui bentuklahan karst. Proses pembentukan bentuklahan karst yang didominasi oleh proses pelarutan dapat disebut dengan karstifikasi. Pelarutan yang terjadi ini biasanya dikarenakan reaksi kimia dari batuan karbonat dengan air. Apabila proses karstifikasi ini terjadi di Ledok Wonosari, maka dapat disimpulkan bahwa Ledok Wonosari termasuk kawasan karst. Perkembangan kawasan karst dibagi menjadi dua tahap, yaitu perkembangan karst awal dan perkembangan karst lanjut. Identifikasi perkembangan karst ini dapat dilihat dari segi morfologinya. Ciri – ciri dari karst sendiri umumnya ada tiga macam, yaitu adanya lembah kering, langkanya sungai permukaan, dan potensi airtanah yang melimpah sehingga sering terdapat adanya goa. Ciri-ciri tersebut dapat dianalisis dari aspek geomorfologinya, yang dalam penelitian ini akan dilihat dari aspek morfologinya. Morfologi merupakan salah satu aspek geomorfologi yang menjelaskan mengenai bentuklahan secara umum. Aspek morfologi ada dua macam, yaitu morfografi dan morfometri. Morfografi bersifat mendeskripsikan bentuklahan karst, sedangkan morfometri merupakan aspek kuantitatif dari bentuklahan karst tersebut Morfologi karst biasa disebut dengan bentuklahan karst yang secara umum dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu bentuklahan positif dan bentuklahan negatif. Bentuklahan positif dan negatif ini dapat dibedakan berdasarkan arah perkembangan relatif terhadap bentuklahan yang lainnya. Bentukan yang relatif cekung biasanya disebut dengan bentuklahan negatif. Contoh dari bentuk lahan negatif ini adalah doline, lembah kering, uvala,dan polje. Bentuklahan yang berupa tonjolan yang merupakan sisa pelarutan biasanya disebut dengan bentuklahan positif. Contoh dari bentuklahan positf ini adalah kerucut karst, labirin karst, perbukitan karst, dan menara karst.
Bentuklahan karst disamping dari arah perkembangannya terhadap bentuklahan lainnya, maka dapat juga didasarkan dari bentukan yang ada dipermukaan dengan yang berada di bawah permukaan. Bentukan yang didasarkan pada morfologi bawah permukaan biasa disebut dengan bentuklahan endokarst dan bentuklahan yang didasarkan pada morfologi permukaan disebut dengan bentuklahan eksokarst. Contoh bentuklahan endokarst adalah goa, sistem pergoaan dan ornamen goa. Contoh bentuklahan eksokarst adalah doline, uvala, polje, menara karst dan perbukitan karst. Morfologi karst dapat diidentifikasi dengan terlebih dahulu mengetahui faktor pembentuknya. Faktor pembentuk morfologi karst adalah batuan, struktur geologi, iklim, dan vegetasinya. Batuan harusnya yang mudah larut dengan air dan tebal. Tektonisme juga merupakan faktor yang penting dalam pembentukan morfologi karst terutama faktor sesar dan kekar. Adanya kekar dan sesar memberikan rakahan atau regangan mekanik yang dapat memudahkan perkembangan pelarutan di dalam batuan. Faktor pendukung lain yang tak kalah penting adalah iklim. Iklim meliputi intensitas curah hujan dengan temperatur yang tinggi akan menyebabkan pelarutan semakin intensif. Sedangkan vegetasi dapat mentukan pelapukan solusional yang menyebabkan berkembangnya karst. Bahan organik yang disediakan oleh tumbuhan bersamaan proses respirasi yang menghasilkan karbondioksida (CO2) ini akan meningkatkan intensitas pelarutan yang tinggi. Identifikasi morfologi karst inilah yang nantinya akan dikaji untuk menentukan apakah Ledok Wonosari merupakan kawasan karst atau tidak. Kawasan karst yang diidentifikasi berdasarkan morfologinya dapat diketahui melaui fenomena bentuklahan yang teridentifikasi. Bentuklahan yang ditemukan apabila tidak sesuai dengan ciri-ciri karstifikasi maka tidak dapat dikatakan kawasan karst. Penjelasan ini akan dipermudah dengan melihat diagram alir kerangka pemikiran pada Gambar 1.3.
Karst
Definisi Karst
Ciri-ciri Karst
Adanya Lembah kering, sinkhole Langkanya drainase permukaan Drainase bawah tanah melimpah dan terdapatnya goa
Ya
Kawasan Karst
Morfologi Karst
Morfologi Positif : kerucut karst,labirin karst, perbukitan karst, menara karst Morfologi negatif : doline, uvala, polje, lembah kering
Faktor Pembentuk Morfologi Karst
Endokarst : gua, system perguaan, ornament gua Eksokarst : doline, polje, uvala, perbukitan karst, menara karst, labirin karst, kerucut karst.
Tidak
Kawasan Non Karst
Gambar 1.3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Batuan Struktur Geologi Iklim Vegetasi
1.7.1.
Hipotesis Berdasarkan permasalahan, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran, maka
dapat disusun hipotesis : 1) Kawasan karst yaitu daerah tersebut telah mengalami proses karstifikasi yang menghasilkan bentukan/ fenomena karst. 2) Ledok Wonosari merupakan kawasan karst apabila terdapat bentuklahan karst seperti perbukitan karst, dataran tinggi karst, lereng dan perbukitan karst terkikis, dataran aluvial karst, dan lembah kering karst. 3) Fenomena karst dan bentuklahan karst yang ditemukan di Ledok Wonosari digunakan untuk mengetahui tipe karst pada kawsan karst, dalam hal ini adalah Ledok Wonosari. Hipotesis yang dikemukaan akan dibuktikan dengan metode kualitatif melalui observasi langsung di lapangan. Parameter yang dibutuhkan dalam melakukan observasi di lapangan adalah dari segi morfologinya baik morfologi di bawah permukaan atau di atas permukaan laut yang biasa disebut dengan bentukan endokarst. Dan juga bentukan di atas permukaan yang biasa disebut dengan bentukan eksokarst. 1.7.2.
Landasan Teori Bentuklahan dipelajari dalam geomorfologi. Bentuklahan karst, juga dipelajari
dalam geomorfologi dalam kaitannya dengan proses pelarutan batuan karbonat. Survei geomorfologi seperti yang telah dijelaskan dalam telaah pustaka menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan sintetik, pendekatan analitik, dan pendekatan pragmatik. Sedangkan tahapan dalam survey geomorfologi meliputi tahap analisis, klasifikasi, dan pemetaaan bentuklahan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan analitik. Alasannya adalah karena yang dikaji dalam penelitian ini menggunakan pendekatan bentuklahannya. Empat aspek geomorfologi sendiri meliputi morfologi, morfogenesis, morfokronologi, dan morfoaransemen. Penggunaan aspek geomorfologi yang utama yang digunakan oleh peneliti dalam pendekatan analitik adalah aspek morfologi. Aspek morfologi merupakan aspek dari geomorfologi yang mengkaji mengenai fenomena atau rupa yang terjadi di permukaan bumi. Morfologi mencakup bentuk relief (yaitu pendeskripsian dari bentuklahan) dan morfometri (aspek kuantitatif bentuklahan).
Suatu kawasan yang dicirikan dengan kawasan karst pasti akan memiliki ciri-ciri, yaitu terdapatnya bentuklahan karst. Untuk itu, dari segi morfologi ini
kita identifikasi
bentuklahan apa saja yang terdapat di daerah penelitian. Bentukan dari bentuklahan karst dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bentukan eksokarst dan bentukan endokarst. Contoh dari bentukan eksokarst adalah sink/ sinkhole/ doline, uvala, polje, perbukitan karst, menara karst. Sedangkan bentukan endokarst contohnya adalah gua, sistem perguaan, sungai bawah tanah, stalagmit, stalagtit, pilar, goursdam. Bentukan-bentukan karst pada suatu area tertentu secara umum disebutkan dengan kawasan karst. Kawasan karst merupakan bentangalam karst dimana di area tersebut menyajikan adanya bentukan eksokarst dan bentukan endokarst. Bentangalam kawasan karst dapat dibedakan berdasarkan bentukan-bentukan karstnya. 1.8. Batasan Istilah 1) Batuan karbonat : batuan yang mengandung mineral karbonat lebih dari 50% yaitu batugamping (CaCO3) dan dolomit (Ca(MgCO3)2). (Samodra 2001) 2) Bentuklahan : elemen-elemen bentanglahan yang dapat diobservasi dan memiliki konsistensi dalam bentuk (form) atau perubahan yang teratur dari bentuk-bentuk tersebut. (Bloom, 1979) 3) Bukit karst : topografi karst positif yang merupakan sisa dari proses pelarutan yang lokasi dan bentuknya terkait erat dengan lembah tertutup yang ada di sekitarnya. (Ford dan William, 1996) 4) Doline : bentukan negatif dari proses pelarutan berbentuk melingkar membulat atau hampir membulat dengan diameter mulai dari beberapa meter sampai satu kilometer. (Ford dan William, 1996) 5) Geomorfologi: ilmu pengetahuan yang mempelajari dan mendeskripsikan bentuklahan (landform) yang berada di permukaan bumi baik yang berada di bawah atau di atas permukaan laut dengan penekanan pada asal mula (genesa) dan perkembangan di masa mendatang kaitannya dengan konteks lingkungan dan material penyusunnya. (Verstappen, 1973)
6) Karren
: bentuklahan karst minor dalam bahasa Jerman yang merupakan
bentuk-bentuk permukaan yang kasar pada batugamping akibat adanya proses pelarutan dan penggerusan. Dalam bahasa Perancis disebut Lapies. (Thornbury, 1969) 7) Karst : suatu tipe bentuklahan yang dikontrol oleh proses pelarutan yang dicirikan oleh adanya morfologi permukaan yang khas, sistem drainase bawah permukaan, dan bentuklahan colapse (bentuklahan akibat runtuhan), yang secara khusus berkembang di daerah berbatuan batugamping. Elemen-elemen tersebut dipengaruhi oleh iklim, struktur dan petrografi yang menghasilkan bentukan permukaan. (Sweeting, 1972) 8) Karst mayor : bentuklahan karst yang dapat diamati dengan menggunakan media foto udara dan peta topografi dicirikan oleh adanya doline dan bukit karst. (Bloom, 1979) 9) Karst minor : bentuklahan karst yang spesifik pada permukaan batugamping dan tidak dapat diamati dengan media foto udara dan peta topografi dirikan oleh adanya karren, goa, karst windows. (Bloom, 1979) 10) Karstifikasi : Proses pelarutan batuan karbonat akibat adanya interaksi antara karbondioksida, air, dan batuan karbonat sehingga membentuk bentuklahan karst (Haryono dan Adji, 2004) 11) Morfologi : aspek geomorfologis yang menjelaskan bentuklahan berdasarkan bentuk relief secara umum (Ahmad, 2000) 12) Survey geomorfologi : analisis, klasifikasi, dan pemetaan bentuklahan dengan mendasarkan pada morfologi, genesa, kronologi, dan litologi (Zuidam, 1973)